Laporan ini merupakan hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai relevansi dan efektivitas pembangunan daerah serta manfaat yang dirasakan masyarakat. Metode yang digunakan meliputi pengamatan langsung, pengumpulan data primer melalui FGD, dan sekunder dari berbagai instansi. Laporan ini berisi analisis capaian indikator pembangunan di
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin-
Nya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan sesuai rencana. Laporan ini
dibuat sebagai pertanggungjawaban akhir tahun dari Tim Peneliti Independen
Universitas Negeri Makassar (UNM) dalam melakukan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Daerah (EKPD) Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Barat ini bertujuan
untuk mengetahui capaian pembangunan daerah sesuai dengan rencana strategis
pembangunan daerah dan untuk mengetahui manfaat hasil pembangunan yang telah
dirasakan oleh warga masyarakat. Dengan kata lain, sesuai dengan indikator capaian
yang diharapkan oleh Bappenas maka tim peneliti berharap agar hasil penelitian ini
menyajikan hasil analisis mengenai relevansi dan efektivitas pembangunan daerah di
Provinsi Sulawesi Barat. Selanjutnya, penyeragaman metode evaluasi yang digunakan
diharapkan agar hasil evaluasi ini dapat disandingkan dengan hasil yang telah dicapai
oleh provinsi lainnya di Indonesia sehingga dapat diperoleh agregasi hasil EKPD secara
nasional.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
kontribusi dalam pelaksanaan hingga tersusunnya laporan EKPD Provinsi Sulawesi
Barat ini. Secara khusus terima kasih disampaikan kepada Deputi EKPD Bappenas
yang memberikan kepercayaan kepada tim peneliti UNM dalam melakukan tugas ini.
Begitu pula terima kasih disampaikan kepada tim peneliti yang telah bekerja keras
melakukan penelitian hingga selesainya laporan dibuat. Akhirnya, saya berharap agar
kerjasama yang baik ini dapat terus terjalin di masa akan datang.
Makassar, 17 Desember 2009
Rektor Universitas Negeri Makassar,
Prof. DR. H. Arismunandar, M.Pd.
ii
3. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang dan Tujuan ................................................... 1
1. 2 Keluaran ............................................................................... 2
1. 3 Metode .................................................................................. 2
BAB II HASIL EVALUASI ....................................................................... 5
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK .......................................... 7
2.1.1 Capaian Indikator ......................................................... 7
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ....... 11
2.1.3 Rekomendasi kebijakan ............................................... 11
2.2 TINGKAT KEHIDUPAN DEMOKRASI .................................. 12
2.2.1 Capaian Indikator ......................................................... 12
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ....... 20
2.2.3 Rekomendasi kebijakan ............................................... 21
2.3 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA ............... 22
2.3.1 Capaian Indikator ......................................................... 22
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ....... 44
2.3.3 Rekomendasi kebijakan ............................................... 45
2.4 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI ................................ 46
2.4.1 Capaian Indikator ......................................................... 46
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ....... 59
2.4.3 Rekomendasi kebijakan ............................................... 61
2.5 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ............ 61
2.5.1 Capaian Indikator ......................................................... 61
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ....... 65
2.5.3 Rekomendasi kebijakan ............................................... 66
2.6 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT ................................ 66
2.6.1 Capaian Indikator ......................................................... 66
2.6.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ....... 74
2.6.3 Rekomendasi kebijakan ............................................... 75
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 76
iii
4. DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 1 INDIKATOR HASIL TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI
SULAWESI BARAT ........................................................................... 8
TABEL 2 TINGKAT PENDIDIKAN APARAT PROVINSI SULAWESI BARAT .. 9
TABEL 3 INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DI
PROVINSI SULAWESI BARAT DAN NASIONAL .......................... 10
TABEL 4 INDIKATOR HASIL TINGKAT DEMOKRASI DI PROVINSI
SULAWESI BARAT .......................................................................... 13
TABEL 5 INDIKATOR OUTCOME TINGKAT DEMOKRASI DI PROVINSI
SULAWESI BARAT ........................................................................... 19
TABEL 6 JUMLAH GURU, MURID DAN SEKOLAH DI PROVINSI SULAWESI
BARAT ............................................................................................... 35
TABEL 7 PERKEMBANGAN JUMLAH AKSEPTOR KB DAN PERSENTASE
PENDUDUK VER-KB DI PROVINSI SULAWESI BARAT ................ 40
TABEL 8 DAFTAR PERKEMBANGAN PENDUDUK PROVINSI SULAWESI
BARAT .............................................................................................. 41
TABEL 9 INDIKATOR TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA DI
PROVINSI SULAWESI BARAT ........................................................ 42
TABEL 10 INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA
MANUSIA PROVINSI SULAWESI BARAT ....................................... 43
TABEL 11 DAFTAR LAJU INFLASI PROVINSI SULAWESI BARAT .......... 51
TABEL 12 DAFTAR NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI BARAT 53
TABEL13 DAFTAR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN
PENANAMAN MODAL ASING PROVINSI SULAWESI BARAT .. 54
TABEL14 PANJANG JALAN NEGARA, PROVINSI DAN
KABUPATENPROVINSI SULAWESI BARAT ................................. 55
TABEL15 INDIKATOR HASIL TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
PROVINSI SULAWESI BARAT .................................................... 57
TABEL16 INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT PEMBANGUNAN
EKONOMI PROVINSI SULAWESI BARAT ................................ 58
TABEL17 INDIKATOR HASIL KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA
ALAM PROVINSI SULAWESI BARAT ............................................. 62
iv
5. TABEL18 INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT KUALITAS SUMBER
DAYA ALAM PROVINSI SULAWESI BARAT .............................. 63
TABEL19 LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI
SULAWESI BARAT .......................................................................... 71
TABEL 20 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI
SULAWESI BARAT …………………………………………….. ......... 71
TABEL 21 INDIKATOR HASIL TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT DI
PROVINSI SULAWESI BARAT ....................................................... 72
TABEL 22 INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT KESEJAHTERAAN
RAKYAT PROVINSI SULAWESI BARAT ..................................... 73
v
6. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Pada hakikatnya pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik
dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat Undang
undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa
pemerintah daerah diberikan kewenangan yang luas untuk menentukan kebijakan dan
program pembangunan di daerah masing-masing, termasuk melakukan penilaian atau
evaluasi kebijakan yang telah diimplementasikan.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 ini dilaksanakan untuk
menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-
2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah
mencapai tujuan atau sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan
manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan menyajikan informasi penting yang berguna
sebagai bahan acuan bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) dan pengambil
kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah
dilakukan sebelumnya. Hasil evaluasi ini juga digunakan sebagai rekomendasi bagi
pemerintah daerah setempat dalam mengembangkan keunggulan daya saing daerahnya
berbasis potensi dan kompetensi lokal yang dimiliki. Selanjutnya hasil evaluasi ini menjadi
dasar pijakan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah
1
7. 2
untuk periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK)
dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
1.2. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di provinsi Sulawesi
Barat,
Tersusunnya hasil analisis evaluasi kinerja pembangunan di provinsi Sulawesi Barat
sesuai sistematika buku panduan
1.3. Metode
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,
maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
menjadi (100 persen) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh
adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka
sskesejahteraan sosialnya semakin rendah.
8. 3
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indikator pendukungnya). Contoh untuk indikator
tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Dalam menilai kinerja pembangunan daerah tentang sejauhmana keberhasilan,
kemajuan dan peningkatan pembangunan oleh pemerintah daerah digunakan dua
pendekatan. Adapun pendekatan yang dimaksudkan di sini adalah Relevansi dan
Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisis sekaligus mengetahui bagaimana tujuan
dan sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama
dan atau tantangan yang ada. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat dari
adanya keterkaitan antara tujuan dan sasaran pembangunan daerah provinsi Sulawesi
Barat dengan pembangunan nasional. Selain itu, ingin pula diketahui apakah tren capaian
pembangunan daerah sejalan dan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil
dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan
provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah ini
membaik dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan
capaian pembangunan pada tahun sebelumnya.
Dalam melakukan kegiatan penelitian sampai pada penyusunan laporan, maka
tentu saja dibutuhkan metode atau teknik pengumpulan data dan informasi yang sesuai
9. 4
dengan fokus kajian dan lokus penelitian. Oleh karena itu, teknik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
Pengamatan langsung
Teknik ini digunakan untuk melakukan observasi atau pengamatan langsung
kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah, di antaranya
dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan
lainnya yang terjadi di wilayah provinsi Sulawesi Barat.
Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh melalui kegiatan FGD (focused group discussion) dengan
pemangku kepentingan pembangunan daerah dan pengambil kebijakan dengan cara
menghadirkan seluruh SKPD dalam lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Barat untuk
membahas dan mengkaji beberapa masalah terkait dengan kinerja pembangunan
daerah, hambatan, tantangan dan kelemahannya, kekuatan dan potensi sumber
dayanya, serta hal-hal lain yang menjadi “strong point” pembangunan daerah Provinsi
Sulawesi Barat. Dalam kegiatan ini, Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi
yang berfungsi untuk menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi. Hasil diskusi
sekurang-kurangnya dapat menjadi sumber inspirasi bagi para pemangku kepentingan
pembangunan daerah dan pengambil kebijakan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan daerah ke arah yang lebih baik.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data dan informasi yang telah tersedia pada instansi
pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
terkait.
10. 5
BAB II
HASIL EVALUASI
Provinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamuju terletak antara 0o12' – 3o38’
Lintang Selatan dan 118o43'15’’ – 119o54'3’’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara dan Selat Makassar di sebelah barat. Batas
sebelah selatan dan timur adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat menaungi 5 daerah tingkat II dengan wilayah berstatus Kabupaten. Dari 5
Kabupaten tersebut, di dalamnya terdapat 66 wilayah Kecamatan, 602 Desa/Kelurahan
pada tahun 2008. Penduduk Sulawesi Barat berdasarkan hasil Proyeksi Badan Pusat
Statistik Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008 berjumlah 1.032.256 jiwa yang tersebar di 5
kabupaten, dengan jumlah penduduk terbesar yakni 361.342 jiwa mendiami Kabupaten
Polewali Mandar.
Perlu dipahami bahwa Provinsi Sulawesi Barat merupakan Provinsi yang baru
terbentuk sekitar lima tahun yang lalu. Oleh karena itu, dengan menyandang status
sebagai Provinsi baru, maka tentu saja Sulawesi Barat membutuhkan dukungan dari
segenap komponen, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat secara keseluruhan
dalam rangka melakukan percepatan pembangunan di segala bidang. Dalam
merealisasikan hal tersebut, maka hal mutlak yang harus dilakukan dan dibudayakan
adalah prinsip kerja keras dan kerjasama yang bertujuan untuk menghilangkan predikat
daerah tertinggal yang diberikan kepada Provinsi Sulawesi Barat, dan mempercepat
pemenuhan hak dasar masyarakat.
Memasuki tahun kelima Sulawesi Barat berdiri, pembangunan dari sektor
perekonomian dirasakan semakin membaik. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi yang terus mengalami peningkatan selama periode 2004-2008. Pada tahun
5
11. 6
2008, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat tercatat mencapai 8,54 persen dan
merupakan peningkatan kinerja perekonomian tertinggi selama periode tersebut. Selain
itu, kinerja perekonomian Sulawesi Barat jauh lebih baik bila dibandingkan dengan
nasional yang hanya tumbuh sekitar 6,06 persen pada tahun yang sama. Kondisi tenaga
kerja di Sulawesi Barat yang tercermin melalui tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
juga mengalami peningkatan.
Selama kurun waktu 2006-2008 TPAK meningkat dengan kisaran antara 61-67
persen setiap tahunnya. Sedangkan tingkat pengangguran pada tahun 2008 mengalami
penurunan menjadi 4,57 persen setelah tahun sebelumnya mencapai 5,45 persen.
Bahkan pada tahun 2009 mencapai nilai 3,89 persen. Namun, tekanan yang terjadi akibat
tingginya harga minyak dunia berdampak terhadap meningkatnya harga bahan bakar
minyak pada pertengahan tahun 2008 memberikan pengaruh yang cukup signifikan.
Terbukti dengan tingginya tingkat inflasi kota Mamuju pada pertengahan hingga akhir
tahun 2008. Laju inflasi pada bulan Mei 2008 sebagai respon terhadap shock kenaikan
BBM mencapai 3,04 persen. Inflasi tertinggi di sepanjang tahun terjadi pada bulan
Agustus dimana laju inflasi hingga mencapai 3,21 persen.
Potensi kekayaan sumber daya alam di daerah ini antara lain sektor pertanian,
khususnya lahan pertanian padi yang memiliki luas sekitar 56.000 ha dengan tingkat
produksi sekitar 312.000 ton per tahun. Selain itu, perkebunan kakao yang luasnya
150.000 ha dengan tingkat produksi 90.000 ton/tahun, yang sebagian besar dimiliki rakyat
sekitar 65 persen dari jumlah penduduk Sulawesi Barat sekitar 1,9 juta jiwa. Pemerintah
provinsi Sulawesi Barat menggalakkan Gerakan Nasional Kakao untuk meningkatkan
produksi dan kualitas hasil dari 0,6 ton menjadi 2,5 - 3 ton/ha.
Sulawesi Barat juga memiliki potensi tambang, seperti Migas, batu bara, emas, biji
besi dan nikel. Khusus tambang Migas, kata gubernur, sudah ada lima perusahaan asing
yang melakukan kegiatan eksplorasi. Potensi lainnya adalah sektor perikanan yang
12. 7
memiliki panjang pantai di Selat Makassar sekitar 670 Km dan sektor pariwisata yang
bisa menarik kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara.
Namun potensi kekayaan alam Sulawesi Barat belum dikelola dengan baik karena
salah satu kendala mendasar adalah masalah keterbatasan infrastruktur yang dimiliki. Di
provinsi Sulawesi Barat masih terdapat sekitar 19,03 persen warga masyarakat miskin
dan berangsur menurun hingga tahun 2009 yang mencapai nilai 15,29 persen.
Berdasarkan kondisi tersebut daerah ini masih menyandang sebagai salah satu kategori
daerah tertinggal di Indonesia.
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK
2.1.1. Capaian Indikator
Pada dasarnya, pelayanan publik termasuk pelayanan dasar di Provinsi Sulawesi
Barat dapat dikatakan telah terlaksana dengan cukup baik, berlangsung pada jalur dan
arah yang benar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya serius pemerintah daerah
untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat seiring dengan upaya peningkatan
kualitas aparatur penyelenggara pelayanan publik melalui pendidikan dan latihan yang
sesuai dengan bidang tugas yang diemban.
Ada tiga hal yang menjadi lingkup pelayanan publik sebagai fokus sajian pada
laporan ini yakni tentang kasus korupsi, tingkat pendidikan aparat dan keberadaan kantor
pelayanan satu atap. Ketiga aspek tersebut disajikan dalam tabel 1.
13. 8
TABEL 1
INDIKATOR HASIL TINGKAT PELAYANAN PUBLIK
DI PROVINSI SULAWESI BARAT
Indikator Capaian Tahun
Pendukung
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Hasil Persentase Jumlah
(Outcomes) kasus korupsi yang
tertangani 100 100 100 --- --- ---
dibandingkan dengan
yang dilaporkan
Presentase aparat
yang berijazah --- 69,44 63,06 72,84 72,84 72,84
minimal S1
Persentase jumlah
kabupaten/ kota yang
memiliki peraturan ---- ---- ---- ---- ---- ----
daerah pelayanan satu
atap
Sumber: Data BPS 2006-2009 Provinsi Sulawesi Barat.
Dalam hubungannya dengan kasus pidana/perdata di Provinsi Sulawesi Barat dari
tahun 2004 hingga 2006 sedikitnya terdapat 963 kasus dimana terdapat 1 kasus korupsi
dan telah ditangani dengan baik (100 persen). Hingga tahun 2008 kasus cukup beragam
mulai dari kasus narkoba, penganiayaan, pencurian/perampokan, hingga pembunuhan.
Dengan demikian, jika melihat persentase kasus khusunya kasus korupsi yang ditangani
dibandingkan yang dilaporkan, maka dapat dikatakan ditangani seluruhnya (100 persen).
Selanjutnya, tingkat pendidikan aparat yang berijazah minimal S1, dapat dikatakan
jumlahnya terbilang banyak atau lebih dari separuh jumlah pegawai negeri di provinsi
Sulawesi Barat, hal itu dapat dilihat pada tabel 2.
14. 9
TABEL 2
TINGKAT PENDIDIKAN APARAT PROVINSI SULAWESI BARAT
TINGKAT PENDIDIKAN APARAT
TAHUN S1/Dipl Dipl JUMLAH
S3 S2 IV I/II/III SLTA SLTP SD
2005 2 97 285 39 125 4 1 553
2006 3 74 389 145 125 3 0 739
2007 2 159 547 81 181 1 1 972
2008 2 159 547 81 181 1 1 972
Sumber: Data BPS 2006-2009 Provinsi Sulawesi Barat.
Sulawesi Barat sebagai salah satu provinsi yang baru terbentuk maka dalam
menyelenggarakan pemerintahannya belum mengacu pada sistem penyelenggaraan
pemerintahan dengan pelayanan satu atap. Salah satu faktor penyebabnya adalah
karena dalam jajaran pemerintah kabupaten di Sulawesi Barat belum memiliki Peraturan
Daerah tentang pelayanan satu atap. Kaitannya dengan hal tersebut, pihak pemangku
kepentingan dan para pengambil kebijakan bertekad untuk dapat melahirkan Peraturan
Daerah tentang pelayanan satu atap dengan tujuan agar pelaksanaan pemerintahan dan
pelayanan publik dapat terkontrol dengan baik, dengan demikian setiap kegiatan akan
berjalan dengan baik pula. Selanjutnya, untuk mengetahui seberapa besar perbandingan
antara capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator
outcomes nasional dapat dilihat pada grafik dan tabel 3.
15. 10
TABEL 3
INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT PELAYANAN PUBLIK
DI PROVINSI SULAWESI BARAT DAN NASIONAL
Capaian Tahun
NO Indikator Hasil (Outcomes)
2004 2005 2006 2007 2008
1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DI PROVINSI 100 84,72 81,53 86,42 86,42
SULAWESI BARAT
TINGKAT PELAYANAN PUBLIK NASIONAL 74,62 74,08 76,96 75,01 76,19
2 TREN TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DI -15,28 -3,77 6 0,00
PROVINSI SULAWESI BARAT
TREN TINGKAT PELAYANAN PUBLIK -0,72 3,89 -2,53 1,57
NASIONAL
Grafik Capaian Tingkat Pelayanan Publik Provinsi Sulawesi
Barat Dibandingkan dengan Capaian Nasional,
Tahun 2004‐2009
120.00 10.00
Tren Capaian Indikator Outcome
Capaian Indikator Outcome
100.00 5.00
80.00 ‐
60.00 (5.00)
40.00 (10.00)
20.00 (15.00)
‐ (20.00)
2004 2005 2006 2007 2008
Nasional 74.62 74.08 76.96 75.01 76.19
Sulbar 100.00 84.72 81.53 86.42 86.42
Tren Nasional (0.72) 3.89 (2.53) 1.57
Tren Sulbar (15.28) (3.77) 6.00 ‐
Relevansi
Tren tingkat pelayanan publik di provinsi Sulawesi Barat mulai sejalan dengan tren
nasional, meskipun berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, relevansi arah
pembangunan dan penyediaan pelayanan publik di daerah ini cenderung membaik
bahkan laju peningkatannya di atas rerata nasional.
16. 11
Efektivitas
Nilai capaian indikator efektivitas pelayanan publik menunjukkan tren yang agak
menurun. Hal ini merupakan dampak dari Sulawesi Barat menjadi provinsi baru, sehingga
sejumlah prakondisi yang diperlukan bagi penyediaan layanan publik dasar belum dapat
terpenuhi seketika, baik dilihat dari kesesuaian kompetensi sumber daya manusia
aparatur maupun penyediaan sarana dan prasarana vital yang dibutuhkan, termasuk
peraturan daerah satu atap yang masih diwacanakan. Namun, upaya pemerintah provinsi
bersama pemerintah kabupaten yang menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi negeri
(UNHAS, UNM, STIALAN Makassar) merupakan bukti kesungguhan pemerintah dalam
membangun kapasitas (capacity building) di Provinsi Sulawesi Barat.
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Sebagaimana yang disajikan dalam capaian indikator di atas jelas bahwa pada
dasarnya pelaksanaan pelayanan publik telah berjalan dengan cukup baik dan searah
dengan apa yang diharapkan secara nasional. Namun demikian, capaian indikator yang
ada bersifat semu bahkan dapat dikatakan belum ada indikator spesifik dan menonjol
seiring dengan kurangnya data pendukung untuk dianalisis.
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan kondisi nyata tingkat pelayanan publik yang masih kurang maka
direkomendasikan agar ada upaya serius pemerintah daerah dalam meningkatkan
kualitas dan pemerataan penyebaran sumber daya aparaturnya di berbagai bidang dan
sektor pelayanan publik. Di samping itu, segera membuat peraturan daerah tentang
pelayanan satu atap agar penyediaan pelayanan publik berlangsung secara efisien,
efektif, ekonomis dan akuntabel.
17. 12
2.2. TINGKAT KEHIDUPAN DEMOKRASI
2.2.1. Capaian Indikator
Pada dasarnya, proses demokratisasi di Provinsi Sulawesi Barat dapat dikatakan
telah berjalan dengan baik, berlangsung pada jalur dan arah yang benar yang ditunjukkan
dengan adanya transformasi menuju ke arah demokratisasi kehidupan sosial politik di
masyarakat. Beberapa masalah yang perlu diperhatikan adalah reformasi konstitusi yang
masih menyisakan persoalan.
Beberapa hal yang menjadi lingkup demokrasi adalah gender development index,
empowerment measurement dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum.
Dalam hubungannya dengan kasus pidana/perdata di Provinsi Sulawesi Barat dari tahun
2004 hingga 2006 sedikitnya terdapat 963 kasus dimana terdapat 1 kasus korupsi dan
telah ditangani dengan baik (100 persen). Hingga tahun 2008 kasus cukup beragam
mulai dari kasus narkoba, penganiayaan, pencurian/perampokan, hingga pembunuhan.
Dengan demikian, jika melihat persentase kasus khusunya kasus korupsi yang ditangani
dibandingkan yang dilaporkan, maka dapat dikatakan ditangani seluruhnya (100 persen).
Untuk melihat bagaimana proses demokrasi dalam hal Gender Development Index (GDI),
Gender Empowerment Measurement (GEM), Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
konteks Pemilihan Kepala Daerah Provinsi, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden,
dapat dilihat pada tabel 4.
18. 13
TABEL 4
INDIKATOR HASIL TINGKAT DEMOKRASI
DI PROVINSI SULAWESI BARAT
Indikator Hasil Indikator Capaian Tahun
(Outcomes) Pendukung 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Gender Development
60,1 61,2 --- --- --- ---
Index (GDI)
TINGKAT Gender Empowerment
--- --- --- --- --- ---
DEMOKRASI Meassurement (GEM)
Tingkat partisipasi
politik masyarakat
dalam Pemilihan --- --- 100 --- --- ---
Kepala Daerah
Provinsi
Tingkat partisipasi
politik masyarakat
98,00 --- --- --- --- 98,02
dalam Pemilihan
Legislatif
Tingkat partisipasi
politik masyarakat 96,05 --- --- --- --- 96,16
dalam Pilpres
Sulawesi Barat sebagai provinsi yang baru terbentuk dalam menyelenggarakan
pemerintahan dan demokrasi telah berjalan dengan baik dilihat dari indikator yang diukur.
Begitu pula dalam masalah gender, yaitu konsep yang selalu berusaha membicarakan
masalah-masalah sosial antara jantina laki-laki dan perempuan secara imbang. Kalaupun
selama ini terkesan sepertinya membela dan mengutamakan perempuan serta selalu
memperjuangkan hak-hak perempuan, hal itu wajar karena memang secara kuantitas dan
kualitas kaum perempuan masih tertinggal dan mengalami berbagai kendala untuk
menuju kesetaraan gender. Dalam Rencana Strategis Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Berencana (KB) Provinsi Sulawesi Barat 2009 - 2014 telah diprogramkan
Pengarusutamaan Gender sebagai berikut:
Pemberdayaan Perempuan
a) Peningkatan kualitas hidup perempuan melalui pendidikan, kesehatan, hukum,
ketenagakerjaan, sosial, politik, lingkungan hidup dan ekonomi.
19. 14
b) Pengembangan materi dan pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
tentang kesetaraan dan keadilan gender.
c) Peningkatan kapasitas jaringan kelembagaan Pemberdayaan Perempuan (PP) di
provinsi dan kabupaten seperti Pusat Studi Perempuan/Gender, lembaga-lembaga
penelitian.
d) Penyusunan berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan PUG di
tingkat Provinsi dan Kabupaten.
e) Pembentukan wadah-wadah guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan
harapan perempuan sebagai bentuk partisipasi perempuan dalam proses
pembangunan.
Perlindungan & Pengendalian Hak-Hak Perempuan
a) Peningkatan upaya pencegahan dan perlindungan perempuan dari berbagai tindak
kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, perdagangan orang (trafiking) dan
penanggulangannya.
b) Pengembangan dan penyempurnaan perangkat hukum dan kebijakan peningkatan
kualitas hidup dan perlindungan perempuan di berbagai bidang pembangunan
nasional dan daerah.
c) Pelaksanaan komunikasi, informasi, edukasi (KIE) peningkatan kualitas hidup dan
perlindungan perempuan di tingkat nasional dan daerah.
d) Peningkatan peran masyarakat dan media dalam penanggulangan pornografi,
pornoaksi dan perdagangan orang (trafiking).
Program pengarusutamaan gender pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan
KB Provinsi Sulawesi Barat dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Analisis gender, dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan memahami ada atau tidak
adanya dan sebab-musebah terjadinya ketidak setaraan dan ketidakadilan gender
termasuk pemecahan permasalahannya. Kegiatan analisis gender meliputi identifikasi
kesenjangan antara jantina laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, peran,
20. 15
kontrol dan manfaat dari program dan kebijakan pembangunan dalam berbagai aspek
kehidupan. Pemecahan masalah yang dihasilkan dalam analisis gender diwujudkan
dan diintegrasikan dalam perencanaan kebijakan dan proses pemberdayaan
perempuan di Provinsi Sulawesi Barat.
b. Upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), tentang pengarusutamaan gender
pada lembaga dan instansi pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah untuk mewujudkan
pembangunan pemberdayaan perempuan di Provinsi Sulawesi Barat.
c. Indikator kesetaraan dan keadilan gender adalah kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) yang dirumuskan dalam Human Development Indeks (HDI), Gender-related
Development Indeks (GDI), serta Gender Empowerment Measurement (GEM) tentang
partisipasi perempuan dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan perempuan, yang
diukur dari pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Fenomena ketimpangan fungsi masyarakat dalam struktur sosial, ekonomi dan
politik telah mengekang hak ataupun kemerdekaan individu dalam mengekspresikan
dinamika hidupnya. Hal itu dapat dianalogikan dengan wacana yang berkaitan dengan
perempuan. Wacana yang berkembang selama ini menganggap bahwa kaum perempuan
cenderung dilihat sebagai korban dari berbagai proses sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Perlakuan terhadap perempuan yang tidak apresiatif dalam interaksi sosial
dengan komunitas telah menjadi tren diskusi dan perbincangan di antara para pengamat
dan pemerhati sosial, termasuk di Provinsi Sulawesi Barat.
Benar atau tidaknya anggapan di atas memang relatif dan belum tentu menjadi
suatu realitas dalam kehidupan masyarakat di Sulawesi Barat. Akan tetapi dalam cuplikan
sejarah peradaban masyarakat lokal gambaran perlakukan terhadap perempuan memang
tidaklah menggembirakan atau bahkan dapat dikatakan buram dan kelabu. Bentuk-
bentuk peradaban masyarakat yang menjustifikasi fenomena ketertindasan perempuan
21. 16
itu tergambar dalam fragmentasi sejarah dengan adanya seorang pahlawan perempuan
di Proinsi Sulawesi Barat bernama I Depu Maraddia Mandar.
Namun, kisah-kisah perlakuan kelam terhadap perempuan dalam sejarah local
adalah sebatas kisah lama yang sudah tenggelam di telan waktu. Pada intinya, gerakan
yang melibatkan kaum perempuan ini bangkit dalam rangka untuk memperbaiki tatanan
pemerintahan sekaligus kultural masyarakat agar kondusif mencegah gejala ketimpangan
perlakuan antara perempuan dan laki-laki.
Beberapa gerakan dan upaya yang muncul di berbagai komunitas kelompok
masyarakat adalah sebagai upaya dalam peningkatan dan pemberdayaan perempuan.
Ketertinggalan perempuan dapat dilihat di berbagai bidang. Di bidang pendidikan, angka
buta huruf /tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Secara
keseluruhan angka buta huruf penduduk usia 10 tahun ke atas di Provinsi Sulawesi Barat
tahun 2006 adalah sekitar 12,51 persen dengan persentase buta huruf perempuan yang
sebesar 14,84 persen dibandingkan dengan laki-laki buta huruf sebesar 10,13 persen.
Dalam perencanaan kebijakan kesetaraan gender oleh Pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat sangat penting memasukkan ke dalam Rencana Strategis Pemerintah
Provinsi dan Rencana Strategis SKPD yang ada dengan mengakomodasi aspek-aspek
pokok berikut:
a. Di sektor pendidikan diperlukan dukungan kebijakan di tingkat nasional maupun
daerah. Di sektor ini terdapat dua sub sektor yang bersifat strategis yaitu Departemen
Pendidikan Nasional yang bersifat umum dan dan melalui Departemen Agama yang
bersifat khusus keagamaan. Kebijakan di sektor pendidikan diharapkan mendukung
tiga institusi strategis di sektor ini, yaitu mekanisme pengarusutamaan gender di
sektor pendidikan, sensitisasi (sensitizing) kesetaraan gender pada organisasi yang
membuat kebijakan pendidikan dan sensitisasi kesetaraan gender pada organisasi
pendidikan. Di sub sektor pendidikan keagamaan strategi yang perlu dikedepankan
22. 17
adalah memasukkan nilai kesetaraan/keadilan gender dalam undang-undang dan
atau peraturan keagamaan baik yang dibuat di pusat ataupun di daerah.
b. Di sektor kesehatan kebijakan kesetaraan/keadilan gender relatif lebih maju dibanding
sektor pendidikan dimana telah direkomendasikan kerjasama antara Departemen
Kesehatan dengan Kantor Meneg Pemberdayaan Perempuan untuk meningkatkan
kebijakan dan program pengarusutamaan gender di sektor kesehatan. Dalam konsep
otonomi daerah kerjasama kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Departemen Kesehatan diperluas dengan melibatkan Departemen Dalam Negeri,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan lembaga-lembaga studi wanita.
Demikian pula di Provinsi Sulawesi Barat seharusnya jelas kordinasi program dan
implementasi kesetaraan gender pada setiap Satuan Kerja Perengkat Daerah (SKPD)
yang ada.
c. Di sektor ekonomi, menduduki posisi yang vital mengingat krisis yang diderita
Indonesia yang mempunyai dampak terbesar pada menurunnya kemampuan ekonomi
yang dikenal dengan meningkatnya tingkat kemiskinan sehingga memerlukan
kebijakan yang berkenaan dengan upaya kesetaraan gender di sektor ekonomi.
Mekanisme pelaksanaan kesetaraan gender dilaksanakan di tingkat nasional dan
daerah dengan penyelenggaraannya secara efektif, efisien dan berkesinambungan.
Ini nampak dengan jelas dengan lahirnya lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka oleh Pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat dengan Perda Nomor 22 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Inspektorat, Bappeda, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong
Praja menetapkan organisasi perangkat daerahnya sehingga melahirkan Badan
Pemberdayaan Perempuan dan KB dalam struktur kelembagaan di provinsi yang
tugas/pokok dan fungsinya adalah pelaksanaan pembangunan kesetaraan gender.
Dalam melaksanakan kegiatan kesetaraan gender di daerah diharapkan membentuk
Tim Pengarus-Utamaan Gender (TPUG) atau Gender Maintreaming Committee, yang
23. 18
anggotanya berasal dari unsur inti adalah Pemerintah Daerah, unsur Perguruan
Tinggi, unsur Organisasi Masyarakat (PKK, Aisiyah, Wanita Muslimah dan
semacamnya), dan LSM. Dari unsur inti seperti tersebut di atas dapat diperluas
dengan unsur Parlemen Daerah, Media Massa, Pelaku Usaha, dan Tokoh
Masyarakat. Melalui pembangunan kesetaraan gender yang dilaksanakan di bidang
pendidikan, kesehatan dan ekonomi ditujukan untuk melihat sejauh mana program
dan pelaksanaannya mencapai tujuan dalam meningkatkan pemberdayaan
perempuan khususnya pada Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat.
d. Di sektor pemerintahan dapat dilihat peran serta perempuan di eksekutif. Dengan
terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat sesuai UU No. 26 Tahun 2006 dan selanjutnya
dengan lahirnya PP Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah,
maka oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan Perda Nomor 22 Tahun 2008
melahirkan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB dalam struktur kelembagaan di
pemerintah daerah provinsi yang tugas/pokok dan fungsinya adalah program,
pelaksanaan, evaluasi kesetaraan gender di seluruh sektor pembangunan di Sulawesi
Barat.
Partisipasi masyarakat pada pesta politik cukup baik, hal ini dibuktikan pada
kegiatan pemilihan Anggota Legislatif dan Presiden pada tahun 2004, dari jumlah pemilih
sebanyak 762,124, suara syah pada pemilihan anggota legislatif mencapai 98 persen dan
pada pemilihan Presiden 96,05 persen. Sementara itu, pada pemilu tahun 2009 yang
baru digelar, jumlah pemilih tetap (DPT) tercatat sebanyak 789.556. Dari 2.567 Tempat
Pemungutan Suara (TPS) hanya terdapat 595.060 orang pemilih. Dari jumlah itu pada
pemilihan anggota legislatif mencapai suara syah mencapai 98,02 persen sedangkan
pada pemilihan Presiden suara syah hanya mencapai 96,16 persen, dan khusus
pemilihan Bupati Kepala Daerah pada tahun 2006 mencapai 100 persen. Selanjutnya
capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes
nasional dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut.
24. 19
TABEL 5
INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT DEMOKRASI
DI PROVINSI SULAWESI BARAT DAN NASIONAL
Capaian Tahun
NO Indikator Hasil (Outcomes)
2004 2005 2006 2007 2008
1 TINGKAT DEMOKRASI DI PROVINSI 78,46 61,25 74,33 - -
SULAWESI BARAT
TINGKAT DEMOKRASI PUBLIK NASIONAL 61,81 63,22 63,55 63,95 -
2 TREN TINGKAT DEMOKRASI PUBLIK DI -21,94 21,36 - -
PROVINSI SULAWESI BARAT
TREN TINGKAT PELAYANAN PUBLIK 2.29 0,52 0,63 -
NASIONAL
Grafik Capaian Tingkat Demokrasi Provinsi Sulawesi Barat
Dibandingkan dengan Capaian Nasional,
Tahun 2004‐2009
90.00 25.00
Capaian Indikator Outcome
Tren Capaian Indikator Outcome
80.00 20.00
70.00 15.00
60.00 10.00
50.00 5.00
‐
40.00 (5.00)
30.00 (10.00)
20.00 (15.00)
10.00 (20.00)
‐ (25.00)
2004 2005 2006 2007 2008
Nasional 61.81 63.22 63.55 63.95 ‐
Sulbar 78.46 61.25 74.33 0.00
Tren Nasional 2.29 0.52 0.63
Tren Sulbar (21.94) 21.36 ‐
Relevansi
Tren tingkat demokrasi di provinsi Sulawesi Barat sejalan dengan tren nasional,
meskipun berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, relevansi pembangunan
politik yang demokratis berbasis partisipasi masyarakat cenderung lebih baik bahkan
peningkatannya di atas rerata nasional.
25. 20
Efektivitas
Nilai capaian indikator efektivitas kehidupan demokrasi menunjukkan tren yang
agak konstan. Hal ini merupakan dampak dari Sulawesi Barat menjadi provinsi baru yang
didukung oleh keinginan warga masyarakatnya, sehingga membuka potensi persaingan
politik kekuasaan yang dinamis. Namun demikian, persentase tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif dan pilpres/pilgub cenderung sedikit menurun. Hal
ini disebabkan antara lain adanya kesadaran warga masyarakat dalam menentukan hak
dan kewajibannya, termasuk hak untuk memilih pemimpin yang dipercaya akan dapat
menjalankan amanah dalam membangun daerahnya.
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam capaian indikator di atas bahwa pada
dasarnya pelaksanaan pelayanan publik dan demokrasi telah berjalan dengan baik dan
searah dengan apa yang diharapkan. Namun demikian, capaian indikator yang ada
bersifat variatif. Dalam konteks tingkat partisipasi politik misalnya, indikator hasil dalam
hal pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Barat mencapai angka 100 persen. Hal
tersebut jauh lebih menonjol jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif yang hanya mencapai angka 98,00 persen di tahun
2004 dan 98,02 pada tahun 2009. Sedangkan partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan presiden hanya mencapai 96,05 persen di tahun 2004 dan 96,16 persen pada
tahun 2009. Oleh karena itu, jelas bahwa capaian indikator spesifik dan menonjol adalah
tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik capaian indikator hasil berikut ini:
26. 21
Grafik tersebut di atas memberikan gambaran bahwa tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Barat sangat tinggi. Salah
satu faktor penyebab tingginya tingkat partisipasi politik masyarakat adalah semakin
membaiknya pola pikir dan pemahaman masyarakat dalam berdemokrasi. Atas dasar
kecerdasan berdemokrasi inilah sehingga mereka tidak mudah ditunggangi oleh berbagai
kepentingan, baik kepentingan pribadi (personal interest) tertentu maupun kepentingan
kelompok dan golongan. Masyarakat secara keseluruhan sadar bahwa partisipasi mereka
dalam pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Barat setidaknya dapat memberikan
kontribusi positif terhadap peningkatan pembangunan daerah, khususnya dalam rangka
percepatan pembangunan di daerah yang selama ini dianggap terisolasi.
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
Pembangunan demokrasi diarahkan pada perbaikan kinerja pembangunan yang
tidak bias gender, pemberdayaan sumber daya manusia secara merata dan terpadu;
peningkatan jumlah, kualitas dan kemerataan kelembagaan demokrasi antar daerah;
peningkatan partisipasi masyarakat secara individual maupun kolektif dalam mewujudkan
kehidupan demokrasi berbasis partisipasi masyarakat; revitalisasi institusi yang selama ini
mendukung proses politik yang demokratis berbasis partisipasi masyarakat; serta
27. 22
peningkatan upaya penanganan dan pencegahan arogansi kelompok kepentingan yang
dominan berbasis etnis, agama atau adat (putra asli daerah, disingkat PAD) serta
gerakan separatis dan bawah tanah yang dapat merusak sendi kehidupan demokrasi.
Sedangkan upaya pemberdayaan perempuan diarahkan pada terbukanya kesempatan
bagi perempuan untuk berperan aktif dalam berbagai bidang pembangunan dan
terwujudnya kesetaraan gender.
2.3. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.3.1. Capaian Indikator
Salah satu kunci sukses untuk meningkatkan daya saing adalah peningkatan
produktivitas. Peningkatan produktivitas dimaksud idealnya mencakup produktivitas
kapital, produktivitas pranata/kelembagaan dan produktivitas sumber daya manusia
(SDM). Produktivitas SDM merupakan suatu indikator yang memiliki dinamika paling
tinggi di antara ketiga jenis produktivitas tersebut. Tidak berlebihan untuk mengatakan
bahwa sesungguhnya produktivitas SDM memiliki role (peranan) dominan dalam upaya
peningkatan daya saing, sebab baik kapital maupun kelembagaan, semuanya digerakkan
oleh SDM. Oleh karena itu, pembangunan SDM yang berkualitas semakin menjadi
tuntutan yang tak terelakkan. Hal itu akan menjadi penopang utama bagi pembangunan
di segala sektor secara mandiri dan berkeadilan serta menjadi jalan keluar bagi bangsa
Indonesia yang tengah didera krisis multidimensi. Berbagai upaya pun perlu dilakukan
untuk mewujudkan SDM yang berkualitas. Salah satu komponen dalam pembangunan
manusia adalah peningkatan di bidang pendidikan, karena merupakan suatu wahana
untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Berkaitan dengan hal
tersebut pemerintah daerah provinsi Sulawesi Barat sangat konsisten dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan disusunnya Program
Pembangunan Daerah (Propeda) Sulawesi Barat 2005 - 2010 yang menyebutkan bahwa
28. 23
strategi yang dilakukan dalam meningkatkan kinerja bidang pendidikan di antaranya
adalah dengan melakukan perluasan dan pemerataan di dalam memperoleh pendidikan
yang bermutu bagi seluruh masyarakat melalui peningkatan anggaran pendidikan secara
berarti.
Program pendidikan mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemajuan
suatu daerah dan bangsa, baik dari segi ekonomi maupun sosial, karena keberhasilan
pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu parameter yang dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah.
Pendidikan yang berkualitas merupakan panglima kemajuan suatu bangsa, sekaligus
sebagai starting point lahirnya peradaban yang maju dan unggul, Oleh karena itu
investasi di bidang ini seharusnya menjadi prioritas penting dalam pembangunan.
Persoalannya, kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, termasuk di provinsi
Sulawesi Barat masih belum memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia pada khususnya
dan masyarakat global pada umumnya. Faktor penyebabnya antara lain karena kurang
didukung oleh komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan yang memadai,
anggaran pemerintah yang terbatas, dan kepedulian sektor swasta kepada bidang
pendidikan tinggi kurang optimal. Oleh karena itu, kerjasama mutualisme antar berbagai
pihak secara sinergis untuk mengatasi keterbatasan anggaran penyelenggaraan
pendidikan perlu dilakukan secara optimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
masa mendatang.
Dalam upaya mewujudkan Tujuan Pembangunan Nasional dan pencapaian visi
Sulawesi Barat sebagai provinsi ”malaqbi”, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulawesi
Barat menguraikan program pembangunan pendidikan yang mengacu pada 8 program
pembangunan pendidikan jangka menengah 2006 – 2011 dalam Dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yaitu: 1) Program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), 2) Program Pendidikan Dasar 9 Tahun, 3) Program Pendidikan Menengah, 4)
Program Pendidikan Tinggi, 5) Program Pendidikan Non-Formal, 6) Program Peningkatan
29. 24
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 7) Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
dan 8) Program Pembangunan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan.
1. Program Pendidikan Anak Usia Dini
Program ini bertujuan untuk mendorong, mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemerintah kabupaten untuk mengefektifkan penyelenggaraan pendidikan anak usia
dini yang diharapkan agar semua anak usia dini baik laki-laki maupun perempuan
memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan
potensi yang dimiliki dan tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka dan
merupakan persiapan untuk mengikuti pendidikan jenjang sekolah dasar. Secara lebih
spesifik, program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bertujuan untuk mendorong
upaya peningkatan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti
Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat,
jalur pendidikan non-formal berbentuk Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak
(TPA) atau berbentuk lain yang sederajat, dan jalur informal yang berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dalam
rangka membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak secara
optimal agar memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Adapun kegiatan yang berkaitan dengan program pendidikan anak usia dini
adalah sebagai berikut:
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
Perintisan Lembaga PAUD
Peningkatan pemahaman mengenai pentingnya PAUD
Meningkatkan kualitas pendidikan melalui TK dan lembaga PAUD
Peningkatan pelaksanaan koordinasi, perencanaan, monitoring dan evaluasi
30. 25
2. Program Pendidikan Dasar 9 Tahun
Program ini bertujuan untuk mendorong dan memfasilitasi upaya peningkatkan
akses dan pemerataan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu dan terjangkau,
baik melalui jalur formal maupun non-formal yang mencakup SD termasuk SDLB, MI,
dan Paket A serta SMP, MTS, dan Paket B, sehingga seluruh anak usia 7 -15 tahun
baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh pendidikan, setidak-tidaknya
sampai jenjang sekolah menengah pertama atau yang sederajat.
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dititik beratkan pada:
(1) peningkatan partisipasi anak yang belum mendapatkan layanan pendidikan dasar
terutama melalui penjaringan anak-anak yang belum pernah sekolah pada jenjang SD
termasuk SDLB/MI/Paket A ke jenjang SMP/MTs/Paket B atau bentuk lain yang
sederajat; (2) mempertahankan kinerja pendidikan yang telah dicapai terutama
dengan menurunkan angka putus sekolah dan angka mengulang kelas, serta dengan
meningkatkan kualitas pendidikan; dan (3) penyediaan tambahan layanan pendidikan
bagi anak-anak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah.
Kegiatan yang direncanakan untuk dilaksanakan sehubungan dengan program
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun adalah:
Penyediaan sarana dan prasarana yang berkualitas;
Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar;
Penarikan kembali siswa putus sekolah (retrieval);
Penyediaan sarana pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan;
Pembinaan minat, bakat dan kreativitas peserta didik;
Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) dan sekolah berbasis masyarakat
(SBM);
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembinaan
pendidikan;
Peningkatan pemerataan dan perluasan pendidikan dasar;
31. 26
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan;
Peningkatan kualifikasi dan pelatihan guru berbasis kompetensi;
Pemberdayaan komite sekolah dan dewan pendidikan.
3. Program Pendidikan Menengah
Program ini bertujuan mendorong upaya peningkatan akses dan pemerataan
pelayanan pendidikan menengah yang bermutu dan terjangkau bagi penduduk laki-
laki dan perempuan melalui jalur formal maupun non-formal, yang mencakup SMA,
SMK, MA dan Paket C. Program pendidikan menengah didorong untuk
mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama secara singnifikan
sebagai dampak positif pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun, serta penguatan pendidikan vokasional baik melalui sekolah/madrasah umum
maupun kejuaruan dan pendidikan non-formal guna mempersiapkan lulusan yang
tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi untuk masuk ke dunia kerja.
Program Pendidikan menengah akan terdiri beberapa kegiatan yaitu:
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai;
Penataan bidang keahlian pada dikmenjur;
Penyediaan layanan pendidikan umum dan kejuruan;
Pembinaan minat, bakat, dan kreativitas peserta didik;
Penerapan manajemen berbasis sekolah dan sekolah berbasis masyarakat;
Peningkatan pertisipasi masyarakat dalam pendidikan;
Studi pelaksanaan program pendidikan 12 tahun;
Peningkatan penyelenggaraan sistem pengelolaan pendidikan;
Pengembangan model layanan alternatif pendidikan;
Pembinaan dan pengembangan teknologi dan informasi.
32. 27
4. Program Pendidikan Tinggi
Program ini bertujuan meningkatkan pemerataan dan perluasan akses bagi
penduduk melalui program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, Spesialis dan
Doktor, serta meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan tinggi dalam
rangka menjawab kebutuhan pasar kerja, serta pengembangan Iptek, untuk
memberikan sumbangan secara optimal bagi peningkatan kesejahtraan masyarakat
dan daya saing bangsa.
Program Pendidikan Tinggi terdiri dari beberapa kegiatan:
Pembangunan Universitas Sulawesi Barat;
Kerjasama penyediaan calon guru.
Kerjasama antara perguruan tinggi (seperti UNHAS, UNM, STIALAN Makassar)
dengan pemerintah daerah setempat baik di tingkat provinsi Sulawesi Barat
maupun di tingkat kabupaten.
5. Program Pendidikan Non-Formal
Program ini bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan baik untuk laki-
laki maupun perempuan sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan
formal guna mengembangkan potensi peserta dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan kesetaraan untuk penduduk dewasa, pendidikan
keluarga, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik secara lebih luas dan
bervariasi.
Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan program pendidikan non formal
adalah:
Penyediaan sasaran dan prasarana pendidikan peserta didik dan tenaga
kependidikan;
33. 28
Penguatan satuan pendidikan nonformal;
Penyediaan subsidi/hibah, block grant/imbal swadaya;
Pemberian kesempatan pelaksanaan pendidikan non formal oleh keluarga dan
masyarakat;
Penyediaan informasl pendidikan yang memadai;
Peningkatan pengendalian pelaksanaan pendidikan kesetaraan.
6. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Program ini bertujuan untuk: 1) meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas,
kompetensi dan profesionalisme pendidik baik laki-laki maupun perempuan pada
satuan pendidikan formal dan non formal, negeri maupun swasta, untuk dapat
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran dengan menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
menilai hasil pembelajaran dan melakukan penelitian dan pengabdian kepada
mesyarakat; serta membangun komitmen secara profesional dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan, dan 2) meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas,
kompotensi dan propesionalisme tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk
menunjung proses pendidikan pada satuan pendidikan, dengan kegiatan
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan non-formal melalui berbagai pelatihan.
7. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga dan
mengembangkan tata pemerintahan yang baik (good governance), meningkatkan
koordinasi antar tingkat pemerintah, mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi
34. 29
dan sosialisasi kebijakan pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pendidikan.
Program manajemen layanan pendidikan terdiri dari beberapa kegiatan:
Peningkatan kapasitas institusi yang bertanggungjawab dalam pembangunan
pendidikan nasional melalui pelaksanaan koordinasi yang efektif;
Peningkatan produktivitas dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya
pembangunan pendidikan;
Peningkatan efektivitas dan fungsi dewan pendidikan dan komite sekolah
8. Program Pembangunan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya baca bahasa, sastra
Indonesia dan daerah, khususnya bahasa Mandar dalam masyarakat termasuk
peserta didik dan masyarakat umum guna membangun masyarakat berpengetahuan,
berbudaya, malaqbi dan mandiri. Adapun kegiatannya adalah:
Kampanye dan promosi budaya baca;
Perluasan dan peningkatan kualitas layanan perpustakaan sekolah;
Pembinaan dan pengembangan bahasa;
Pengembangan budaya baca, bahasa, sastra Indonesia dan daerah.
Pencapaian program Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulawesi Barat adalah
sebagai berikut:
1. Kegiatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Pada tahun 2007 bekerjasama dengan PT POS Persero Cabang Mamuju telah
dilaksanakan penyaluran dana Bantuan Operasional Siswa SD/MI/ yang sederajat
kepada 159.450 Siswa dan SMP/MTs yang sederajat kepada 42.053 siswa serta
pemberian BOS Buku SD/MI yang sederajat kepada 159.450 Siswa dan SMP/MTs
yang sederajat kepada 39.621 siswa.
35. 30
2. Perluasan dan Peningkatan Mutu sekolah pada berbagai tingkatan
Mutu TK
Pada program kegiatan Perluasan dan Peningkatan Mutu TK, Dinas Pendidikan
Nasional Provinsi Sulawesi Barat melalui dana Dekonsentrasi telah memberikan
Block Grant Pembangunan USB TK Pembina Kecamatan sebanyak 5 Unit pada lima
Kabupaten yang terdiri dari Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju, Kecamatan
Malunda Kabupaten Majene, Kecamatan Sarudu Kabupaten Mamuju Utara,
Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar, dan Kecamatan Mambi.
Pemberian Block Grant Alat Bermain TK sebanyak 40 TK swasta maupun negeri yang
ada di Provinsi Sulawesi Barat, dan Block Grant Peningkatan Mutu TK sebanyak 10
sekolah, dan dari dana APBD telah disalurkan 5 Paket Alat Peraga dan Praktek Siswa
Mutu SD
Kegiatan Perluasan dan Peningkatan Mutu SD melalui dana Dekonsentrasi pada
tahun 2007 telah dilakukan Rehabilitasi Ruang kelas SD sebanyak 41 Sekolah yang
dibagi atas dana pemberian subsidi peningkatan mutu SD sebanyak 5 Sekolah
kepada 5 Kabupaten, dan dari dana APBD Dinas Pendidikan Nasional Provinsi
Sulawesi Barat telah memberikan bantuan pengadaan alat kelistrikan untuk 5 sekolah
yang daerahnya belum ada listrik, Pengadaan alat praktek dan peraga siswa
sebanyak 10 paket, pelatihan MBS untuk 3 gugus, serta pengadaan Ijazah sebanyak
30.000 lembar.
Mutu SMP
Melalui dana Dekonsentrasi telah diberikan Subsidi rehabilitasi Sekolah sebanyak 14
Paket yang diperuntukkan bagi 2 sekolah dengan kondisi rusak ringan dan rusak
berat pada 2 kabupaten yaitu Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar.
36. 31
Subsidi pembinaan sekolah standar menjadi normal mandiri kepada 22 sekolah yang
terletak di 5 kabupaten, masing-masing 6 sekolah di Kabupaten Mamuju, 3 sekolah di
Kabupaten Majene,6 sekolah di Kabupaten Polewali Mandar, 6 sekolah di Kabupaten
Mamuju Utara, dan 2 sekolah di Kabupaten Mamuju Utara. Pemberian Subsidi Bea
Siswa SD-SMP sebanyak 14 Sekolah yang terletak di empat kabupaten yaitu 4
sekolah di Kabupaten Mamuju, 2 sekolah di Kabupaten Majene, 4 sekolah di
Kabupaten Polewali Mandar dan 4 sekolah di Kabupaten Mamuju Utara. Beasiswa
SMP terbuka untuk 200 orang pada lima Kabupaten yaitu: 5 sekolah untuk Kabupaten
Mamuju, 4 sekolah di Kabupaten Majene, 7 sekolah di Kabupaten Polewali Mandar, 2
sekolah di Kabupaten Mamasa dan 1 sekolah di Kabupaten Mamuju Utara.
Pemberian beasiswa bakat prestasi sebanyak 105 siswa yang tersebar di beberapa
sekolah di Kabupaten antara lain: 10 sekolah di Kabupaten Mamuju, 11 sekolah di
Kabupaten Majene, 4 sekolah di Kabupaten Polewali Mandar, 5 sekolah di Kabupaten
Mamasa, dan 1 sekolah di Kabupaten Mamuju Utara. Subsidi Pelaksanaan Lomba-
Lomba Tingkat Kabupaten, Pemberian Subsidi Pelaksanaan Operasional Tim Teknis
Kabupaten (TTK).
Dari dana APBD telah dilaksanakan Rehabilitasi Ruang Kelas SMP Pana dan SMP
Nosu yang terletak di Kabupaten Mamasa, pemberian Buku pelajaran sebanyak 20
paket.
Mutu Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Kegiatan Perluasan dan Peningkatan Mutu Khusus dan Pendidikan Layanan khusus
melalui dana Dekonsentrasi telah menyalurkan bantuan beasiswa Tingkat Dasar
untuk 154 siswa kepada 3 Kabupaten yang terdiri dari 1 sekolah di Kabupaten
Mamuju, 4 sekolah di Kabupaten Majene, dan 2 sekolah di Kabupaten Polewali
Mandar; Beasiswa tingkat menengah untuk 8 siswa pada 2 kabupaten yang terdiri
dari 1 sekolah di Kabupaten Majene dan 1 sekolah di Kabupaten Polewali Mandar;
37. 32
subsidi pokja pendidikan layanan khusus untuk 2 sekolah; subsidi rintisan inklusif 1
sekolah, subsidi peralatan 6 sekolah; subsidi kurikulum KTSP 1 paket; subsidi
kegiatan kesiswaan 2 paket; subsidi rehabilitasi ruang kelas 3 unit; pembangunan unit
sekolah baru di Kabupaten Mamuju Utara 1 unit; subsidi operasional bengkel 4 paket;
subsidi ruang kelas baru 1 unit; subsidi buku sebanyak 1.285 eksemplar kepada 8
sekolah.
Mutu SMA dan SMK
Melalui dana dekonsentrasi telah dibangun 3 unit sekolah baru, pembangunan ruang
kelas baru sebanyak 25 unit, rehabilitasi ruang kelas SMA sebanyak 11 paket,
pembangunan laboratorium IPA 4 unit serta pembangunan laboratorium Komputer 2
unit, bantuan operasional manajemen mutu sebanyak 18 paket, bantuan SMA mandiri
1 paket. Dari dana APBD 2007 telah disalurkan bantuan buku pelajaran sebanyak
1.500 eks, pengadaan alat praktek dan peraga siswa SMA 3 paket. dan melalui dana
dekonsentrasi telah diberikan bantuan khusus murid kepada 620 siswa yang terdiri
dari 114 siswa SMK di Kabupaten Mamuju, 93 siswa di Kabupaten Majene, 310 siswa
di Kabupaten Polewali Mandar, dan 103 siswa di Kabupaten Mamasa serta
pemberian bantuan subsidi pencitraan dan pendataan untuk 4 Kabupaten. Kabupaten
Mamuju Utara pada tahun 2007 baru membangun Sekolah Menengah Kejuruan.
3. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pada Tahun 2007 dari dana Dekonsentrasi melalui Program Penyelenggaraan
Pendidikan Anak Usia Dini Bidang Pendidikan Luar Sekolah telah diberikan bantuan
berupa Pedoman acuan PAUD sebanyak 3.500 eksemplar, Pemberian Bantuan
Pembentukan TPA/KB/SPS sebanyak 39 Kelompok yang terdiri dari 19 kelompok di
Kabupaten Mamuju, 9 Kelompok di Kabupaten Polewali Mandar, 6 Kelompok di
Kabupaten Majene, dan 5 kelompok di Kabupaten Mamasa, Bantuan kelembagaan
38. 33
PAUD nonformal kepada 40 kelompok, Bantuan PAUD Percontohan kepada SKB
Mamuju. Dari dana APBD telah diberikan bantuan Alat Permainan Edukatif kepada 35
Kelompok bermain.
4. Pengembangan Kesetaraan Pendidikan Dasar dan Menengah
Pendidikan Dasar
Pada Tahun 2007 melalui dana APBN telah diberikan bantuan berupa buku pelajaran
untuk warga belajar program Paket A dan paket B sebanyak 6.480 eksemplar dan
Pemberian Bantuan Operasional Penyelenggaraan Paket A kepada 11 Kelompok di
Kabupaten Mamuju, 9 Kelompok di Kabupaten Majene, 20 Kelompok di Kabupaten
Polewali Mandar, 6 Kelompok di Kabupaten Mamasa dan 4 Kelompok di Kabupaten
Mamuju Utara. Pemberian Bantuan Operasional Penyelenggaraan Program Paket B
Kepada 51 Kelompok di Kabupaten Mamuju, 27 Kelompok di Kabupaten Majene, 46
kelompok di Kabupaten Polewali Mandar, 22 Kelompok di Kabupaten Mamasa, dan
12 Kelompok di Kabupaten Mamuju Utara.
Pendidikan Menengah
Pada Tahun 2007 Program Pengembangan Kesetaraan Pendidikan Menengah telah
memberikan bantuan Modul untuk warga belajar Paket C Sebanyak 2.060 Eksemplar
dan Bantuan Penyelenggaraan Program Paket C sebanyak 5 Kelompok di Kabupaten
Mamuju, 2 Kelompok di Kabupaten Majene, 4 Kelompok di Kabupaten Polewali
Mandar, dan 1 Kelompok di Kabupaten Mamasa.
5. Pembinaan Kursus dan Kelembagaan
Tahun 2007 melalui dana Dekonsentrasi telah diberikan bantuan beasiswa kursus
berbagai profesi untuk 252 orang, Bantuan beasiswa kursus wirausaha berbasis
pedesaan dan perkotaan untuk 20 lembaga penyelenggara, bantuan dukungan
39. 34
lembaga kursus dan pelatihan untuk 5 lembaga, bantuan kecakapan hidup (life skill)
melalui lembaga untuk 4 lembaga penyelenggara, Bantuan penguatan dan
pengembangan kelembagaan Pendidikan Non Formal/Pusat kegiatan belajar
masyarakat untuk 9 lembaga, Bantuan Akreditasi dan sertifikasi lembaga PKBM untuk
5 lembaga, bantuan kelompok kesenian tradisional daerah untuk 2 lembaga, dan
bantuan kelompok olahraga masyarakat untuk 10 lembaga.
6. Pengembangan Pendidikan Keaksaraan
Untuk menuntaskan Buta Huruf di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2007 melalui
dana APBN telah menyalurkan bantuan buku sebanyak 3.010 eksemplar dan
Pemberian Bantuan Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan sebanyak
1030 warga belajar yang terdiri dari: 1) Bantuan Pembentukan/Penguatan Taman
Bacaan Masyarakat untuk 10 Lembaga, 2) Bantuan TBM Layanan Khusus (Mobile)
untuk 2 lembaga, dan bantuan pembentukan/penguatan Taman Bacaan Masyarakat
dalam rangka pembinaan minat baca untuk 10 lembaga.
7. Pengembangan Minat dan Budaya baca
Melalui dana Dekonsentrasi telah diberikan bantuan untuk 22 lemabaga yang terdiri
dari: 1) Bantuan Pembentukan/Penguatan Taman Bacaan Masyarakat untuk 10
Lembaga, 2) Bantuan TBM Layanan Khusus (Mobile) untuk 2 lembaga, dan bantuan
pembentukan/penguatan Taman Bacaan Masyarakat dalam rangka pembinaan minat
baca untuk 10 lembaga (sama dengan poin 6).
8. Pemingkatan Mutu dan Profesionalisme Guru
Melalui dana Dekonsentrasi telah diberikan bantuan Guru GTT dan KJM, Pemberian
tunjangan fungsional Guru swasta TK, SD, SMP, SMA, SMK dan PLB dan subsidi
KJM Luar Negeri serta Bantuan Beasiswa Bagi guru. Selanjutnya, pengembangan
40. 35
Sistem Pendataan dan Pemetaan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Pengembangan Sistem Penghargaan dan Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Honor Guru Kontrak Bina Provinsi sebanyak 5 orang, Pemberian
Tunjangan Kepada Guru Honor di Kecamatan Aralle, Tabulahan dan Mambi
sebanyak 20 Orang.
Tahun 2008 telah dilaksanakan kegiatan Uji Kompetensi Pendidik, Pelatihan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Untuk memenuhi standar kualifikasi, Pengembangan
sistem penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan, pemberian dana
transportasi bagi guru di daerah terpencil dan pulau-pulau untuk 60 orang, pemberian
tunjangan khusus guru daerah terpencil sebanyak 200 orang/tahun, Subsidi bagi guru
PLB Bina Provinsi sebanyak 5 orang, pemberian subsidi bagi Guru Kontrak di
Kecamatan Aralle, Tabulahan, dan Mambi sebanyak 40 orang
Berikut data tentang jumlah seolah, murid dan guru pada berbagai tingkatan
pendidikan yang dituangkan dalam bentuk tabel 6.
TABEL 6
JUMLAH GURU, MURID DAN SEKOLAH
DI PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2008/2009
TINGKAT PENDIDIKAN, MURID DAN GURU
KABUPATEN SD/MI (JUMLAH) SLTP (JUMLAH) SLTA (JUMLAH)
SEKOLAH MURID GURU SEKOLAH MURID GURU SEKOLAH MURID GURU
Jumlah TAHUN
2008 1.295 156.431 9.924 303 42.772 2.491 113 19.963 1.737
Jumlah TAHUN
2007 1.138 170.242 8.493 212 35.030 1.308 96 22.341 1.984
Jumlah TAHUN
2006 1.110 110.630 7.268 166 33.503 2.479 117 26.560 2.457
Jumlah TAHUN
2005 1.188 167.172 7.422 222 41.254 2.889 116 22.190 1928
Jumlah TAHUN
2004 1.172 152.986 7.340 178 40.079 2.520 72 18.526 1265
Sumber: Sulawesi Barat dalam Angka
41. 36
9. Perluasan Akses Perguruan Tinggi
Dinas Pendidikan Nasional melalui dana APBD telah membantu mahasiswa Sulawesi
Barat di Yogyakarta dengan menyewa asrama mahasiswa, serta bekerjasama
dengan Universitas Negeri Makassar (UNM).
10. Pemanfaatan TIK Sebagai Sarana Pembelajaran
Pada Tahun 2007 melalui dana APBD telah dibangun Gerai Pendidikan sebagai
perpustakaan digital, Pemberian TV Edukasi untuk 40 sekolah, penyediaan bantuan
TV Pendidikan sebanyak 10 unit, pemberian CD pembelajaran untuk SD sebanyak 72
Keping, pemberian CD pembelajaran untuk siswa SMP sebanyak 1.036 Keping,
pemberian CD Pembelajaran untuk SMA sebanyak 674 Keping, Pemberian CD
Pembelajaran siswa SMK sebanyak 265 keping, Pengadaan Baliho Pendidikan di 5
Kabupaten.
Secara umum, seluruh kegiatan yang dituangkan dalam program kerja dan
rencana kerja tahun 2007, sebagai implementasi tugas dan fungsi Dinas Pendidikan
Nasional Provinsi Sulawesi Barat dapat diselesaikan sesuai dengan rancangan awal.
Kegiatan yang bersifat rutinitas dapat dicapai secara keseluruhan. Sedangkan kegiatan
yang bersifat pengembangan dan tugas dari pimpinan dapat diselesaikan dan dipenuhi
sesuai dengan yang diharapkan.
Secara umum, seluruh kegiatan yang dirancang dapat diselesaikan meskipun
masih dijumpai beberapa kekurangan di sana-sini yang disebabkan oleh berbagai hal
yang di luar kewenangan atau di luar kemampuan yang tidak dapat dihindari. Adanya
perubahan kebijakan dalam proses perencanaan dan penganggaran turut mempengaruhi
proses pelaksanaan kegiatan. Namun demikian, permasalahan tersebut tidak sampai
mengganggu proses pembangunan pendidikan. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi
Sulawesi Barat telah berusaha melalui berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan
42. 37
tersebut serta untuk waktu yang akan datang diusahakan untuk mengantisipasi secara
lebih baik.
Kesehatan adalah merupakan salah satu elemen penting dalam pengukuran
indeks pembangunan manusia. Untuk itu pembangunan kesehatan hendaknya dipandang
sebagai suatu investasi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Semakin
kompleksnya masalah kesehatan dengan pola penyakit yang diderita baik penyakit
menular maupun yang tidak menular dan kronis menuntut pemerintah untuk lebih
memperhatikan dan meningkakan kesehatan, baik dengan peningkatan kinerja pelayan
kesehatan maupun ketersediaan fasilitas kesehatan yang cukup dan memadai.
Sejak tahun 2006, pembangunan kesehatan diarahkan untuk mendukung
peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat,
terutama penduduk miskin, terhadap pelayanan kesehatan dasar. Beberapa sasaran
yang akan dicapai antara lain: 1) meningkatnya keluarga yang berperilaku hidup bersih
dan sehat; 2) meningkatnya keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air
bersih; 3) meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
4) meningkatnya cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal; 5) meningkatnya
kunjungan penduduk miskin ke Puskesmas dan rumah sakit; 6) meningkatnya cakupan
imunisasi; 7) lebih meratanya penyebaran tenaga kesehatan; 8) meningkatnya
ketersediaan obat esensial nasional; 9) meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan
kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan; dan 10) menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular seperti malaria, demam berdarah
dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, HIV/AIDS, serta 11) menurunnya prevalensi
kurang gizi dan gizi buruk pada anak balita. lingkungan fisik, biologik maupun sosial
ekonomi, perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, serta kondisi pelayanan
kesehatan.
43. 38
Dalam upaya membuat pemberian pelayanan kesehatan makin merata dan
bermutu, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dasar sangat diperlukan. Sampai
dengan akhir tahun 2008 di Provinsi Sulawesi Barat telah tersedia 73 Puskesmas, sekitar
273 Puskesmas Pembantu, dan 1.814 unit Pos Yandu. Hampir seluruh kabupaten telah
memiliki Rumah Sakit, baik milik pemerintah maupun swasta. Meskipun demikian, banyak
golongan masyarakat terutama penduduk miskin belum sepenuhnya dapat mengakses
pelayanan kesehatan karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Untuk itu, diperlukan
peningkatan ketersediaan, pemerataan dan mutu sarana pelayanan kesehatan dasar,
terutama di Puskesmas dan jaringannya. Dalam upaya memperluas jaringan pelayanan
kesehatan dasar di tingkat desa, pada tahun 2008 akan ditingkatkan pelaksanaan
poliklinik kesehatan desa sebagai salah satu upaya perwujudan desa siaga. Di poliklinik
kesehatan desa tersebut dilaksanakan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian bayi, angka
kematian ibu dan meningkatkan status gizi. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini lebih
menekankan pada upaya pemberdayaan masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar, khususnya bagi penduduk
miskin, pemberian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPK-MM)
akan terus dilanjutkan.
Disadari bahwa sekalipun terjadi peningkatan jumlah sarana kesehatan, namun
jumlah itu masih dirasa kurang cukup menunjang perbaikan kesehatan. Hal ini karena
sebarannya belum mencakup keseluruhan daerah di wilayah ProvinsiSulawesi Barat.
Daerah-daerah yang terpencil jauh ke pelosok desa, di pegunungan dan daerah yang
sangat sulit dijangkau karena infrastruktur sangat tidak memadai, akan sangat terasa
betapa tidak meratanya akses pelayanan kesehatan. Sejalan dengan itu keterbatasan
jumlah dan rendahnya kinerja tenaga kesehatan sehingga penyuluhan kesehatan tentang
bagaimana bertindak dengan pola hidup bersih dan sehat menjadi salah satu penyebab
rendahnya pemahaman masyarakat akan kesehatan.
44. 39
Untuk menetapkan strategi pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan, maka perlu dilakukan analisis terhadap aspek-aspek
manajemen pembangunan kesehatan. Pendekatan yang digunakan adalah melalui
analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity and Threats). Melalui analisis ini dapat
diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap pembangunan
kesehatan Sulawesi Barat.
Sasaran pembangunan kesehatan pada tahun 2008 merupakan bagian dari
upaya pencapaian sasaran pembangunan kesehatan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah 2005 – 2009 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi
masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka
kematian bayi. Sementara itu, kebijakan pemerintah mengarah pada peningkatan
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan melalui pembangunan, perbaikan
dan pengadaan peralatan di Puskesmas dan jaringannya terutama di daerah bencana
dan tertinggal. Khusus tentang prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Sulawesi Barat,
tidak diadakan penilaian atau pengukuran status gizi sehingga ketersediaan data tidak
lengkap.
Sehubungan dengan pembangunan keluarga kecil berkualitas, pengendalian
kuantitas penduduk merupakan salah satu aspek penting untuk menjamin tercapainya
penduduk tumbuh seimbang dan pembangunan berkelanjutan di masa yang akan datang.
Dengan demikian kesempatan yang menguntungkan pembangunan itu tidak akan pernah
tercapai bahkan akan merugikan bila laju pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan
kualitas penduduk tidak ditingkatkan secara terus menerus dan konsisten, antara lain
melalui kegiatan Keluarga Berencana (KB). Dengan demikian, pengendalian kuantitas
dan kualitas penduduk harus dilaksanakan secara berkesinambungan bersama
pembangunan sektor lainnya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi
Barat mentargetkan pada tahun 2009 peserta baru mencapai angka 31.533 orang, untuk
45. 40
menekan jumlah angka kelahiran sehingga ledakan penduduk di daerah ini dapat teratasi
sedini mungkin.
Sebagai provinsi baru Sulawesi Barat termasuk salah satu daerah yang memiliki
angka usia subur yang tinggi sehingga patut untuk dilakukan gerakan program ikut ber-
KB. "Pasutri usia subur harus ber KB untuk mengatur jarak angka kelahiran bayi, karena
dengan ikut ber-KB maka jalan menuju keluarga yang sejahtera akan terbuka lebar.
Jumlah peserta baru yang ditargetkan tersebut terdiri dari 21.711 peserta istri dan
9.822 peserta suami. Tahun ini, tantangan yang dihadapi oleh BKKBN cukup berat, di
mana angka Total Fertility Rate (TFR) masih cukup tinggi, yakni 3,5. Tingginya angka ini
bahkan melabihi TFR nasional yang hanya sebesar 2,6. Pelayanan secara maksimal ini
dilakukan dengan cara memperkuat dan memberdayakan seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyediakan layanan KB, baik pemerintah, swasta, dan LSM, agar
seluruh pasangan usia subur dapat memperoleh pelayanan secara merata dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan keluarga sejahtera melalui KB.
Gambaran tentang perkembangan peserta program Keluarga Berencana di
Provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat pada tabel 7, dimana perkembangan jumlah
akseptor baru tidak seperti perkembangan jumlah akseptor aktif.
TABEL 7
PERKEMBANGAN JUMLAH AKSEPTOR KB DAN PRESENTASE
PENDUDUK VER-KB DI PROVINSI SULAWESI BARAT
JUMLAH PERSENTASE
NO TAHUN
AKSEPTOR PENDUDUK BER KB
1 2004 ‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐
2 2005 179.666 18,53
3 2006 179.972 18,56
4 2007 116.502 11,64
5 2008 137.700 13,54
6 2009 ‐‐‐‐‐ ‐‐‐‐‐
46. 41
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Barat cenderung mengalami
pertambahan dari tahun ke tahun. Hal ini tidak saja disebabkan karena jumlah yang lahir
lebih banyak dari pada yang meninggal, tetapi lebih dari itu disebabkan oleh arus
transmigrasi yang datang dari berbagai daerah ke Sulawesi Barat sebagaimana yang
diuraikan pada tabel 8.
TABEL 8
DAFTAR PERKEMBANGAN PENDUDUK PROVINSI SULAWESI BARAT
LAJU PERTAMBAHAN PENDUDUK
TAHUN
JUMLAH PERTAMBAHAN PERSENTASE
2004 944.337 0 0,00
2005 969.649 25.312 2,68
2006 969.869 220 0,02
2007 1.001.199 31.330 3,23
2008 1.016.663 15.464 1,54
2009 1.032.256 15.593 1,53
Dalam hubungannya dengan tingkat kualitas sumber daya manusia di Provinsi
Sulawesi Barat, maka berikut ini gambaran capaian yang disajikan dalam tabel 9.
47. 42
TABEL 9
INDIKATOR TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
DI PROVINSI SULAWESI BARAT
Indikator Capaian Tahun
Indikator
Hasil
Pendukung
No (Outcomes) 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
2 TINGKAT Indeks Pembangunan
64,40 66,75 67,06 67,22 68,55 68,80
KUALITAS Manusia
SUMBER
DAYA
Pendidikan
Angka Partisipasi
MANUSIA 87,08 86,55 62,02 89,87 80,09
Murni SD/MI
Rata-rata nilai akhir
* SMP/MTs 6,35 6,75 6,33 6,70 6,70
* SMA/SMK/MA 6,94 6,90 6,35 6,49 6,58
Angka Putus
Sekolah
* SD 27,31 25,61 33,86 32,39
* SMP / MTs 33,39 10,10 13,86 16,39
* Sekolah Menengah 13,78 9,11 12,08 15,53
Angka melek aksara
15 thn keatas 82,90 83,40 85,70 86,40 87,30 85,00
Persentase jumlah
guru yang layak
mengajar
* SMP / MTs 2.520 2.889 2.479 1.308 2.491
* Sekolah Menengah 1.265 1.928 2.457 1.984 1.737
Kesehatan
Umur Harapan Hidup
(UHH) 66,40 66,60 67,00 67,20 67,40 67,70
Angka Kematian Bayi
(AKB) 253 252 261 255 259
Angka Kematian Ibu
(AKI) 55 57 53 58 18
Prevalensi Gizi buruk
10,00
(%)
Prevalensi Gizi kurang
15,00
(%)
Persentase tenaga
kesehatan 0,13 0,21 0,20
perpenduduk
Keluarga
Berencana
Persentase penduduk
18,53 18,56 11,64 13,54
ber-KB
Persentase laju
pertumbuhan 2,68 0,02 3,23 1,54 1,53
penduduk
48. 43
TABEL 10
INDIKATOR OUTCOMES TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
Capaian Tahun
NO Indikator Hasil (Outcomes)
2004 2005 2006 2007 2008
1 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA 51,97 61,69 62,37 73,54 66,18
MANUSIA DI PROVINSI SULAWESI BARAT
TINGKAT TINGKAT KUALITAS SUMBER 57,16 56,01 56,15 55,83 46,22
DAYA MANUSIA NASIONAL
2 TREN TINGKAT TINGKAT KUALITAS 18,69 1,11 17,91 -10,02
SUMBER DAYA MANUSIA DI PROVINSI
SULAWESI BARAT
TREN TINGKAT TINGKAT KUALITAS -2,01 0,25 -0,57 -17,21
SUMBER DAYA MANUSIA NASIONAL
Relevansi
Tren tingkat kualitas SDM di provinsi Sulawesi Barat cenderung berfluktuasi,
namun tetap sejalan/relevan dengan tren nasional. Hal ini merupakan dampak dari
49. 44
adanya upaya pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten dalam menstabilkan
atau menurunkan biaya pendidikan, terutama bagi kalangan yang terisolir (daerah atau
sekolah Remote), serta daerah miskin. Juga upaya menurunkan jumlah penduduk buta
aksara, pemberian gizi tambahan bagi balita di setiap puskesmas se-Sulawesi Barat,
pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana dasar kesehatan.
Efektivitas
Tren efektivitas SDM di provinsi Sulawesi Barat cenderung berfluktuasi. Tren
fluktuatif yang paling menonjol disebabkan oleh kualitas guru layak mengajar yang masih
di bawah rerata (kurang dari 50 persen). Hal ini terkait dengan rendahnya mutu guru dan
sebarannya yang tidak merata. Selain itu, kurangnya pelayanan kesehatan dan masih
banyaknya penduduk miskin, terutama di kabupaten Mamuju Utara dan Mamasa, dimana
ikut mempengaruhi tingkat kualitas SDM yang fluktuatif.
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Capaian indikator hasil (outcomes) tentang tingkat kualitas sumber daya manusia
Provinsi Sulawesi Barat memuat Indeks Pembangunan Manusia, angka pertisipasi murni
SD/MI, rerata nilai akhir, angka putus sekolah, Angka melek aksara 15 tahun ke atas dan
persentase guru yang layak mengajar, Umur Harapan Hidup, Angka Kematian Bayi,
Angka Kematian Ibu, prevalensi gizi buruk (persen), prevalensi gizi kurang (persen),
persentase tenaga kesehatan perpenduduk, persentase penduduk ber-KB dan
persentase laju pertumbuhan penduduk. Dari seluruh indikator yang ada, indikator yang
paling spesifik dan menonjol dalam hal capaiannya adalah persentase laju pertumbuhan
penduduk dengan data seperti dalam grafik berikut ini.