2. KATA PENGANTAR
Evaluasi kinerja pembangunan adalah salah satu fungsi penting yang tidak terpisahkan
dari keseluruhan siklus manajemen pembangunan nasional. Saat ini RPJMN 2004-2009
telah selesai dilaksanakan sehingga sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh
terhadap kinerja pembangunan nasional selama 5 tahun (2004-2009) tersebut baik
secara sektoral maupun regional.
Evaluasi RPJMN 2004-2009 menurut daerah yang dilakukan oleh Tim Independen
difokuskan pada evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di daerah dan evaluasi
terhadap relevansi RPJMD Provinsi dengan RPJMN 2010-2014 khususnya untuk melihat
apakah RPJMD telah mengacu pada RPJMN sesuai ketentuan UU No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Sesuai dengan ketetapan
Permendagri No. 28 Tahun 2010 tentang Penyelerasan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), maka di dalam melakukan evaluasi Tim Independen tidak hanya
melihat pada RPJMD dan RPJMN, tetapi juga Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
untuk menelaah lebih dalam apakah RPJMD dan RKPD mengacu pada RPJMN. Evaluasi
kinerja pembangunan Provinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan oleh Tim Independen
dengan tujuan memberikan masukan terhadap penyusunan rencana pembangunan yang
akan datang mendasarkan pada berbagai kebijakan tersebut di atas.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Bappenas yang untuk
keempatkalinya memberikan kepercayaan kepada Tim Independen Universitas
Diponegoro melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan di
Jawa Tengah. Secara khusus, ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Bappeda
Provinsi Jawa Tengah yang telah bersedia membantu menyediakan berbagai data yang
kami butuhkan, juga intansi terkait yang terlibat dalam pelaksanaan Focus Group
Discusión (FGD). Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan penulisan laporan akhir
ini. Semoga hasil evaluasi yang kami lakukan bermanfaat dalam menentukan arah
pembangunan Jawa Tengah di masa yang akan datang.
Semarang, Nopember 2010
Rektor,
Prof. Dr. Susilo Wibowo, MS.Med., Sp.And.
ii
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 3
B. TUJUAN DAN SASARAN 3
C. KELUARAN 3
BAB II HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009 5
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN
DAMAI 5
1. Indikator 5
2. Analisis Pencapaian Indikator 5
3. Rekomendasi Kebijakan 10
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN
DEKOMKRATIS 10
1. Indikator 10
2. Analisis Pencapaian Indikator 10
3. Rekomendasi Kebijakan 19
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 20
1. Indikator 20
2. Analisis Pencapaian Indikator 23
3. Rekomendasi Kebijakan 76
D. KESIMPULAN 78
1. Agenda Pembangunan Pertama: Mewujudkan Indonesia
yang Aman dan Damai 78
2. Agenda Pembangunan Kedua: Mewujudkan Indonesia
yang Adil dan Demokratis 79
3. Agenda Pembangunan Ketiga: Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat 82
BAB III RELEVANSI RPJMN 2010-2014 DENGAN RPJMD PROVINSI JAWA
TENGAH 2008-2013
94
A. PENGANTAR 94
B. PRIORITAS DAN PROGRAM AKSI PEMBANGUNAN
NASIONAL 94
1. Program Nasional Yang Mendapat Dukungan Penuh Pada
Program Daerah 158
2. Program Nasional Yang Tidak Mendapat Dukungan
Program Daerah 161
3. Program Daerah Yang Tidak Menjadi Prioritas Nasional 163
iii
4. C. REKOMENDASI 168
1. Rekomendasi Terhadap RPJMD Provinsi 168
2. Rekomendasi Terhadap RPJMN 178
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 182
A. KESIMPULAN 182
1. Analisis Indikator 182
2. Analisis Relevansi 183
B. REKOMENDASI 184
1. Rekomendasi Analisis Indikator 184
2. Rekomendasi Analisis Relevansi 187
LAMPIRAN
iv
5. DAFTAR TABEL
TABEL 2.1. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Agenda Pembangunan Indonesia Yang Aman Dan Damai 5
TABEL 2.2. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
untuk Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan
Demokratis 11
TABEL 2.3. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
untuk Agenda Pembangunan Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat 21
TABEL 3.1. Prioritas dan Program Aksi Pembangunan Nasional 95
TABEL 3.2. Program Dalam RPJMN 2010-2014 Yang Mendapatkan
Dukungan Program Pada RPJMD Jawa Tengah 2008-2013 158
TABEL 3.3. Program Dalam RPJMN 2010-2014 Yang Tidak Mendapatkan
Dukungan Program Pada RPJMD Jawa Tengah 2008-2013 161
TABEL 3.4. Program Dalam RPJMD Jawa Tengah 2008-2013 Yang Tidak
Terdapat Di Dalam RPJMN 2010-2014 163
v
6. DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1. Indeks Kriminalitas di Provinsi Jawa Tengah 6
GAMBAR 2.2. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di
Provinsi Jawa Tengah 7
GAMBAR 2.3. Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional di
Provinsi Jawa Tengah 8
GAMBAR 2.4. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
untuk Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan
Damai 9
GAMBAR 2.5. Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan
dengan yang Dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah 12
GAMBAR 2.6. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah
Pelayanan Satu Atap di Provinsi Jawa Tengah 13
GAMBAR 2.7. Persentase Pelaporan Kabupaten/Kota Wajar dengan
Pengecualian di Provinsi Jawa Tengah 14
GAMBAR 2.8. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pelayanan Publik 15
GAMBAR 2.9. Gender Development Index (GDI) di Provinsi Jawa Tengah 16
GAMBAR 2.10. Gender Empowerment Measurement (GEM) di Provinsi Jawa
Tengah 17
GAMBAR 2.11. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Demokrasi 18
GAMBAR 2.12. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Jawa Tengah 23
GAMBAR 2.13. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Indeks Pembangunan Manusia 24
GAMBAR 2.14. Angka Partisipasi Murni (SD/MI) di Provinsi Jawa Tengah 26
GAMBAR 2.15. Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) di Provinsi Jawa Tengah 26
GAMBAR 2.16. Rata-rata Nilai Akhir (SMP/MTs) di Provinsi Jawa Tengah 27
GAMBAR 2.17. Rata-rata Nilai Akhir (SMA/SMK/MA) di Provinsi Jawa Tengah 28
GAMBAR 2.18. Angka Putus Sekolah SD di Provinsi Jawa Tengah 29
GAMBAR 2.19. Angka Putus Sekolah SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah 30
GAMBAR 2.20. Angka Putus Sekolah Menengah di Provinsi Jawa Tengah 31
GAMBAR 2.21. Angka Melek Aksara 15 Tahun ke atas di Provinsi Jawa
Tengah 32
GAMBAR 2.22. Persentase Guru Layak Mengajar SMP/MTs di Provinsi Jawa
Tengah 33
GAMBAR 2.23. Persentase Guru Layak Mengajar Sekolah Menengah di
Provinsi Jawa Tengah 34
GAMBAR 2.24. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pendidikan (1) 35
GAMBAR 2.25. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pendidikan (2) 36
GAMBAR 2.26. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pendidikan (3) 37
GAMBAR 2.27. Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi Jawa Tengah 38
GAMBAR 2.28. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah 39
GAMBAR 2.29. Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Jawa Tengah 40
GAMBAR 2.30. Prevalensi Gizi Kurang di Provinsi Jawa Tengah 41
GAMBAR 2.31. Persentase Tenaga Kesehatan perpenduduk di Provinsi Jawa 42
vi
7. Tengah
GAMBAR 2.32. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Kesehatan 43
GAMBAR 2.33. Persentase Penduduk ber-KB di Provinsi Jawa Tengah 44
GAMBAR 2.34. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa
Tengah 45
GAMBAR 2.35. Total Fertility Rate (TFR) di Provinsi Jawa Tengah 46
GAMBAR 2.36. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Keluarga Berencana 47
GAMBAR 2.37. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah 48
GAMBAR 2.38 Persentase Ekspor terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah 49
GAMBAR 2.39 Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB di Provinsi
Jawa Tengah 50
GAMBAR 2.40. Pendapatan per kapita di Provinsi Jawa Tengah 51
GAMBAR 2.41. Laju Inflasi di Provinsi Jawa Tengah 52
GAMBAR 2.42. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Ekonomi Makro 53
GAMBAR 2.43. Nilai Rencana PMA yang Disetujui di Provinsi Jawa Tengah 54
GAMBAR 2.44. Nilai Realisasi Investasi PMA di Provinsi Jawa Tengah 55
GAMBAR 2.45. Nilai Rencana PMDN yang Disetujui di Provinsi Jawa Tengah 56
GAMBAR 2.46. Nilai Realisasi Investasi PMDN di Provinsi Jawa Tengah 57
GAMBAR 2.47. Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja PMA di Provinsi Jawa
Tengah 58
GAMBAR 2.48. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Investasi 59
GAMBAR 2.49. Panjang Jalan Nasional di Provinsi Jawa Tengah 60
GAMBAR 2.50. Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi Jawa
Tengah 62
GAMBAR 2.51. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Infrastruktur 64
GAMBAR 2.52. Nilai Tukar Petani (NTP) per tahun di Provinsi Jawa Tengah 65
GAMBAR 2.53. PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Tengah 66
GAMBAR 2.54. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pertanian 67
GAMBAR 2.55. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam Hutan terhadap
Lahan Kritis di Provinsi Jawa Tengah 68
GAMBAR 2.56. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Kehutanan 69
GAMBAR 2.57. Jumlah Tindak Pidana Perikanan di Provinsi Jawa Tengah 70
GAMBAR 2.58. Luas Kawasan Konservasi Laut di Provinsi Jawa Tengah 71
GAMBAR 2.59. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Kelautan 72
GAMBAR 2.60. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah 73
GAMBAR 2.61. Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah 74
GAMBAR 2.62. Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Kesejahteraan Sosial 75
vii
8. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari
empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan,
pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai
suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara
sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk
menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan
tersebut dilaksanakan.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 telah selesai dilaksanakan.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pemerintah
(Bappenas) berkewajiban untuk melakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana
pelaksanan RPJMN tersebut.
Saat ini telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014.
Siklus pembangunan jangka menengah lima tahun secara nasional tidak selalu
sama dengan siklus pembangunan 5 tahun di daerah. Sehingga penetapan RPJMN
2010-2014 ini tidak bersamaan waktunya dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi (Jawa Tengah). Hal ini menyebabkan
prioritas-prioritas dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah (yang memiliki tahun berlaku
sejak 2008-2013) tidak selalu mengacu pada prioritas-prioritas RPJMN 2010-2014.
Untuk itu perlu dilakukan evaluasi relevansi prioritas/program antara RPJMN
dengan RPJMD Provinsi Jawa Tengah.
Di dalam pelaksanaan evaluasi ini, dilakukan dua bentuk evaluasi yang
berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Yang pertama adalah evaluasi atas pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi
Jawa Tengah berbasis pada indikator kinerja dan yang kedua penilaian keterkaitan
1
9. antara RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008-2013 dengan RPJMN 2010-2014
berbasis pada prioritas pembangunan.
Metode yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan RPJMN 2004-2009
adalah Evaluasi ex-post untuk melihat efektivitas (hasil dan dampak terhadap
sasaran) dengan mengacu pada tiga agenda RPJMN 2004-2009 yaitu agenda
Aman dan Damai; Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat.
Untuk mengukur kinerja yang telah dicapai pemerintah atas pelaksanaan
ketiga agenda tersebut, diperlukan identifikasi dan analisis indikator pencapaian.
Sedangkan metode yang digunakan dalam evaluasi relevansi RPJMD Provinsi
dengan RPJMN 2010-2014 adalah membandingkan keterkaitan 11 prioritas
nasional dan 3 prioritas lainnya dengan prioritas daerah. Selain itu juga
mengidentifikasi potensi lokal dan prioritas daerah yang tidak ada dalam RPJMN
2010-2014. Adapun prioritas nasional dalam RPJMN 2010-2014 adalah 1)
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, 2) Pendidikan, 3) Kesehatan, 4)
Penanggulangan Kemiskinan, 5) Ketahanan Pangan, 6) Infrastruktur, 7) Iklim
Investasi dan Iklim Usaha, 8) Energi, 9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana, 10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik, 11)
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi dan 3 prioritas lainnya yaitu 1)
Kesejahteraan Rakyat lainnya, 2) Politik, Hukum, dan Keamanan lainnya, 3)
Perekonomian lainnya.
Hasil dari EKPD 2010 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada
perencanaan pembangunan daerah Provinsi Jawa Tengah untuk perbaikan kualitas
perencanaan di daerah, misalnya dengan penyesuaian atas dokumen Rencana
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Tengah pada tahun-tahun
berikutnya (2011-2013). Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar
bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah, khususnya
yang tepat untuk diterapkan di Provinsi Jawa Tengah.
Pelaksanaan EKPD dilakukan secara eksternal untuk memperoleh masukan
yang lebih independen terhadap pelaksanaan RPJMN di daerah. Berdasarkan hal
tersebut, Bappenas cq. Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan melaksanakan
kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang bekerja sama
dengan 33 Perguruan Tinggi selaku evaluator eksternal dan dibantu oleh
stakeholders daerah. Pada pelaksanaan EKPD di Provinsi Jawa Tengah, Bappenas
2
10. telah menunjuk Tim Independen dari Universitas Diponegoro, dalam hal ini
ditugaskan pada Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP).
B. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) Tahun 2010
di Provinsi Jawa Tengah adalah:
1. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dapat
memberikan kontribusi pada pembangunan di Provinsi Jawa Tengah;
2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan prioritas/program (outcome)
dalam RPJMN 2010-2014 dengan prioritas/program yang ada dalam RPJMD
Provinsi Jawa Tengah 2008-2013.
Sasaran yang diharapkan dari kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan
Daerah (EKPD) Tahun 2010 di Provinsi Jawa Tengah meliputi:
1. Tersedianya data/informasi dan penilaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di
Provinsi Jawa Tengah;
2. Tersedianya data/informasi dan penilaian keterkaitan RPJMD Provinsi Jawa
Tengah 2008-2013 dengan RPJMN 2010-2014.
C. KELUARAN
Hasil yang diharapkan dari Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2010 adalah:
1. Tersedianya dokumen evaluasi pencapaian pelaksanaan RPJMN 2004-2009
di Provinsi Jawa Tengah;
2. Tersedianya dokumen evaluasi keterkaitan RPJMD Provinsi Jawa Tengah
2008-2013 dengan RPJMN 2010-2014.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010,
diperoleh melalui tahapan sebagai berikut:
1. Evaluasi Pencapaian Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Jawa
Tengah, terdiri atas 4 (empat) tahapan, yaitu:
a. Mengidentifikasi dan melengkapi data tabel indikator,
b. Pemilihan data yang dijadikan fokus analisis,
3
11. c. Menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif (how and why),
d. Menyusun rekomendasi berdasarkan agenda pembangunan.
2. Evaluasi Keterkaitan RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008-2013 dengan
RPJMN 2010-2014, terdiri atas 4 (empat) tahapan, yaitu:
a. Mengumpulkan dan mempelajari dokumen RPJMN dan RPJMD,
b. Menyandingkan prioritas/program daerah dengan prioritas
pembangunan nasional,
c. Menganalisis prioritas/program daerah yang mendukung pencapaian
target prioritas pembangunan nasional,
d. Menyusun rekomendasi kebijakan untuk penyempurnaan RPJMD dan
RPJMN.
Penarikan kesimpulan pada jenis evaluasi yang pertama (Evaluasi
Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Jawa Tengah), menggunakan
kategorisasi tingkat capaian, hal ini dirasakan perlu untuk dilakukan untuk
mempertajam hasil analisis dan mempertegas rekomendasi yang dirumuskan. Cara
penyusunan kategorinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penentuan nilai rata-rata untuk setiap indikator,
2. Penentuan posisi nilai tahunan (atas, sama, bawah) dibandingkan nilai rata-
rata indikator,
3. Penentuan kesimpulan kategori indikator berdasarkan perbandingan dominasi
posisi nilai tahunan (di atas : di bawah); ada 3 tipe sebaran data tahunan: a)
Tipe Pertama: sangat baik (6:0 dan 5:1), baik (4:2), cukup baik (3:3), kurang
baik (2:4), dan tidak baik (1:5 dan 0:6); b Tipe Kedua: sangat baik (5:0), baik
(4:1), cukup baik (3:2 dan 2:3), kurang baik (1:4), dan tidak baik (0:5); c) Tipe
Ketiga: sangat baik (4:0), baik (3:1), cukup baik (2:2), kurang baik (1:3), dan
tidak baik (0:4). Perbedaan tipe dapat terjadi karena ditemukannya kesamaan
nilai tahunan dengan nilai rata-rata.
4. Penentuan kesimpulan kategori sub agenda atau agenda pembangunan
didasarkan pada nilai skor perolehan kategori indikator, yaitu: a) sangat baik
(skor 5), b) baik (skor 4), cukup baik (skor 3), kurang baik (skor 2), dan tidak
baik (skor 1); yang dijumlahkan, kemudian di rata-rata.
5. Nilai rata-rata sub agenda atau agenda pembangunan kemudian
dikategorisasi sebagaimana pada nomor 4 di atas.
4
12. BAB II
HASIL EVALUASI PELAKSANAAN RPJMN 2004-2009
A. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI
1. Indikator
Indikator kinerja pembangunan daerah yang digunakan untuk mengukur
kinerja pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia yang aman dan damai
di Provinsi Jawa Tengah adalah: 1) Indeks Kriminalitas, 2) Persentase
Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional, dan 3) Persentase
Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional. Kondisi data untuk setiap
indikator kinerja tersebut selama kurun waktu 2004-2009 di Provinsi Jawa
Tengah tampak pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk
Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber
a. Indeks 65,21 54,97 62,74 66,13 67,35 67,91 Polda
Kriminalitas Jateng
b. Persentase 64,30 20,60 72,10 76,10 70,50 65,20 Polda
Penyelesaian Jateng
Kasus
Kejahatan
Konvensional
c. Persentase 97,10 106 107,10 113,40 96,70 79,80 Polda
Penyelesaian Jateng
Kasus
Kejahatan
Transnasional
Selanjutnya pada bagian berikut ini akan disajikan analisis untuk setiap
indikator dan diakhiri dengan analisis gabungan indikator, sebagai berikut:
2. Analisis Pencapaian Indikator
Indeks Kriminalitas
Kondisi kriminalitas di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun
terakhir (2004-2009) cenderung menunjukan kondisi yang stabil, yaitu aman,
5
13. tertib, dan terkendali, dengan angka indeks kriminalitas berkisar pada angka
sebesar 54% sampai dengan 67%. Apabila dilihat dari sisi fokus
kecenderungan indeks kriminalitas selama lima tahun terakhir (2004-2009),
tampak bahwa pada tahun 2005, Provinsi Jawa Tengah memiliki indeks
kriminalitas yang terendah, yang disebabkan oleh: 1) adanya peningkatan
partisipasi masyarakat terhadap kepedulian Pam Swakarsa dan upaya-upaya
pencegahan yang diprakarsai oleh para Babinkamtibmas; 2) intensitas operasi
khusus mandiri kewilayahan yang digalakkan dan digelarkan ke seluruh
jajaran Provinsi Jawa Tengah sehingga berdampak sosiologis.
Gambar 2.1.
Indeks Kriminalitas di Provinsi Jawa Tengah
Untuk kondisi pada tahun-tahun berikutnya cenderung mengalami
peningkatan – walaupun relatif kecil – sampai dengan tahun 2009, yang
disebabkan oleh: 1) adanya permasalahan lapangan kerja atau tenaga kerja
yang tidak tertampung serta adanya PHK di berbagai perusahaan; 2) faktor-
faktor kriminalogin dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat yang pada
situasi tertentu dapat berkembang menjadi police hazard; 3) banyak faktor
kriminalogin yang berada di luar jangkauan seperti masalah pengangguran,
lapangan pekerjaan, kemiskinan, drop out dan lain-lain; 4) partisipasi
masyarakat menurun, kurang aktif memberi informasi dan kecenderungan
bahwa hokum identik dengan figur aparat, enggan melapor sehingga hal
tersebut dapat mempersulit operasional. Pada tahun 2008 indeks kriminalitas
di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 67,35%, kemudian pada tahun
6
14. 2009 mencapai angka 67,91%, sehingga dibandingkan indeks kriminalitas
pada tahun 2008 maka indeks kriminalitas pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar 0,56%.
Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
Gambar 2.2.
Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional
di Provinsi Jawa Tengah
Salah satu indikator penentu terciptanya Indonesia yang aman dan
damai adalah efektifnya langkah-langkah yang dilakukan dalam penegakan
hukum. Hal ini dapat ditunjukan dengan penyelesaian kasus-kasus kejahatan,
baik konvensional maupun transnasional. Untuk kondisi di Provinsi Jawa
Tengah, ternyata dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) persentase
penyelesaian kasus kejahatan konvensional cenderung menunjukan kondisi
yang fluktuatif, dimana tahun 2005 ditemukan persentase yang terendah,
yang disebabkan oleh: 1) kemampuan SDM belum memadai; 2) tingkat
kemampuan personil belum mencapai plafon yang ditargetkan; 3)
keterbatasan sarana, materiil atau logistik yang tersedia, baik kuantitas
maupun kualitas, kemudian meningkat lagi secara drastis pada tahun 2006
dan mencapai puncaknya tahun 2008, yang disebabkan oleh: 1) peran
anggota semakin baik dalam upaya mengungkap kejahatan dan
penyelesaiannya; 2) meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan peran
serta aktif memberikan informasi kepada Polda; 3) koordinasi antarfungsi dan
7
15. antarinstansi cukup baik dan sinergi. Pada tahun 2008 persentase
penyelesaian kasus kejahatan konvensional di Provinsi Jawa Tengah
mencapai angka 70,5%, kemudian pada tahun 2009 mencapai 65,2%,
sehingga dibandingkan persentase penyelesaian kasus kejahatan
konvensional pada tahun 2008 maka terjadi penurunan persentase
penyelesaian kasus kejahatan konvensional di Provinsi Jawa Tengah yaitu
sebesar 5,3%.
Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
Gambar 2.3.
Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional
di Provinsi Jawa Tengah
Kejahatan transnasional yang sekarang ini marak di berbagai belahan
dunia, ternyata juga ditemukan di Provinsi Jawa Tengah, terutama dalam
bentuk kejahatan uang palsu, narkoba, terorisme, penyelundupan senjata api,
perdagangan wanita atau anak, money laundry, dan cyber crime. Hal ini
menunjukan bahwa Provinsi Jawa Tengah telah menjadi salah satu area
tujuan kejahatan transnasional. Persentase penyelesaian kasus kejahatan
transnasional di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-
2009) cenderung memiliki grafik yang stabil, berkisar antara 79% sampai
dengan 113%, dimana tahun 2007 menjadi puncak tertinggi (113,4%), yang
disebabkan oleh: 1) diadakannya gelar operasi mandiri kewilayahan (operasi
antic dengan sasaran narkoba, operasi hutan lestari dengan sasaran illegal
loging, operasi bunga dengan sasaran perdagangan atau penyelundupan
8
16. wanita dan anak); 2) peran serta masyarakat lebih aktif dan berhasil guna
untuk mengungkap kejahatan transnasional. Pada tahun 2008 persentase
penyelesaian kasus kejahatan transnasional mencapai 96,7%, kemudian pada
tahun 2009 mencapai 79,8%, sehingga dibandingkan pada tahun 2008
persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional pada tahun 2009
mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 16,9%.
Analisis Gabungan Agenda Pembangunan Mewujudkan Indonesia yang
Aman dan Damai
Gambar 2.4.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk
Agenda Pembangunan Indonesia yang Aman dan Damai
Pada tahapan analisis gabungan untuk agenda Indonesia yang aman
dan damai, pada kasus Jawa Tengah, dapat disimpulkan adanya kondisi
keamanan dan ketertiban yang cukup baik. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
telah berhasil mengadakan berbagai program terkait dengan hukum dan
kamtibmas selama beberapa tahun terakhir. Keberhasilan ini menentukan
dalam tercapainya angka indeks kriminalitas di Provinsi Jawa Tengah yang
relatif stabil, yaitu pada kisaran 65,21% sampai dengan 67,91%.
Kondisi stabilitas daerah yang kondusif ini, diperkuat dengan
keberhasilan Provinsi Jawa Tengah dalam pelaksanaan penegakan hukum,
antara lain penegakan hukum untuk kejahatan konvensional maupun
kejahatan transnasional. Hal menarik yang ditemukan terkait dengan kondisi
9
17. indikator ini adalah, adanya kesesuaian kondisi persentase penyelesaian
kasus kejahatan konvensional dengan kondisi indeks kriminalitas (seperti
yang tampak pada Gambar 2.4.). Artinya, secara data dapat disimpulkan
bahwa semakin baik penegakan hukum maka akan semakin baik angka
indeks kriminalitasnya.
3. Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka pencapaian misi agenda Indonesia yang aman dan
damai, perlu terus diupayakan untuk penciptaan stabilitas daerah yang
kondusif bagi pelaksanaan pembangunan. Beberapa langkah strategis yang
diremokendasikan untuk mewujudkan Provinsi Jawa Tengah yang aman dan
damai antara lain: 1) peningkatan sinkronisasi, harmonisasi produk-produk
hukum pusat dan daerah, pengembangan kapasitas kelembagaan hukum
dan kualitas aparatur hukum, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam
rangka meningkatkan kepastian hukum: 2) peningkatan kesadaran dan
pengembangan budaya masyarakat maupun aparat dalam memahami
prinsip-prinsip dasar hukum dan HAM melalui pemasyarakatan dan
pendidikan hukum dan HAM; 3) peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban
melalui upaya menjaga kerukunan sosial kemasyarakatan yang
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi wilayah, penduduk, dan
sosial masyarakat dengan mengutamakan penegakan hukum dan HAM.
B. AGENDA PEMBANGUNAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
1. Indikator
Indikator kinerja pembangunan daerah yang digunakan untuk mengukur
kinerja pelaksanaan agenda pembangunan Indonesia yang adil dan
demokratis di Provinsi Jawa Tengah, dikelompokan ke dalam 2 (dua) sub
agenda (tampak pada Tabel 2.2. di bawah), yaitu: 1) Pelayanan Publik, yang
kinerjanya diukur dengan indikator: a) Persentase kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, b) Persentase
kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, dan c)
Persentase pelaporan kabupaten/kota Wajar dengan pengecualian; dan 2)
Demokrasi, dengan indikator kinerja: a) Gender Development Index (GDI)
10
18. dan b) Gender Empowerment Measurement (GEM). Kondisi data indikator
pada setiap sub agenda tersebut selama kurun waktu 2004-2009 di Provinsi
Jawa Tengah tampak pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk
Agenda Pembangunan Indonesia yang Adil dan Demokratis
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber
1. PELAYANAN
PUBLIK
a. Persentase 77,2 87,5 81,4 14,2 42,80 42,80 Polda
kasus korupsi Jateng
yang
tertangani
dibandingkan
dengan yang
dilaporkan
b. Persentase 14,29 28,57 82,86 94,29 100,00 100,00 Biro Orpeg
kabupaten/kota Setda
yang memiliki Prov.
peraturan Jateng
daerah satu
atap
c. Persentase 100,00 94,29 97,14 88,57 85,71 100,00 BPK – RI
pelaporan Perwakilan
kabupaten/kota Jat
Wajar dengan eng
Pengecualian
2. DEMOKRASI
a. Gender 59,80 60,80 63,70 64,28 65,66 66,61 BP3AKB
Development Prov.
Index (GDI) Jateng
b. Gender 56,50 56,90 59,30 59,70 59,76 61,23 BP3AKB
Empowerment Prov.
Measurement Jateng
(GEM)
Selanjutnya pada bagian berikut ini akan disajikan analisis untuk setiap
indikator dan diakhiri dengan analisis gabungan indikator, dengan
menggunakan grafik garis, khususnya ditekankan pada kondisi yang melatar
belakangi terjadinya fluktuasi pada titik-titik fokus pengamatan.
11
19. 2. Analisis Pencapaian Indikator
PELAYANAN PUBLIK
Persentase Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan Dengan Yang
Dilaporkan
Gambar 2.5.
Persentase Kasus Korupsi yang Tertangani Dibandingkan
dengan yang Dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah
Korupsi merupakan salah satu penyakit birokrasi yang paling ditekankan
pemberantasannya dalam RPJMN 2004-2009 dalam rangka mewujudkan
Indonesia yang adil dan demokratis. Penanganan kasus korupsi juga menjadi
prioritas penting pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Persentase kasus
korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan di Provinsi
Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung
menunjukan kondisi yang fluktuatif, dimana tahun 2007 ditemukan persentase
yang terendah. Pada tahun 2008 persentase kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan di Provinsi Jawa Tengah mencapai
angka 42,80% dan pada tahun 2009 angka tersebut tidak berubah atau tetap.
12
20. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan
Satu Atap
Gambar 2.6.
Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah
Pelayanan Satu Atap di Provinsi Jawa Tengah
Salah satu tugas pemerintah daerah adalah melayani masyarakat, untuk
mempermudah serta untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
maka pemerintah daerah menggunakan prinsip pelayanan satu atap yang
dirangkum dalam peraturan daerah pelayanan satu atap. Persentase
kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap di
Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009)
menunjukan kecenderungan yang fluktuatif, dimana persentase tertinggi pada
tahun 2006 yang disebabkan oleh adanya regulasi Permendagri 24/2006 yang
mengatur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PPTSP). Pada tahun 2008 persentase kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap di Provinsi Jawa Tengah telah
mencapai angka 100% dan pada tahun 2009 angka tersebut tidak mengalami
perubahan atau tetap. Hal ini dikarenakan adanya regulasi tentang
kelembagaan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah dan adanya Keputusan Presiden Nomor 27
Tahun 2009 tentang PPTSP bidang penanaman modal.
Keseriusan pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan
pelayanan kepada publik didukung dengan adanya program-program
13
21. pembangunan sebagai berikut: 1) pengembangan sistem dan peningkatan
kualitas pelayanan publik melalui peningkatan sarana prasarana aparatur
dan kompetensi sesuai dengan kewenangan berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) pada bidang pelayanan dasar; 2)
pengembangan sistem dan peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dan efisien sesuai prinsip-prinsip good
governance melalui peningkatan akuntabilitas, transparansi, kesetaraan dan
keadilan, serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah; dan 3) peningkatan pelaksanaan otonomi daerah.
Persentase Pelaporan Kabupaten/Kota Wajar dengan Pengecualian
Gambar 2.7.
Persentase Pelaporan Kabupaten/Kota Wajar
dengan Pengecualian di Provinsi Jawa Tengah
Salah satu indikator dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan
demokratis adalah persentase pelaporan Kabupaten/Kota Wajar dengan
Pengecualian, hal ini dilakukan untuk membersihkan Provinsi Jawa Tengah
dari kegiatan-kegiatan yang merugikan rakyat. Persentase pelaporan
Kabupaten/Kota Wajar dengan Pengecualian di Provinsi Jawa Tengah dalam
6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) menunjukan kondisi yang cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 85% hingga 100%, dimana tahun 2005 dan 2006
menjadi titik tertinggi (97,22%), yang disebabkan oleh belum diberlakukannya
standar akuntansi pemerintah. Tahun 2008 menjadi titik terendah, yang
disebabkan adanya 4 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
14
22. mendapat opini disclaimer. Pemberlakuan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Pengelolaan Keuangan
Daerah berdampak bagi pemerintah daerah untuk menata ulang sistem
keuangan sampai dengan pelaporannya. Pada tahun 2008 Persentase
pelaporan kabupaten/kota wajar dengan pengecualian di Provinsi Jawa
Tengah mencapai angka 85,71% kemudian pada tahun 2009 mencapai angka
100%. Sehingga dibandingkan persentase pelaporan kabupaten/kota Wajar
dengan Pengecualian pada tahun 2008 maka persentase pelaporan
kabupaten/kota Wajar dengan Pengecualian pada tahun 2009 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 14,29%.
Analisis Gabungan Sub Agenda Pelayanan Publik
Gambar 2.8.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pelayanan Publik
Pada tahapan analisis gabungan untuk sub pelayanan publik, pada
kasus Jawa Tengah, dapat disimpulkan adanya pelayanan publik yang cukup
baik. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah berhasil mengadakan berbagai
15
23. program terkait dengan pelayanan publik beberapa tahun terakhir.
Keberhasilan ini menentukan dalam tercapainya persentase pelaporan
Kabupaten/Kota Wajar dengan Pengeculian yang cukup tinggi di Provinsi
Jawa Tengah, yaitu pada kisaran 85% sampai dengan 100%. Pelayanan
publik yang cukup baik sampai sekarang semua Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah telah memiliki Perda OSS (100%).
DEMOKRASI
Gender Development Index (GDI)
Gambar 2.9.
Gender Development Index (GDI) di Provinsi Jawa Tengah
Pengarusutamaan gender beberapa tahun terakhir menjadi agenda
penting sebagai salah satu indikator terwujudnya kehidupan yang adil dan
demokratis, seiring dengan adanya target-target dalam MDG’S. Gender
Development Index (GDI) di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun
terakhir (2004-2009) menunjukan angka yang stabil dan cenderung meningkat
setiap tahunnya, dimana pada tahun 2005 GDI naik menjadi 60,80% dari
tahun 2004 sebesar 59,80%, kemudian pada tahun 2006 naik menjadi
63,70%, pada tahun 2007 naik menjadi 64,28%. Pada tahun 2008 GDI di
Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 64,66%, kemudian pada tahun 2009
mencapai angka 66.61%, sehingga dibandingkan GDI pada tahun 2008 maka
GDI pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1,95%.
16
24. Gender Empowerment Measurement (GEM)
Gambar 2.10.
Gender Empowerment Measurement (GEM) di Provinsi Jawa Tengah
Salah satu indikator pengarusutamaan gender yang dianggap
mempunyai sumbangan besar terhadap kehidupan yang adil dan demokratis
adalah Gender Empowerment Measurement (GEM). Gender Empowerment
Measurement (GEM) di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir
(2004-2009) menunjukan kondisi yang stabil dan cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2005 GEM naik menjadi
56,90% dari tahun 2004 yang sebesar 56,50%, kemudian pada tahun 2006
naik menjadi 59,30%, pada tahun 2007 naik menjadi 59,70%. Pada tahun
2008 GEM Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 59,76%, kemudian pada
tahun 2009 mencapai angka 61,23%, sehingga dibandingkan GEM pada
tahun 2008 maka GEM pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar
1,47%. Peningkatan persentase GEM pada lima tahun terakhir ditandai
dengan meningkatnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan
keputusan. Keterlibatan tersebut ditunjukkan adanya peningkatan
keterwakilan perempuan di parlemen. Hasil Pemilu 2009, persentase
perempuan di parlemen sebanyak 23,90%. Indikator lain yang menunjang
meningkatnya GEM adalah meningkatnya jumlah perempuan dalam Eselon II
yang pada tahun 2007 tercatat 9 orang, juga terlibatnya perempuan dalam
berbagai jabatan publik, seperti pengurus BPD, kepala sekolah, lurah, dan
camat.
17
25. Analisis Gabungan Sub Agenda Demokrasi
Gambar 2.11.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Demokrasi
Berdasarkan data tersebut di atas, pada tahun 2006 terjadi peningkatan
Gender Development Index (GDI) sebesar 60,80% yang disebabkan adanya
peningkatan Gender Empowerment Measurement (GEM). Tahun 2008 GDI
kembali mengalami peningkatan menjadi 64,66% karena adanya prioritas
pembangunan yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun
2008-2013 yang menitikberatkan pada pengembangan dan peningkatan
pemberdayaan perempuan melalui kesetaraan dan keadilan gender dalam
berbagai bidang kehidupan serta perlindungan anak dan remaja sesuai
dengan norma-norma agama dan falsafah Pancasila serta peraturan
perundangan. Hal ini juga didukung dengan adanya program-program
pembangunan yang menitikberatkan pada: 1) keserasian kebijakan
peningkatan kualitas anak dan perempuan; 2) penguatan kelembagaan
pengarusutamaan gender dan anak; 3) peningkatan kualitas hidup dan
perlindungan perempuan dan anak; 4) peningkatan peran serta anak dan
kesetaraan gender dalam pembangunan.
18
26. 3. Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka pencapaian misi agenda mewujudkan Indonesia yang adil
dan demokratis, perlu terus diupayakan peningkatan pelayanan publik dan
demokrasi di Provinsi Jawa Tengah demi tercapainya tujuan pembangunan.
Beberapa langkah strategis yang diremokendasikan untuk mewujudkan
Provinsi Jawa Tengah yang aman dan damai antara lain:
a. Peningkatan sinkronisasi, harmonisasi produk-produk hukum pusat dan
daerah, pengembangan kapasitas kelembagaan hukum dan kualitas
aparatur hukum, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam
rangka meningkatkan kepastian hukum;
b. Peningkatan kualitas dan budaya kerja aparatur dalam rangka
menunjang tata pengelolaan pemerintahan yang baik;
c. Pengembangan dan peningkatan proses demokratisasi, politik, dan
penegakan hukum serta HAM melalui peningkatan partisipasi dan
pendidikan politik rakyat serta profesionalisme aparat dan penegak
hukum;
d. Peningkatan kesadaran dan pengembangan budaya masyarakat
maupun aparat dalam memahami prinsip-prinsip dasar hukum dan
HAM melalui pemasyarakatan dan pendidikan hukum dan HAM;
e. Pengembangan sistem dan peningkatan kualitas pelayanan publik
melalui peningkatan sarana prasarana aparatur dan kompetensi
sesuai dengan kewenangan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) pada bidang pelayanan dasar;
f. Pengembangan sistem dan peningkatan kualitas penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dan efisien sesuai prinsip-prinsip good
governance melalui peningkatan akuntabilitas, transparansi, kesetaraan
dan keadilan, serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah; dalam kerangka peningkatan pelaksanaan
otonomi daerah;
g. Pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perempuan melalui
kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan
serta perlindungan anak dan remaja sesuai dengan norma-norma
agama dan falsafah Pancasila serta peraturan perundangan; disertai
dengan keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan
19
27. perempuan; penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan
anak; peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan
anak; dan peningkatan peran serta anak dan kesetaraan gender dalam
pembangunan.
C. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Indikator
Indikator kinerja pembangunan daerah yang digunakan untuk mengukur
kinerja pelaksanaan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat di Provinsi
Jawa Tengah, dikelompokan ke dalam 11 (sebelas) sub agenda, yaitu: 1)
Indeks Pembangunan Manusia; 2) Pendidikan, yang diukur dengan
indikator: a) Angka Partisipasi Murni SD/MI, b) Angka Partisipasi Kasar SD/MI,
c) Rata-rata Nilai Akhir SMP/MTs, d) Rata-rata Nilai Akhir SMA/SMK/MA, e)
Angka Putus Sekolah SD, f) Angka Putus Sekolah SMP/MTs, g) Angka Putus
Sekolah Menengah, h) Angka Melek Aksara 15 Tahun ke Atas, i) Persentase
Jumlah Guru Layak Mengajar SMP/MTs, dan j) Persentase Jumlah Guru
Layak Mengajar Sekolah Menengah; 3) Kesehatan, dengan indikator: a)
Umur Harapan Hidup (UHH), b) Angka Kematian Bayi (AKB), c) Prevalensi
Gizi Buruk, d) Prevalensi Gizi Kurang, dan e) Persentase Tenaga Kesehatan
per Penduduk; 4) Keluarga Berencana, dengan indikator: a) Persentase
Penduduk ber-KB, b) Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk, dan c) Total
Fertility Rate (TFR); 5) Ekonomi Makro, yang mencakup indikator: a) Laju
Pertumbuhan Ekonomi, b) Persentase Ekspor terhadap PDRB, c) Persentase
Output Manufaktur terhadap PDRB, d) Pendapatan per Kapita, dan e) Laju
Inflasi; 6) Investasi, mencakup indikator: a) Nilai Rencana PMA yang
Disetujui, b) Nilai Realisasi Investasi PMA, c) Nilai Rencana PMDN yang
Disetujui, d) Nilai Realisasi Investasi PMDN, dan e) Realisasi Penyerapan
Tenaga Kerja PMA; 7) Infrastruktur, yang mencakup indikator: a) Panjang
Jalan Nasional Berdasarkan Kondisi Baik, Sedang, dan Buruk, dan b) Panjang
Jalan Provinsi Berdasarkan Kondisi Baik, Sedang, dan Buruk, 8) Pertanian,
yang mencakup indikator: a) Nilai Tukar Petani (NTP) dan b) PDRB Sektor
Pertanian; 9) Kehutanan, yang mencakup indikator: Persentase Luas Lahan
Rehabilitasi dalam Hutan terhadap Lahan Kritis; 10) Kelautan, yang
mencakup indikator: a) Jumlah Tindak Pidana Perikanan dan b) Luas
20
28. Kawasan Konservasi Laut; dan 11) Kesejahteraan Sosial, yang mencakup
indikator: a) Persentase Penduduk Miskin dan b) Tingkat Pengangguran
Terbuka. Indikator kinerja pembangunan daerah untuk agenda pembangunan
meningkatkan kesejahteraan rakyatpada setiap sub agenda tersebut selama
2004-2009 di Provinsi Jawa Tengah tampak pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.3
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah untuk Agenda
Pembangunan Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1. IPM 68,90 69,80 70,25 70,92 71,60 72,10
2. PENDIDIKAN
a. Angka Partisipasi 90,67 89,72 89,98 92,21 92,77 92,96
Murni (SD/MI)
b. Angka Partisipasi 103,56 104,87 105,25 108,01 108,03 108,09
Kasar (SD/MI)
c. Rata-rata nilai 5,12 5,86 6,37 6,29 6,00 6,22
akhir (SMP/MTs)
d. Rata-rata nilai 5,44 5,46 7,33 7,22 7,06 6,89
akhir
(SMA/SMK/MA)
e. Angka Putus 0,33 0,31 0,24 0,24 0,23 0,22
Sekolah SD
f. Angka Putus 1,01 1,20 0,91 0,91 0,90 0,64
Sekolah
SMP/MTs
g. Angka Putus 1,09 1,18 1,23 1,12 1,10 0,77
Sekolah
Menengah
h. Angka melek 86,70 87,40 88,24 88,62 89,24 89,46
aksara 15 tahun
keatas
i. Persentase 72,00 73,00 79,87 81,66 81,75 82,80
jumlah guru yang
layak mengajar
SMP/MTs
j. Persentase 64,39 65,15 67,46 75,13 75,21 78,74
jumlah guru yang
layak mengajar
Sekolah
Menengah
3. KESEHATAN
a. Umur Harapan 69,70 70,60 70,80 70,90 71,10 71,25
Hidup (UHH)
b. Angka Kematian 14,23 23,71 11,03 10,48 9,27 10,25
Bayi (AKB)
c. Prevalensi Gizi 1,88 1,88 1,78 4,00 4,00 4,00
buruk (%)
d. Prevalensi Gizi 15,13 15,13 13,54 12,00 12,00 12,00
kurang (%)
e. Persentase 13,22 13,67 14,03 14,08 14,00 -
tenaga kesehatan
perpenduduk
4. KELUARGA
BERENCANA
a. Persentase 77,65 78,26 77,26 88,42 78,09 78,32
penduduk ber-KB
b. Persentase laju 0,80 -1,29 0,63 0,63 0,67 0,37
21
29. Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
pertumbuhan
penduduk
c. Total Fertility 2,18 2,18 2,10 2,30 2,30 2,30
Rate (TFR)
5. EKONOMI
MAKRO
a. Laju 5,13 5,35 5,33 5,59 5,46 4,71
Pertumbuhan
ekonomi
b. Persentase 55,56 49,47 42,94 46,79 49,74 46,07
ekspor terhadap
PDRB
c. Persentase 32,64 33,71 32,85 33,14 33,08 31,45
output
Manufaktur
terhadap PDRB
d. Pendapatan per 5.220.326,86 6.275.651,39 7.538.997,91 8.281.309,54 9.522.019,88 10.228.762,636
kapita (dalam juta
rupiah)
e. Laju Inflasi 5,76 15,97 6,53 6,24 9,55 3,22
6. INVESTASI
a. Nilai Rencana 3.086.867,96 610.432,00 142.388,82 374.233,50 1.934.813,78 467,655,15
PMA yang
disetujui
b. Nilai Realisasi 504.630,00 550.512,44 381.668,71 317.165,10 39.488,86 9.604,14
Investasi PMA
c. Nilai Rencana 5.680.617,36 1.912.678,00 3.821.468,58 1.306.994,53 2.578.988,46 1.017.467,10
PMDN yang
sietujui
d. NIlai Realisasi 1.900.000,00 5.756.775,87 5.067.314,48 1.191.875,23 1.336.340,57 1.342.795,38
Investasi PMDN
e. Realisasi 8889 8162 20443 26336 13341 23,557,60
penyerapan
tenaga kerja PMA
7. INFRA-
STRUKTUR
a. Panjang jalan
nasional
berdasarkan
kondisi dalam
persen
Baik 78,11 69,90 81,09 78,25 82,96 81,84
Sedang 18,08 24,99 15,80 16,52 12,83 13,53
Buruk 3,80 5,10 3,10 5,21 4,19 4,62
b. Panjang jalan
provinsi dan
kabupaten
berdasarkan
kondisi dalam
persen
Baik 64,81 62,85 58,09 67,36 77,55 84,09
Sedang 24,39 24,98 24,36 17,95 15,22 13,34
Buruk 10,78 12,15 17,53 14,68 7,21 2,57
8. PERTANIAN
a. Nilai tukar petani 91,42 91,89 96,65 103,12 99,77 98,57
per tahun
b. PDRB sektor 5,33 4,61 3,60 2,78 5,09 4,38
pertanian (harga
konstan)
9. KEHUTANAN
a. Persentase Luas - 2,68 2,69 9,30 3,14 1,55
lahan rehabilitasi
dalam hutan
22
30. Indikator 2004 2005 2006 2007 2008 2009
terhadap lahan
kritis
10 KELAUTAN
.
a. Jumlah tindak 33.00 32.00 17.00 9.00 3.00 14.00
pidana perikanan
b. Luas kawasan - - 110.117 110.117 110.117 122.09
konservasi laut
11 KESEJAHTERAA
. N SOSIAL
a. Persentase 21,11 20,49 22,19 20,43 19,23 17,72
penduduk miskin
b. Tingkat 6,44 8,51 8,20 8,10 7,12 7,28
pengangguran
terbuka
Sumber lihat lampiran
2. Analisis Pencapaian Indikator
INDEKS PEMBANGUNAN INDONESIA (IPM)
Gambar 2.12.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Jawa Tengah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi salah satu tolak ukur
keberhasilan suatu negara dalam menyejahterakan masyarakatnya. IPM
mengukur capaian pembangunan manusia berdasarkan jumlah komponen
dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat
menggambarkan empat komponen yaitu Umur Harapan Hidup, angka melek
huruf, rata-rata lama sekolah, serta pengeluaran per kapita sebagai
pendekatan pendapatan. Kondisi IPM di Provinsi Jawa Tengah menunjukan
23
31. kondisi yang stabil, dimana Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi
Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) mengalami
kecenderungan naik setiap tahun. Pada tahun 2005 IPM naik menjadi 69,80%
dibandingkan tahun 2004 sebesar 68,90%, kemudian pada tahun 2006 naik
menjadi 70,25% dan pada tahun 2007 naik menjadi 70,92%. Pada tahun 2008
IPM di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 71,60%, kemudian pada tahun
2009 mencapai angka 72,10%, sehingga dibandingkan IPM pada tahun 2008
maka IPM pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 0,50%.
Analisis Gabungan Sub Agenda Indeks Pembangunan Manusia
Gambar 2.13.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Indeks Pembangunan Manusia
Dapat dilihat bahwa IPM di Provinsi Jawa Tengah disebutkan hingga
tahun 2009 3 (tiga) indikator utama IPM mengalami perbaikan yaitu angka
melek aksara 15 tahun ke atas mencapai 89,31%, rata-rata lama sekolah
mencapai 6,86 tahun; dan angka harapan hidup yang meningkat dimana
angka harapan hidup laki-laki sebesar 69,2 tahun sedangkan angka harapan
hidup perempuan mencapai 73,11 tahun.
Pada tahun 2008 dan 2009, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
mengalami peningkatan hingga mencapai angka 72,10%. Peningkatan IPM
didukung adanya prioritas pembangunan yang terdapat dalam RPJMD
Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2013 yang menitikberatkan pada
24
32. peningkatan pemerataan akses dan mutu pendidikan dengan menitikberatkan
pada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan peningkatan relevansi
kurikulum pendidikan dengan perkembangan Ipteks serta jenjang pendidikan
yang lebih tinggi dengan didukung pangsa pasar kerja dan
sarana/prasarana yang memadai, tanpa diskriminasi usia, peningkatan
pemerataan, jangkauan, dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan perseorangan/rujukan yang didukung oleh
persebaran sarana prasarana, pengembangan profesionalisme dan
kompetensi tenaga kesehatan yang memadai dan berkualitas, serta
mampu menjangkau masyarakat miskin melalui jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat. Prioritas pembangunan tersebut dijabarkan dalam
berbagai program pembangunan yang menitikberatkan pada: a) program
pendidikan dasar, b) pendidikan berkelanjutan, c) pendidikan formal dan non
formal, d) pencegahan dan penanggulangan penyakit, e) perbaikan gizi
masyarakat, f) akses pelayanan kesehatan masyarakat, g) pengembangan
lingkungan sehat, h) pencegahan dan penanggulangan penyakit, i) farmasi
dan perbekalan kesehatan, j) promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat.
PENDIDIKAN
Angka Partisipasi Murni (SD/MI)
Salah satu indikator keberhasilan pendidikan di suatu daerah adalah
Angka Partisipasi Murni baik di tingkat dasar maupun menengah. Angka
Partisipasi Murni (APM) SD/MI di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam)
tahun terakhir (2004-2009) bersifat fluktuatif dan cenderung stabil dengan
angka partisipasi murni berkisar antara 89% hingga 92%. Apabila dilihat dari
sisi fokus kecenderungan (2004-2009) tampak bahwa pada tahun 2005,
Provinsi Jawa Tengah memiliki APM yang terendah. Pada tahun 2008 APM
SD/MI di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 92,77%, kemudian pada
tahun 2009 mencapai angka 92,96%, sehingga dibandingkan APM SD/MI
pada tahun 2008 maka APM SD/MI pada tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 0,19%.
25
33. Gambar 2.14.
Angka Partisipasi Murni (SD/MI) di Provinsi Jawa Tengah
Peningkatan APM SD/MI di Provinsi Jawa Tengah cukup stabil karena
adanya program-program pembangunan yang mendukung pembangunan
daerah di sektor pendidikan melalui peningkatan pemerataan akses dan
mutu pendidikan dengan menitikberatkan pada pendidikan dasar -
pendidikan menengah dan peningkatan relevansi kurikulum pendidikan
dengan perkembangan Iptek serta jenjang pendidikan yang lebih tinggi
dengan didukung pangsa pasar kerja dan sarana/prasarana yang
memadai, tanpa diskriminasi usia, kelompok dan jenis kelamin.
Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)
26
34. Gambar 2.15.
Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) di Provinsi Jawa Tengah
Indikator lain untuk mengukur keberhasilan pendidikan di suatu daerah
adalah Angka Partisipasi Kasar baik di tingkat dasar maupun menengah.
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI di Provinsi Jawa Tengah dalam 6
(enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung stabil, dengan peningkatan
APK SD/MI setiap tahunnya. Pada tahun 2005 APK naik menjadi 104.87%
dari tahun 2004 yang sebesar 103,56%, kemudian pada tahun 2006 naik
menjadi 105,25%, pada tahun 2007 naik menjadi 108,01%. Pada tahun 2008
APK SD/MI di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 10,.03%, kemudian
pada tahun 2009 mencapai angka 108,09%, sehingga dibandingkan APK
SD/MI pada tahun 2008 maka APK SD/MI pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar 0,06%.
Rata-rata Nilai Akhir (SMP/MTs)
Rata-rata nilai akhir SMP/MTs menjadi salah satu indikator keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan dasar di suatu daerah. Rata-rata nilai akhir
(SMP/MTs) di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-
2009) cenderung stabil berkisar pada angka 5 hingga 6. Apabila dilihat dari
sisi fokus kecenderungan rata-rata nilai akhir SMP/MTs selama lima tahun
terakhir (2004-2009), tampak bahwa pada tahun 2006 menunjukan titik
tertinggi (6,37), sedangkan pada tahun 2008 menunjukan titik terendah (6,00).
27
35. Gambar 2.16.
Rata-rata Nilai Akhir (SMP/MTs) di Provinsi Jawa Tengah
Pada tahun 2008 rata-rata nilai akhir SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah
mencapai nilai 6,00, kemudian pada tahun 2009 mencapai nilai 6,22,
sehingga dibandingkan rata-rata nilai akhir SMP/MTs pada tahun 2008 maka
rata-rata nilai akhir (SMP/MTs) pada tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 0,22 point.
Rata-rata Nilai Akhir (SMA/SMK/MA)
Gambar 2.17.
Rata-rata Nilai Akhir (SMA/SMK/MA) di Provinsi Jawa Tengah
Nilai akhir SMA/SMK/MA menjadi salah satu indikator keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan menengah di suatu daerah adalah rata-rata nilai
akhir (SMA/SMK/MA) di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir
(2004-2009) cenderung fluktuatif, dimana pada tahun 2006 menjadi titik
tertinggi (7,33). Pada tahun 2008 rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA di Provinsi
Jawa Tengah mencapai nilai 7,06, kemudian pada tahun 2009 mencapai nilai
6,89, sehingga dibandingkan rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA pada tahun
2008 maka rata-rata nilai akhir pada tahun 2009 mengalami penurunan
sebesar 0,17 poin.
28
36. Angka Putus Sekolah SD
Gambar 2.18.
Angka Putus Sekolah SD di Provinsi Jawa Tengah
Tingginya angka putus sekolah adalah indikasi masih kurang meratanya
pendidikan di kalangan masyarakat. Semakin tinggi angka putus sekolah
menandakan bahwa daerah tersebut tidak berhasil melaksanakan
pemerataan pendidikan di daerahnya. Angka Putus Sekolah SD di Provinsi
Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif
dan cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya sehingga dapat
dikatakan bahwa Provinsi Jawa Tengah telah mampu melaksanakan
pemerataan pendidikan. Angka putus sekolah SD pada tahun 2005 turun
menjadi 0,31% dari tahun 2004 yang sebesar 0,33%, kemudian pada tahun
2006 turun menjadi 0,24% dan angka tersebut tidak berubah pada tahun
2007. Pada tahun 2008 Angka Putus Sekolah SD di Provinsi Jawa Tengah
mencapai angka 0,23%, kemudian pada tahun 2009 mencapai angka 0,22%,
sehingga dibandingkan Angka Putus Sekolah SD pada tahun 2008 maka
Angka Putus Sekolah pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar
0,01%.
Angka Putus Sekolah SMP/MTs
Angka Putus Sekolah SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam)
tahun terakhir (2004-2009) cenderung membaik.
29
37. Gambar 2.19.
Angka Putus Sekolah SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan, angka putus sekolah
SMP/MTs pada tahun 2005 menunjukan titik tertinggi (1,20%), dan pada
tahun 2006 menunjukan titik terendah (0,91%). Pada tahun 2008 Angka Putus
Sekolah SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 0,90%,
kemudian pada tahun 2009 mencapai angka 0,64%, sehingga dibandingkan
Angka Putus Sekolah SMP/MTs pada tahun 2008 maka Angka Putus Sekolah
SMP/MTs pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 0,26%.
30
38. Angka Putus Sekolah Menengah
Gambar 2.20.
Angka Putus Sekolah Menengah di Provinsi Jawa Tengah
Angka Putus Sekolah Menengah di Provinsi Jawa Tengah dalam 6
(enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif. Apabila dilihat dari
fokus kecenderungan angka putus sekolah menengah selama lima tahun,
maka pada tahun 2006 angka putus sekolah menengah menunjukan titik
tertinggi (1,23%), dan pada tahun 2008 menunjukan titik terendah (1,10%).
Pada tahun 2008 Angka Putus Sekolah Menengah di Provinsi Jawa Tengah
mencapai angka 1,10%, kemudian pada tahun 2009 mencapai angka 0,77%,
sehingga dibandingkan Angka Putus Sekolah SD pada tahun 2008 maka
Angka Putus Sekolah pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar
1,1%.
31
39. Angka Melek Aksara 15 tahun ke atas
Gambar 2.21.
Angka Melek Aksara 15 Tahun ke atas di Provinsi Jawa Tengah
Angka melek aksara 15 tahun ke atas menjadi salah satu indikator
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) disamping angka harapan hidup,
pendidikan, dan standar hidup. Angka melek aksara 15 tahun ke atas di
Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung
stabil dan meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 angka melek aksara
15 tahun ke atas naik menjadi 87,40% dibandingkan tahun 2004 yang sebesar
86,70%, kemudian pada tahun 2006 naik menjadi 88,24% dan pada tahun
2007 naik menjadi 88,62%. Pada tahun 2008 angka melek aksara 15 tahun ke
atas di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 89,24%, kemudian pada tahun
2009 mencapai angka 89,46%, sehingga dibandingkan angka melek aksara
15 tahun ke atas pada tahun 2008 maka angka melek aksara 15 tahun ke
atas pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 0,22%, yang
disebabkan karena adanya pola regular untuk menuntaskan buta aksara yang
bekerjasama dengan lembaga dan organisasi sosial kemasyarakatan (Aisyah,
NU, BKOW, LMDH) dan melalui pola percepatan yang mendayagunakan
mahasiswa dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik penuntasan
buta aksara dan pada tahun 2008 menunjukan titik terendah.
32
40. Persentase Jumlah Guru yang Layak Mengajar SMP/MTs
Gambar 2.22.
Persentase Guru Layak Mengajar SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah
Jumlah guru layak mengajar menentukan sejauhmana pendidikan yang
akan diterima oleh anak didiknya. Persentase jumlah guru layak mengajar
SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-
2009) mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2005 persentase
jumlah guru layak mengajar SMP/MTs naik menjadi 73% dari tahun 2004
yang sebesar 72%, kemudian pada tahun 2006 naik menjadi 79.87% dan naik
kembali pada tahun 2007 yaitu sebesar 81,66%. Pada tahun 2008 persentase
jumlah guru layak mengajar SMP/MTs di Provinsi Jawa Tengah mencapai
angka 81,75%, kemudian pada tahun 2009 mencapai angka 82,80%,
sehingga dibandingkan persentase jumlah guru layak mengajar SMP/MTs
pada tahun 2008 maka persentase jumlah guru layak mengajar SMP/MTs
pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1,05%.
Persentase Jumlah Guru Layak Mengajar Sekolah Menengah
Jumlah guru layak mengajar menentukan sejauhmana pendidikan yang
akan diterima oleh anak didiknya. Persentase jumlah guru layak mengajar
sekolah menengah di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir
(2004-2009) mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2005
persentase jumlah guru layak mengajar sekolah menengah naik menjadi
33
41. 65,15% dari tahun 2004 yang sebesar 64,39%, kemudian pada tahun 2006
naik menjadi 67,46% dan naik kembali pada tahun 2007 yaitu sebesar
75,13%.
Gambar 2.23.
Persentase Guru Layak Mengajar Sekolah Menengah
di Provinsi Jawa Tengah
Pada tahun 2008 persentase jumlah guru layak mengajar sekolah
menengah di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 75,21%, kemudian pada
tahun 2009 mencapai angka 78,74%, sehingga dibandingkan persentase
jumlah guru layak mengajar sekolah menengah pada tahun 2008 maka
persentase jumlah guru layak mengajar sekolah menengah pada tahun 2009
mengalami peningkatan sebesar 3,53%.
34
42. Analisis Gabungan Sub Agenda Pendidikan (1)
Gambar 2.24.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pendidikan (1)
Pada tahapan analisis gabungan untuk sub agenda pendidikan APM
SD/MI dan angka putus sekolah SD untuk kasus di Provinsi Jawa Tengah,
dapat disimpulkan kondisi yang dicapai sudah cukup stabil, akan tetapi belum
memenuhi target dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mensyaratkan
kondisi APM SD/MI 98% dan angka putus sekolah SD 0,12%. Kondisi yang
cukup stabil ini dapat dilihat dari kondisi APM SD/MI yang bergerak di antara
89%-92% dan angka putus sekolah SD yang bergerak di angka 0,22%-0,33%.
Hal menarik yang ditemukan terkait dengan kondisi indikator ini adalah,
adanya kesesuaian kondisi APM SD/MI dan angka putus sekolah SD pada
tahun 2007 ke 2008, dimana pada tahun 2007 menuju tahun 2008 APM
SD/MI mengalami peningkatan dan angka putus sekolah SD mengalami
penurunan (seperti yang tampak pada Grafik 2.24). Artinya, secara data dapat
disimpulkan bahwa semakin meningkatnya APM SD/MI maka semakin
menurun angka putus sekolah SD, karena semakin tinggi nilai APM SD/MI
maka semakin rendah angka putus sekolah SD sehingga program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dapat tercapai.
35
43. Analisis Gabungan Sub Agenda Pendidikan (2)
Gambar 2.25.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pendidikan (2)
Pada tahapan analisis gabungan untuk sub agenda pendidikan dilihat
dari persentase guru layak mengajar SMP/MTs dan rata-rata nilai akhir
SMP/MTs untuk kasus di Provinsi Jawa Tengah, dapat disimpulkan kondisi
yang dicapai cenderung fluktuaktif dan belum memenuhi target dari
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mensyaratkan rata-rata nilai akhir
SMP/MTs mencapai 6,28. Kondisi yang fluktuatif ini dapat dilihat dari rata-rata
nilai akhir SMP/MTs yang bergerak di antara 5,12-6,37 dan persentase guru
layak mengajar SMP/MTs yang bergerak di angka 72,00%-82,80%
Hal menarik yang ditemukan terkait dengan kondisi indikator ini adalah,
adanya kesesuaian kondisi persentase guru layak mengajar SMP/MTs
dengan rata-rata nilai akhir SMP/MTs pada tahun 2004 ke 2005 dan pada
tahun 2008 menuju 2009 yaitu kedua indikator ini mengalami peningkatan
(seperti yang tampak pada Grafik 2.25). Artinya, secara data dapat
disimpulkan bahwa semakin meningkatnya persentase guru layak mengajar
SMP/MTs maka semakin meningkat pula rata-rata nilai akhir SMP/MTs.
36
44. Analisis Gabungan Sub Agenda Pendidikan (3)
Analisis Gabungan untuk Sub Agenda Pendidikan
90,00
78,74
80,00 75,13 75,21
67,46
70,00 64,39 65,15
60,00 Persentase jumlah guru yang
P ers entas e
50,00 layak mengajar Sekolah
Menengah
40,00
Rata-rata nilai akhir
30,00 (SMA/SMK/MA)
20,00
10,00
5,44 5,46 7,33 7,22 7,06 6,89
0,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Gambar 2.26.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Pendidikan (3)
Pada tahapan analisis gabungan untuk sub agenda pendidikan dilihat
dari persentase guru layak mengajar sekolah menengah dan rata-rata nilai
akhir SMA/SMK/MA untuk kasus di Provinsi Jawa Tengah, dapat disimpulkan
kondisi yang dicapai cenderung fluktuaktif. Kondisi yang fluktuatif ini dapat
dilihat dari rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA yang bergerak di antara 5,44-
7,33 dan persentase guru layak mengajar sekolah menengah yang bergerak
di angka 64,39%-78.74%.
Hal menarik yang ditemukan terkait dengan kondisi indikator ini adalah,
adanya kesesuaian kondisi persentase guru layak mengajar sekolah
menengah dengan rata-rata nilai akhir SMA/SMK/MA pada tahun 2004 ke
2006 mengalami peningkatan (seperti yang tampak pada Grafik 2.26). Artinya,
secara data dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya persentase
guru layak mengajar sekolah menengah maka semakin meningkat pula rata-
rata nilai akhir SMA/SMK/MA.
37
45. KESEHATAN
Umur Harapan Hidup (UHH)
Gambar 2.27.
Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi Jawa Tengah
Umur harapan hidup menjadi salah satu indikator Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) disamping melek huruf, pendidikan, dan standar hidup. Umur
Harapan Hidup (UHH) di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir
(2004-2009) menunjukan kondisi yang cenderung fluktuatif dan naik setiap
tahunnya. Pada tahun 2005 umur harapan hidup naik menjadi 70,60 tahun
dari tahun 2004 yang sebesar 69,70 tahun, kemudian pada tahun 2006 naik
menjadi 70,80 tahun dan naik kembali pada tahun 2007 yaitu sebesar 70,90
tahun. Pada tahun 2008, UHH di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka
71,10 tahun, kemudian pada tahun 2009 mencapai 71,25 tahun, sehingga
dibandingkan UHH pada tahun 2008 maka UHH pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar 0,25 tahun.
38
46. Angka Kematian Bayi (AKB)
Gambar 2.28.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah
Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator dalam sub agenda
kesehatan yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi
Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-2009)
angka kematian bayi di Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi pada
tahun 2005 (23,71%), dan menunjukan titik terendah pada tahun 2006
(11,03%). Pada tahun 2008 Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa
Tengah mencapai angka 9,27%, kemudian pada tahun 2009 mencapai
10,25%, sehingga dibandingkan Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun
2008 maka Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar 0,98%.
39
47. Prevalensi Gizi Buruk
Gambar 2.29.
Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Jawa Tengah
Prevalensi gizi buruk menjadi salah satu indikator dalam sub agenda
kesehatan yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Prevalensi gizi buruk di Provinsi Jawa
Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-2009),
dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Provinsi Jawa
Tengah mencapai titik tertinggi (4,00%), yang disebabkan oleh belum
mantapnya kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan bergizi
seimbang. Pada tahun 2008 prevalensi gizi buruk di Provinsi Jawa Tengah
mencapai angka 4,00%, kemudian pada tahun 2009 mencapai 4,00%,
sehingga dibandingkan prevalensi gizi buruk pada tahun 2008 maka
prevalensi gizi buruk pada tahun 2009 kondisinya stabil/tetap.
40
48. Prevalensi Gizi Kurang
Gambar 2.30.
Prevalensi Gizi Kurang di Provinsi Jawa Tengah
Prevalensi gizi kurang menjadi salah satu indikator dalam sub agenda
kesehatan yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Prevalensi gizi kurang di Provinsi Jawa
Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-2009),
tampak bahwa pada tahun 2007 menunjukan titik terendah (12,00%), yang
disebabkan oleh adanya revitalisasi posyandu. Pada tahun 2008 dan
tahun2009 prevalensi gizi kurang di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka
yang stabil yaitu mencapai nilai 12,00%.
41
49. Persentase Tenaga Kesehatan Perpenduduk
Gambar 2.31.
Persentase Tenaga Kesehatan perpenduduk di Provinsi Jawa Tengah
Persentase tenaga kesehatan perpenduduk menjadi salah satu
indikator dalam sub agenda kesehatan yang menjadi salah satu agenda
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Persentase tenaga
kesehatan perpenduduk di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun
terakhir (2004-2009) cenderung stabil, yaitu berkisar pada angka 0,13%-
0,14%.
42
50. Analisis Gabungan Sub Agenda Kesehatan
Gambar 2.32.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Kesehatan
Berdasarkan data diatas angka kematian bayi di Provinsi Jawa Tengah
dalam dua tahun 2008-2009 mengalami peningkatan yaitu dari 9,27% menjadi
10,25% hal ini didukung dengan masih tetapnya angka prevalensi gizi buruk
pada tahun 2008-2009 yaitu 4,00% serta diikuti pula dengan stabilnya angka
prevalensi gizi kurang pada tahun 2008-2009 di angka 12,00%.
Akan tetapi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengupayakan
berbagai strategi dalam prioritas pembangunan yang terdapat dalam RPJMD
Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2013 yaitu program peningkatan
pemerataan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat dan
pelayanan perseorangan/rujukan yang didukung oleh persebaran sarana dan
prasarana pengembangan profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan
yang memadai dan berkualitas serta mampu menjangkau masyarakat miskin
serta kewenangan urusan wajib yaitu pencegahan dan penanggulangan
penyakit penurunan prevalensi gizi kurang dan prevalensi gizi buruk didukung
oleh program bantuan pangan, jaminan sosial bidang kesehatan bagi anak
keluarga berpendapatan rendah dengan meningkatkan kualitas dan
ketahanan keluarga menuju keluarga kecil bahagia dan program peningkatan
43
51. ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan cadangan pangan
masyarakat, daerah dan perbaikan distribusi pangan.
KELUARGA BERENCANA
Persentase Penduduk ber-KB
Gambar 2.33.
Persentase Penduduk ber-KB di Provinsi Jawa Tengah
Persentase penduduk ber-KB menjadi salah satu indikator dalam sub
agenda keluarga berencana yang menjadi salah satu agenda pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Persentase penduduk ber-KB di
Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung
fluktuatif. Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-
2009), tampak bahwa pada tahun 2007 persentase penduduk ber-KB di
Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi (88,42%), dan pada tahun
2006 menunjukan titik terendah (77,26%), yang disebabkan karena masih
minimnya tenaga penyuluh KB di Provinsi Jawa Tengah, idealnya satu orang
penyuluh KB melayani hanya dua desa, akan tetapi yang terjadi di Provinsi
Jawa Tengah satu orang penyuluh KB melayani empat desa. Pada tahun
2008 persentase penduduk ber-KB di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka
78,09%, kemudian pada tahun 2009 mencapai 78,32%, sehingga
dibandingkan persentase penduduk ber-KB pada tahun 2008 maka
persentase penduduk ber-KB pada tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 0,23%.
44
52. Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk
Gambar 2.34.
Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Jawa Tengah
Persentase laju pertumbuhan penduduk menjadi salah satu indikator
dalam sub agenda keluarga berencana yang menjadi salah satu agenda
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Persentase laju
pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun
terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif. Apabila dilihat dari fokus
kecenderungan selama lima tahun (2004-2009), tampak bahwa pada tahun
2008 persentase laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Tengah
menunjukan titik tertinggi (0,67%), dan pada tahun 2005 menunjukan titik
terendah (-1,29%). Pada tahun 2006 persentase laju pertumbuhan penduduk
di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka 0,63%, kemudian pada tahun 2008
naik mencapai titik tertinggi yaitu 0,67% dan pada tahun 2009 kembali turun
menjadi 0,37%. sehingga dibandingkan persentase laju pertumbuhan
penduduk pada tahun 2008 maka persentase laju pertumbuhan penduduk
pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 0,30%.
Total Fertility Rate (TFR)
Total Fertility Rate (TFR) menjadi salah satu indikator dalam sub agenda
keluarga berencana yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
45
53. meningkatkan kesejahteraan rakyat. TFR di Provinsi Jawa Tengah dalam 6
(enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Gambar 2.35.
Total Fertility Rate (TFR) di Provinsi Jawa Tengah
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-
2009), tampak bahwa pada tahun 2007 TFR di Provinsi Jawa Tengah
menunjukan titik tertinggi (2,3%), dan pada tahun 2006 menunjukan titik
terendah (2,1%). Pada tahun 2007 TFR di Provinsi Jawa Tengah mencapai
angka 2,3%, kemudian pada tahun 2008 dan 2009 tidak mengalami
perubahan yaitu pada angka 2,3%.
46
54. Analisis Gabungan Sub Agenda Keluarga Berencana
Gambar 2.36.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Keluarga Berencana
Pada tahun 2005 persentase penduduk ber-KB mengalami
peningkatan dari 77,65% menjadi 78,26% hal ini menyebabkan persentase laju
pertumbuhan penduduk pada tahun 2005 mengalami penurunan dari 0,8%
menjadi -1,29%. Kondisi ini didukung dengan adanya otonomi daerah yang
diikuti dengan P3GD yang pada akhirnya urusan KB diserahkan ke
kabupaten/kota sehingga terjadi pergeseran program KB yang sentralistik
menjadi desentralistik.
Kondisi tersebut diatas didukung pula dengan adanya prioritas
pembangunan yang terdapat dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun
2008-2013 yaitu program peningkatan pengembangan sistem pengendalian
laju pertumbuhan penduduk dan pengaturan persebarannya melalui fasilitas
program KB dan transmigrasi didukung pula dengan program pelayanan
keluarga berencana dan program pembinaan peranserta masyarakat dalam
pelayan KB mandiri.
47
55. EKONOMI MAKRO
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 2.37.
Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah
Laju pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator dalam sub
agenda ekonomi makro yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-2009),
tampak bahwa pada tahun 2007 laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa
Tengah menunjukan titik tertinggi (5,33%), dan pada tahun 2008 menunjukan
titik terendah (5,46%). Pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi
Jawa Tengah mencapai angka 5.46%, kemudian pada tahun 2009 mencapai
4,71%, sehingga dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008
maka laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 mengalami penurunan
sebesar 0,75%.
48
56. Persentase Ekspor terhadap PDRB
Gambar 2.38.
Persentase Ekspor terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah
Persentase ekspor terhadap PDRB menjadi salah satu indikator dalam
sub agenda ekonomi makro yang menjadi salah satu agenda pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Persentase ekspor terhadap PDRB
di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009)
cenderung fluktuatif. Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima
tahun (2004-2009), tampak bahwa pada tahun 2008 persentase ekspor
terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi (49,74%),
dan pada tahun 2006 menunjukan titik terendah (42,94%). Pada tahun 2008
persentase ekspor terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka
49,74%, kemudian pada tahun 2009 mencapai 46,07%, sehingga
dibandingkan persentase ekspor terhadap PDRB pada tahun 2008 maka
persentase ekspor terhadap PDRB pada tahun 2009 mengalami penurunan
sebesar 3,67%.
Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB
Persentase output manufaktur terhadap PDRB menjadi salah satu
indikator dalam sub agenda ekonomi makro yang menjadi salah satu agenda
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Persentase output
49
57. manufaktur terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun
terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Gambar 2.39.
Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-
2009), tampak bahwa pada tahun 2005 persentase output manufaktur
terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi (33,71%),
dan pada tahun 2006 menunjukan titik terendah (32,85%). Pada tahun 2008
persentase output manufaktur terhadap PDRB di Provinsi Jawa Tengah
mencapai angka 33,08%, kemudian pada tahun 2009 mencapai 31,45%,
sehingga dibandingkan persentase output manufaktur terhadap PDRB pada
tahun 2008 maka persentase output manufaktur terhadap PDRB pada tahun
2009 mengalami penurunan sebesar 1,63%.
50
58. Pendapatan per kapita
Gambar 2.40.
Pendapatan per kapita di Provinsi Jawa Tengah
Pendapatan per kapita menjadi salah satu indikator dalam sub agenda
ekonomi makro yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendapatan per kapita di Provinsi Jawa
Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2005 pendapatan per kapita naik
menjadi 6.275.651,39 juta rupiah dari tahun 2004 yang sebesar 5.220.326,86
juta rupiah, kemudian pada tahun 2006 naik menjadi 7.538.997,91juta rupiah,
pada tahun 2007 naik menjadi 8.281.309,54juta rupiah. Pada tahun 2008
pendapatan per kapita di Provinsi Jawa Tengah mencapai angka
9.522.019,88 juta rupiah, kemudian pada tahun 2009 mencapai angka
10.228.762,63 juta rupiah, sehingga dibandingkan pendapatan per kapita
pada tahun 2008 maka pendapatan per kapita pada tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar 706.742,75 juta rupiah.
51
59. Laju Inflasi
Gambar 2.41.
Laju Inflasi di Provinsi Jawa Tengah
Laju inflasi menjadi salah satu indikator dalam sub agenda ekonomi
makro yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Laju inflasi di Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam)
tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif. Apabila dilihat dari fokus
kecenderungan selama lima tahun (2004-2009), tampak bahwa pada tahun
2005 dan 2008 laju inflasi di Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi
yaitu 15,91% (2005) dan 9,55% (2008), dan pada tahun 2006 menunjukan titik
terendah (6,53%). Pada tahun 2008 laju inflasi di Provinsi Jawa Tengah
mencapai angka 9,55%, kemudian pada tahun 2009 mencapai 3,22%,
sehingga dibandingkan laju inflasi pada tahun 2008 maka laju inflasi pada
tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 6,33%.
52
60. Analisis Gabungan Sub Agenda Ekonomi Makro
Gambar 2.42.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Untuk Sub Agenda Ekonomi Makro
Berdasarkan data tersebut di atas, pada tahun 2006 terjadi penurunan
laju pertumbuhan ekonomi menjadi sebesar 5,33% disebabkan oleh
menurunnya persentase output manufaktur terhadap PDRB yang mencapai
32,85%. Pada tahun 2008 dan 2009, laju pertumbuhan ekonomi kembali
mengalami penurunan yaitu mencapai angka 5,46%, hal ini disebabkan
karena menurunnya persentase output manufaktur terhadap PDRB, lemahnya
peran UMKM dalam pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan berorientasi
ekspor, kurangnya daya saing produk unggulan daerah, masih lambatnya
pengembangan investasi dan akses pasar di Provinsi Jawa Tengah.
53
61. INVESTASI
Nilai Rencana PMA yang Disetujui
Gambar 2.43.
Nilai Rencana PMA yang Disetujui di Provinsi Jawa Tengah
Nilai rencana PMA yang disetujui menjadi salah satu indikator dalam
sub agenda investasi yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Nilai rencana PMA yang disetujui di
Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung
fluktuatif. Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-
2009), tampak bahwa pada tahun 2008 nilai rencana PMA yang disetujui di
Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi yaitu 1.934.813,78 ribu US$,
dan pada tahun 2006 menunjukan titik terendah (142.388,82 ribu US$). Pada
tahun 2008 nilai rencana PMA yang disetujui di Provinsi Jawa Tengah
mencapai 1.934.813,78 ribu US$, kemudian pada tahun 2009 mencapai
467.655,15 ribu US $.
54
62. Nilai Realisasi Investasi PMA
Gambar 2.44.
Nilai Realisasi Investasi PMA di Provinsi Jawa Tengah
Nilai realisasi investasi PMA menjadi salah satu indikator dalam sub
agenda investasi yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Nilai realisasi investasi PMA di Provinsi
Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung fluktuatif.
Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-2009),
tampak bahwa pada tahun 2005 nilai realisasi investasi PMA di Provinsi Jawa
Tengah menunjukan titik tertinggi yaitu 550.512,44 ribu US$, dan pada tahun
2008 menunjukan titik terendah (39.488,86 US$). Pada tahun 2008 nilai
realisasi investasi PMA yang disetujui di Provinsi Jawa Tengah mencapai
39.488,86 ribu US$, kemudian pada tahun 2009 mencapai 9.604,14 ribu US$.
55
63. Nilai Rencana PMDN yang Disetujui
Gambar 2.45.
Nilai Rencana PMDN yang Disetujui di Provinsi Jawa Tengah
Nilai rencana PMDN yang disetujui menjadi salah satu indikator dalam
sub agenda investasi yang menjadi salah satu agenda pembangunan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat Nilai rencana PMDN yang disetujui di
Provinsi Jawa Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir (2004-2009) cenderung
fluktuatif. Apabila dilihat dari fokus kecenderungan selama lima tahun (2004-
2009), tampak bahwa pada tahun 2006 dan 2008 nilai rencana PMDN yang
disetujui di Provinsi Jawa Tengah menunjukan titik tertinggi yaitu 3.831.468,58
juta rupiah (2006) dan 2.578.988,46 juta rupiah (2008), sedangkan pada tahun
2005 dan 2007 menunjukan titik terendah yaitu 1.912.678,00 juta rupiah
(2005) dan 1.306.994,53 juta rupiah (2007). Pada tahun 2008 nilai rencana
PMDN yang disetujui di Provinsi Jawa Tengah mencapai 2.578.988,46 juta
rupiah, kemudian pada tahun 2009 mencapai 1.017.467,10 juta rupiah.
56