SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 26
FUNGSI PENGAWASAN POLITIK DALAM PEMBENTUKAN HUKUM

                            NASIONAL


      ( Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Hukum )




                               Oleh :


                  FREINGKY A. NDAUMANU, S.H.


                     NIM : 11/322217/PHK/06731




PROGRAM PASCASARJARNA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH

                       MADA YOGYAKARTA


                        MAGISTER HUKUM


                                2011



                                                                  1
BAB I

                                  PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG

      Manusia sebagai mahluk sosial hanya dapat mewujudkan kehidupannya dalam

kebersamaan dengan orang lain dengan menjamin kehidupan bersama serta memberi tempat

bagi orang per orang dan kelompok untuk mempertahankan diri dan memenuhi kebutuhan

hidupnya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Untuk itu diperlukan hukum yang

mengatur sehingga konflik kepentingan dapat dicegah, dan tidak menjadi konflik terbuka,

yang semata – mata diselesaikan atas dasar kekuatan atau kelemahan pihak-pihak yang

terlibat.

      Dengan tidak adanya lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memuat arah

untuk mencapai tujuan bernegara yang ditentukan, maka politik hukum yang menyangkut

rencana pembangunan materi hukum di Indonesia pada saat ini termuat di dalam program

legislasi nasional (Prolegnas), artinya kalau kita ingin mengetahui pemetaan atau potret

rencana tentang hukum-hukum apa yang akan dibuat dalam periode tertentu sebagai politik

hukum maka kita dapat melihatnya dari prolegnas tersebut. Prolegnas ini disusun oleh DPR

bersama Pemerintah yang dalam penyusunannya dikordinasikan oleh DPR. Bahwa DPR yang

mengkoordinasikan penyusunan prolegnas ini merupakan konsekuensi logis dari hasil

amandemen pertama UUD 1945 yang menggeser penjuru atau titik berat pembentukan

Undang-Undang dari pemeirntah ke DPR. Seperti diketahui bahwa Pasal 20 ayat (1) UUD

1945 hasil amandemen pertama berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan

membentuk undang-undang”.

      Bahwa prolegnas merupakan wadah politik hukum (untuk jangka waktu tertentu) dapat

dilihat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


                                                                                      2
Perundang-undangan, yang dalam Pasal 16 menggariskan bahwa, “Perencanaan penyusunan

Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas”. Sedangkan untuk setiap daerah, sesuai dengan

Pasal 32 (Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda

Provinsi)    dan Pasal 39 (Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota) UU No.12 Tahun 2011, digariskan juga untuk

membuat program legislasi daerah (Prolegda) agar tercipta konsistensi antar berbagai

peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat sampai ke daerah. Kemudian dari prolegnas

inilah kita dapat melihat setiap jenis undang-undang yang akan dibuat untuk jangka waktu

tertentu sebagai politik hukum.

     Prolegnas merupakan potret politik hukum nasional yang memuat tentang rencana

materi dan sekaligus merupakan instrumen (mekanisme) pembuat hukum. Sebagai materi

hukum Prolegnas dapat dipandang sebagai potret rencana isi atau substansi hukum,

sedangkan instrumen Prolegnas dapat dipandang sebagai pengawal/pengawas dalam

pembentukan hukum nasional.



B. PERUMUSAN MASALAH

     Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah

sebagai berikut : “Bagaimanakah Fungsi Pengawasan Politik Dalam Pembentukan Hukum

Naional ?”




                                                                                       3
BAB II

                                         PEMBAHASAN




A. PENGERTIAN

      Kata pengawasan menurut Henry Fayol sebagaimana dikutip Ni’matul Huda adalah

“control consist in verifying whether everything occur in conformity with the plan adopted,

the instruction issued and principles establish. It has objected to point out weaknesses and

errors in order to reactivity them and prevent recurrence. It operates everything, people

action” (Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan dengan instruksi yang telah digariskan. Ia bertujuan untuk

menunjukkan (menentukan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud

untuk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali.1 Menurut Prayudi, pengawasan

adalah proses kegiatan-kegiatan yang yang membandingkan apa yang dijalankan,

dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau

diperintahkan. Hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai dimana terdapat

kecocokan atau ketidakcocokan, dan apakah sebab-sebabnya.2

        Untuk menjaga agar kaidah-kaidah konsitusi yang termuat dalam Undang-Undang

Dasar dan peraturan perundang-undangan konstitusional lainnya tidak dilanggar atau

disimpangi (baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk

tindakan-tindakan pemerintah lainnya), perlu ada badan serta tata cara mengawasinya. Dalam

literatur yang ada terdapat tiga kategori besar pengujian peraturan perundang-undangan (dan

perbuatan administrasi negara), yaitu:


1
 Huda Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, 2009, hal.103
2
  Atmosudirdjo Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Cetakan kesepuluh, Ghalia Indonesia Jakarta, 1995,
hal.84

                                                                                                   4
1.   Pengujian oleh badan peradilan (judicial review);


       2. Pengujian oleh badan yang sifatnya politik (political review); dan


       3. Pengujian oleh pejabat atau badan administrasi negara (administrative review).3


     Adapun fungsi pengawasan secara umum dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi

prefentif dan fungsi represif. Yang dimaksud dengan fungsi prefentif adalah pengawasan

yang dilakukan sebalum ada kejadian dalam arti lain tindakan ini bisa disebut dengan

tindakan berjaga-jaga atau pencegahan. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan represif,

yaitu tindakan yang dilakukan setelah adanya kejadian, dalam kata lain tindakan ini dapat

diserbu dengan tindakan pemerintah sebagai wujud dari kedaulatan rakyat mempunyai tugas

untuk melaksanakan terhadap amanah yang telah embannya, namun bagaimanapun subjek

pemerintah dalam hal ini aparatur pemerintah tidaklah mutlak untuk senantiasa melaksanakan

fungsi-fungsi yang dimilikinya. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan yang dimiliki

oleh personal yang menjalankan. Oleh karena itu perlu adanya suatu lembaga yang dapat

mengawasi segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah. lembaga yang

mempunyai peran penuh (full power) didalam menjalankan pengawasan adalah Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini tercantum dalam Pasal 20 A UUD 1945 yang berbunyi;

“Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan” dan dipertegas dengan Pasal 21 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang”. Dalam bunyi kedua Pasal tersebut,

disebut secara ekplisit terutama Pasal 21, dengan demikian DPR mempunyai fungsi

pengawasan terhadap proses dari suatu rancangan perundang-undangan, sehingga




3
 Manan Bagir, Empat Tulisan Tentang Hukum, (Bandung: Program Pascasarjana BKU Hukum Ketatanegaraan,
Universitas Padjajaran, 1995), hlm. 3

                                                                                                  5
meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang, oleh karena itu perlu adanya

perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah.




B. TAHAP PERENCANAAN DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL


         Terkait dengan tahapan awal (tahap perencanaan) didalam pembuatan kebijakan Prof.

Budi winarto4 merumuskan tiga tahapan, yaitu: Pertama, perumusan masalah (defining

problem). Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah

masyarakat harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula. Kedua, agenda kebijakan,

yaitu bagaimana masalah tersebut mendapatkan perhatian para pengambil kebijakan ditingkat

pemerintah, dengan cara memenuhi persyaratan-persyaratannya. Ketiga, pemilihan alternatif

kebijakan untuk memecahkan masalah. Biasanya dalam tahap ini para perumus suatu

kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai actor yang terlibat

dalam perumusan kebijakan. Keempat, tahap penetapan kebijakan, setelah melalui beberapa

tahapan-tahapan diatas maka yag terakhir dalam tingkatan ini adalah tahap penetapan

kebijakan tersebut, supaya memiliki kekuatan hukum. Penetapan kebijakan publik disini

dapat berbentuk Undang-Undang, Yurisprudensi, Keputusan presiden, keputusan-keputusan

menteri dan lain sebagainya. Dalam proses perencanaan ini, lembaga pemerintah mempunyai

instrumen dasar didalam merumuskan program-program yang akan dilakukannya baik yang

berupa jangka pendek atau jangka panjang, yaitu melaluli Program Legislasi Nasional

(Prolegnas), adapun yang berwenang untuk menentukan komposisi lembaga ini adalah

presiden bersama Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Ditingkat daerah dikenal dengan

Program Legislasi Daerah (Prolegda).

4
    Winarto Budi, Kebijakan Publik Teori Dan Proses, Media Pressindo Edisi Revisi 2008, hal 120-123

                                                                                                      6
Dasar Pertimbangan Penyusunan Prolegnas



1. Landasan Filosofis

     Pembentukan undang-undang yang terencana, sistematis, terarah, terpadu dan

menyeluruh melalui Prolegnas diharapkan dapat mengarahkan pembangunan hukum,

mewujudkan konsistensi peraturan undang-undang, serta meniadakan pertentangan antara

undang-undang yang ada (vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada terciptanya

hukum yang dapat melindungi hak-hak warga negara dan dapat menjadi sarana untuk

mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Proses pembentukan undang-undang memberikan

arah dan pedoman bagi terwujudnya cita-cita kehidupan bangsa dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.



2. Landasan Sosiologis

       Salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Sebagai perwujudan hukum, pembentukan undang-undang

harus sesuai dengan nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sekalipun

memang tidak mungkin semua nilai yang ada di dalam masyarakat dimuat dalam suatu

undang-undang.

     Adapun wujud dari penempatan rakyat sebagai subyek dalam legislasi adalah pelibatan

masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang. Artinya pembentukan undang-

undang harus dilakukan secara transparan, partisipatif, dan demokratis sehingga masyarakat

dapat terlibat dalam lahirnya suatu undang-undang. Dalam rangka mendapatkan gambaran

kebutuhan hukum dalam masyarakat, perencanaan Prolegnas Tahun 2010 – 2014 meminta

masukan dari berbagai kalangan masyarakat yang meliputi kalangan akademisi, organisasi


                                                                                        7
kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, kalangan pelaku usaha,

lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan petani, nelayan, pekerja dan unsur masyarakat

lainnya. Dengan disusunnya Prolegnas diharapkan dapat dihasilkan kebijakan yang sesuai

dengan aspirasi masyarakat, mengandung perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi

manusia, serta mempunyai daya guna yang efektif dalam masyarakat.



3. Landasan Yuridis

     Prolegnas sebagai instrumen perencanaan pembangunan hukum tidak terlepas dari

upaya pengembangan dan pemantapan sistem hukum nasional. Prolegnas sebagai instrumen

perencanaan pembentukan undang-undang semakin penting jika dikaitkan dengan fungsi dan

kedudukan DPR sebagai pembentuk undang-undang sebagaimana ditegaskan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

     Konstitusi kita telah mengamanatkan perlunya penataan sistem hukum nasional yang

dilakukan secara menyeluruh dan terpadu yang didasarkan pada cita-cita Proklamasi dan

amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), yang

menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum harus

menjunjung tinggi supremasi hukum, mengakui persamaan kedudukan di hadapan hukum

dan menjadikan hukum sebagai landasan operasional dalam menjalankan sistem

penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Upaya membangun

sistem hukum nasional, tidak dapat dilepaskan dari kerangka fungsi legislasi yang telah diatur

secara jelas dan tegas dalam konstitusi. Sesuai ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR merupakan pemegang

kekuasaan pembentuk undang-undang. Hal ini merupakan perubahan mendasar, karena

menempatkan DPR sebagai pelaku sentral dalam pembentukan undang-undang.




                                                                                            8
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan              mengatur bahwa ”Program legislasi nasional adalah

instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara

berencana, terpadu, dan sistematis”. Dengan demikian Program Legislasi Jangka Menengah

dapat berarti instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun

secara terencana, terpadu, dan sistematis selama 5 (lima) tahun. Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan

berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi

kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan

materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan,

dan keterbukaan.5



      Maksud Penyusunan Prolegnas, yaitu :

      1. Memberikan landasan perencanaan dan arahan yang sistematis dan berkelanjutan

          terhadap pembangunan jangka menengah yang berlandaskan kemampuan nasional

          dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mewujudkan

          masyarakat adil makmur.

      2. Mengintegrasikan pembangunan nasional di bidang hukum secara spesifik diarahkan

          pada pembenahan dan penguatan sistem hukum nasional yang didasarkan pada

          konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tuntutan

          reformasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi;

      3. Meningkatkan sinergi antarlembaga yang berwenang membentuk undang-undang di

          tingkat pusat.




5
    www.google.com; Program Legislasi Nasional Tahun 2010 – 2014, hal.5-7

                                                                                         9
Tujuan Penyusunan Prolegnas

                  1. Mewujudkan negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan

                     sistem hukum nasional dengan membentuk undangundang yang aspiratif dan

                     progresif, serta berasaskan kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan

                     keadilan demi terwujudnya kemandirian bangsa;

                  2. Mewujudkan supremasi hukum yang berlandaskan pada rasa keadilan dan

                     nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat yang demokratis;

                  3. Mewujudkan penyempurnaan substansi hukum yang tidak sesuai dengan

                     tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang demokratis; dan

                  4. Mewujudkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diharapkan

                     mampu membawa perubahan menuju masyarakat demokratis dan berkeadilan,

                     serta berorientasi pada pengaturan perlindungan hak – hak asasi manusia

                     dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan jender.6




C. TAHAP PALAKSANAAN DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL

            Prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan, selain sebagian ditentukan

dalam UU No. 12 Tahun 2011, secara rinci juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61

tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional dan Peraturan

Presiden Nomor 68 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU, Ran-perpu, Ran-PP, dan Ran-

Perpres. Dalam Perpres 61 ditentukan bahwa penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR-RI

dikoordinasikan oleh Badan Legislasi sedangkan penyusunan Prolegnas dilingkungan

Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri (Menteri Hukum dan HAM). Dalam rangka

pembentukan hukum tertulis yang sinkron antara kepentingan DPR dan pemerintah,


6
    Ibid. hal.4

                                                                                             10
semestinya hasil penyusunan Prolegnas yang dilakukan dilingkungan DPR-RI dan

Pemerintah disinergikan dengan memperhatikan konsepsi RUU yang meliputi:

             1. Latar belakang dan tujuan penyusunan;

             2. Sasaran yang akan diwujudkan;

             3. Pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur; dan

             4. Jangkauan dan arah pengaturan.

     Terkait dengan penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah, Menteri/Kepala

Bappenas meminta kepada menteri lain dan pimpinan LPND mengenai perencanaan

pembentukan RUU di lingkungan instansinya masing-masing sesuai dengan lingkup bidang

tugas dan tanggung jawabnya. Penyampaian perencanaan pembentukan RUU tersebut harus

disertai dengan pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan peraturan

perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini menteri lain atau pimpinan LPND perlu

menyertakan naskah akademis, agar semua pihak dapat memahami urgensi pengusulan

rencana pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Menteri Hukum dan HAM

yang berwenang melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU

dengan penyusun perencanaan (pemrakarsa) bersama-sama dengan menteri lain dan

pimpinan LPND yang terkait dengan substansi RUU. Upaya pengharmonisasian, pembulatan,

dan pemantapan konsepsi RUU diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi dengan:

             a. Falsafah negara;

             b. Tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya;

             c. UUD Negara RI Tahun 1945;

             d. Undang-undang      lain   yang   telah   ada   berikut   segala   peraturan

                 pelaksanaannya;




                                                                                        11
e. Kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang diatur dengan RUU

                   tersebut.7

     Implementasi upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU

dilaksanakan melalui forum konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri/Kepala Bappenas.

Dalam hal konsepsi RUU yang diajukan disertai dengan naskah akademis, maka naskah

akademis

dijadikan bahan pembahasan dalam forum konsultasi. Dalam forum konsultasi tersebut, dapat

diundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi dan organisasi di bidang sosial, politik,

profesi, atau kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

     Konsepsi RUU yang telah memperoleh pengharmonisasian, pembulatan, dan

pemantapan konsepsi wajib dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada Presiden agar

dapat menjadi bagian dari Prolegnas usulan Pemerintah sebelum dikoordinasikan dengan

DPR-RI. Dalam hal Presiden memandang perlu kejelasan lebih lanjut terhadap konsepsi

RUU, Presiden menugaskan Menteri untuk mengkoordinasikan kembali konsepsi RUU

dengan penyusun perencanaan dan menteri lain atau pimpinan LPND yang terkait. Hasil

koordinasi tersebut oleh Menteri dilaporkan kembali kepada Presiden. Untuk selanjutnya

Menteri menyampaikan hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah kepada DPR-

RI melalui Badan Legislasi dalam rangka sinkronisasi dan

harmonisasi Prolegnas. Demikian pula sebaliknya terhadap hasil penyusunan Prolegnas di

lingkungan DPR-RI dikonsultasikan kepada pemerintah dalam rangka pengharmonisasian,

pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU. Jika penyusunan Prolegnas dilakukan secara

cemat dan matang akan membawa kemudahan dalam penyusunan peraturan perundang –




7
 www.google.com; Laporan Penelitian Pengawasan Terhadap Produk Hukum Daerah Dalam Rangka
Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional, Kerjasama DPD RI dengan Pusat Kajian Dampak Regulasi Dan
Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Agustus 2009, hal. 44-46

                                                                                              12
undangan.8 Terhadap penyusunan RUU yang dilakukan pemrakarsa berdasarkan usulan RUU

dalam Prolegnas, tidak diperlukan lagi adanya persetujuan izin prakarsa dari Presiden.

Pemrakarsa cukup melaporkan penyiapan dan penyusunan RUU kepada Presiden secara

berkala. Berbeda halnya jika Pemrakarsa mengajukan usul RUU di luar Prolegnas hanya

karena alasan “dalam keadaan tertentu”, maka pemrakarsa terlebih dahulu harus mengajukan

permohonan izin prakarsa kepada Presiden, dengan disertai penjelasan mengenai konsepsi

pengaturan RUU yang meliputi:

            a. Urgensi dan tujuan penyusunan;

            b. Sasaran yang ingin diwujudkan;

            c. Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan

            d. Jangkauan serta arah pengaturan.

      Keadaan tertentu di atas meliputi: (a) menetapkan Perpu menjadi UU; (b) meratifikasi

konvensi atau perjanjian internasional; (c) mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik,

atau bencana alam; (d) keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional

atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menteri. Dengan adanya

ketentuan seperti ini, keinginan DPR-RI dan Pemerintah untuk meratifikasi konvensi atau

penjanjian internasional setiap saat bisa dilakukan. Dalam proses pembahasan (baik antardep

maupun di DPR) lebih mudah dibandingkan dengan penyusunan RUU biasa karena

substansinya hanya 2 Pasal. Dalam mempersiapkan RUU, sebagaimana dilakukan selama ini,

pengaturan dalam Perpres 68 ditentukan mengenai pembentukan panitia antadepartemen dan

pemrakarsa dapat mempersiapkan naskah akademisnya terlebih dahulu. Dalam rapat

antardepartemen, pemrakarsa dapat mengundang pakar baik dari perguruan tinggi maupun

pihak lainnya. Setelah RUU selesai dibahas, pemrakarsa diberikan kesempatan untuk



8
 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Preside

                                                                                                  13
mengadakan sosialiasi kepada masyarakat (sebagai asas keterbukaan) untuk mendapatkan

masukan atas substansi RUU.

           Jika proses ini dapat dilakukan secara jelas dan taat asas, dengan sendirinya dapat

mengurangi terjadinya inkonsistensi peraturan perundang-undangan yang selama ini sangat

mewarnai kondisi hukum tertulis di Indonesia. Ketaataan pembentukan hukum di tingkat

pusat ini memegang peran penting dalam rangka menata hukum nasional karena sejalan

dengan asas hukum bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, dapat dengan mudah

diterapkan. Problem yang terjadi saat ini peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

dengan sendirinya dibatalkan padahal peraturan perundang-undangan di tingkat pusat belum

terbentuk secara harmonis dan konsisten.9



D. PROGRAM LEGISLASI DAERAH: KORELASINYA DENGAN PROLEGNAS

         Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan

otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum

yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi dapat dibentuk secara sistematis,

terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Dasar hukum Prolegda

tercantum dalam Pasal 32 yang menentukan: “Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah

dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah Provinsi” dan Pasal 39 Undang – Undang

Nomor 12 Tahun 2011, yang menentukan: “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota”. Prolegda dimaksudkan untuk

menjaga agar produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan

sistem hukum nasional. Berdasarkan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, Prolegda adalah

instrumen perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana,


9
    Op.cit.,hal. 46-49

                                                                                           14
terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan

Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari

sistem perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Prolegda

merupakan pedoman dan pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat lembaga

yang berwenang membentuk Peraturan Daerah.

     Menurut Oka Mahendra, ada beberapa alasan obyektif perlunya Prolegda yaitu untuk :

        1. Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai “permasalahan

           pembentukan Peraturan Daerah”;

        2. Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk

           jangka panjang, menengah atau jangka pendek

        3. Menjadi pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah;

        4. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan

           Daerah;

        5. Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan

           kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang

           ditetapkan;

        6. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah.



       Walaupun UU No. 12 Tahun 2011 dan UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan perlunya

Prolegda, namun tidak ditentukan mekanisme penyusunan Prolegda. Pedoman penyusunan

Prolegda saat ini diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004

tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri

yang ditetapkan pada tanggal 26 Agustus 2004 merupakan diskresi yang dibuat dengan

pertimbangan:


                                                                                       15
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan daerah belum diprogramkan sesuai

              dengan kewenangan daerah, sehingga dalam penerbitan peraturan perundang-

              undangan daerah tidak sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan,

              pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat;

          2. Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas penyusunan peraturan

              perundang-undangan di daerah.

          Jika dicermati substansi Kepmen belum mampu mengatur secara jelas mekanisme dan

prosedur serta pertanggungjawaban penyusunan Prolegda dalam rangka manajemen

pembentukan peraturan di daerah yang dapat mendorong terwujudnya RPJPD dan RPJMD.

Secara garis besar ketentuan pengaturan tersebut sangat sumir dan normatif hanya

menentukan kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap Prolegda di tingkat provinsi dan

kabupaten/kota.10

         Selain itu, Ketika berlaku UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintah mulai melakukan

koreksi terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dengan menerapkan empat model pengawasan

terhadap produk hukum daerah. Pertama, executive preview, yakni terhadap rancangan

Peraturan Daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum

disahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk

Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Kedua, executive

review (terbatas), yakni apabila hasil evaluasi Raperda tentang APBD dan rancangan

Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dinyatakan

bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi    tidak   ditindaklanjuti   oleh   Gubernur/Bupati/Walikota   bersama    DPRD      dan

Gubernur/Bupati/Walikota tetap menetapkan Raperda tersebut menjadi Perda dan Peraturan.

Gubernur/Bupati/ Walikota, Menteri Dalam Negeri untuk Provinsi dan oleh Gubernur untuk

10
 www.google.com; Laporan Penelitian Pengawasan Terhadap Produk Hukum Daerah Dalam Rangka
Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional, Op.cit., hal. 56-57

                                                                                           16
Kabupaten/Kota membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tersebut.

Ketiga, pengawasan represif, berupa pembatalan (executive review) terhadap semua Peraturan

Daerah dilakukan oleh Presiden melalui Peraturan Presiden. Keempat, pengawasan preventif,

yakni terhadap rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD baru dapat dilaksanakan

setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan Gubernur bagi

kabupaten/kota.

     Dalam konteks NKRI penyusunan Prolegda harus sinkron dengan Prolegnas sehingga

tujuan pengaturan legislasi secara nasional dapat terwujud. Agar di dalam pembuatan UU dan

Perda terbangun konsistensi isi dengan nilai-nilai Pancasila dan ketentuan konstitusi.

Keharusan adanya Prolegnas dan prolegda dimaksudkan agar semua UU dan Perda yang akan

dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945

melalui perencanaan dan pembahasan yang matang. Di dalam prolegnas dan prolegda ini

diatur pula mekanisme pembuatan UU yang tidak boleh dilanggar dengan konsekuensi jika

mekanisme itu dilanggar dapat dibatalkan melalui pengujian oleh lembaga yudisial. Untuk

UU pengujiannya terhadap UUD dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, sedangkan pengujian

Perda terhadap peraturan yang lebih tinggi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Berdasar Pasal

Pasal 24A Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap

peraturan perundang – undangan yang secara hirarkis lebih tinggi.

     Menurut Moh. Mahfud MD, Prolegnas dan Prolegda menjadi penyaring isi (penuangan)

Pancasila dan UUD di dalam UU dan Perda dengan dua fungsi. Pertama, sebagai potret

rencana isi hukum untuk mencapai tujuan _oloni yang sesuai dengan Pancasila selama lima

tahun; di sini rencana isi hukum dapat dibicarakan lebih dulu agar sesuai dengan Pancasila.

Kedua, sebagai mekanisme atau dan prosedur pembuatan agar apa yang telah ditetapkan

sebagai rencana dapat dilaksanakan dengan prosedur dan mekanisme yang benar.




                                                                                        17
Kesalahan isi (misalnya bertentangan dengan UUD atau bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi) dan kesalahan prosedur dan mekanisme (misalnya

pembuatannya tidak menurut tingkat-tingkat pembahasan yang ditentukan atau tidak

memenuhi korum) dapat dimintakan (digugat) pembatalan melalui pengujian oleh lembaga

yudisial (judicial review) ke MK (untuk pengujian UU terhadap UUD) _oloni MA (untuk

pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi). Dengan demikian lembaga yudisial (MK dan MA) melakukan

pengujian baik secara material (uji materi) maupun secara formal (uji prosedur).

     Pengelolaan Prolegda mempersyaratkan pula kemampuan untuk melakukan fungsi-

fungsi manajemen dengan baik yaitu fungsi perencanaan, penggerakan dan fungsi

pengawasan. Sehubungan dengan fungsi perencanaan setidak-tidaknya ada 3 (tiga) hal yang

perlu diperhatikan dalam pengelolaan Prolegda yaitu:

       1. Pemahaman peta permasalahan yang berkaitan dengan prioritas Prolegda dan

           sumber daya yang ada, serta cara-cara mengatasinya.

       2. Perlunya koordinasi, konsistensi antar berbagai kegiatan, penggunaan sumber

           daya dalam pelaksanaan prioritas, penyusunan rancangan Peraturan Daerah

           berdasarkan Prolegda.

       3. Penerjemahan secara cermat dan akurat Prolegda kedalam kegiatan konkrit yang

           terjadwal dengan dukungan dana yang memadai.

     Prolegnas dan Prolegda yang dibuat untuk masa lima tahun dapat dipenggal-penggal ke

dalam program legislasi tahunan sebagai prioritas pelaksanaan berdasar anggaran yang

disediakan. Sekalipun terdapat daftar prioritas penyusunan RUU dalam Prolegnas, akan tetapi

dimungkinkan dibentuk RUU baru dengan tujuan tertentu (kemendesakan). Selain itu RUU

tersebut memang diperlukan dalam rangka menindaklanjuti putusan MK yang membatalkan

suatu UU. Keharusan segera dibentuk UU ini guna mengisi kevakuman hukum yang timbul.


                                                                                        18
Untuk tingkat daerah pun demikian, tatkala terdapat Perda yang dibatalkan atau munculnya

kondisi khusus yang memerlukan segera pengaturan maka dimungkinkan hal itu dilakukan,

agar tidak terjadi kevakuman dan kegoncangan kondisi akibat situasi khusus tersebut.11




E. TAHAPAN HASIL DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL

         Pembentukan undang-undang melalui Prolegnas diharapkan dapat mewujudkan

konsistensi undang-undang, serta meniadakan pertentangan antar undang-undang (vertikal

maupun horizontal) yang bermuara pada terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna,

dan demokratis. Selain itu dapat mempercepat proses penggantian materi hukum yang

merupakan peninggalan masa kolonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum

masyarakat. Sebagai instrumen mekanisme perencanaan hukum yang menggambarkan

sasaran politik hukum secara mendasar, Prolegnas dari aspek isi atau materi hukum (legal

substance) memuat daftar Rancangan Undang-Undang yang dibentuk selaras dengan tujuan

pembangunan hukum nasional yang tidak dapat dilepaskan dari rumusan pencapaian tujuan

Negara bagaimana dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial. Dalam tataran konkrit, sasaran politik hukum nasional harus

mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sebagai arah dan

prioritas pembangunan secara menyeluruh yang dilakukan secara bertahap untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


11
     Ibid, hal. 63-66

                                                                                         19
F. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

        Prolegnas merupakan kerja bersama antara DPR dengan Pemerintah, yang dikoordinasi

oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi. Dipihak lain juga

Pemerintah, yang berhak mengajukan inisiatif RUU, menyusun juga prolegnas yang

dikoordinasikan oleh Menhukham. Dalam kenyataan, tampak bahwa Prolegnas sebagai

sebagai sebuah instrumen pengarah dalam pembangunan dan pembentukan hukum belum

memenuhi standar sebagai satu politik hukum yang menggambarkan arah kedepan yang

dilakukan berdasarkan satu analisis kebijakan yang disusun atas dasar tujuan dan

dasar/falsafah negara, melainkan baru merupakan satu daftar keinginan (wish list), karena

yang muncul baru sebatas judul RUU, yang kadang-kadang mengalami duplikasi, di mana

dua RUU judulnya sama. Di tingkat daerah persoalan kualitas peraturan daerah sangat buruk,

sehingga harus dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, karena bertentangan dengan Undang-

Undang diatasnya, melanggar HAM dan bersifat diskriminatif.12 Terkait dengan hubungan

antarkelembagaan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Pusat dan

daerah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 16, Pasal 32 dan Pasal UU Nomor 12 Tahun

2011, Departemen Hukum dan HAM mempunyai fungsi koordinasi dalam penyusunan

program legislasi nasional. Sebagai instansi vertikal, peran Kantor Wilayah Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat menjembatani kesenjangan komunikasi dan

koordinasi dalam pembentukan peraturan daerah, untuk meminimalisasi terjadinya tumpang

tindih dan pertentangan peraturan di tingkat Pusat dan daerah. Namun, dalam

pelaksanaannya, koordinasi dan komunikasi tersebut belum berjalan dengan baik karena

adanya pendapat bahwa tidak ada landasan hukum yang memerintahkan pemerintah daerah

harus berkoordinasi dengan kantor wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

dalam proses penyusunan peraturan daerah, selain kepada Departemen Dalam Negeri sebagai


12
     Harian Kompas tanggal 15 November, 2010

                                                                                       20
instansi pembina daerah. Disharmoni peraturan perundang-undangan juga terjadi karena

egoisme sektoral kementerian/lembaga dalam proses perencanaan dan pembentukan hukum.

Terkait dengan kualitas peran lembaga penegak hukum, walaupun berbagai langkah

perbaikan terus menerus dilakukan, pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Terjadinya

kasus korupsi beberapa tahun ini justru terjadi di lingkungan lembaga penegak hukum. Hal

tersebut akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

penegak hukum. Faktor penyebabnya antara lain fungsi pengawasan internal dan eksternal

pada lembaga-lembaga penegak hukum belum secara optimal memberikan sanksi yang

memberikan efek jera. Sebagai bagian dari sistem hukum secara keseluruhan, masyarakat

mempunyai peran yang penting untuk mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri, yang

didukung oleh politik hukum yang tinggi dari Pemerintah. Namun, kendala masih dihadapi,

terutama masih minimnya pemberian akses terhadap keadilan dalam arti luas (pendidikan,

kesehatan, politik, budaya, hukum, ekonomi, teknologi, dan lain-lain) atas partisipasi aktif

masyarakat dengan didukung oleh peraturan dan perundang-undangan.




                                                                                         21
BAB III

                                        PENUTUP




A. KESIMPULAN

        Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan

antara lain :

      Bahwa didalam menjalankan fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum

nasional adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini tercantum dalam Pasal 20 A UUD

1945 yang berbunyi; “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,

dan fungsi pengawasan” dan dipertegas dengan Pasal 21 yang berbunyi: “Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang”. Dalam bunyi kedua

Pasal tersebut, disebut secara ekplisit terutama Pasal 21, dimana DPR mempunyai fungsi

pengawasan yang mana objek dari pengawasan disini meliputi aparatur pemerintah, produk

hukum yang dihasilkan, serta sarana yang digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan

fungsi-fungsinya sehingga meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang, oleh

karena itu perlu adanya perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah.

      Bahwa prolegnas merupakan wadah politik hukum, hal ini diatur dalam Undang-undang

Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dalam

Pasal 16 menggariskan bahwa, “Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam

Prolegnas”. Sedangkan untuk setiap daerah, sesuai dengan Pasal 32 yang berbunyi;

“Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda Provinsi”

dan Pasal 39 “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam

Prolegda Kabupaten/Kota”. Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan

perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.


                                                                                         22
Berdasarkan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, Prolegda adalah instrumen perencanaan

pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.

Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun

berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem perundang-

undangan yang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

     Bahwa dalam kenyataan, tampak bahwa Prolegnas sebagai sebagai sebuah instrumen

pengarah dalam pembangunan dan pembentukan hukum belum memenuhi standar sebagai

satu politik hukum yang menggambarkan arah kedepan yang dilakukan berdasarkan satu

analisis kebijakan yang disusun atas dasar tujuan dan dasar/falsafah negara, melainkan baru

merupakan satu daftar keinginan (wish list), karena yang muncul baru sebatas judul RUU,

yang kadang-kadang mengalami duplikasi, di mana dua RUU judulnya sama. Di tingkat

daerah persoalan kualitas peraturan daerah sangat buruk, sehingga harus dibatalkan oleh

Pemerintah Pusat, karena bertentangan dengan Undang-Undang diatasnya, melanggar HAM

dan bersifat diskriminatif




B. SARAN

     Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan saran yang dapat

penulis rekomendasikan sebagai berikut :

     Bahwa fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional, dalam

kenyataannya belum dapat berjalan sebagimana mestinya, untuk itu harus di upayakan oleh

Pemerintah untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan

perlu dilakukan secara terus menerus sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan hal ini perlu


                                                                                        23
ditindaklanjuti dengan serius. Sebagai pengemban fungsi law center, Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia diharapkan mampu memberikan masukan sekaligus melakukan

harmonisasi dalam perumusan kebijakan pembentukan hukum serta menjadikan program

legislasi daerah sebagai bagian yang sinkron dengan program legislasi nasional sehingga

kebijakan pembentukan hukum di daerah tetap berada dalam kerangka kebijakan

pembentukan hukum nasional.

     Bahwa perlu adanya keterbukaan informasi yang didukung oleh fasilitas teknologi

informasi dapat meningkatkan akses masyarakat yang membutuhkan informasi permasalahan

mengenai hukum, termasuk peraturan perundang-undangan, dan juga belum memadainya

sistem technology informations (IT) di Pemda khususnya daerah kabupaten, kondisi giografis

dan transportasi, keterbatasan sumber daya manusia di Depdagri dan Depkeu yang bertugas

melakukan    pengawasan    langsung.   Oleh   karenanya   untuk   mendukung     suksesnya

pembangunan hukum nasional, perlu adanya penguatan sumber daya terkait IT maupun

SDM-nya.




                                                                                       24
DAFTAR PUSTAKA



A. BUKU – BUKU :
Atmosudirdjo Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Cetakan kesepuluh, Ghalia Indonesia
       Jakarta, 1995
Huda Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, 2009
____________, “Implikasi Pengawasan Produk Hukum Daerah Terhadap Pembangunan
       Hukum       Nasional” Makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD)
       kerjasama antara Dewan Perwakilan Daerah RI dengan Pusat Kajian Dampak
       Regulasi dan Otonomi Daerah Fakultas Hukum UGM dengn DPD RI, Yogyakarta, 17
       Juli 2009
Manan Bagir, Empat Tulisan Tentang Hukum, (Bandung: Program Pascasarjana BKU
       Hukum Ketatanegaraan, Universitas Padjajaran, 1995)
Winarto Budi, Kebijakan Publik Teori Dan Proses, Media Pressindo Edisi Revisi, 2008




B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN :
UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
       Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
       Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden




C. INTERNET :
www.google.com; Laporan Penelitian Pengawasan Terhadap Produk Hukum Daerah Dalam
       Rangka Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional, Kerjasama DPD RI dengan
       Pusat Kajian Dampak Regulasi Dan Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas
       Gadjah Mada Agustus 2009
                                                                                      25
www.google.com; Program Legislasi Nasional Tahun 2010 – 2014




                                                               26

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi NegaraMuslimin B. Putra
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)Tri Widodo W. UTOMO
 
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...Ian Setiawan
 
Organisasi & Manajemen Pemerintahan
Organisasi & Manajemen PemerintahanOrganisasi & Manajemen Pemerintahan
Organisasi & Manajemen PemerintahanTri Widodo W. UTOMO
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnDella Mega Alfionita
 
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)Muhammad Raihan Imamnawi
 
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARASiti Sahati
 
Organisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraOrganisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraSiti Sahati
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraNina Ruspina
 
3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahanDian Oktavia
 
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...Yanels Garsione
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraNakano
 
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDA
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDADASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDA
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDAAde Suerani
 
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan PemerintahBab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan PemerintahIsaka Yoga
 

La actualidad más candente (20)

Obyek Hukum Administrasi Negara
Obyek Hukum Administrasi  NegaraObyek Hukum Administrasi  Negara
Obyek Hukum Administrasi Negara
 
siklus kebijakan publik
siklus kebijakan publiksiklus kebijakan publik
siklus kebijakan publik
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
 
Kajian otsus papua
Kajian otsus papuaKajian otsus papua
Kajian otsus papua
 
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
Pengertian perbandingan administrasi negara dan ilmu perbandingan administras...
 
Perbandingan UU Pemda
Perbandingan UU PemdaPerbandingan UU Pemda
Perbandingan UU Pemda
 
Organisasi & Manajemen Pemerintahan
Organisasi & Manajemen PemerintahanOrganisasi & Manajemen Pemerintahan
Organisasi & Manajemen Pemerintahan
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
 
Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan
 
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htnPengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
Pengertian, perbedaan dan persamaan han dan htn
 
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
Hukum Administrasi Negara (analisis) (pertambangan)
 
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
 
Organisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi NegaraOrganisasi Administrasi Negara
Organisasi Administrasi Negara
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negara
 
3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan
 
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negara
 
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDA
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDADASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDA
DASAR-DASAR PEMBENTUKAN PERDA
 
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan PemerintahBab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
Bab 2 Hukum Administrasi Negara Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Pemerintah
 

Similar a Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional

MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfMAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfAgusDermawan12
 
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaraPertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaratondy lbh
 
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.henrifayol2
 
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptx
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptxProses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptx
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptxEgi Fahroji
 
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruTugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruairlangga03
 
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptxFungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptxPutriRahayuWidjayant
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLatuulll
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLatuulll
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docxSofyan40
 
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011Operator Warnet Vast Raha
 
Pancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesiaPancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesiatowetoe
 

Similar a Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional (20)

Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negaraPeranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
 
Legislasi dprd
Legislasi dprdLegislasi dprd
Legislasi dprd
 
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfMAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
 
Legislations sahril
Legislations sahrilLegislations sahril
Legislations sahril
 
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaraPertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
 
Legislations
LegislationsLegislations
Legislations
 
Legislations
LegislationsLegislations
Legislations
 
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
Implementasi Hukum Adminstrasi Pelayanan Publik dalam OSS RBA.
 
Penggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesia
Penggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesiaPenggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesia
Penggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesia
 
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptx
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptxProses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptx
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.pptx
 
Legal drafting
Legal draftingLegal drafting
Legal drafting
 
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruTugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
 
Dasar dasar politik hukum
Dasar dasar politik hukumDasar dasar politik hukum
Dasar dasar politik hukum
 
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptxFungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
Fungsi dan aktivitas administrasi negara fix.pptx
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docx
 
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
 
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
Makalah kebijakan penyusunan_prolegnas_ruu_prioritas_tahun_2011
 
Pancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesiaPancasila dalam sistem politik indonesia
Pancasila dalam sistem politik indonesia
 

Más de Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia

Más de Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia (15)

Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
 
Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...
Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...
Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...
 
Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga p...
Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga p...Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga p...
Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga p...
 
Kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori leon duguit dan aplikasin...
Kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori leon duguit dan aplikasin...Kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori leon duguit dan aplikasin...
Kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori leon duguit dan aplikasin...
 
Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...
Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...
Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...
 
Tinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenang
Tinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenangTinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenang
Tinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenang
 
Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...
Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...
Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...
 
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisiplinerKebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
 
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINERKEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
 
Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...
Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...
Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...
 
Teori hukum
Teori hukumTeori hukum
Teori hukum
 
Sinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukumSinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukum
 
Ketidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridis
Ketidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridisKetidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridis
Ketidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridis
 
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunan
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunanPeranan filsafat pancasila dalam pembangunan
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunan
 
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
 

Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional

  • 1. FUNGSI PENGAWASAN POLITIK DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL ( Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Hukum ) Oleh : FREINGKY A. NDAUMANU, S.H. NIM : 11/322217/PHK/06731 PROGRAM PASCASARJARNA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA MAGISTER HUKUM 2011 1
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia sebagai mahluk sosial hanya dapat mewujudkan kehidupannya dalam kebersamaan dengan orang lain dengan menjamin kehidupan bersama serta memberi tempat bagi orang per orang dan kelompok untuk mempertahankan diri dan memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Untuk itu diperlukan hukum yang mengatur sehingga konflik kepentingan dapat dicegah, dan tidak menjadi konflik terbuka, yang semata – mata diselesaikan atas dasar kekuatan atau kelemahan pihak-pihak yang terlibat. Dengan tidak adanya lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memuat arah untuk mencapai tujuan bernegara yang ditentukan, maka politik hukum yang menyangkut rencana pembangunan materi hukum di Indonesia pada saat ini termuat di dalam program legislasi nasional (Prolegnas), artinya kalau kita ingin mengetahui pemetaan atau potret rencana tentang hukum-hukum apa yang akan dibuat dalam periode tertentu sebagai politik hukum maka kita dapat melihatnya dari prolegnas tersebut. Prolegnas ini disusun oleh DPR bersama Pemerintah yang dalam penyusunannya dikordinasikan oleh DPR. Bahwa DPR yang mengkoordinasikan penyusunan prolegnas ini merupakan konsekuensi logis dari hasil amandemen pertama UUD 1945 yang menggeser penjuru atau titik berat pembentukan Undang-Undang dari pemeirntah ke DPR. Seperti diketahui bahwa Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen pertama berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”. Bahwa prolegnas merupakan wadah politik hukum (untuk jangka waktu tertentu) dapat dilihat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan 2
  • 3. Perundang-undangan, yang dalam Pasal 16 menggariskan bahwa, “Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas”. Sedangkan untuk setiap daerah, sesuai dengan Pasal 32 (Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda Provinsi) dan Pasal 39 (Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota) UU No.12 Tahun 2011, digariskan juga untuk membuat program legislasi daerah (Prolegda) agar tercipta konsistensi antar berbagai peraturan perundang-undangan dari tingkat pusat sampai ke daerah. Kemudian dari prolegnas inilah kita dapat melihat setiap jenis undang-undang yang akan dibuat untuk jangka waktu tertentu sebagai politik hukum. Prolegnas merupakan potret politik hukum nasional yang memuat tentang rencana materi dan sekaligus merupakan instrumen (mekanisme) pembuat hukum. Sebagai materi hukum Prolegnas dapat dipandang sebagai potret rencana isi atau substansi hukum, sedangkan instrumen Prolegnas dapat dipandang sebagai pengawal/pengawas dalam pembentukan hukum nasional. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Fungsi Pengawasan Politik Dalam Pembentukan Hukum Naional ?” 3
  • 4. BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN Kata pengawasan menurut Henry Fayol sebagaimana dikutip Ni’matul Huda adalah “control consist in verifying whether everything occur in conformity with the plan adopted, the instruction issued and principles establish. It has objected to point out weaknesses and errors in order to reactivity them and prevent recurrence. It operates everything, people action” (Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dengan instruksi yang telah digariskan. Ia bertujuan untuk menunjukkan (menentukan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud untuk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali.1 Menurut Prayudi, pengawasan adalah proses kegiatan-kegiatan yang yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan. Hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai dimana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan, dan apakah sebab-sebabnya.2 Untuk menjaga agar kaidah-kaidah konsitusi yang termuat dalam Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan konstitusional lainnya tidak dilanggar atau disimpangi (baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk tindakan-tindakan pemerintah lainnya), perlu ada badan serta tata cara mengawasinya. Dalam literatur yang ada terdapat tiga kategori besar pengujian peraturan perundang-undangan (dan perbuatan administrasi negara), yaitu: 1 Huda Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, 2009, hal.103 2 Atmosudirdjo Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Cetakan kesepuluh, Ghalia Indonesia Jakarta, 1995, hal.84 4
  • 5. 1. Pengujian oleh badan peradilan (judicial review); 2. Pengujian oleh badan yang sifatnya politik (political review); dan 3. Pengujian oleh pejabat atau badan administrasi negara (administrative review).3 Adapun fungsi pengawasan secara umum dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi prefentif dan fungsi represif. Yang dimaksud dengan fungsi prefentif adalah pengawasan yang dilakukan sebalum ada kejadian dalam arti lain tindakan ini bisa disebut dengan tindakan berjaga-jaga atau pencegahan. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan represif, yaitu tindakan yang dilakukan setelah adanya kejadian, dalam kata lain tindakan ini dapat diserbu dengan tindakan pemerintah sebagai wujud dari kedaulatan rakyat mempunyai tugas untuk melaksanakan terhadap amanah yang telah embannya, namun bagaimanapun subjek pemerintah dalam hal ini aparatur pemerintah tidaklah mutlak untuk senantiasa melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan yang dimiliki oleh personal yang menjalankan. Oleh karena itu perlu adanya suatu lembaga yang dapat mengawasi segala bentuk aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah. lembaga yang mempunyai peran penuh (full power) didalam menjalankan pengawasan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini tercantum dalam Pasal 20 A UUD 1945 yang berbunyi; “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan” dan dipertegas dengan Pasal 21 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang”. Dalam bunyi kedua Pasal tersebut, disebut secara ekplisit terutama Pasal 21, dengan demikian DPR mempunyai fungsi pengawasan terhadap proses dari suatu rancangan perundang-undangan, sehingga 3 Manan Bagir, Empat Tulisan Tentang Hukum, (Bandung: Program Pascasarjana BKU Hukum Ketatanegaraan, Universitas Padjajaran, 1995), hlm. 3 5
  • 6. meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang, oleh karena itu perlu adanya perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah. B. TAHAP PERENCANAAN DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL Terkait dengan tahapan awal (tahap perencanaan) didalam pembuatan kebijakan Prof. Budi winarto4 merumuskan tiga tahapan, yaitu: Pertama, perumusan masalah (defining problem). Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah masyarakat harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula. Kedua, agenda kebijakan, yaitu bagaimana masalah tersebut mendapatkan perhatian para pengambil kebijakan ditingkat pemerintah, dengan cara memenuhi persyaratan-persyaratannya. Ketiga, pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah. Biasanya dalam tahap ini para perumus suatu kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai actor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Keempat, tahap penetapan kebijakan, setelah melalui beberapa tahapan-tahapan diatas maka yag terakhir dalam tingkatan ini adalah tahap penetapan kebijakan tersebut, supaya memiliki kekuatan hukum. Penetapan kebijakan publik disini dapat berbentuk Undang-Undang, Yurisprudensi, Keputusan presiden, keputusan-keputusan menteri dan lain sebagainya. Dalam proses perencanaan ini, lembaga pemerintah mempunyai instrumen dasar didalam merumuskan program-program yang akan dilakukannya baik yang berupa jangka pendek atau jangka panjang, yaitu melaluli Program Legislasi Nasional (Prolegnas), adapun yang berwenang untuk menentukan komposisi lembaga ini adalah presiden bersama Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat. Ditingkat daerah dikenal dengan Program Legislasi Daerah (Prolegda). 4 Winarto Budi, Kebijakan Publik Teori Dan Proses, Media Pressindo Edisi Revisi 2008, hal 120-123 6
  • 7. Dasar Pertimbangan Penyusunan Prolegnas 1. Landasan Filosofis Pembentukan undang-undang yang terencana, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui Prolegnas diharapkan dapat mengarahkan pembangunan hukum, mewujudkan konsistensi peraturan undang-undang, serta meniadakan pertentangan antara undang-undang yang ada (vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada terciptanya hukum yang dapat melindungi hak-hak warga negara dan dapat menjadi sarana untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Proses pembentukan undang-undang memberikan arah dan pedoman bagi terwujudnya cita-cita kehidupan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Landasan Sosiologis Salah satu tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebagai perwujudan hukum, pembentukan undang-undang harus sesuai dengan nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sekalipun memang tidak mungkin semua nilai yang ada di dalam masyarakat dimuat dalam suatu undang-undang. Adapun wujud dari penempatan rakyat sebagai subyek dalam legislasi adalah pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang. Artinya pembentukan undang- undang harus dilakukan secara transparan, partisipatif, dan demokratis sehingga masyarakat dapat terlibat dalam lahirnya suatu undang-undang. Dalam rangka mendapatkan gambaran kebutuhan hukum dalam masyarakat, perencanaan Prolegnas Tahun 2010 – 2014 meminta masukan dari berbagai kalangan masyarakat yang meliputi kalangan akademisi, organisasi 7
  • 8. kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, kalangan pelaku usaha, lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan petani, nelayan, pekerja dan unsur masyarakat lainnya. Dengan disusunnya Prolegnas diharapkan dapat dihasilkan kebijakan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, mengandung perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta mempunyai daya guna yang efektif dalam masyarakat. 3. Landasan Yuridis Prolegnas sebagai instrumen perencanaan pembangunan hukum tidak terlepas dari upaya pengembangan dan pemantapan sistem hukum nasional. Prolegnas sebagai instrumen perencanaan pembentukan undang-undang semakin penting jika dikaitkan dengan fungsi dan kedudukan DPR sebagai pembentuk undang-undang sebagaimana ditegaskan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konstitusi kita telah mengamanatkan perlunya penataan sistem hukum nasional yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu yang didasarkan pada cita-cita Proklamasi dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum harus menjunjung tinggi supremasi hukum, mengakui persamaan kedudukan di hadapan hukum dan menjadikan hukum sebagai landasan operasional dalam menjalankan sistem penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Upaya membangun sistem hukum nasional, tidak dapat dilepaskan dari kerangka fungsi legislasi yang telah diatur secara jelas dan tegas dalam konstitusi. Sesuai ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, DPR merupakan pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang. Hal ini merupakan perubahan mendasar, karena menempatkan DPR sebagai pelaku sentral dalam pembentukan undang-undang. 8
  • 9. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa ”Program legislasi nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis”. Dengan demikian Program Legislasi Jangka Menengah dapat berarti instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis selama 5 (lima) tahun. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.5 Maksud Penyusunan Prolegnas, yaitu : 1. Memberikan landasan perencanaan dan arahan yang sistematis dan berkelanjutan terhadap pembangunan jangka menengah yang berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mewujudkan masyarakat adil makmur. 2. Mengintegrasikan pembangunan nasional di bidang hukum secara spesifik diarahkan pada pembenahan dan penguatan sistem hukum nasional yang didasarkan pada konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tuntutan reformasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; 3. Meningkatkan sinergi antarlembaga yang berwenang membentuk undang-undang di tingkat pusat. 5 www.google.com; Program Legislasi Nasional Tahun 2010 – 2014, hal.5-7 9
  • 10. Tujuan Penyusunan Prolegnas 1. Mewujudkan negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan sistem hukum nasional dengan membentuk undangundang yang aspiratif dan progresif, serta berasaskan kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan demi terwujudnya kemandirian bangsa; 2. Mewujudkan supremasi hukum yang berlandaskan pada rasa keadilan dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat yang demokratis; 3. Mewujudkan penyempurnaan substansi hukum yang tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang demokratis; dan 4. Mewujudkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diharapkan mampu membawa perubahan menuju masyarakat demokratis dan berkeadilan, serta berorientasi pada pengaturan perlindungan hak – hak asasi manusia dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan jender.6 C. TAHAP PALAKSANAAN DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL Prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan, selain sebagian ditentukan dalam UU No. 12 Tahun 2011, secara rinci juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 68 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU, Ran-perpu, Ran-PP, dan Ran- Perpres. Dalam Perpres 61 ditentukan bahwa penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR-RI dikoordinasikan oleh Badan Legislasi sedangkan penyusunan Prolegnas dilingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri (Menteri Hukum dan HAM). Dalam rangka pembentukan hukum tertulis yang sinkron antara kepentingan DPR dan pemerintah, 6 Ibid. hal.4 10
  • 11. semestinya hasil penyusunan Prolegnas yang dilakukan dilingkungan DPR-RI dan Pemerintah disinergikan dengan memperhatikan konsepsi RUU yang meliputi: 1. Latar belakang dan tujuan penyusunan; 2. Sasaran yang akan diwujudkan; 3. Pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur; dan 4. Jangkauan dan arah pengaturan. Terkait dengan penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah, Menteri/Kepala Bappenas meminta kepada menteri lain dan pimpinan LPND mengenai perencanaan pembentukan RUU di lingkungan instansinya masing-masing sesuai dengan lingkup bidang tugas dan tanggung jawabnya. Penyampaian perencanaan pembentukan RUU tersebut harus disertai dengan pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini menteri lain atau pimpinan LPND perlu menyertakan naskah akademis, agar semua pihak dapat memahami urgensi pengusulan rencana pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Menteri Hukum dan HAM yang berwenang melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dengan penyusun perencanaan (pemrakarsa) bersama-sama dengan menteri lain dan pimpinan LPND yang terkait dengan substansi RUU. Upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU diarahkan pada perwujudan keselarasan konsepsi dengan: a. Falsafah negara; b. Tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupinya; c. UUD Negara RI Tahun 1945; d. Undang-undang lain yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaannya; 11
  • 12. e. Kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang diatur dengan RUU tersebut.7 Implementasi upaya pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dilaksanakan melalui forum konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri/Kepala Bappenas. Dalam hal konsepsi RUU yang diajukan disertai dengan naskah akademis, maka naskah akademis dijadikan bahan pembahasan dalam forum konsultasi. Dalam forum konsultasi tersebut, dapat diundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi dan organisasi di bidang sosial, politik, profesi, atau kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan. Konsepsi RUU yang telah memperoleh pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi wajib dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada Presiden agar dapat menjadi bagian dari Prolegnas usulan Pemerintah sebelum dikoordinasikan dengan DPR-RI. Dalam hal Presiden memandang perlu kejelasan lebih lanjut terhadap konsepsi RUU, Presiden menugaskan Menteri untuk mengkoordinasikan kembali konsepsi RUU dengan penyusun perencanaan dan menteri lain atau pimpinan LPND yang terkait. Hasil koordinasi tersebut oleh Menteri dilaporkan kembali kepada Presiden. Untuk selanjutnya Menteri menyampaikan hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah kepada DPR- RI melalui Badan Legislasi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas. Demikian pula sebaliknya terhadap hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR-RI dikonsultasikan kepada pemerintah dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU. Jika penyusunan Prolegnas dilakukan secara cemat dan matang akan membawa kemudahan dalam penyusunan peraturan perundang – 7 www.google.com; Laporan Penelitian Pengawasan Terhadap Produk Hukum Daerah Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional, Kerjasama DPD RI dengan Pusat Kajian Dampak Regulasi Dan Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Agustus 2009, hal. 44-46 12
  • 13. undangan.8 Terhadap penyusunan RUU yang dilakukan pemrakarsa berdasarkan usulan RUU dalam Prolegnas, tidak diperlukan lagi adanya persetujuan izin prakarsa dari Presiden. Pemrakarsa cukup melaporkan penyiapan dan penyusunan RUU kepada Presiden secara berkala. Berbeda halnya jika Pemrakarsa mengajukan usul RUU di luar Prolegnas hanya karena alasan “dalam keadaan tertentu”, maka pemrakarsa terlebih dahulu harus mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden, dengan disertai penjelasan mengenai konsepsi pengaturan RUU yang meliputi: a. Urgensi dan tujuan penyusunan; b. Sasaran yang ingin diwujudkan; c. Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan d. Jangkauan serta arah pengaturan. Keadaan tertentu di atas meliputi: (a) menetapkan Perpu menjadi UU; (b) meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional; (c) mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; (d) keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Baleg dan Menteri. Dengan adanya ketentuan seperti ini, keinginan DPR-RI dan Pemerintah untuk meratifikasi konvensi atau penjanjian internasional setiap saat bisa dilakukan. Dalam proses pembahasan (baik antardep maupun di DPR) lebih mudah dibandingkan dengan penyusunan RUU biasa karena substansinya hanya 2 Pasal. Dalam mempersiapkan RUU, sebagaimana dilakukan selama ini, pengaturan dalam Perpres 68 ditentukan mengenai pembentukan panitia antadepartemen dan pemrakarsa dapat mempersiapkan naskah akademisnya terlebih dahulu. Dalam rapat antardepartemen, pemrakarsa dapat mengundang pakar baik dari perguruan tinggi maupun pihak lainnya. Setelah RUU selesai dibahas, pemrakarsa diberikan kesempatan untuk 8 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Preside 13
  • 14. mengadakan sosialiasi kepada masyarakat (sebagai asas keterbukaan) untuk mendapatkan masukan atas substansi RUU. Jika proses ini dapat dilakukan secara jelas dan taat asas, dengan sendirinya dapat mengurangi terjadinya inkonsistensi peraturan perundang-undangan yang selama ini sangat mewarnai kondisi hukum tertulis di Indonesia. Ketaataan pembentukan hukum di tingkat pusat ini memegang peran penting dalam rangka menata hukum nasional karena sejalan dengan asas hukum bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, dapat dengan mudah diterapkan. Problem yang terjadi saat ini peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dengan sendirinya dibatalkan padahal peraturan perundang-undangan di tingkat pusat belum terbentuk secara harmonis dan konsisten.9 D. PROGRAM LEGISLASI DAERAH: KORELASINYA DENGAN PROLEGNAS Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Dasar hukum Prolegda tercantum dalam Pasal 32 yang menentukan: “Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah Provinsi” dan Pasal 39 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang menentukan: “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota”. Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional. Berdasarkan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, Prolegda adalah instrumen perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, 9 Op.cit.,hal. 46-49 14
  • 15. terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Prolegda merupakan pedoman dan pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah. Menurut Oka Mahendra, ada beberapa alasan obyektif perlunya Prolegda yaitu untuk : 1. Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai “permasalahan pembentukan Peraturan Daerah”; 2. Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek 3. Menjadi pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah; 4. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah; 5. Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; 6. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah. Walaupun UU No. 12 Tahun 2011 dan UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan perlunya Prolegda, namun tidak ditentukan mekanisme penyusunan Prolegda. Pedoman penyusunan Prolegda saat ini diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri yang ditetapkan pada tanggal 26 Agustus 2004 merupakan diskresi yang dibuat dengan pertimbangan: 15
  • 16. 1. Penyusunan peraturan perundang-undangan daerah belum diprogramkan sesuai dengan kewenangan daerah, sehingga dalam penerbitan peraturan perundang- undangan daerah tidak sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat; 2. Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan di daerah. Jika dicermati substansi Kepmen belum mampu mengatur secara jelas mekanisme dan prosedur serta pertanggungjawaban penyusunan Prolegda dalam rangka manajemen pembentukan peraturan di daerah yang dapat mendorong terwujudnya RPJPD dan RPJMD. Secara garis besar ketentuan pengaturan tersebut sangat sumir dan normatif hanya menentukan kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap Prolegda di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.10 Selain itu, Ketika berlaku UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintah mulai melakukan koreksi terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dengan menerapkan empat model pengawasan terhadap produk hukum daerah. Pertama, executive preview, yakni terhadap rancangan Peraturan Daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Kedua, executive review (terbatas), yakni apabila hasil evaluasi Raperda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dinyatakan bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur/Bupati/Walikota bersama DPRD dan Gubernur/Bupati/Walikota tetap menetapkan Raperda tersebut menjadi Perda dan Peraturan. Gubernur/Bupati/ Walikota, Menteri Dalam Negeri untuk Provinsi dan oleh Gubernur untuk 10 www.google.com; Laporan Penelitian Pengawasan Terhadap Produk Hukum Daerah Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional, Op.cit., hal. 56-57 16
  • 17. Kabupaten/Kota membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tersebut. Ketiga, pengawasan represif, berupa pembatalan (executive review) terhadap semua Peraturan Daerah dilakukan oleh Presiden melalui Peraturan Presiden. Keempat, pengawasan preventif, yakni terhadap rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang APBD baru dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota. Dalam konteks NKRI penyusunan Prolegda harus sinkron dengan Prolegnas sehingga tujuan pengaturan legislasi secara nasional dapat terwujud. Agar di dalam pembuatan UU dan Perda terbangun konsistensi isi dengan nilai-nilai Pancasila dan ketentuan konstitusi. Keharusan adanya Prolegnas dan prolegda dimaksudkan agar semua UU dan Perda yang akan dibuat dapat dinilai lebih dulu kesesuaiannya dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan yang matang. Di dalam prolegnas dan prolegda ini diatur pula mekanisme pembuatan UU yang tidak boleh dilanggar dengan konsekuensi jika mekanisme itu dilanggar dapat dibatalkan melalui pengujian oleh lembaga yudisial. Untuk UU pengujiannya terhadap UUD dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, sedangkan pengujian Perda terhadap peraturan yang lebih tinggi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Berdasar Pasal Pasal 24A Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang – undangan yang secara hirarkis lebih tinggi. Menurut Moh. Mahfud MD, Prolegnas dan Prolegda menjadi penyaring isi (penuangan) Pancasila dan UUD di dalam UU dan Perda dengan dua fungsi. Pertama, sebagai potret rencana isi hukum untuk mencapai tujuan _oloni yang sesuai dengan Pancasila selama lima tahun; di sini rencana isi hukum dapat dibicarakan lebih dulu agar sesuai dengan Pancasila. Kedua, sebagai mekanisme atau dan prosedur pembuatan agar apa yang telah ditetapkan sebagai rencana dapat dilaksanakan dengan prosedur dan mekanisme yang benar. 17
  • 18. Kesalahan isi (misalnya bertentangan dengan UUD atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi) dan kesalahan prosedur dan mekanisme (misalnya pembuatannya tidak menurut tingkat-tingkat pembahasan yang ditentukan atau tidak memenuhi korum) dapat dimintakan (digugat) pembatalan melalui pengujian oleh lembaga yudisial (judicial review) ke MK (untuk pengujian UU terhadap UUD) _oloni MA (untuk pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi). Dengan demikian lembaga yudisial (MK dan MA) melakukan pengujian baik secara material (uji materi) maupun secara formal (uji prosedur). Pengelolaan Prolegda mempersyaratkan pula kemampuan untuk melakukan fungsi- fungsi manajemen dengan baik yaitu fungsi perencanaan, penggerakan dan fungsi pengawasan. Sehubungan dengan fungsi perencanaan setidak-tidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Prolegda yaitu: 1. Pemahaman peta permasalahan yang berkaitan dengan prioritas Prolegda dan sumber daya yang ada, serta cara-cara mengatasinya. 2. Perlunya koordinasi, konsistensi antar berbagai kegiatan, penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan prioritas, penyusunan rancangan Peraturan Daerah berdasarkan Prolegda. 3. Penerjemahan secara cermat dan akurat Prolegda kedalam kegiatan konkrit yang terjadwal dengan dukungan dana yang memadai. Prolegnas dan Prolegda yang dibuat untuk masa lima tahun dapat dipenggal-penggal ke dalam program legislasi tahunan sebagai prioritas pelaksanaan berdasar anggaran yang disediakan. Sekalipun terdapat daftar prioritas penyusunan RUU dalam Prolegnas, akan tetapi dimungkinkan dibentuk RUU baru dengan tujuan tertentu (kemendesakan). Selain itu RUU tersebut memang diperlukan dalam rangka menindaklanjuti putusan MK yang membatalkan suatu UU. Keharusan segera dibentuk UU ini guna mengisi kevakuman hukum yang timbul. 18
  • 19. Untuk tingkat daerah pun demikian, tatkala terdapat Perda yang dibatalkan atau munculnya kondisi khusus yang memerlukan segera pengaturan maka dimungkinkan hal itu dilakukan, agar tidak terjadi kevakuman dan kegoncangan kondisi akibat situasi khusus tersebut.11 E. TAHAPAN HASIL DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL Pembentukan undang-undang melalui Prolegnas diharapkan dapat mewujudkan konsistensi undang-undang, serta meniadakan pertentangan antar undang-undang (vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna, dan demokratis. Selain itu dapat mempercepat proses penggantian materi hukum yang merupakan peninggalan masa kolonial yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat. Sebagai instrumen mekanisme perencanaan hukum yang menggambarkan sasaran politik hukum secara mendasar, Prolegnas dari aspek isi atau materi hukum (legal substance) memuat daftar Rancangan Undang-Undang yang dibentuk selaras dengan tujuan pembangunan hukum nasional yang tidak dapat dilepaskan dari rumusan pencapaian tujuan Negara bagaimana dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tataran konkrit, sasaran politik hukum nasional harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11 Ibid, hal. 63-66 19
  • 20. F. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Prolegnas merupakan kerja bersama antara DPR dengan Pemerintah, yang dikoordinasi oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi. Dipihak lain juga Pemerintah, yang berhak mengajukan inisiatif RUU, menyusun juga prolegnas yang dikoordinasikan oleh Menhukham. Dalam kenyataan, tampak bahwa Prolegnas sebagai sebagai sebuah instrumen pengarah dalam pembangunan dan pembentukan hukum belum memenuhi standar sebagai satu politik hukum yang menggambarkan arah kedepan yang dilakukan berdasarkan satu analisis kebijakan yang disusun atas dasar tujuan dan dasar/falsafah negara, melainkan baru merupakan satu daftar keinginan (wish list), karena yang muncul baru sebatas judul RUU, yang kadang-kadang mengalami duplikasi, di mana dua RUU judulnya sama. Di tingkat daerah persoalan kualitas peraturan daerah sangat buruk, sehingga harus dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, karena bertentangan dengan Undang- Undang diatasnya, melanggar HAM dan bersifat diskriminatif.12 Terkait dengan hubungan antarkelembagaan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Pusat dan daerah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 16, Pasal 32 dan Pasal UU Nomor 12 Tahun 2011, Departemen Hukum dan HAM mempunyai fungsi koordinasi dalam penyusunan program legislasi nasional. Sebagai instansi vertikal, peran Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan dapat menjembatani kesenjangan komunikasi dan koordinasi dalam pembentukan peraturan daerah, untuk meminimalisasi terjadinya tumpang tindih dan pertentangan peraturan di tingkat Pusat dan daerah. Namun, dalam pelaksanaannya, koordinasi dan komunikasi tersebut belum berjalan dengan baik karena adanya pendapat bahwa tidak ada landasan hukum yang memerintahkan pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan kantor wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam proses penyusunan peraturan daerah, selain kepada Departemen Dalam Negeri sebagai 12 Harian Kompas tanggal 15 November, 2010 20
  • 21. instansi pembina daerah. Disharmoni peraturan perundang-undangan juga terjadi karena egoisme sektoral kementerian/lembaga dalam proses perencanaan dan pembentukan hukum. Terkait dengan kualitas peran lembaga penegak hukum, walaupun berbagai langkah perbaikan terus menerus dilakukan, pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Terjadinya kasus korupsi beberapa tahun ini justru terjadi di lingkungan lembaga penegak hukum. Hal tersebut akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum. Faktor penyebabnya antara lain fungsi pengawasan internal dan eksternal pada lembaga-lembaga penegak hukum belum secara optimal memberikan sanksi yang memberikan efek jera. Sebagai bagian dari sistem hukum secara keseluruhan, masyarakat mempunyai peran yang penting untuk mendukung bekerjanya sistem hukum itu sendiri, yang didukung oleh politik hukum yang tinggi dari Pemerintah. Namun, kendala masih dihadapi, terutama masih minimnya pemberian akses terhadap keadilan dalam arti luas (pendidikan, kesehatan, politik, budaya, hukum, ekonomi, teknologi, dan lain-lain) atas partisipasi aktif masyarakat dengan didukung oleh peraturan dan perundang-undangan. 21
  • 22. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : Bahwa didalam menjalankan fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini tercantum dalam Pasal 20 A UUD 1945 yang berbunyi; “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan” dan dipertegas dengan Pasal 21 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang”. Dalam bunyi kedua Pasal tersebut, disebut secara ekplisit terutama Pasal 21, dimana DPR mempunyai fungsi pengawasan yang mana objek dari pengawasan disini meliputi aparatur pemerintah, produk hukum yang dihasilkan, serta sarana yang digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya sehingga meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat menyimpang, oleh karena itu perlu adanya perencanaan, pelaksanaan serta hasil dari suatu program pemerintah. Bahwa prolegnas merupakan wadah politik hukum, hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dalam Pasal 16 menggariskan bahwa, “Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas”. Sedangkan untuk setiap daerah, sesuai dengan Pasal 32 yang berbunyi; “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam Prolegda Provinsi” dan Pasal 39 “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota”. Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional. 22
  • 23. Berdasarkan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011, Prolegda adalah instrumen perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem perundang- undangan yang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Bahwa dalam kenyataan, tampak bahwa Prolegnas sebagai sebagai sebuah instrumen pengarah dalam pembangunan dan pembentukan hukum belum memenuhi standar sebagai satu politik hukum yang menggambarkan arah kedepan yang dilakukan berdasarkan satu analisis kebijakan yang disusun atas dasar tujuan dan dasar/falsafah negara, melainkan baru merupakan satu daftar keinginan (wish list), karena yang muncul baru sebatas judul RUU, yang kadang-kadang mengalami duplikasi, di mana dua RUU judulnya sama. Di tingkat daerah persoalan kualitas peraturan daerah sangat buruk, sehingga harus dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, karena bertentangan dengan Undang-Undang diatasnya, melanggar HAM dan bersifat diskriminatif B. SARAN Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan saran yang dapat penulis rekomendasikan sebagai berikut : Bahwa fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional, dalam kenyataannya belum dapat berjalan sebagimana mestinya, untuk itu harus di upayakan oleh Pemerintah untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan perlu dilakukan secara terus menerus sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan hal ini perlu 23
  • 24. ditindaklanjuti dengan serius. Sebagai pengemban fungsi law center, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan mampu memberikan masukan sekaligus melakukan harmonisasi dalam perumusan kebijakan pembentukan hukum serta menjadikan program legislasi daerah sebagai bagian yang sinkron dengan program legislasi nasional sehingga kebijakan pembentukan hukum di daerah tetap berada dalam kerangka kebijakan pembentukan hukum nasional. Bahwa perlu adanya keterbukaan informasi yang didukung oleh fasilitas teknologi informasi dapat meningkatkan akses masyarakat yang membutuhkan informasi permasalahan mengenai hukum, termasuk peraturan perundang-undangan, dan juga belum memadainya sistem technology informations (IT) di Pemda khususnya daerah kabupaten, kondisi giografis dan transportasi, keterbatasan sumber daya manusia di Depdagri dan Depkeu yang bertugas melakukan pengawasan langsung. Oleh karenanya untuk mendukung suksesnya pembangunan hukum nasional, perlu adanya penguatan sumber daya terkait IT maupun SDM-nya. 24
  • 25. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU – BUKU : Atmosudirdjo Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Cetakan kesepuluh, Ghalia Indonesia Jakarta, 1995 Huda Ni’matul, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, 2009 ____________, “Implikasi Pengawasan Produk Hukum Daerah Terhadap Pembangunan Hukum Nasional” Makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) kerjasama antara Dewan Perwakilan Daerah RI dengan Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah Fakultas Hukum UGM dengn DPD RI, Yogyakarta, 17 Juli 2009 Manan Bagir, Empat Tulisan Tentang Hukum, (Bandung: Program Pascasarjana BKU Hukum Ketatanegaraan, Universitas Padjajaran, 1995) Winarto Budi, Kebijakan Publik Teori Dan Proses, Media Pressindo Edisi Revisi, 2008 B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN : UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden C. INTERNET : www.google.com; Laporan Penelitian Pengawasan Terhadap Produk Hukum Daerah Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional, Kerjasama DPD RI dengan Pusat Kajian Dampak Regulasi Dan Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Agustus 2009 25
  • 26. www.google.com; Program Legislasi Nasional Tahun 2010 – 2014 26