2. Sistem
merupakan suatu kelompok elemen
yang interdependen, yang saling
berhubungan, ketergantungan dan
mempengaruhi satu sama lain.
Suatu sistem dapat diketahui dari sifatnya
yang konstan (terjadi pengulangan terus
menerus dengan cara yang sama) sehingga
memiliki pola hubungan interaksi yang
terstruktur.
Jika dikaitkan dengan pengertian social,
maka terdapat istilah sistem sosial.
3. Sistem
sosial merupakan interaksi antar
individu yang terjadi secara konstan dan
membentuk hubungan secara saling
berkaitan secara teratur, ketergantungan dan
mempengaruhi satu sama lainnya.
Oleh sebab itu, sistem sosial itu memiliki ciri
terdapatnya sejumlah kegiatan atau
sejumlah orang yang berhubungan timbal
balik dan bersifat konstan.
Berdasarkan pengertian di atas, jika melihat
ruang kelas, maka ia terdiri dari beberapa
elemen atau unsure yang saling berkaitan,
tergantung dan mempengaruhi, yakni guru,
murid dan manajemen sekolah.
4. Setiap
actor memiliki status dan perannya, jadi
sebelum mereka bertindak mereka harus
memperhatikan status dan perannya.
Misalnya status sebagai pengelolaan kelas
memainkan perannya sebagai pengelola yang
efektif dari sisi teknis administratif serta
penyedia sarana dan prasarana belajar.
Sementara status sebagai guru memainkan
peran sebagai pendidik, pengayom, pengasuh
dan pemberi motivasi bagi peserta didik.
status sebagai murid memainkan peran sebagai
seorang penuntut ilmu, pekerja keras dan
pencari kebenaran
5. Dalam
ruang kelas, hubungan antara gurumurid dengan status dan peran masingmasing membentuk suatu jaringan hubungan
yang terpola.
Pola jaringan hubungan guru murid ini
member dampak pada perilaku, kompetensi,
kapital sosial-budaya dan keberhasilan
peserta didik di masa mendatang.
6. Ruang
kelas sebagai sistem interaksi
Hubungan guru-murid diruang kelas merupakan
sebuah interaksi sosial, dimana konsep
persahabatan dan permuridan terjadi dalam
hubungan yang timbal balik, dimana terjalin suatu
kontak dan komunikasi yang bersifat teratur dan
terstruktur.
Hubungan kedua pihak ini berkaitan dengan moral
dan etika profesi kependidikan, dimana masingmasing sebelumnya sudah memiliki motif,
keinginan, kepentingan, kebutuhan dan orientasi
tersendiri berkaitan dengan kependidikan.
7. Pada
fase awal terjadi penjajakan
pembentukan pola, yang berkaitan dengan
persepsi, sikap dan tindakan tentang eksistensi
masing-masing.
Fase lanjutannya, terbentuk pola hubungan
dimana adanya persepsi, sikap dan tindakan
bersama dan menjadi rujukan dalam
berperilaku, seperti disiplin, kerapian,
pekerjaan rumah, ujian dan lain sebagainya.
Dalam interaksi di ruang kelas diharapkan
masing-masing individu dapat membentuk
situasi, interpretasi realitas dan pemaknaan
kenyataan yang dihadapinya, dalam kerangka
pembentukan kepribadian individu.
8.
Ruang kelas sebagai sistem pertukaran.
Hubungan guru murid di kelas merupakan sebuah
system pertukaran, dalam rangka memperoleh
keuntungan, baik yang bersifat ekstrinsik berupa
materi dan kebendaan, maupun intristik berupa
nilai (peringkat), penghargaan, pengakuan, cinta
kasih dari para murid, orang tua dan unsur lainnya.
Dalam hal ini, hubungan pertukaran ini dilakukan
untuk memperoleh proposisi sukses (yakni
mempertimbangkan perolehan ganjaran/hadiah,
sehingga cenderung mengulangi perbuatannya),
proposisi stimulus (berkaitan dengan tindakan
spekulasi sebagai kemungkinan untuk mendapatkan
hadiah/ganjaran seperti pada masa lalu),
9. proposisi
nilai (pilihan terhadap sesuatu yang
lebih bernilai dibandingkan dengan yang
lainnya),
proposisi deprivasi-satiasi (berkaitan dengan
tingkat kejenuhan dan kemungkinan
memperoleh nilai),
proposisi agregasi-persetujuan (berkaitan
dengan ganjaran/hadiah yang tidak sesuai
menurut yang diharapkan)
dan proposisi rasionalitas (berkaitan dengan
pilihan rasional yang berkaitan dengan
kemungkinan yang paling rasional).
10. Terdapat
beberapa pendekatan sosiologi
terhadap ruang kelas yakni:
1. Pendekatan Interaksi (memberikan
perhatian pada metode pengajaran
dalam mengelola ruang kelas yang
efisen), berkaitan dengan hal:
11. Perilaku
dominatif berkaitan dengan posisi
guru sebagai sumber kebenaran, yang
dipandang maha tahu, tokoh penentu benar
salah, dalam hal ini murid dianggap sebagai
mahluk yang senantiasa harus dibimbing dan
diarahakan oleh guru.
Sebaliknya perilaku integratif berkaitan
dengan posisi guru sebagai sumber motivasi
dan inspirasi bagi peserta didik, tidak
diskriminatif apapun latar belakang perserta
didik, dalam hal ini murid didorong untuk
mencari sendiri pengetahuan dan
kebenarannya.
12. Gaya
kepemimpinan guru dapat
mempengaruhi produktifitas murid di ruang
kelas, yang dibedakan menjadi:
autokratik (kepemimpinan yang otoriter
yang tidak memberikan ruang bertukar
pendapat atau pandangan antara gurumurid),
demokratik (adanya ruang untuk bertukar
pandangan atau pendapat dan kebaikan
bersama dikonstruksikan secara bersama
melalui musyawarah)
13. laisser-faire
(kepemimpinan yang cuek
dimana peserta didik diperbolehkan
melakukan apa saja apabila dipandang
penting untuk dilakukan).
Gaya
demokratis diharapkan merupakan
gaya yang diharapkan karena memberikan
ruang gerak bagi kreatifitas bersama yang
membentuk sosial-budaya yang solider
dan saling menghargai.
14. Dalam
hal ini, proses belajar mengajar itu
berpusat pada guru atau perpusat pada
pelajar. Berpusat pada guru akan
membentuk ketergantungan murid pada
guru, sementara berpusat pada murid akan
membentuk kemandirian pada murid.
Jadi pendekatan berpusat pada murid lebih
efektif.
15. Interpretasi
dipahami sebagai proses
mendefenisi situasi, dengan proses penilaian &
pertimbangan melalui pemberian makna
terhadap stimulus.
Dalam istilah W.I. Thomas: “Jika seseorang
mendefenisikan sesuatu itu sebagai nyata,
situasi itu nyata dalam konsekuensinya”;
misalnya jika murid disituasikan bodoh, maka ia
akan bodoh
Dalam pemahaman ini, sebenarnya sekolah
dapat dikatakan sebagai alat untuk melakukan
penanaman defenisi situasi dan melakukan
kontrol sosial.
16. Pendekatan
ini dikatakan radikal karena
mempertanyakan “apa memang seharusnya
demikian?” & memberika alternatif cara pandang
Pendekatan ini melakukan analisa kritis
terhadap teori labelling, bahwa label merupakan
bagian dari konsep diri, yang membawa
seseorang ke arah persepsi, prasangka atau
penyimpangan, seperti yang dikenakan padanya.
Dampak pemberian label pada murid ialah selffulfilling (pembenaran ramalan pribadi), yakni
pembenaran terhadap label dengan menegaskan
persepsi dan praduga tentang diri mereka
sebagaimana orang lain memandang mereka.
17. Pemeliharaan
ketertiban dan disiplin
memiliki keterkaitan yang sangat erat, yang
berkaitan dengan kemampuan diri untuk
menjadi tertib sesuai dengan konstruksi
sosial dan hukum yang ada, dan juga
kemampuan diri untuk taat, patuh dan
berkomitmen untuk sesuai dengan apa yang
dipandang baik oleh masyarakat.
Oleh sebab itu orang yang memiliki disiplin
akan cenderung memelihara ketertiban,
misalnya murid yang disiplin akan terlihat
dari usahanya untuk cenderung menciptakan
ruangan kelas yang tertib.
18. Disiplin
merupakan sebuah proses internalisasi
nilai pada diri individu, yang dilakukan secara
sadar untuk taat pada aturan yang berlaku.
Lalu, kenapa suatu ruangan kelas bisa
mengalami tidak tertib dan disiplin?
Berkaitan dua hal yakni guru dan murid; dalam
hal ini berkaitan dengan cara guru
mensosialisasikan ketaatan (nilai yang penting)
dan komitmennya terhadap rencana dan
tujuannya. Ketidaktertiban itu bisa muncul
dari kegagalan memainkan peran guru,
memahami konsep disiplin dan ketiadaan
dukungan kelembagaan.
19. Sementara
pada sisi mahasiswa, terjadi
karena persiapan peran yang tidak memadai
dan tarikan kelompok rujukan, sehingga
terdapat tarik menarik antara nilai yang
diajarkan dengan yang tidak diajarkan.
Ketidaktertiban ini tercipta karena adanya
perbenturan antara kebutuhan subkultur
siswa dengan nilai budaya ideal dalam
masyarakat. Misalnya “anak gaul itu identik
dengan dugem” memunculkan perilaku bebas
dan kehidupan postmodern.
20. Ruang
kelas memakai bahasa sebagai alat
komunikasi, dan bahasa merupakan alat
untuk mensosialisasikan nilai,
menggambarkan kenyataan atau perubahan
dalam cara pandang orang lain.
Penggunaan bahasa dalam ruang kelas
ternyata berkaitan penyampaian dan
penerimaan pesan dan kesan keilmuan.
Kemampuan guru menggunakan bahasa yang
baik dan benar dengan intonasi yang sesuai
memudahkan mahasiswa menerima transfer
ilmu seperti yang diharapkan, dengan lancar.
21. Contoh
kasus: Guru A dan B memberikan
pertanyaan pada masing-masing murid:
“Berapa hasil dari 10+3-4?” Murid dari Guru A
dan B sama menjawab: “8, Guru!” Guru A
memberi respon: “Salah!” (dengan intonasi
kesal) dan Guru B menjawab: “Hampir
benar!” (dengan intonasi ramah dan
senyuman).
Manakah respon dan penggunaan bahasa yang
berdampak baik pada perasaan murid? Tentu
saja, Guru B, karena terlihat sikap yang
mendorong murid untuk menjawab dengan
benar.
Begitulah kekuatan bahasa terhadap sikap,
perilaku dan pemikiran manusia.
22. Ruang
kelas memiliki dinamika tersendiri,
yang bisa saja berjalan dengan aktif, akrab,
lentur dan harmonis, atau sebaliknya
menjadi pasif, renggang, kaku dan ricuh,
bergantung pada beberapa hal berikut ini:
23. Ruang
kelas yang diisi terlalu banyak murid
akan menyulitkan penguasaan dan
pengenalan guru terhadap peserta didik,
sekaligus menyulitkan dalam melakukan
proses dan pencapaian tujuan pembelajaran
dan pendidikan.
Jumlah ideal berkisar antara 20 murid
perguru.
Selain itu, suasana kelas yang nyaman juga
membantu guru-murid dalam berkonsentrasi
pada proses pembelajaran, sehingga tercapai
hubungan guru-murid yang dinamis.
24. Pengelompokan
kelas pada “grup pintar” dan
“grup bodoh” akan menciptkan ruang kelas
yang tidak kondusif untuk belajar, karena
akan menimbulkan sikap diskriminatif dan
arogansi terhadap kelas sosial tertentu.
Bahkan pemerintah sendiri melakukan
“diskriminasi terselubung” dengan
melakukan program kelas internasional, yang
berdampak pada pendidikan “elit” dan
reguler, dimana Kelas Internasional menjadi
anak emas pemerintah.
25. Pengaturan
posisi tempat duduk dan
penggunaan teknologi dalam proses belajar
mengajar dapat membantu memperlancar
atau menghambat dinamika para siswa dalam
kelas, bergantung pada kemampuan guru
untuk mengkoordinasikannya dengan tujuan
pembelajaran.
26. Komunikasi
dialogis akan menciptakan
ruangan yang dinamis, dengan cara
mendiskusikan suatu topik tertentu.
Komunikasi ini akan menciptakan hubungan
guru-murid dengan gaya kepemimpinan yang
demokratis.
27. Ruang
kelas adalah tempat untuk
mensosialisasikan nilai kemandirian,
kejujuran, persaingan sehat, optimisme dan
kerja keras. Sosialisasi nilai-nilai ini
merupakan “Hidden curicullum” yang
tercipta dalam ruangan yang dinamis.
29. Bentuk
kelompok yang terdiri dari 5-7 orang
anggota.
Diskusikan dalam kelompok pertanyaan ini:
“Apakah Ruang Kelas di Fisip UNPAR ini sudah
memadai untuk mencapai proses belajar
mengajar yang baik?” dan “Bagaimana cara
mengoptimalkan ruang kelas di FISIP menurut
kelompok?”
Disampaikan dalam bentuk makalah, kerta A4,
spasi 1,5, tidak lebih dari 5 halaman.
Dikumpulkan tanggal 22 Oktober 2013