Dokumen tersebut memberikan penjelasan tentang adab menerima tamu dalam Islam, mulai dari pengertian menerima tamu, adab bagi tuan rumah dan tamu, contoh menerima tamu dengan baik, serta hikmah dan tujuan menerima tamu. Beberapa poin penting adalah menghormati dan menyenangkan tamu sesuai kemampuan, serta menganggap kehadiran tamu sebagai kesempatan untuk melatih akhlak yang mulia.
2. Pengertian
Secara istilah menerima tamu dimaknai
menyambut tamu dengan berbagai cara
penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan
menurut adat ataupun agama dengan maksud
yang menyenagkan atau memuliakan tamu, atas
dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmat dan
rida dari Allah.
3. Adab menerima tamu
bagi Tuan Rumah:
1. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk
jamuan dengan mengabaikan/melupakan orang-orang
fakir. Rasululloh SAW bersabda:“Seburuk-buruk
makanan adalah makanan pengantinan (walimah),
karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa
orang-orang faqir.” (Muttafaq‟ alaih).
2. Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan
berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat
untuk mengikuti sunnah Rasululloh SAW dan
membahagiakan teman-teman sahabat, ataupun
syukuran dalam rangka bersyukur atas nikmat yang
telah diberikan Allah SWT.
)
4. 3. Tidak memaksakan diri untuk
mengundang tamu. Di dalam hadits
Anas Radhiallaahu anhu ia
menuturkan:“Pada suatu ketika kami
ada di sisi Umar, maka ia berkata:
“Kami dilarang memaksa diri”
(membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-
Bukhari
5. 4. Jangan anda membebani tamu untuk
membantumu, karena hal ini
bertentangan dengan kewibawaan.
5. Jangan menampakkan
kejemuan/kebosanan terhadap tamu,
tetapi tunjukkanlah kegembiraan dengan
kahadiran tamu tersebut.
6. Hendaklah segera menghidangkan
makanan untuk tamu, karena yang
demikian itu berarti menghormatinya.
6. 7. Jangan tergesa-gesa untuk
mengangkat makanan (hidangan)
sebelum tamu selesai menikmati
jamuan.
8. Disunnatkan mengantar tamu hingga
di luar pintu rumah. Ini menunjukkan
penerimaan tamu yang baik dan
penuh perhatian.
7. Adab Bagi Tuan
Rumah
1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya
mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan
orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa),
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam,
,
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan
seorang mukmin, dan janganlah memakan
makananmu melainkan orang yang bertakwa!”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
8. 2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang
kaya saja, tanpa mengundang orang miskin,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam,
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan
walimah di mana orang-orang kayanya diundang
dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR.
Bukhari Muslim)
9. 3. Tidak mengundang seorang yang
diketahui akan memberatkannya
kalau diundang.
10. 4. Disunahkan mengucapkan selamat datang
kepada para tamu sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu
„anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais
datang kepada Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam, Beliau bersabda,
“Selamat datang kepada para utusan yang
datang tanpa merasa terhina dan menyesal.”
(HR. Bukhari)
11. 5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan
untuk tamu makanan semampunya saja. Akan
tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk
menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta‟ala
telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim
„alaihis salam bersama tamu-tamunya:
.
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan
membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia
mendekatkan makanan tersebut pada mereka
(tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata:
„Tidakkah kalian makan?‟” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-
27)
12. 6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud
untuk bermegah-megah dan
berbangga-bangga, tetapi bermaksud
untuk mencontoh Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam dan
para Nabi sebelum beliau, seperti
Nabi Ibrahim „alaihis salam. Beliau
diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak
para tamu) karena betapa mulianya
beliau dalam menjamu tamu.
13. 7. Hendaknya juga, dalam
pelayanannya diniatkan untuk
memberikan kegembiraan kepada
sesama muslim.
8. Mendahulukan tamu yang sebelah
kanan daripada yang sebelah kiri.
Hal ini dilakukan apabila para tamu
duduk dengan tertib.
14. 9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada
tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda
beliau shallallahu „alaihi wa sallam:
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih
kecil dari kami serta tidak menghormati yang
lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.”
(HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad).
Hadits ini menunjukkan perintah untuk
menghormati orang yang lebih tua.
15. 10. Jangan mengangkat makanan yang
dihidangkan sebelum tamu selesai
menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan
hidangan ialah mengajak mereka
berbincang-bincang dengan pembicaraan
yang menyenangkan, tidak tidur sebelum
mereka tidur, tidak mengeluhkan
kehadiran mereka, bermuka manis
ketika mereka datang, dan merasa
kehilangan tatkala pamitan pulang.
16. 12. Mendekatkan makanan kepada tamu
tatkala menghidangkan makanan
tersebut kepadanya sebagaimana Allah
ceritakan tentang Ibrahim „alaihis salam,
“Kemudian Ibrahim mendekatkan
hidangan tersebut pada mereka.” (Qs.
Adz-Dzariyat: 27)
17. 13. Mempercepat untuk menghidangkan
makanan bagi tamu sebab hal
tersebut merupakan penghormatan
bagi mereka.
14. Merupakan adab dari orang yang
memberikan hidangan ialah melayani
para tamunya dan menampakkan
kepada mereka kebahagiaan serta
menghadapi mereka dengan wajah
yang ceria dan berseri-seri.
18. 15. Adapun masa penjamuan tamu adalah
sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam,
:
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun
memuliakannya sehari semalam dan tidak halal
bagi seorang muslim tinggal pada tempat
saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para
sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana
menyakitinya?” Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya
sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk
menjamu tamunya.”
20. Contoh Menerima
Tamu
1. Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya
mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima
kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima
kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya
sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakain
rapi, bersih dan sopan. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “ Makan dan Minumlah kamu, bersedekah kamu
dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat
bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
21. 2. Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan
tamu dengan sikap yang baik, misalnya
dengann wajah yang cerah, muka senyum dan
sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi
memalingkan muka dan tidak mau
memandangnya secara wajar. Memalingkan
muka atau tidak melihat kepada tamu berarti
suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-
jauhnya.
22. 3. Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh
Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan
rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu
terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi
tuan rumah yang mampu hendaknya
menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan
bagi yang kurang mampu hendaknya
menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya
mampu memberi air putih maka air putih itulah
yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada,
cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan
sikap yang ramah.
23. 4. Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan
tamu adalah tiga hari, termasuk hari
istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah
sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari.
Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah
baginya.” (HR Muttafaqu Alaihi)
24. 6. Antarkan sampai ke pintu halaman
jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat
menyenangkan tamu adalah apabila tuan
rumah mengantarkan tamunya sampai ke
pintu halaman. Tamu akan merasa lebih
semangat karena merasa dihormati tuan
rumah dan kehadirannya diterima dengan
baik.
25. Hikmah dan Tujuan
Menerima Tamu
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu :
Setiap muslim telah diikat oleh suetu
tata aturan supaya hidup bertetangga
dan bersahabat dengan orang lain,
sekalipun berbeda agama atau suku.
Hak-hak mereka tidak boleh
dikurangi dan tidak boleh dilanggar
undang-undang perjanjian yang
mengikat di antara sesame manusia.
26. Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan,
artinya semakin kuat iman seseorang, maka
semakin ramah dan antun dalam menyambut
tamunya karena orang yang beriman meyakini
bahwa menyambut tamu bagian dari perintah
Allah.
Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak,
mengembangkan kepribadian, dan tamu juga
dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mendpatkan kemashalatan dunia ataupun
akhirat.