Makalah ini pernah saya presentasikan dalam konferensi hukum dan penghukuman di Universitas Indonesia pada tahun 2010.
Btw, bila kawan-kawan membutuhkan narasumber untuk kelas menulis di media atau advokasi media dapat menghubungi saya di firdaus_c(at)yahoo.com atau firdaus.cahyadi(at)gmail.com
Pornografi dan ketimpangan gender dalam pemanfaatan internet full paper konferensi ui
1. Pornografi dan Ketimpangan Gender dalam Pemanfaatan Internet
Oleh: Firdaus Cahyadi
Staff Kampnye isu Keadilan Informasi-Yayasan Satudunia
Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh beredarnya video mesum di internet yang diperankan oleh
orang-orang yang mirip artis di negeri ini. Video mesum itu diperankan oleh orang-orang
yang mirip penyanyi Ariel, bintang sinetron Luna Maya dan Cut Tari. Dan penyebaran video
mesum nyaris bersamaan waktunya.
Hanya sekali klik, para pengguna internet di Indonesia bahkan juga seluruh dunia dapat
menyaksikan video mesum tersebut. Ini tentu saja sebuah aib, bukan saja bagi artis yang
bersangkutan, namun juga bagi komunitas para pengguna internet di Indonesia.
Maraknya pornografi di internet sejatinya tidak bisa dilepaskan dari ketimpangan gender
dalam pemanfaatan teknologi tersebut. Dominasi laki-laki dalam pemanfaatan internet
mendorong naiknya permintaan konten-konten pornografi yang mengeksploitasi tubuh
perempuan.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa situs-situs yang menampilkan konten pornografi
pada umumnya didominasi oleh pengunjung laki-laki. Dalam konteks Indonesia, menurut
salah satu surveyor internet Pery Umar Farouk, seperti ditulis oleh salah satu portal berita
nasional mengungkapkan bahwa Indonesia terus mengalami peningkatan sebagai
pengakses situs porno internet.
Celakanya upaya memberantas pornografi di internet tidak pernah menyentuh persoalan
ketimpangan gender dalam pemanfaatan internet ini. Kebijakan untuk mendorong tumbuhnya
internet sehat dengan menampilkan konten-konten bermutu memang pantas diapresiasi.
Namun itu saja tidak cukup bila ketimpangan gender dalam pemanfaatan internet ini tidak
dikoreksi.
***
Pornografi di Dunia Maya dan Respon Pemerintah
Prahara di dunia maya terbesar tahun ini di Indonesia adalah penyebaran video porno artis
mirip Ariel-Luna Maya-Cut Tari. Perkembangan internet telah membuat video yang semula
menjadi konsumsi pribadi itu pun menyebar secara luas ke publik.
Hanya sekali klik, para pengguna internet di Indonesia bahkan juga seluruh dunia dapat
menyaksikan video mesum tersebut. Ini tentu saja sebuah aib, bukan saja bagi artis yang
bersangkutan, namun juga bagi komunitas para pengguna internet di Indonesia. Peredaran
2. video mesum Ariel-Luna Maya-Cut Tari, lewat internet pun sulit dibendung, meskipun Youtube
secara cepat telah memblokir video tersebut.
Kasus itu pun membuat berang Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Racangan Peraturan Menteri (RPM) konten internet yang sempat mandeg (berhenti) pun
dihidupkan kembali dengan nama yang berbeda. RPM baru yang bocor ke publik itu bernama
“TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN ATAU PENGADUAN KONTEN INTERNET”.
Pro-kontra pun kembali mengemuka menyusul bocornya RPM tersebut. Masyarakat sipil
pengguna internet mengecam RPM tersebut. Pasalnya, isi dari RPM tersebut berpotensi
bukan saja menjaring konten pornografi namun juga konten-konten yang berisi kritik sosial
dari masyarakat sipil. Pasalnya, yang dimaksud konten illegal dalam RPM tersebut mengacu
pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE). Dalam UU ITE itu terdapat pasal karet mengenai pencemaran nama baik.
Isu pornografi pula yang membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan pemblokiran konten
pornografi di internet pada tahun 2010 ini. Meskipun pemblokiran itu juga menuai protes,
karena website yang tidak mengandung konten pornografi pun ikut diblokir.
Persoalan pornografi sebenarnya bukan hanya persoalan Indonesia. Hampir negara di
seluruh dunia juga mengalami problem yang sama di dunia maya. Berbagai cara telah
dilakukan oleh beberapa negara untuk mengatasinya, terutama dalam rangka melindungi
anak-anak dari bahaya konten pornografi. Dan Indonesia adalah salah satu negara yang
mencoba mengatasi problem tersebut.
Namun melihat beberapa respon kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah terhadap
pornografi yang justru menuai protes dari masyarakat, memunculkan hipotesis, tentu ada
yang dilupakan dalam kebijakan melawan pornografi di Indonesia ini. Hal apakah yang
dilupakan?
3. Pornografi dan Pengguna Internet yang Bias Gender
Hebohnya kasus video mesum mirip Ariel-Luna Maya-Cut Tari tak bisa dilepaskan dari
pemeran video mesumnya itu sendiri. Jika pemeran video mesum itu tidak mirip artis Ariel-
Luna Maya-Cut Tari, mungkin kasus itu tidak seheboh sekarang. Selain tentu saja
pemberitaan-pemberitaan dari media infotaiment yang secara tidak sadar mengarahkan
kesadaran masayarakat bahwa berita video mesum itu lebih penting daripada berita skandal
Bank Century, kasus pengemplangan pajak dan lumpur Lapindo.
Namun bila kita telisik lebih dalam lagi, nampaknya media infotaiment lebih fokus menyorot
ke arah orang yang mirip artis perempuan. Dalam hal ini Luna Maya daripada Ariel. Bahkan
ada sebuah portal infotaiment yang sampai menurunkan berita mengenai keterkaitan Luna
Maya dengan tempat-tempat yang melayani tatto. Pasalnya, dalam video mesum itu,
pemeran perempuan yang mirip Luna Maya memiliki tatto di salah satu bagian tubuhnya.
Seakan-akan Luna Maya yang harus membuktikan bahwa pemeran di video mesum itu dia
atau orang lain. Lantas bagaimana dengan pihak laki-lakinya? Kenapa hal yang sama tidak
ditujukan kepada Ariel? Bahkan perkembangan terakhir, memaksa artis Cut Tari dan Luna
Maya untuk minta maaf ke publik. Sementara, hingga makalah ini ditulis, belum ada
permintaan maaf dari Ariel.
Bias gender. Itu mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan itu semua. Bias gender
yang terjadi di dunia nyata ternyata berimbas ke dunia maya. Di dunia maya perempuan
cenderung menjadi objek pornografi. Untuk membuktikan bahwa perempuan menjadi objek
pornografi di internet tidaklah sulit. Tinggal ketik di google kemudian masukan kata
mahasiswi, maka yang muncul adalah dominasi gambar-gambar sexy, bahkan ada gambar
yang menggambarkan hubungan mesum. Sementara bila yang kita ketik adalah kata
mahasiswa maka dominasi gambar-gambar yang muncul adalah aksi demonstrasi, bukan
gambar sexy atau yang menampilkan hubungan mesum.
Pertanyaannya kemudian tentu saja adalah, kenapa itu semua bisa terjadi? Jika mengacu
pada hukum permintaan dan penawaran, maka dijadikan perempuan sebagai objek
pornografi di internet itu disebabkan oleh banyaknya permintaan akan hal itu. Dan
meningkatnya permintaan itu tidak bisa dilepaskan dari dominasi laki-laki dalam penggunaan
4. internet, paling tidak di Indonesia.
Celakanya, sebagaian besar pengguna internet laki-laki gemar memelototi gambar mesum di
dunia maya. Seperti ditulis oleh portal berita vivanews, yang menyebutkan bahwa survey
yang pernah dilakukan Kinsey Instute, AS menyimpulkan, 97 persen pria mengaku pernah
mengakses situs porno.
Data dari alexa.com, seperti yang ditulis oleh vivanews menyebutkan bahwa situs porno
YouPorn.com sebagai situs internet ke-48 yang paling banyak dikunjungi, didominasi pria
berusia antara 18 hingga 34 yang tidak memiliki anak, dan juga lulusan universitas. Yang
perlu digarisbawahi disini adalah dominasi laki-laki dalam mengunjungi situs porno tersebut.
Pornografi dan Pengguna Internet di Indonesia
Seperti ditulis oleh Antara bahwa Indonesia masuk kedalam negara terbesar dalam
mengakses situs porno. "Indonesia sampai saat ini paling besar mengakses situs porno,"
kata Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring seperti ditulis Antara (4/11/2009).
Hal itu diperkuat oleh salah satu surveyor internet Pery Umar Farouk. Seperti ditulis oleh
salah satu portal berita nasional, ia mengungkapkan bahwa Indonesia terus mengalami
peningkatan sebagai pengakses situs porno internet. Menurutnya, masyarakat Indonesia
berada pada urutan ke-4 di dunia yang gemar membuka situs pornografi pada 2010 ini.
Internet sebagai sebuah teknologi seharusnya bisa diakses oleh siapa saja tanpa
membedakan jenis kelamin atau gender. Tapi kenyataannya, di negeri ini, internet menjadi
sangat maskulin, bias laki-laki. Data dari indikator telematika tahun 2005 yang ditulis di
www.iptek.net menyebutkan bahwa secara gender di Indonesia lebih banyak pengguna
internet adalah pria (75.86%) daripada wanita (24.14%).
Dominasi laki-laki sebagai pengguna internet nampaknya tidak berubah. Hal itu nampak pula
dari pengguna facebook di Indonesia yang masih didominasi oleh laki-laki. “Sekitar 59 persen
pengguna facebook di Indonesia adalah laki-laki,” ujar Yanuar Nugroho, “Ini bagian dari
sebuah realitas ketercerabutan,”
5. Sementara bila ditinjau dari jenjang pendidikan, menurut data dari ipteknet, tingkat Sarjana
adalah pengguna terbanyak (43%) selanjutnya tingkat SLTA (41%). Berdasarkan profesi
menunjukkan bahwa mahasiswa yang paling banyak menggunakan internet (39%). Artinya,
pengguna internet di Indonesia didominasi oleh laki-laki muda. Jika dikaitkan bahwa
sebagaian besar yang diekploitasi dalam pornografi di dunia maya adalah tubuh perempuan,
maka ini menjawab pertanyaan mengapa Indonesia termasuk kedalam negara yang paling
tinggi mengakses pornografi di internet.
Apa yang bisa disimpulkan dari tulisan di atas? Maraknya pornografi di internet, paling tidak
di Indonesia, tak bisa dilepaskan dari dominasi penggunaan internet oleh laki-laki. Untuk
mencegahnya selain perlu disosialisasikan internet sehat juga perlu dibongkar struktur
dominasi laki-laki dalam penggunaan internet di Indonesia. Jika penggunaan internet masih
bias gender atau didominasi oleh laki-laki, akan sulit untuk mencegah maraknya pornografi di
internet. Kebijakan-kebijakan mencegah pornografi di dunia maya pun seharusnya tidak
hanya mengedapankan cara-cara yang represif seperti pemblokiran namun harus menyentuh
ketimpangan gender dalam penggunaan internet di Indonesia.
Perempuan, Dari Objek Pornografi ke Pelaku Gerakan Sosial Digital
Beberapa kelompok masyarakat sipil ternyata telah memiliki inisiatif untuk mengatasi
persoalan ketimpangan gender dalam pemanfaatan internet di Indonesia. Adalah kelompok
Suara Ibu Peduli telah melakukan berbagai pelatihan internet di komunitas perempuan
melalui kelompok ibu-ibu PKK. Gerakan internet untuk perempuan juga mulai menggeliat di
beberapa daerah seperti di Sumatera Selatan, melalui jaringan ibu-ibu PKK dan juga di
6. Pekalongan, Jawa Tengah.
Pemanfaatan internet oleh perempuan diharapkan mampu menekan dijadikannya perempuan
sebagai objek pornografi di internet. Tentu saja, pada akhirnya akan berujung pada
meningkatnya konten positif di internet. Bukan hanya itu, pemanfaatan internet oleh
perempuan juga mampu mendinamisasi gerakan sosial digital di Indonesia.
Adalah Prita Mulyasari, seorang perempuan, yang menjadi icon gerakan sosial digital di
Indonesia. Ia adalah korban pertama dari pasal karet pencemaran nama baik di Undang
Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Banjirnya dukungan terhadap Prita Mulsyasari saat melawan Rumah Sakit OMNI
Internasional mendorong para calon presiden pada pemilu 2009 ikut peduli. Bahkan lebih dari
sekedar itu, kasus Prita Mulyasari juga membuka mata publik dan pengambil kebijakan di
negeri ini akan bahayanya pasal karet pencemaran nama baik di UU ITE. Bahkan kasus Prita
telah mendorong pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU ITE.
Kenapa pemanfaatan internet oleh perempuan berpotensi mendinamisasi gerakan sosial
digital? Hal itu disebabkan karena perempuan seringkali menjadi korban dari kebijakan-
kebijkan pembangunan dan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Dengan
memanfaatkan internet kepentingan-kepentingan perempuan lebih tersuarakan.
Media massa konvensional seringkali melupakan kepentingan-kepentingan perempuan
dalam meliput sebuah kasus, akibatnya selain kepentingan perempuan terlupakan juga kasus
tersebut tidak bisa dilihat secara utuh.
Dalam kasus semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur misalnya. Dalam
kasus itu media massa lebih fokus pada tuntutan ganti rugi aset-aset fisik (rumah dan tanah)
yang tenggelam oleh lumpur dibandingkan persoalan-persoalan sosial lainya dari korban
lumpur. Tuntutan ganti rugi yang kemudian dibelokan menjadi sekedar jual beli aset rata-rata
disuarakan oleh korban lumpur dari laki-laki, sementara persoalan sosial lainnya yang lebih
bersentuhan dengan kepentingan perempuan nyaris tak tersuarakan di media mainstream.
7. Karena media mainstream fokus pada tuntutan ganti rugi fisik, maka persoalan tersebut yang
lebih cepat ditangani, meskipun juga sering berlarut-larut. Namun persoalan sosial seperti
perempuan-perempuan korban lumpur yang terpaksa menjadi pekerja seks komersial
menjadi tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Diabaikan persoalan-persoalan sosial di luar ganti rugi aset fisik lebih banyak merugikan
korban lumpur dari kalangan perempuan. Salah satu persoalan sosial lainnya yang dilupakan
dalam kasus Lapindo adalah akses kesehatan bagi perempuan korban lumpur. Adalah Mbok
Jumik, perempuan korban lumpur Lapindo, yang sebelum meninggal dunia harus dirawat
dengan obat-obatan tradisional di pengunsian karena tidak mampu membayar biaya berobat
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo.
Persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan perempuan korban lumpur jarang
mendapatkan ruang yang memadai di media massa mainstream. Akibatnya publik memahami
bahwa persoalan lumpur Lapindo hanyalah sebatas persoalan ganti rugi aset fisik berupa
rumah dan tanah. Sementara persoalan hak atas kesehatan dan hak sosial lainnya dianggap
tidak penting. Kebijakan negara pun lpada akhirnya lebih fokus kepada persoalan jual beli
aset korban lumpur persoalan pelanggaran hak-hak kesehatan dan sosial korban lumpur.
Pemanfaatan internet oleh perempuan dapat membongkar itu semua. Perempuan dapat
memposting tuntutan-tuntutan berdasarkan kepentingannya. Dengan keterlibatan perempuan
itu selain membawa dampak positif bagi kelompok perempuan itu sendiri juga mencerdaskan
publik, karena publik dapat melihat sebuah kasus secara lebih utuh.
Namun, kertelibatan perempuan dalam gerakan sosial digital bukanlah tanpa hambatan.
Pasal karet pencemaran nama baik dalam UU ITE menjadi penghambat utamanya. Meskipun
saat ini revisi dari UU ITE telah masuk Prolegnas, nampaknya belum ada kelompok
masyarakat sipil yang mengawal proses revisi itu. Akibatnya, bukan tidak mungkin justru
pasal karet pencemaran nama baik bukan menjadi pasal yang akan direvisi.
8. Kesimpulan
Persolan pornografi di dunia maya tidak bisa ditangani hanya dengan pendekatan-
pendekatan yang represif berupa kebijakan pemblokiran website. Persoalan pornografi di
dunia maya harus pula melihat ketimpangan gender dalam penggunaan internet di Indonesia.
Pengguna internet laki-laki cenderung untuk mengunjungi konten-konten pornografi di
internet dibandingkan pengguna internet perempuan. Banyaknya pengguna internet dari
kalangan laki-laki pada akhirnya menyebabkan naiknya permintaan akan konten-konten
pornografi di internet. Seiring dengan meningkatnya permintaan konten-konten pornografi
oleh pengguna internet laki-laki, meningkat pula kecenderungan perempuan menjadi objek
dari konten-konten pornografi di internet.
Kelompok-kelompok masyarakat sipil telah bergerak mengatasi ketimpangan gender dalam
pemanfaatan internet di Indonesia. Pemanfaatan internet oleh perempuan diyakini selain
dapat meningkatkan produk konten positif di internet juga mampu mendinamisasi gerakan
sosial digital. Upaya itu harus didukung oleh pemerintah secara sungguh-sungguh. Salah
satu bentuk dukungan itu adalah menyingkirkan hambatan kebijakan yang membuat
perempuan tidak bebas mengekspresikan pendapat dan kepentingannya di dunia maya.
Revisi pasal karet pencemaran nama baik di UU ITE, yang telah menjadikan perempuan
sebagai tumbal pertamanya, adalah salah satu wujud dari dukungan itu.
Bahan Bacaan
1. Hak Asasi Manusia Pilar Utama Kebijakan Konten di Indonesia , Kertas Posisi
Yayasan Satudunia tentang Kebijakan Konten Yayasan Satudunia, Satudunia, 2010
2. Di Tengah Kegelapan, Kami Nyalakan Lentera, Kertas Posisi Yayasan Satudunia
tentang ICT di Indonesia, Satudunia, 2010
3. http://web.bisnis.com/sektor-riil/telematika/1id179371.html
4. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=5&ch=inti
5. http://www.antaranews.com/berita/1257335727/menkominfo-indonesia-pengakses-situs-porno-
terbesar-dunia
6. http://kosmo.vivanews.com/news/read/22231-suami_kecanduan_situs_porno__1