SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 13
Sex…
Sesuatu yang bisa membuat orang berpikir macam-macam; dari yang mesum sampe
yang intelek. Tanpa kita sadari informasi yang udah Hi-Tek ini membuat informasi
mudah diakses dimanapun kapanpun, kita sebagai orang tua atau calon orang tua perlu
memberikan filter kepada anak-anak kita. Salah satunya tentang “Sex”. Filter yang bisa
diberikan untuk sex adalah pendidikan sex itu sendiri pada usia dini.
Di Indonesia pendidikan sex kurang populer di masyarakat (tabu), mereka menganggap
anak akan tau dengan nalurinya sebagai manusia tentang sex itu sendiri. Padahal kalau
naluri sex itu tidak diarahkan dengan benar akan meniombulkan sesuatu yang akan
membuat kita menyesal dibelakang (“kan ga da penyesalan didepan”). Apalagi kalau
usia balita. Saru dan tabu kalau anak bertanya soal sex, bisa dipastikan orang tua akan
berkilah, mengalihkan perhatian, menutup-nutupi atau menyodorkan jawaban tak
masuk akal. Mengajarkan masalah sex pada anak-anak memang tidaklah mudah. Jika
salah paham bisa-bisa anak malah takut, bukannya mengerti bahkan salah mengerti
(berbeda 180 derajat). Pendidikan sex tidak harus bicara tentang anggota tubuh,
melainkan lebih terfokus pada bagaimana mereka mengenal dirinya, punya konsep diri
yang positif dan matang. Mereka belum tahu perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Kita juga perkenalkan bagian tubuh yang pribadi dan siapa saja yang boleh
menyentuhnya. Menurut Frida Mangunsong, seorang Doktor psikolog memaparkannya
pada acara talk show yang diadakan Dancow Parenting Center dan Delta radio 99,1 FM
pada hari Rabu, 19 Maret 2008:
“Anak balita hendaknya telah memperoleh pendidikan sex sejak dini. Hal ini berguna
untuk mencegah timbul dan berkembangnya pikiran-pikiran negatif pada anak, terutama
apabila anak sudah mulai menerima informasi dari media-media yang ada, seperti
televisi, internet, buku, dll. Pendidikan sex sejak dini juga berguna bagi buah hati agar
mereka dapat berhati-hati dengan perlakuan berbahaya yang mereka terima dari
lingkungan sekitar mereka, seperti pelecehan seksual, dll. Orang tualah yang paling
tepat untuk memberikan pendidikan sex sejak dini, karena keluarga adalah sekolah
(wahana belajar) pertama bagi balita. Yang sangat ditekankan dalam pendidikan sex ini
adalah pentingnya menjaga diri. Tubuhmu adalah milikmu, begitu prinsipnya. Anak-
anak ini tak hanya paham soal anggota tubuh, tapi juga waspada dan hati-hati
menjaganya”. Disini sumbernya
Sebenarnya orang tua wajib memberikan informasi yang benar dengan kadar-kadar
yang sesuai dengan kapasitasnya, baik umur maupun psikis anak itu sendiri (karena
ortu yang lebih tau akan kondisi anak). Jangan sampai ortu malah menutup-nutupi atau
memberikan informasi yang tidak benar.
Disini bisa kita lihat bahwa komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting dalam
pendidikan sex usia dini (tidak cuma dalam pendidikan sek tapi semua). Kalo omunikasi
antara ortu dan anak ga terjalin dengan naik “Apa kata dunia”. Kewajiban ortu bukan
hanya memberi sandang, pangan, papan tapi juga kasih sayang (kasih sayang ga cuma
dikatakan tapi di praktekan juga;/red) salah satunya dengan komunikasi itu. jangan
sampai anak disalahkan apabila terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan misalkan; MBA,
aborsi dll.
Jangan lupa pendidikan agama juga berperan penting dalam pendidikan sex, jangan
anda menyuruh anak bisa melakukan ritual keagamaan tetapi bagaimana anak bisa
menyukai, memaknai dan mengamalkan ajaran agama tersebut dalam kehidupan
sehati-hari. Ada pesan yang menurut aku penting, “Orang tua bertanggung jawab akan
anaknya selama anak tersebut menjadi tanggungjawab dari orang tuanya”. Jika anak
rusak atau berdosa maka pertama kali yang akan diminta tanggung jawab oleh Tuhan
adalah orang tua.
So, jangan lah anda menjadi orang tua yang akan menyesal di kemudian hari,
mumpung masih ada waktu, ayo yang blum menjalin komunikasi yang baik dengan
anak sekarang waktunya, jangan anda tunda2 lagi klo memang anda sayang sama
anak anda. Tiga hal yanga akan anda bawa mati (Ilmu yang bermanfaat, Amal sidakoh
dan doa anak soleh).
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut
WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.
Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia
dewasa. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada
orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.

Pendidikan seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggungjawab
yang ada padanya, halal haram berkaitan dengan organ seks dan panduan
menghindari penyimpangan dalam prilaku seksual mereka sejak dini.

Memang masa remaja adalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah
seks. Remaja juga akan sangat memperhatikan masalah-masalah seks. Banyak remaja
yang mengkonsumsi bacaan-bacaan porno, melihat film-film blue dan semakin
bertambah ketika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara,
pembicaraan, tulisan, foto, sentuhan, film. Bahkan semakin hari semakin bervariatif.
Padahal apabila remaja sudah terjatuh dalam kegiatan seks yang haram, maka
akibatnya sudah tidak bisa dibayangkan lagi:

1. Hilangnya harga diri bagi remaja laki dan hilangnya keperawanan bagi perempuan.
2. Perasaan berdosa yang mendalam, terkadang berakibat menjadi lemah dan semakin
jauh dengan Allah SWT.
3. Perasaan takut hamil.
4. Lemahnya kepercayaan antara dua pihak.
5. Apabila hubungan ini diteruskan, akan menjadi hubungan yang gagal, terlebih bila
dikembalikan dengan hukum syari‟at.
6. Penghinaan masyarakat terhadap remaja laki-laki dan perempuan, juga kepada
keluarganya.

Bagaimana solusinya? DR. Akram Ridho Mursi memberikan solusinya, sebagai berikut:

Pertama, dengan meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan-
ledakan nafsu dan menguasainya. Sebab, sesungguhnya tuntuntan untuk memenuhi
hasrat biologis didorong oleh dua sebab:

* Ekstern, dengan jalan rangsangan. Pada awalnya memori seks dibentuk oleh
stimulasi eksternal (bukan persepsi).
* Intern, dengan jalan berpikir dan bertindak.

Kedua, dengan menjaga diri (Isti‟faaf). Hal ini merupakan bagian dari proses sebagai
berikut:

1. Memahami diri. Dimana remaja putra dan putri memahami tentang jati dirinya.
Menyadari akan tugas dan tanggungjawab hidup, mengerti hubungan dirinya dengan
lingkungannya, (Al Hajj: 77)
2. Kualitas akhlak. Menyadari batas-batas nilai, tugas masyarakat. Kecil dan besar,
komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat.
3. Kesadaran beragama. Perasaan taqwa dan muroqabah-Nya. Al Alaq: 14.
4. Perasaan damai di rumah. Terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling
memahami diantara sesama anggota keluarga.
5. Pengawasan yang cerdas dari orang tua.
6. Komitmen dengan aturan-aturan Allah SWT dalam berpakaian dan dalam bergaul
dengan lawan jenis.
7. Menghindari pergaulan bebas dan mencegah berduaan tanpa mahram.

Apa yang bisa orangtua lakukan agar anak dan remaja tak sungkan berkomunikasi
tentang seks ?

1. Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya
berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada
perkembangan manusia (termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ
reproduksi); hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan);
kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan
pengambilan keputusan); perilaku seksual; kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi,
pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual);
serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas dan agama).

2. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari
“ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau
“ini vulva” . Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen”
untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa
sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok”
atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yang keliru akan
berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang.

3. Manfaatkan „Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton teve yang sedang
menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak,
membereskan tempat tidur), dan lain-lain.

4. Dengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan
perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa
diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.

5. Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita
menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya.
Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.

6. Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda
sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja,
sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.

7. Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan
persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai
agama tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak
mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

8. Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang
akan anda gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu
bahwa anak adalah orang tua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita
persiapkan sedemikian rupa agar menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan
dengan segala rintangannya. Percayalah, bahwa anda merupakan orang yang paling
tepat dalam hal ini, dengan mempercayai diri sendiri, anda pun telah memberikan
kepercayaan pada anak..
Kebanyakan orang tua selalu menunda-nunda untuk membicarakan tentang seks
dengan anak remaja mereka. Dan ketika orang tua mulai membicarakannya dengan
anak remaja mereka, sering sudah terlambat. Menurut penelitian, sebagian remaja
sudah pernah berhubungan seks pada saat orang tua mereka mencoba untuk
membicarakan seks dengan mereka. Memang penelitian tersebut dilakukan di Amerika
Serikat, tapi remaja-remaja di Indonesia juga mempunyai perilaku yang sangat
memprihatinkan.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the American Academy of Pediatrics, 114
keluarga yang diwawancarai pada masalah-masalah mulai dari perubahan tubuh pada
masa pubertas sampai dengan kondom dan kehamilan. Dalam satu sesi, peneliti
menanyakan kepada para remaja dan orang tua mereka secara terpisah, tentang kapan
topik ini dibahas oleh mereka. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan jawaban para
remaja tentang aktivitas seks pertama mereka.

Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata, remaja telah berhubungan seks sebelum orang
tua mereka mulai mendiskusikannya dengan mereka. Menurut salah satu peneliti, Dr.
Mark Schuster, kepala pediatri umum di Children's Hospital Boston, hasil penelitian ini
seharusnya mendorong orang tua untuk berbicara dengan anak remaja mereka tentang
pendidikan seks lebih awal. Dengan harapan perilaku seks bebas pada remaja bisa
dikendalikan.

Di Indonesia sendiri penelitian tentang Perilaku Seks Bebas Remaja Perkotaan pernah
dilakukan dengan hasil bahwa ketika informasi yang diterima remaja bukan informasi
yang transparan maka kecenderungan untuk melakukan seks bebas makin tinggi
karena ketidak-tahuannya akan informasi seks yang baik dan benar. Makin
beragamnya sumber-sumber informasi seks tidak menjamin bahwa kecenderungan
perilaku seks remaja akan menurun.

Berdasar hasil penelitian tersebut di atas, maka pemecahan masalah yang relevan
adalah keterbukaan dan transparansi dalam proses pendidikan seks. Bukan saja
pendidikan seks yang disampaikan melalui sekolah, media massa, saluran komunikasi
publik dan lain-lain, tetapi yang paling penting pendidikan seks dari orang tua. Karena
orang tua dan keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling utama sebelum remaja
melakukan sosialisasi dengan institusi lainnya.
Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk
dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu
hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh
makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga
kelestarian keturunannya.

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam
pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada
masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan,
agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak
jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi
penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena
berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki
informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of
Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi
perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari
perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk
melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan
seksual tersebut.

Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam
potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi
mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada
umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang
tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber
informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan
tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau
internet.

Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik
bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra
berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah
seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya
pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja
ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas
merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya
setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara
terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan
semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan
membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang
hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa
kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang
keliru mengenai seksualitas.
Karakteristik Seksual Remaja

Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin
atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki
dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi
yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini : Sexual characteristics are
divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction
and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes
other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not
essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the
facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia
2002)

Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi
perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting
pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut
kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan
lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh,
tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain.

Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan
yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan
seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan
seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan,
sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan.

Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik
dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat
beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, ber***bu
dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis,
orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak
memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang
bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan
sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti
rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi.

Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah
ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah,
misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari
masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain
adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat
kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga
sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima
kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat
permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks.

Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan
hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :

1. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat
genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang
seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan,
pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada
dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

3. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada
dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau
kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya
masih dapat dikerjakan.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja,
oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan
usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.

Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual
pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai
berikut :

1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.
Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk
tingkah laku tertentu

2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang
perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut
persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan
mental dan lain-lain)

3. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan
hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri
memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi
dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD,
buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi.
Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa
dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah
mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.

5. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang
masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka
tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam
masalah ini.

6. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat,
sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan
wanita semakin sejajar dengan pria.

Pendidikan Seksual

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan
seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas
dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran,
tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan
kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan
dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku
di masyarakat.

Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong
muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual.
Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal
yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut
Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan
sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya
dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan
umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan
keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh
orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya
sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap
anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi
maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua
yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang
tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka
sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.

Tujuan Pendidikan Seksual

Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis
juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang
benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan
agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina
keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam
Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan
seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang
hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam
masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk
menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja,
tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila
dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan
mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal
seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet
dalam mengenal dunia remaja, 1987)

Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :

1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses
kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.

2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan
penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)

3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua
manifestasi yang bervariasi

4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa
kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.

5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk
memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan
perilaku seksual.

6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar
individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu
kesehatan fisik dan mentalnya.

7. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan
eksplorasi seks yang berlebihan.

8. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan
aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri
atau suami, orang tua, anggota masyarakat.

Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang
sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup
dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini
dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor.
Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi
penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar
menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk
tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.

Beberapa Kiat

Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu
sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam
membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan
suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan
lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan
anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan
antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya.
Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari
mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan.

Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya
mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja
dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang
kearah kedewasaan.

Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan
oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:

1. Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau
malu.

2. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-
tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan
contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan,
sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.

3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu
menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan
kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum
mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai
masalah tersebut.

4. Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya
pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat
setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan
dengan keadaan khusus anak.
5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan
seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa
jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan
dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi
bagian dari pengetahuannya.

Saya yakin pasti masih ada cara-cara lain yang dapat anda gunakan dalam mendidik
anak remaja anda. Akhir kata saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus
bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang. (jp)

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia DiniPeran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
EvaniaYafie
 
10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks
10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks
10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks
24hourparenting
 
Peranan ibu bapa dalam pendidikan seks
Peranan ibu bapa dalam pendidikan seksPeranan ibu bapa dalam pendidikan seks
Peranan ibu bapa dalam pendidikan seks
Sharifah Mohd Zain
 
Tolak Kekerasan Seksual Pada Anak
Tolak Kekerasan Seksual Pada AnakTolak Kekerasan Seksual Pada Anak
Tolak Kekerasan Seksual Pada Anak
Neni Sholihat
 
10 basic things in sex education
10 basic things in sex education10 basic things in sex education
10 basic things in sex education
24hourparenting
 

La actualidad más candente (20)

Pentingnya pendidikan sex sejak usia dini
Pentingnya pendidikan sex sejak usia diniPentingnya pendidikan sex sejak usia dini
Pentingnya pendidikan sex sejak usia dini
 
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia DiniPeran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
 
Mkalah pendidikan seks dan keluarga berencana rida
Mkalah pendidikan seks dan keluarga berencana ridaMkalah pendidikan seks dan keluarga berencana rida
Mkalah pendidikan seks dan keluarga berencana rida
 
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada anak
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada  anak Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada  anak
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada anak
 
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.pptKEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
KEKERASAN TERHADAP ANAK.ppt
 
10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks
10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks
10 Hal yang Tidak Mendukung Pendidikan Seks
 
Materi Sosialisasi Kurikulum Kelas 8 SMPIT AULIYA
Materi Sosialisasi Kurikulum Kelas 8 SMPIT AULIYAMateri Sosialisasi Kurikulum Kelas 8 SMPIT AULIYA
Materi Sosialisasi Kurikulum Kelas 8 SMPIT AULIYA
 
PERGAULAN BEBAS PADA REMAJA
PERGAULAN BEBAS PADA REMAJAPERGAULAN BEBAS PADA REMAJA
PERGAULAN BEBAS PADA REMAJA
 
Peranan ibu bapa dalam pendidikan seks
Peranan ibu bapa dalam pendidikan seksPeranan ibu bapa dalam pendidikan seks
Peranan ibu bapa dalam pendidikan seks
 
Membangkitkan fitrah seksual pada anak
Membangkitkan fitrah seksual pada anakMembangkitkan fitrah seksual pada anak
Membangkitkan fitrah seksual pada anak
 
seks bebas
seks bebasseks bebas
seks bebas
 
Seks bebas remaja
Seks bebas remajaSeks bebas remaja
Seks bebas remaja
 
Tugas 1
Tugas 1Tugas 1
Tugas 1
 
Tolak Kekerasan Seksual Pada Anak
Tolak Kekerasan Seksual Pada AnakTolak Kekerasan Seksual Pada Anak
Tolak Kekerasan Seksual Pada Anak
 
Ppt kekerasan seksual
Ppt kekerasan seksualPpt kekerasan seksual
Ppt kekerasan seksual
 
Bab 12
Bab 12Bab 12
Bab 12
 
Membangkitkan fitrah seksualitas pada anak
Membangkitkan fitrah seksualitas pada anakMembangkitkan fitrah seksualitas pada anak
Membangkitkan fitrah seksualitas pada anak
 
TARBIYAH JINSIYAH / PENDIDIKAN SEKS DALAM ISLAM
TARBIYAH JINSIYAH / PENDIDIKAN SEKS DALAM ISLAMTARBIYAH JINSIYAH / PENDIDIKAN SEKS DALAM ISLAM
TARBIYAH JINSIYAH / PENDIDIKAN SEKS DALAM ISLAM
 
10 basic things in sex education
10 basic things in sex education10 basic things in sex education
10 basic things in sex education
 
Peran keluarga dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak
Peran keluarga dalam membangkitkan fitrah seksualitas anakPeran keluarga dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak
Peran keluarga dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak
 

Destacado (6)

Ppt Penyuluhan Parenting dan Pendidikan Seks Bagi Anak Usia Dini
Ppt Penyuluhan Parenting dan Pendidikan Seks Bagi Anak Usia DiniPpt Penyuluhan Parenting dan Pendidikan Seks Bagi Anak Usia Dini
Ppt Penyuluhan Parenting dan Pendidikan Seks Bagi Anak Usia Dini
 
Sex education in schools
Sex education in schoolsSex education in schools
Sex education in schools
 
Sex Education
Sex EducationSex Education
Sex Education
 
Presentasi isbd
Presentasi isbdPresentasi isbd
Presentasi isbd
 
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anakSeks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
Seks education, pengenalan seks sejak dini pada anak
 
Sex and sexuality powerpoint
Sex and sexuality  powerpoint Sex and sexuality  powerpoint
Sex and sexuality powerpoint
 

Similar a Sex education

Makalah seks bebas
Makalah seks bebasMakalah seks bebas
Makalah seks bebas
Dwi Wati
 
Fitri Wulandari (201131051)
Fitri Wulandari (201131051)Fitri Wulandari (201131051)
Fitri Wulandari (201131051)
wulandarifitri
 
Memahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluargaMemahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluarga
Badrus Baedowi Majid
 
Presentation TIK PERGAULAN BEBAS
Presentation TIK PERGAULAN BEBASPresentation TIK PERGAULAN BEBAS
Presentation TIK PERGAULAN BEBAS
dinikth
 
Membantu Anak Mencegah Kekerasa Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasa SeksualMembantu Anak Mencegah Kekerasa Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasa Seksual
24hourparenting
 

Similar a Sex education (20)

Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasMakalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
 
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaKarya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
 
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaKarya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
 
Makalah seks bebas
Makalah seks bebasMakalah seks bebas
Makalah seks bebas
 
Seks bebas
Seks bebasSeks bebas
Seks bebas
 
masalah sex bebas
masalah sex bebasmasalah sex bebas
masalah sex bebas
 
Eem432 isu dan trend dlm pendidikan moral (1)
Eem432   isu dan trend dlm pendidikan moral (1)Eem432   isu dan trend dlm pendidikan moral (1)
Eem432 isu dan trend dlm pendidikan moral (1)
 
Fitri Wulandari 201131051
Fitri Wulandari 201131051Fitri Wulandari 201131051
Fitri Wulandari 201131051
 
Fitri Wulandari (201131051)
Fitri Wulandari (201131051)Fitri Wulandari (201131051)
Fitri Wulandari (201131051)
 
Materi 1 Webinar Dampak Kekerasan dan Sexual Harrasment pada Anak
Materi 1 Webinar Dampak Kekerasan dan Sexual Harrasment pada AnakMateri 1 Webinar Dampak Kekerasan dan Sexual Harrasment pada Anak
Materi 1 Webinar Dampak Kekerasan dan Sexual Harrasment pada Anak
 
Seksualiti k.kursus
Seksualiti k.kursusSeksualiti k.kursus
Seksualiti k.kursus
 
Memahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluargaMemahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluarga
 
Presentation TIK PERGAULAN BEBAS
Presentation TIK PERGAULAN BEBASPresentation TIK PERGAULAN BEBAS
Presentation TIK PERGAULAN BEBAS
 
5 cara mencegah lgbt pada anak
5 cara mencegah lgbt pada anak5 cara mencegah lgbt pada anak
5 cara mencegah lgbt pada anak
 
Membantu Anak Mencegah Kekerasa Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasa SeksualMembantu Anak Mencegah Kekerasa Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasa Seksual
 
Orang tua perlu pahami makna pendidikan anak oleh
Orang tua perlu pahami makna pendidikan anak olehOrang tua perlu pahami makna pendidikan anak oleh
Orang tua perlu pahami makna pendidikan anak oleh
 
BINA KETAHANAN REMAJA.pptx
BINA KETAHANAN REMAJA.pptxBINA KETAHANAN REMAJA.pptx
BINA KETAHANAN REMAJA.pptx
 
Makalah pergaulan bebas
Makalah pergaulan bebasMakalah pergaulan bebas
Makalah pergaulan bebas
 
370566869-Power-Poin-Sex-Education.pptx
370566869-Power-Poin-Sex-Education.pptx370566869-Power-Poin-Sex-Education.pptx
370566869-Power-Poin-Sex-Education.pptx
 
B. inggrijjkk
B. inggrijjkkB. inggrijjkk
B. inggrijjkk
 

Sex education

  • 1. Sex… Sesuatu yang bisa membuat orang berpikir macam-macam; dari yang mesum sampe yang intelek. Tanpa kita sadari informasi yang udah Hi-Tek ini membuat informasi mudah diakses dimanapun kapanpun, kita sebagai orang tua atau calon orang tua perlu memberikan filter kepada anak-anak kita. Salah satunya tentang “Sex”. Filter yang bisa diberikan untuk sex adalah pendidikan sex itu sendiri pada usia dini. Di Indonesia pendidikan sex kurang populer di masyarakat (tabu), mereka menganggap anak akan tau dengan nalurinya sebagai manusia tentang sex itu sendiri. Padahal kalau naluri sex itu tidak diarahkan dengan benar akan meniombulkan sesuatu yang akan membuat kita menyesal dibelakang (“kan ga da penyesalan didepan”). Apalagi kalau usia balita. Saru dan tabu kalau anak bertanya soal sex, bisa dipastikan orang tua akan berkilah, mengalihkan perhatian, menutup-nutupi atau menyodorkan jawaban tak masuk akal. Mengajarkan masalah sex pada anak-anak memang tidaklah mudah. Jika salah paham bisa-bisa anak malah takut, bukannya mengerti bahkan salah mengerti (berbeda 180 derajat). Pendidikan sex tidak harus bicara tentang anggota tubuh, melainkan lebih terfokus pada bagaimana mereka mengenal dirinya, punya konsep diri yang positif dan matang. Mereka belum tahu perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kita juga perkenalkan bagian tubuh yang pribadi dan siapa saja yang boleh menyentuhnya. Menurut Frida Mangunsong, seorang Doktor psikolog memaparkannya pada acara talk show yang diadakan Dancow Parenting Center dan Delta radio 99,1 FM pada hari Rabu, 19 Maret 2008: “Anak balita hendaknya telah memperoleh pendidikan sex sejak dini. Hal ini berguna untuk mencegah timbul dan berkembangnya pikiran-pikiran negatif pada anak, terutama apabila anak sudah mulai menerima informasi dari media-media yang ada, seperti televisi, internet, buku, dll. Pendidikan sex sejak dini juga berguna bagi buah hati agar mereka dapat berhati-hati dengan perlakuan berbahaya yang mereka terima dari lingkungan sekitar mereka, seperti pelecehan seksual, dll. Orang tualah yang paling tepat untuk memberikan pendidikan sex sejak dini, karena keluarga adalah sekolah (wahana belajar) pertama bagi balita. Yang sangat ditekankan dalam pendidikan sex ini adalah pentingnya menjaga diri. Tubuhmu adalah milikmu, begitu prinsipnya. Anak- anak ini tak hanya paham soal anggota tubuh, tapi juga waspada dan hati-hati menjaganya”. Disini sumbernya Sebenarnya orang tua wajib memberikan informasi yang benar dengan kadar-kadar yang sesuai dengan kapasitasnya, baik umur maupun psikis anak itu sendiri (karena ortu yang lebih tau akan kondisi anak). Jangan sampai ortu malah menutup-nutupi atau memberikan informasi yang tidak benar. Disini bisa kita lihat bahwa komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting dalam pendidikan sex usia dini (tidak cuma dalam pendidikan sek tapi semua). Kalo omunikasi antara ortu dan anak ga terjalin dengan naik “Apa kata dunia”. Kewajiban ortu bukan hanya memberi sandang, pangan, papan tapi juga kasih sayang (kasih sayang ga cuma
  • 2. dikatakan tapi di praktekan juga;/red) salah satunya dengan komunikasi itu. jangan sampai anak disalahkan apabila terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan misalkan; MBA, aborsi dll. Jangan lupa pendidikan agama juga berperan penting dalam pendidikan sex, jangan anda menyuruh anak bisa melakukan ritual keagamaan tetapi bagaimana anak bisa menyukai, memaknai dan mengamalkan ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehati-hari. Ada pesan yang menurut aku penting, “Orang tua bertanggung jawab akan anaknya selama anak tersebut menjadi tanggungjawab dari orang tuanya”. Jika anak rusak atau berdosa maka pertama kali yang akan diminta tanggung jawab oleh Tuhan adalah orang tua. So, jangan lah anda menjadi orang tua yang akan menyesal di kemudian hari, mumpung masih ada waktu, ayo yang blum menjalin komunikasi yang baik dengan anak sekarang waktunya, jangan anda tunda2 lagi klo memang anda sayang sama anak anda. Tiga hal yanga akan anda bawa mati (Ilmu yang bermanfaat, Amal sidakoh dan doa anak soleh).
  • 3. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong usia dewasa. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Pendidikan seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggungjawab yang ada padanya, halal haram berkaitan dengan organ seks dan panduan menghindari penyimpangan dalam prilaku seksual mereka sejak dini. Memang masa remaja adalah masa yang sangat didominasi dengan masalah-masalah seks. Remaja juga akan sangat memperhatikan masalah-masalah seks. Banyak remaja yang mengkonsumsi bacaan-bacaan porno, melihat film-film blue dan semakin bertambah ketika mereka berhadapan dengan rangsangan seks seperti suara, pembicaraan, tulisan, foto, sentuhan, film. Bahkan semakin hari semakin bervariatif. Padahal apabila remaja sudah terjatuh dalam kegiatan seks yang haram, maka akibatnya sudah tidak bisa dibayangkan lagi: 1. Hilangnya harga diri bagi remaja laki dan hilangnya keperawanan bagi perempuan. 2. Perasaan berdosa yang mendalam, terkadang berakibat menjadi lemah dan semakin jauh dengan Allah SWT. 3. Perasaan takut hamil. 4. Lemahnya kepercayaan antara dua pihak. 5. Apabila hubungan ini diteruskan, akan menjadi hubungan yang gagal, terlebih bila dikembalikan dengan hukum syari‟at. 6. Penghinaan masyarakat terhadap remaja laki-laki dan perempuan, juga kepada keluarganya. Bagaimana solusinya? DR. Akram Ridho Mursi memberikan solusinya, sebagai berikut: Pertama, dengan meminimalkan hal-hal yang merangsang, mengekang ledakan- ledakan nafsu dan menguasainya. Sebab, sesungguhnya tuntuntan untuk memenuhi hasrat biologis didorong oleh dua sebab: * Ekstern, dengan jalan rangsangan. Pada awalnya memori seks dibentuk oleh stimulasi eksternal (bukan persepsi). * Intern, dengan jalan berpikir dan bertindak. Kedua, dengan menjaga diri (Isti‟faaf). Hal ini merupakan bagian dari proses sebagai berikut: 1. Memahami diri. Dimana remaja putra dan putri memahami tentang jati dirinya. Menyadari akan tugas dan tanggungjawab hidup, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungannya, (Al Hajj: 77) 2. Kualitas akhlak. Menyadari batas-batas nilai, tugas masyarakat. Kecil dan besar, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam masyarakat.
  • 4. 3. Kesadaran beragama. Perasaan taqwa dan muroqabah-Nya. Al Alaq: 14. 4. Perasaan damai di rumah. Terbangun dari keterbukaan, cinta kasih, saling memahami diantara sesama anggota keluarga. 5. Pengawasan yang cerdas dari orang tua. 6. Komitmen dengan aturan-aturan Allah SWT dalam berpakaian dan dalam bergaul dengan lawan jenis. 7. Menghindari pergaulan bebas dan mencegah berduaan tanpa mahram. Apa yang bisa orangtua lakukan agar anak dan remaja tak sungkan berkomunikasi tentang seks ? 1. Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan manusia (termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi); hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan); kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual; kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual); serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas dan agama). 2. Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva” . Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yang keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yang akan datang. 3. Manfaatkan „Golden Moments”, misalnya saat sedang menonton teve yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur), dan lain-lain. 4. Dengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama. 5. Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka. 6. Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda. 7. Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai
  • 5. agama tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. 8. Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang akan anda gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu bahwa anak adalah orang tua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita persiapkan sedemikian rupa agar menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan dengan segala rintangannya. Percayalah, bahwa anda merupakan orang yang paling tepat dalam hal ini, dengan mempercayai diri sendiri, anda pun telah memberikan kepercayaan pada anak..
  • 6. Kebanyakan orang tua selalu menunda-nunda untuk membicarakan tentang seks dengan anak remaja mereka. Dan ketika orang tua mulai membicarakannya dengan anak remaja mereka, sering sudah terlambat. Menurut penelitian, sebagian remaja sudah pernah berhubungan seks pada saat orang tua mereka mencoba untuk membicarakan seks dengan mereka. Memang penelitian tersebut dilakukan di Amerika Serikat, tapi remaja-remaja di Indonesia juga mempunyai perilaku yang sangat memprihatinkan. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the American Academy of Pediatrics, 114 keluarga yang diwawancarai pada masalah-masalah mulai dari perubahan tubuh pada masa pubertas sampai dengan kondom dan kehamilan. Dalam satu sesi, peneliti menanyakan kepada para remaja dan orang tua mereka secara terpisah, tentang kapan topik ini dibahas oleh mereka. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan jawaban para remaja tentang aktivitas seks pertama mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata, remaja telah berhubungan seks sebelum orang tua mereka mulai mendiskusikannya dengan mereka. Menurut salah satu peneliti, Dr. Mark Schuster, kepala pediatri umum di Children's Hospital Boston, hasil penelitian ini seharusnya mendorong orang tua untuk berbicara dengan anak remaja mereka tentang pendidikan seks lebih awal. Dengan harapan perilaku seks bebas pada remaja bisa dikendalikan. Di Indonesia sendiri penelitian tentang Perilaku Seks Bebas Remaja Perkotaan pernah dilakukan dengan hasil bahwa ketika informasi yang diterima remaja bukan informasi yang transparan maka kecenderungan untuk melakukan seks bebas makin tinggi karena ketidak-tahuannya akan informasi seks yang baik dan benar. Makin beragamnya sumber-sumber informasi seks tidak menjamin bahwa kecenderungan perilaku seks remaja akan menurun. Berdasar hasil penelitian tersebut di atas, maka pemecahan masalah yang relevan adalah keterbukaan dan transparansi dalam proses pendidikan seks. Bukan saja pendidikan seks yang disampaikan melalui sekolah, media massa, saluran komunikasi publik dan lain-lain, tetapi yang paling penting pendidikan seks dari orang tua. Karena orang tua dan keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling utama sebelum remaja melakukan sosialisasi dengan institusi lainnya.
  • 7. Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk hidup, karena dengan seks makhluk hidup dapat terus bertahan menjaga kelestarian keturunannya. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Handbook of Adolecent psychology, 1980). Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut. Karena meningkatnya minat remaja pada masalah seksual dan sedang berada dalam potensi seksual yang aktif, maka remaja berusaha mencari berbagai informasi mengenai hal tersebut. Dari sumber informasi yang berhasil mereka dapatkan, pada umumnya hanya sedikit remaja yang mendapatkan seluk beluk seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu remaja mencari atau mendapatkan dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya seperti di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, media massa atau internet. Memasuki Milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua dan kaum pendidik bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dll, adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas.
  • 8. Karakteristik Seksual Remaja Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda hal ini seperti yang pendapat berikut ini : Sexual characteristics are divided into two types. Primary sexual characteristics are directly related to reproduction and include the sex organs (genitalia). Secondary sexual characteristics are attributes other than the sex organs that generally distinguish one sex from the other but are not essential to reproduction, such as the larger breasts characteristic of women and the facial hair and deeper voices characteristic of men (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002) Pendapat tersebut seiring dengan pendapat Hurlock (1991), seorang ahli psikologi perkembangan, yang mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock, pada remaja putra : tumbuh rambut kemaluan, kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar dan lain,lain. Sedangkan pada remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan, mulai mengalami haid, dan lain-lain. Seiring dengan pertumbuhan primer dan sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan. Perilaku Seksual Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, ber***bu dan senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual (yang dilakukan sebelum waktunya) justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil di luar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima
  • 9. kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah. Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks. Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai : 1. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. 2. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. 3. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut : 1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu 2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain) 3. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. 4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa
  • 10. dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya. 5. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. 6. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria. Pendidikan Seksual Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar. Tujuan Pendidikan Seksual Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
  • 11. Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987) Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut : 1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. 2. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab) 3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi 4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga. 5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual. 6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. 7. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan. 8. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini
  • 12. dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. Beberapa Kiat Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan. Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan: 1. Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu. 2. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak- tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional. 3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut. 4. Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
  • 13. 5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya. Saya yakin pasti masih ada cara-cara lain yang dapat anda gunakan dalam mendidik anak remaja anda. Akhir kata saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi remaja, orang tua dan pendidik dalam membentuk remaja menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas kehidupan yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang. (jp)