Sumberdaya manusia yang produktif dan berkualitas merupakan kunci untuk membangun masyarakat madani dan daya saing Indonesia. Pendidikan perlu mengembangkan sumber daya manusia agar mampu bersaing global dan menciptakan nilai tambah tinggi.
1.
Sumberdaya
Manusia
Andalan
Masyarakat
Madani
•
Bacharuddin
Jusuf
Habibie
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan Pimpinan KONASPI ke-7 yang saya hormati,
Para Peserta KONASPI yang saya banggakan,
Hadirin dan para undangan yang saya hormati.
Assalamu’alaikum w w
Pertama-‐tama
saya
menyampaikan
selamat
kepada
seluruh
peserta
Konvensi
Nasional
Pendidikan
Indonesia
(KONASPI)
ke-‐7,
yang
dalam
waktu
tiga
hari
ini
akan
mengkaji
berbagai
permasalahan
pendidikan
di
tanah
air,
dalam
rangka
menyiapkan
manusia
Indonesia
masa
depan
yang
maju,
mandiri,
demokratis,
berkarakter
dan
bermartabat.
Di
tengah
gejolak
dinamika
kehidupan
bangsa
dewasa
ini,
yang
di
satu
sisi
sedang
berusaha
menuntaskan
proses
reformasi,
sementara
di
sisi
lain
masih
‘berkutat’
dengan
berbagai
persoalan
yang
menghambat
laju
bangsa
ke
depan
–
seperti
masih
merebaknya
tindak
korupsi,
kecenderungan
adanya
erosi
moralitas,
dan
berbagai
masalah
lain
-‐-‐
maka
penyelenggaraan
KONASPI
ke-‐7
ini
sungguh
tepat
karena
forum
pertemuan
nasional
ini
akan
“membidik”
langsung
akar
persoalan
bangsa,
yaitu
masalah
pengembangan
sumberdaya
manusia.
Saya
mengharapkan
dan
berkeyakinan
dalam
forum
KONASPI
ke-‐7
ini,
para
pendidik,
pakar
pendidikan,
penggiat
dan
pengelola
lembaga
pendidikan,
akan
dapat
merumuskan
berbagai
strategi
dan
langkah
pengembangan
sumberdaya
manusia
ke
depan,
agar
generasi
Indonesia
Emas
tahun
2045
-‐-‐
sebagaimana
dijadikan
tema
KONASPI
ini
-‐-‐
bukan
sekedar
mimpi,
melainkan
dapat
benar-‐benar
kita
wujudkan.
Dalam
era
globalisasi
dan
informasi,
peran
sumberdaya
manusia
(SDM)
dengan
jaringan
yang
dimiliki
akan
sangat
menentukan
kualitas
kehidupan
masyarakat
di
mana
yang
bersangkutan
berakar
dan
bergerak.
Karena
pada
akhirnya
daya
saing
dan
produktivitas
SDM
tersebut
yang
menentukan
keunggulannya
dalam
masyarakat
lokal,
nasional,
regional
dan
global.
Produktivitas
SDM
mencerminkan
kemampuannya
menghasilkan
produk
apa
saja
yang
dinilai
oleh
masyarakat
berkualitas
tinggi
dengan
harga
rendah
dan
dapat
diselesaikan
tepat
waktu.
Untuk
mencapai
produktivitas
ini,
SDM
harus
terampil,
berdisplin
dan
pandai
memanfaatkan
prasarana
dan
sarana
teknologi
tepat
guna
yang
tersedia.
Dengan
produktivitas
yang
tinggi,
SDM
dapat
meningkatkan
nilai
suatu
produk
melalui
suatu
proses
nilai
tambah
(PNT)
yang
dilanjutkan
melalui
suatu
proses
biaya
tambah
(PBT)
untuk
•
Pidato
Kunci
pada
Konvensi
Nasional
Pendidikan
Indonesia
ke-‐7,
Yogyakarta,
1
November
2012
1
2.
pada
akhirnya
ditawarkan
di
pasar,
baik
pasar
lokal,
nasional,
regional
maupun
global,
dengan
harga
hasil
PNT
(yang
maksimal)
dan
PBT
(yang
minimal).
Baik
untuk
dapat
memperoleh
PNT
maupun
PBT
dibutuhkan
teknologi
tepat
guna,
prasarana,
sarana
dan
SDM
yang
terampil,
berdisiplin
dan
produktif.
Hadirin yang berbahagia
Mengapa
kita
harus
membuat
pesawat
terbang,
kapal
penumpang,
kereta
api,
produk
transportasi
dan
lain,
yang
semuanya
membutuhkan
investasi
yang
besar
dan
return
of
investment
(ROI)
yang
lama
pula?
Mungkin
sebagian
orang
berpendapat,
investasi
di
bidang
sumberdaya
alam
(SDA)
terbarukan
dan
tidak
terbarukan,
seperti:
bidang
agro
industri
(AI),
industri
sumber
daya
laut
(SDL)
dan
industri
pertambangan
(IP),
akan
lebih
menguntungkan,
karena
tidak
membutuhkan
investasi
yang
besar
dan
tidak
memiliki
ROI
yang
lama.
Oleh
karenanya,
kita
impor
saja
semua
prasarana
dan
sarana
ekonomi,
seperti
alat
transportasi,
alat
komunikasi,
alat
telekomunikasi,
alat
permesinan
dan
alat
energi
dan
sebagainya,
dan
membiayainya
dengan
hasil
ekspor
SDA.
Prasarana
ekonomi
yang
baik
akan
membantu
proses
nilai
tambah
(PNT)
industri
apa
pun
di
Indonesia,
yang
akan
menghasilkan
produk
yang
dapat
bersaing
di
pasar
domestik,
nasional,
regional
dan
global.
Namun
sayangnya,
tanpa
disadari
ternyata
kita
melanjutkan
tradisi
penjajah
yang
datang
tidak
untuk
mengembangkan
SDM
namun
untuk
mengambil
SDA.
Penjajah
mengkondisikan
agar
kita
mengutamakan
ekspor
SDA
dari
hasil
agro
industri
dan
industri
pertambangan.
Kemudian
setelah
mereka
olah
dengan
PNT
yang
tinggi
akan
menghasilkan
produk
yang
berkualitas
yang
akan
mereka
ekspor
antara
lain
ke
negeri
yang
dijajah.
Mereka
dapat
mengembangkan
produk
yang
berkuaitas
dan
berdaya
saing
karena
memiliki
SDM
yang
unggul,
yang
dibina
dan
dikembangkan
antara
lain
dibiayai
oleh
kita
yang
dijajah,
karena
kita
membeli
produk
PNT
dan
PBT
melalui
impor!
Untuk
mengimpor
produk
penjajah
-‐-‐
baik
yang
terjadi
pada
masa
kolonial
dahulu,
maupun
dalam
rangka
proses
globalisasi
sekarang
ini
-‐-‐
kita
kembangkan
berbagai
kriteria
pargmatis,
seperti:
harga
paling
rendah,
diserahkan
tepat
waktu,
purna
jual
baik,
rendah
biayanya,
sesuai
teknik
yang
telah
ditentukan
dan
sistem
pembayaran
paling
menguntungkan
Indonesia.
Namun
demikian,
kita
perlu
menyadari,
bahwa
akibat
impor
produk
apa
pun
dari
masyarakat
lain
tersebut,
di
dalamnya
terselubung
“jam
kerja”
yang
kita
biayai
untuk
mengembangkan
teknologi,
proses
pendidikan
dan
proses
pembudayaan
masyarakat
lain
tersebut.
Mereka
menyediakan
prasarana
dan
sarana
pendidikan
dan
pembudayaan
yang
memadai
sehingga
masyarakat
menjadi
semakin
terampil,
produktif
dan
unggul,
yang
dibiayai
oleh
kita
melalui
ekspor
SDA
dan
impor
produk
hasil
produksi
SDM
mereka.
Dengan
demikian,
mereka
terus
2
3.
berkembang
keterampilannya,
produktivitasnya,
daya
saingnya,
serta
ketenteraman
dan
kualitas
hidupnya.
Sementara
itu,
masyarakat
kita
tidak
mendapatkan
kesempatan
untuk
berkembang
karena
tidak
memperoleh
pembinaan
yang
dibutuhkan.
Akibatnya
daya
saing
dan
kualitas
hidup
mereka
akan
tetap
rendah
dan
tidak
berkembang.
Pengalaman
kita
menunjukkan
bahwa
agro
industri,
industri
sumber
daya
laut
dan
industri
pertambangan
ternyata
tidak
mampu
menyediakan
lapangan
kerja
yang
dibutuhkan.
Sehingga,
untuk
mencegah
terjadinya
proses
kemiskinan
masyarakat
di
desa
dan
kampung,
maka
mereka
terpaksa
eksodus
meninggalkan
kampung
halaman
untuk
mencari
pekerjaan
di
kota
dan
bahkan
di
luar
negeri.
Lapangan
kerja
yang
tersedia
juga
terbatas
pada
yang
berkualifikasi
rendah,
tidak
membutuhkan
pendidikan
atau
keterampilan
khusus,
dan
tidak
diminati
oleh
masyarakat
setempat.
Salah
satu
alternatif
untuk
mengatasi
pengangguran
adalah
mereka
bekerja
sebagai
tenaga
kasar
di
bidang
bangunan,
pengemudi
mobil
dan
pembantu
rumah
tangga
di
kota-‐kota
atau
di
rantau
sebagai
TKI
yang
kita
kirim
(ekspor).
Akibatnya,
proses
pembudayaan
(PB)
dalam
keluarga
tidak
dapat
berlangsung
dengan
sempurna
dan
akan
berdampak
negatip
pada
perilaku
SDM
yang
bersangkutan.
Pada
saat
yang
sama,
pengaruh
budaya
dan
perilaku
asing
masuk
dalam
kehidupan
keluarga
–
yang
tak
dapat
diimbangi
oleh
pengaruh
orang
tua
sendiri
–
akan
merugikan
proses
nilai
tambah
pribadi
(PNTP),
sebagai
dasar
peningkatan
ketrampilan,
produktivitas
dan
daya
saing
SDM.
Andaikata
dalam
rangka
globalisasi
semua
masalah
tersebut
-‐-‐
termasuk
ketimpangan
proses
pembudayaan
(PB)
-‐-‐
dapat
diatasi,
maka
masih
ada
permasalahan
lain
yang
harus
diselesaikan,
yaitu:
Apakah
Neraca
Pembayaran
dan
Neraca
Perdagangan
akan
dapat
seimbang?
Ataukah
menjadi
negatip?
Bagaimana
neraca
tersebut
akan
berkembang,
jikalau
SDA
yang
tidak
terbaharukan
-‐-‐
termasuk
energi
–
habis?
Sementara
pada
saat
yang
sama
kita
tergantung
dari
impor
produk
hasil
PNT
dan
PBT
masyarakat
lain?
Untuk
menjawab
pertanyaan
ini
maka
sebaiknya
kita
mempelajari
perbandingan
antara
harga
hasil
PNT
transportasi,
komunikasi
dan
telekomunikasi
dengan
hasil
PNT
SDA
agro
industri,
industri
sumber
daya
laut
dan
industri
pertambangan.
Ternyata
harga
1
kg
produk
PNT
transportasi,
komunikasi
dan
telekomunikasi
dibandingkan
dengan,
misalnya,
harga
1
kg
beras
berkisar
antara
500
kali
sampai
satu
juta
kali
lebih
tinggi.
(Ilustrasi:
1
kg
notebook
800
kali,
1
kg
pesawat
terbang
sepert
N250
sudah
mencapai
sekitar
2.000
kali,
1
kg
pesawat
tempur
euro
fighter
hampir
sama
harganya
dengan
1
kg
blackberry
3
4.
sekitar
10.000
kali
harga
1
kg
beras
dan
bahkan
1
kg
satelit
300.000
kali
dibandingkan
dengan
harga
1
kg
beras).
Memang
dalam
25
tahun,
perbandingan
atau
perbedaan
harga
tersebut
cenderung
mengecil.
Hal
ini
disebabkan
karena
jumlah
penduduk
dunia
meningkat
terus,
sedangkan
lahan
yang
subur
dengan
curah
hujan
yang
cukup
sangat
terbatas,
sehingga
produksi
beras
tak
dapat
mencukupi
kebutuhan
dan
permintaan
pasar,
menyebabkan
harga
beras
terus
meningkat.
Sementara
itu,
teknologi
untuk
PNT
produk
transportasi,
komunikasi
dan
telekomunikasi
sangat
cepat
berkembang
sehingga
menjadikan
biaya
produksi
mengecil.
Namun
demikian,
perbandingan
tersebut
tetap
timpang
dan
cukup
jauh
nilainya.
Sehingga
kalau
kita
tidak
meningkatkan
jam
kerja
kita
–
yang
berarti
kita
mengabaikan
PNTP
yang
dibutuhkan
untuk
peningkatan
keterampilan
dan
daya
saing
-‐-‐
dapatkah
kita
mempertahankan
neraca
perdagangan
tetap
seimbang,
apalagi
menjadi
positip?
Mempelajari
keberhasilan
pembangunan
negara-‐negara
berpenduduk
dan
berwilayah
besar,
tidaklah
mungkin
dengan
mengandalkan
pada
SDA
saja.
Ternyata
SDA
hanya
dapat
diandalkan
sebagai
pelengkap
proses
industrialisasi,
seperti
halnya
yang
terjadi
di
Jepang,
Korea,
RRC,
USA,
Jerman,
India
dan
Brazil.
Indonesia
tidak
terkecuali!
Dengan
demikian,
mengandalkan
hanya
pada
hasil
produk
tradisional
bidang
agroindustri,
pertambangan
dan
sumber
daya
laut
(SDL)
saja,
jelas
tidak
mencukupi
untuk
mempertahankan
neraca
perdagangan
tetap
seimbang
dan
apalagi
positip!
Hadirin yang berbahagia
Setelah
tanggal
10
Augustus
1995
pesawat
N250
Turboprop
dengan
kecepatan
tinggi
dalam
alam
lingkungan
subsonic
hasil
rekayasa
dan
produksi
Indonesia
tinggal
landas,
maka
tidak
ada
seorang
pun
dapat
mempersoalkan
dan
mempertanyakkan
kemampuan
SDM
Indonesia
dalam
mengembangkan,
menerapkan
produk
PNT
secanggih
apa
pun.
Jaringan
dan
pusat
keunggulan
proses
nilai
tambah
pribadi
(PNTP)
tingkat
rendah,
menengah
dan
tinggi
telah
kita
dirikan
dan
kembangkan.
Kita
juga
telah
mengembangkan
pusat
keunggulan
riset
milik
LIPI,
BPPT,
LAPAN,
Kementerian
Pertanian,
Kementerian
Kehutanan,
Kementerian
Kesehatan,
Kementerian
Perindustrian,
PUSPITEK,
di
berbagai
BUMN,
dsb.
Yang
perlu
disempurnakan
adalah
kaitan
dan
sinkronisasi
antara
pusat
keunggulan
yang
berorientasi
pada
kebutuhan
masyarakat
dan
permintaan
pasar.
Pusat
Keunggulan
(PK)
itu
adalah:
• Pusat
Keunggulan
pendidikan,
Rendah,
Menengah,
Kejuruan,
Tinggi
dan
Universitas
• Pusat
Keunggulan
Penelitian,
Pengembangan
Penerapan
Teknologi
Tepat
Guna
dan
Pengendalian
Kualitas
dan
Produktivitas
• Pusat
keunggulan
produksi
PNT
dan
PBT
4
5.
Empat
puluh
tahun
yang
lalu
saya
telah
memberikan,
dasar
filsafah
strategi
proses
industrialisasi
yang
berkelanjutan,
yang
intinya
sebagai
berikut:
1. Mulai
pada
akhir
dan
berakhir
pada
awal;
yang
berarti
kita
memproduksi
produk
yang
segera
dibutuhkan
pasar
dan
setelah
itu
secara
bertahap
mengembangkannya
sampai
kita
dapat
menguasai
teknologi,
sehingga
memungkinkan
hampir
semua
komponen
produk
yang
kita
butuhkan
dapat
dikembangkan
dan
dibuat
di
dalam
negeri!
2. Menyadari
bahwa
dua
puluh
lima
tahun
yang
akan
datang
bagi
proses
industrialisasi
adalah
hari
ini,
berarti
pendidikan,
pembudayaan
dan
peningkatan
ketrampilan
dan
keunggulan
SDM
membutuhkan
waktu
yang
cukup
lama,
sekitar
25
tahun.
3. Transformasi
dan
perkembangan
proses
industrialisasi
harus
dibiayai
dari
hasil
ekspor
SDA
dan
energi
dan
tidak
menggantungkan
diri
pada
dana
luar
negeri
yang
diperoleh
dari
pinjaman
dengan
persyaratan
yang
menguntungkan
“neraca
pembayaran”
dan
merugikan
“neraca
jam
kerja”
4. Tiap
kebijakan,
baik
yang
diputuskan
di
lembaga
eksekutif
maupun
di
lembaga
legislatif,
wajib
memprioritaskan
“jam
kerja”
nasional.
Sebagai
ilustrasi:
pernah
terjadi
dalam
rangka
tender
pengadaan
pesawat
angkut
militer
di
negara
maju,
tender
yang
sudah
dimenangkan
oleh
perusahan
luar
negeri,
dengan
alasan
apa
saja,
dilakukan
tender
ulang
dan
dimenangkan
oleh
perusahaan
nasional
(Airbus
versus
Boeing).
Kita
harus
menyadari
bahwa
ketentuan
WTO
dan
lembaga
multi
nasional
lain,
tidak
akan
pernah
memperhatikan
masalah
“jam
kerja”
setempat,
sehingga
yang
harus
mengamankan
“jam
kerja”
adalah
warga
masyarakatnya
sendiri!
Ini
adalah
wajar.
Bukankah
pimpinan
nasional
dipilih
oleh
masyarakatnya,
dan
diberi
amanah
untuk
meningkatkan
kualitis
hidup
masyarakatnya
sendiri?
5. Usaha
dan
investasi
pada
bidang
ilmu
terapan
dan
teknologi
tepat
guna
untuk
produksi
produk
yang
dibutuhkan
di
pasar
nasional
saja
yang
dibiayai
dari
hasil
ekspor
SDA
dan
energi.
Lima
filsafah
strategi
di
atas
telah
diterapkan
selama
25
tahun
dari
tahun
1975
sampai
1999
dengan
hasil
nyata
antara
lain,
produk
industri
dirgantara,
kelautan
dan
angkutan
darat
di
Indonesia
berkembang.
Namun
sangat
disayangkan
karya-‐karya
anak
bangsa
tersebut
kita
biarkan
“dihancurkan”.
Sementara
kita
mengembangkan
strategi
membuka
pintu
selebar-‐lebarnya
untuk
impor
barang
jadi
untuk
prasarana
dan
sarana
ekonomi
-‐-‐
seperti:
pengangkutan,
komunikasi,
telekomunikasi,
elektronik,
energi
dan
yang
lain
-‐-‐
dan
mengekspor
bahan
baku
dan
energi.
Strategi
tersebut
memang
sementara
dapat
menguntungkan
“neraca
perdagangan”
dan
“neraca
pembayaran”
namun
sangat
merugikan
“neraca
jam
kerja”
yang
berakibat
proses
pemerataan
dalam
segala
bidang
tidak
berfungsi
sesuai
cita-‐cita
Bangsa
yang
tersirat
dalam
Pembuka
UUD-‐45.
5
6.
Kita
bangga
karena
tunduk
atas
aturan
main
WTO
serta
lembaga
internasional
sejenis,
dan
ramai-‐ramai
menari
di
atas
irama
pukulan
gendang
orang
lain
sampai
kita
lupa
makna
perjuangan
rakyat
kita
sendiri.
Mau
kemana
kita?
Hadirin yang berbahagia
Memperhatikan
rangkuman
analisis
di
atas,
memang
akan
membuat
kecewa
dan
sedih
bagi
siapa
pun
yang
sadar
akan
kejayaan
masa
depan
bangsa
ini.
Namun
saya
mengajak
untuk
tidak
melihat
kebelakang
dan
berpolemik
mengenai
siapa
yang
bersalah
atau
siapa
yang
benar,
tetapi
marilah
kita
memusatkan
kembali
perhatian
pada
makna
pembangunan
dan
pemerataan
yang
berkesinambungan
menuju
ke
masyarakat
madani
yang
berbudaya,
sejahtera
dan
tentram,
sebagaimana
diamanatkan
UUD
1945.
Ternyata
dari
data
tentang
dunia
usaha
terlihat
adanya
kesenjangan
yang
cukup
memprihatinkan,
sebagaimana
dapat
dilihat
pada
data
berikut:
• Kesempatan
Kerja
yang
disediakan
oleh:
1.
Usaha
Kecil
(UK)
88,92%.
2.
Usaha
Menengah
(UM)
10,54%.
3.
Usaha
Besar
(UB)
0,54%
• Sumbangan
Nilai
Tambah
dalam
perekonomian
nasional:
1.
Usaha
Kecil
(UK)
43,42%
2.
Usaha
Menengah
(UM)
15,42%
3.
Usaha
Besar
(UB)
44,90%
• Nilai
Tambah
pro
Kesempatan
Kerja:
1.
Usaha
Kecil
(UK)
0,4883(1xUK)
2.
UsahaMenengah
(UM)
1,4630
(3xUK)
3.
Usaha
Besar
(UB)
83,1481
(170xUK)
Dari
data
tentang
kesenjangan
yang
dicerminkan
oleh
tiga
indikator
tersebut
dapat
kita
simpulkan
bahwa:
1. Usaha
Kecil
dan
Menengah
menyediakan
99,46%
lapangan
kerja,
sementara
lapangan
kerja
yang
disediakan
oleh
Usaha
Besar
hanya
mencapai
0,54%.
2. PDB
dalam
perekonomian
nasional
disumbang
oleh
hasil
Usaha
Besar
(44,9%),
sedangkan
hasil
Usaha
Kecil
dan
Menengah
(55,1
%).
3. Perbandingan
Nilai
Tambah
yang
dihasilkan
tiap
lapangan
kerja
oleh
UK
:
UM
:
UB
adalah
1
:
3
:
170.
Hal
ini
mencerminkan
adanya:
• kesenjangan
kualitas
sumberdaya
manusia;
• kesenjangan
pendidikan;
• kesenjangan
produktivitas;
dan
• kesenjangan
penguasaan
Iptek.
6
7.
Memang
angka-‐angka
kuantitatif
tersebut
diambil
dari
data
statistik
sekitar
5
tahun
yang
lalu,
sehingga
secara
kuantitatif
mungkin
tidak
mencerminkan
secara
tepat
keadaan
masa
kini.
Namun
secara
kualitatif,
angka
tersebut
kurang
lebih
sama
atau
lebih
baik
sedikit,
ataukah
bahkan
lebih
jelek?
Namun
kesan
yang
kita
peroleh
saat
ini
adalah:
ketimpangan
dunia
usaha
atau
pelaku
ekonomi
tersebut
sekarang
masih
tetap
ada
dan
tetap
amat
mencolok
perbedaannya.
Oleh
karenanya,
yang
perlu
kita
lakukan
ialah
konsentrasi
pada
peningkatan
produktivitas
dan
daya
saing
Badan
Usaha
Micro,
Kecil,
Menengah
(BUMKM)
dan
Kooperasi,
yang
menyediakan
sebagian
besar
jam
kerja
atau
lapang
kerja
(99,46%)
di
Indonesia.
Hadirin yang berbahagia
Pengalaman
telah
membuktikan
bahwa
sukses-‐tidaknya
pelaksanaan
upaya
meningkatkan
nilai
suatu
produk,
ditentukan
oleh
hasil
pemikiran
dan
pelaksanaan
kualitas
terkecil
dan
rinci
dari
produk
tersebut
(the
devil
is
in
the
detail).
Hal
ini
berlaku
baik
untuk,
perangkat
keras
(hard
ware)
maupun
perangkat
lunak
(soft
ware)
dan
perangkat
otak
(brain
ware).
Ketiganya
ditentukan
oleh
kemampuan
dan
keterampilan
SDM
yang
bersangkutan.
Ini
berarti
ditentukan
oleh
produktivitas
dan
efisienci
SDM
tersebut
dalam
bekerja
dan
berkarya,
yang
sangat
ditentukan
oleh:
1 Proses
Pembudayaan;
oleh
ibu,
ayah,
keluarga
dan
lingkungan
pergaulannya;
yang
antara
lain
menentukan
perilaku
dan
disiplin
SDM.
2 Proses
Pendidikan;
yang
menentukan
kemampuan
berpikir,
berkarya,
bekerja
dengan
pengertian
dan
menerapkan
hasil
IPTEK,
yang
menjadikan
SDM
terampil.
3 Wahana
Jam
Kerja
sebagai
tempat
melanjutkan
Proses
Pembudayaan
dan
Proses
Pendidikan,
yang
akan
menghasilkan
SDM
ungul
dengan
daya
saing
tinggi.
Bagaimana
kita
dapat
menciptakan
atau
melaksanakan
keadaan
tersebut
secara
nasional
dan
merata
dengan
pengorbanan
seminimal
mungkin?
Untuk
dapat
melaksanakan
keinginan
tersebut
baiklah
kita
kaji
ketiga
“penentu”
masa
depan
bangsa
yang
mengandalkan
pada
kualitas
dan
keunggulan
SDM.
1. “Prosess
Pembudayaan”
Kita
dapat
bersyukur
bahwa
dalam
rangka
reformasi,
tiap
daerah
atau
propinsi
telah
diberikan
otonomi,
yang
antara
lain
memungkinan
SDM
berperilaku
“merdeka
dan
bebas”
sesuai
budaya
masing-‐masing.
Dalam
dunia
Informasi
dan
dunia
maya,
jaringan
informasi
sosial
atau
social
network
dan
internet
berkembang
pesat
karena
teknologi.
Filsafah
hidup
masyarakat
atau
bangsa
lain,
walaupun
bukan
tetangga
sebelah
kita,
dengan
mudah
dan
intensif
memasuki
ruang
hidup
keluarga
dan
akan
mempengaruhi
proses
pembudayaan
SDM,
yang
tidak
selalu
menguntungkan
atau
cocok
dengan
budaya
keluarga.
7
8.
Arus
Informasi
tersebut
perlu
diimbangi
dengan
arus
Informasi
yang
cocok
dan
menguntungkan
proses
pembudayaan,
atau
dengan
ungkapan
lain
kualitas
ketahanan
budaya
sendiri
perlu
ditingkatkan.
Ada
dua
negara
besar
di
dunia
yang
memiliki
masyarakat
pluralistik
dan
demokratis
yaitu
Amerika
Serikat
(USA)
dan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
(NKRI).
Jikalau
masyarakat
pluralistik
USA
terbentuk
dalam
236
tahun
sejak
proklamasi
kemerdekaannya
pada
tanggal
4
Juli
1776,
maka
di
benua
maritim
Indonesia
masyarakat
pluralistik
sudah
terbentuk
beberapa
ribu
tahun,
walaupun
NKRI
baru
berusia
67
tahun
sejak
proklamasi
kemerdekaan
pada
tanggal
17
Augustus
1945.
Dalam
masyarakat
pluralistik
keseimbangan
antara
kelompok
etnik
berkembang
dan
menghasilkan
toleransi
antara
kelompok,
serta
terjadi
sinergi
positip
hidup
berdampingan
antara
suku.
Di
NKRI,
perkembangan
tersebut
berlangsung
secara
evolusi
dengan
pengorbanan
minimal
di
bandingkan
dengan
di
USA
secara
evolusi
yang
dipercepat
(accelerated
evolution)
dengan
pengorbanan
yang
cukup
besar.
Walaupun
pada
dasarnya
UUD
Amerika
Seikat
sejak
proklamasinya
236
tahun
yang
lalu
tidak
berubah,
namun
baru
4
tahun
yang
lalu
seorang
Presiden
keturunan
Afrika
secara
demokratis
dan
damai
terpilih.
Di
NKRI,
tanpa
merubah
UUD
1945,
proses
transformasi
sistem
otoriter
menjadi
sistem
demokrasi
dapat
berlangsung
secara
damai,
relatif
cepat
dan
tetap
mempertahankan
keutuhan
NKRI.
Ini
dapat
terjadi
karena
toleransi
yang
ada
pada
kehidupan
antar
suku
dalam
suatu
masyarakat
yang
plural.
Dalam
lingkungan
SDM
yang
merdeka,
bebas
yang
bertanggung
jawab,
berbudaya,
memberi
pengertian
dan
toleransi
antara
sesama,
akan
sangat
menguntungkan
bagi
peningkatan
produktivitas,
efisiensi
dan
keunggulan
SDM
tersebut.
2.
“Proses
Pendidikan”
Untuk
memiliki
keterampilan
dalam
melaksanakan
tugas
dan
pekerjaan
yang
dihadapi,
yang
bersangkutan
harus
mampu
berpikir,
bekerja
dan
berkarya
secarah
sistimatis,
konsisten
dan
terarah,
sesuai
tugas
yang
diberikan,
dengan
pengorbanan
atau
biaya
yang
minimal
menghasilkan
produk
berkualitas
maksimal
dan
diserahkan
tepat
waktu.
Ini
hanya
mungkin
terjadi
jikalau
yang
bersangkutan
telah
mengalami
proses
nilai
tambah
pribadi
(PNTP)
pada
bidang
yang
ditekuni.
Melalui
proses
pendidikan,
penguasaan
teknologi
tepat
guna
untuk
produksi
perangkat
otak
(brain
ware),
perangkat
lunak
(soft
ware)
dan
perangkat
keras
(hard
ware)
diberikan.
Semuanya
harus
berorientasi
pada
kebutuhan
masyarakat,
yang
berarti
orientasi
ke
pasar.
Teknologi
tidak
mebedakan
kecanggihan,
namun
yang
patut
diperhatikan
adalah
8
9.
kemampuan
menghasilkan
produk
yang
berkualitas,
murah
dan
masuk
ke
pasar
sesuai
kebutuhan.
Oleh
karena
itu,
semua
Pusat
Keunggulan
Pendidikan
harus
berorientasi
pada
kebutuhan
pasar
jangka
pendek,
menengah
dan
panjang,
baik
di
daerah
maupun
nasional
dan
untuk
ekspor.
Oleh
karena
itu,
mata
pelajaran
atau
kurikulum
pendidikan
harus
disesuaikan
untuk
mengantisipasi
kebutuhan
BUMN
dan
BUMS-‐MKM
(mikro,
kecil
dan
menengah)
yang
menyediakan
99,46%
lapang
kerja
secara
nasional.
Perlu
segera
dibentuk
Kelompok
Bidang
Usaha
hasil
kerjasama
KADIN,
KADINDA,
Pemerintah
Daerah
dan
Pemerintah
Pusat,
untuk
meningkatkan
produktivitas,
efisiensi,
ketrampilan
dan
daya
saing
SDM,
antara
lain:
1 Kelompok
Bidang
Usaha
Jasa
2 Kelompok
Bidang
Usaha
Perhotelan
dan
Rumah
Makan
3 Kelompok
Bidang
Usaha
Transportasi
dan
Komunikasi
4 Kelompok
Bidang
Usaha
Produksi
Perangkat
Keras
(hard
ware)
dan
Lunak
(soft
ware)
Pembiayaan
proses
nilai
tambah
pribadi
(PNTP)
dan
Pusat-‐pusat
Keunggulan
Pendidikan
dibebankan
pada
BUMN
dan
BUMS-‐MKM,
Pemerintah
Daerah
dan
Pusat,
yang
dapat
dilaksanakan
dengan
mekanisme
sebagai
berikut:
• Siswa
harus
memiliki
pekerjaan
pada
BUMN
dan
BUMS-‐MKM
yang
diberi
insentip
gaji
1
hari
kerja
dan
uang
transport
serta
uang
makan
sehari
jika
harus
ke
sekolah
• Siswa
dididik
satu
hari
penuh
tiap
minggu.
Misalnya
hari
Senin
untuk
Kelompok
Bidang
Usaha
1
dan
hari
Kamis
untuk
Kelompok
Bidang
Usaha
4
di
Pusat
Keunggulan
Pendidikan.
• Dilakukan
absensi
kehadiran
siswa
dan
diuji
tiap
tahun,
dan
setelah
pendidikan
3
sampai
4
tahun
akan
mendapat
ijasah
ahli
dalam
bidang
usaha
yang
ditekuni
dan
berlaku
nasional.
Dengan
cara
demikian
kualitas
produk
dan
daya
saing
BUMN
dan
BUMS-‐MKM
akan
berkembang
karena
didukung
oleh
SDM
yang
lebih
terampil.
Sistem
PNTP
ini
dapat
diterapkan
hanya
untuk
pendidikan
rendah
dan
menengah
saja.
Untuk
pendidikan
tinggi
(S1,
S2
dan
S3),
kurikulum
pendidikan
perlu
disesuaikan
dengan
permintaan
di
“pasar”
SDM
yang
terampil,
dalam
waktu
pendek,
menegah
dan
panjang.
Pasar
hasil
pendidikan
PNTP
S1,
S2
dan
S3,
bukan
saja
dibutuhkan
untuk
BUMN
dan
BUMS-‐
MKM
tetapi
juga
untuk
BUMN
dan
BUMS
-‐
Besar,
Perguruan
Tinggi
dan
pusat-‐pusat
penelitian
milik
Pemerintah
Daerah
dan
Pusat
maupun
milik
suasta.
Jika
BUMN
dan
BUMS
–
MKM
dan
Besar
bersama
Perguruan
Tinggi,
Pusat
Penelitian
milik
Pemerintah
Daerah,
Pemerintah
Pusat
dan
suasta
bersama
perguruan
tinggi
menyusun
9
10.
kurikulum
pendidikan,
maka
pasar
S1,
S2
dan
S3
akan
rela
ikut
membiayai
pelaksanaan
PNTP
dengan
memberi
beasiswa
untuk
kader
karyawan
bersangkutan.
Akhirnya
bagian
besar
dari
Anggaran
Pembangunan
dapat
dimanfaatkan
untuk
membangun
prasarana
dan
sarana
bagi
PNTP
di
perguruan
tinggi
dan
universitas.
3
“Wahana
Jam
Kerja”
Badan
Usaha
Milik
Negara
(BUMN)
dan
Badan
Usaha
Milik
Swasta
(BUMS)
dalam
masyarakat
madani
adalah
satu-‐satunya
kekuatan
dominan
yang
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
dan
ketentraman
secara
berkesinambungan.
Makin
kuat
dan
unggul
Wahana
Jam
Kerja
makin
sejahtera
dan
tenteram
kehidupan.
Dengan
cara
apa
saja
kita
berkewajiban
memelihara
dan
membina
Wahana
Jam
Kerja
tersebut,
yang
berperilaku
seperti
manusia;
dapat
dilahirkan
dan
mati
yang
bersifat
irreversible.
Jika
wahana
jam
kerja
didirikan
atau
dibentuk,
sama
halnya
seperti
manusia
dilahirkan.
Jika
wahana
jam
kerja
bangkrut
atau
dibangkrutkan,
sama
seperti
manusia
mati
atau
dibunuh!
Jika
Wahana
Jam
Kerja
mulai
merugi
dan
mulai
melaksanakan
PHK
atau
pertumbuhannya
terlalu
cepat,
maka
wajar
untuk
diperhatikan
dan
dibantu
untuk
mencegah
ia
bangkrut
atau
mati.
Jika
Wahana
Jam
Kerja
sengaja
ditutup
tanpa
ada
usaha
membantunya,
sama
seperti
manusia
dibunuh
tanpa
usaha
menyehatkannya.
Ini
adalah
tindakan
kriminal!
Begitu
penting
dan
strategisnya
Wahana
Jam
Kerja
ini,
maka
untuk
memantau
perkembangan
Pembangunan
Nasional
-‐-‐
sehat
atau
tidak
-‐-‐
saya
menyarankan
untuk
memperhatikan
tiga
indikator
makro,
sebagaimana
pernah
saya
sampaikan
pada
pidato
dihadapan
SU
MPR
tanggal
1
Juni
2011
dalam
rangka
memperingati
lahirnya
Pancasila.
Ketiga
indikator
makro
yang
dimaksud
adalah:
(1)
Neraca
Perdagangan,
(2)
Neraca
Pembayaran,
dan
(3)
Neraca
Jam
Kerja.
Demikian
sumbang
saran
pemikiran
yang
dapat
saya
sampaikan
dalam
forum
yang
terhormat
ini,
semoga
bermanfaat.
Selamat
berdiskusi!
Wassalamu’alaikum w w
Bacharuddin
Jusuf
Habibie
10