SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 27
Descargar para leer sin conexión
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2009.... .
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

: a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna

menegakkan

hukum

dan

keadilan

yang

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan

yang

berada

di

bawahnya

dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004,
sudah

tidak

sesuai

lagi

dengan

perkembangan

kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c.

bahwa

berdasarkan

pertimbangan

dimaksud dalam huruf a dan
membentuk

Undang-Undang

sebagaimana

huruf b, perlu

tentang

Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung;

Mengingat: . . .
-2Mengingat

: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, Pasal 24B, dan
Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah
Indonesia

Agung
Tahun

(Lembaran
1985

Negara

Nomor

73,

Republik
Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah
Indonesia

Agung
Tahun

(Lembaran
2004

Negara

Nomor

9,

Republik
Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
3. Undang-Undang

Nomor

4

Tahun

2004

tentang

Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia

Tahun

2004

Nomor

8,

Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan

: UNDANG-UNDANG

TENTANG

PERUBAHAN

KEDUA

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun

1985

tentang

Mahkamah

Agung

(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73,
Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia
Nomor . . .
-3Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang

Nomor

14

Tahun

1985

tentang

Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik

Indonesia

Nomor

4359),

diubah

sebagai

berikut:
1.

Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua)
pasal, yakni Pasal 6A dan Pasal 6B yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 6A
Hakim

agung

harus

memiliki

integritas

dan

kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan
berpengalaman di bidang hukum.
Pasal 6B
(1) Calon hakim agung berasal dari hakim karier.
(2) Selain

calon

hakim

agung

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), calon hakim agung juga
berasal dari nonkarier.
2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 7
Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon
hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6B harus memenuhi syarat:

a. hakim . . .
-4a. hakim karier:
1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berijazah magister di bidang hukum

dengan

dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum;
4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
lima) tahun;
5. mampu secara rohani dan jasmani untuk
menjalankan tugas dan kewajiban;
6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh)
tahun

menjadi

hakim,

termasuk

paling

sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi;
dan
7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian
sementara akibat melakukan pelanggaran kode
etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
b. nonkarier:
1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan
angka 5;
2. berpengalaman

dalam

profesi

hukum

dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20
(dua puluh) tahun;
3. berijazah

doktor

dan

magister

di

bidang

hukum dengan dasar sarjana hukum atau
sarjana lain yang mempunyai keahlian di
bidang hukum; dan
4. tidak

pernah

dijatuhi

pidana

penjara

berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan

tindak

pidana

yang

diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.

3. Ketentuan . . .
-53. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 8
(1) Hakim agung ditetapkan oleh Presiden dari nama
calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi
Yudisial.
(3) Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi
Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat 1 (satu)
orang dari 3 (tiga) nama calon untuk setiap
lowongan.
(4) Pemilihan

calon

hakim

agung

sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama
30 (tiga puluh) hari sidang terhitung sejak
tanggal nama calon diterima Dewan Perwakilan
Rakyat.
(5) Pengajuan

calon

hakim

agung

oleh

Dewan

Perwakilan Rakyat kepada Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama
14 (empat belas) hari sidang terhitung sejak
tanggal

nama

calon

disetujui

dalam

Rapat

Paripurna.
(6) Presiden menetapkan hakim agung dari nama
calon yang diajukan

oleh Dewan Perwakilan

Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak tanggal pengajuan nama calon diterima
Presiden.

(7) Ketua . . .
-6(7) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih
dari dan oleh hakim agung dan ditetapkan oleh
Presiden.
(8) Ketua Muda Mahkamah Agung ditetapkan oleh
Presiden di antara hakim agung yang diajukan
oleh Ketua Mahkamah Agung.
(9) Keputusan Presiden mengenai penetapan Ketua,
Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua Muda
Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) dan ayat (8) dilakukan paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
pengajuan nama calon diterima Presiden.
4. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua atau
Wakil Ketua Mahkamah Agung mengucapkan
sumpah atau janji menurut agamanya yang
berbunyi sebagai berikut:
-

Sumpah Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah
Agung:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya
akan memenuhi kewajiban Ketua atau Wakil
Ketua

Mahkamah

Agung

dengan

sebaik-

baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
segala

peraturan

perundang-undangan

dengan selurus-lurusnya menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan
bangsa”.
- Janji Ketua . . .
-7-

Janji Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah
Agung:
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Ketua
atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh

Undang-Undang

Republik

Indonesia

Dasar

Tahun

Negara

1945,

dan

menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya menurut
Undang-Undang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
nusa dan bangsa”.
(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan
Presiden.
(3) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung
atau Ketua Muda Mahkamah Agung diambil
sumpah atau janji menurut agamanya, yang
berbunyi sebagai berikut:
-

Sumpah hakim agung atau Ketua Muda
Mahkamah Agung:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya
akan memenuhi kewajiban hakim agung atau
Ketua

Muda

Mahkamah

Agung

dengan

sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh
Republik

Undang-Undang
Indonesia

Dasar

Tahun

Negara

1945,

dan

menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya menurut
Undang-Undang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
nusa dan bangsa”.

- Janji hakim . . .
-8-

Janji

hakim

agung

atau

Ketua

Muda

Mahkamah Agung:
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban hakim
agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang

teguh

Undang-Undang

Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya menurut
Undang-Undang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
nusa dan bangsa”.
(4) Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
5. Ketentuan

Pasal

11

diubah

sehingga

berbunyi

sebagai berikut:
Pasal 11
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung,
dan hakim agung diberhentikan dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah
Agung karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun;
c. atas permintaan sendiri secara tertulis;
d. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus
selama

3

(tiga)

bulan

berturut-turut

yang

dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau
e. ternyata

tidak

cakap

dalam

menjalankan

tugasnya.

6. Di antara . . .
-96. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 11A, yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 11A
(1) Hakim agung hanya dapat diberhentikan tidak
dengan hormat dalam masa jabatannya apabila:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak
pidana

kejahatan

berdasarkan

putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. melalaikan

kewajiban

dalam

menjalankan

tugas pekerjaannya terus-menerus selama
3 (tiga) bulan;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. melanggar

larangan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10; atau
f. melanggar

kode

etik

dan/atau

pedoman

perilaku hakim.
(2) Usul

pemberhentian

sebagaimana

dimaksud

pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua
Mahkamah Agung kepada Presiden.
(3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh
Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.
(4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan
huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung.
(5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh
Komisi Yudisial.

(6) Sebelum . . .
- 10 (6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi
Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5), hakim agung mempunyai
hak untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Hakim.
(7) Majelis

Kehormatan

Hakim

dibentuk

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial

oleh
paling

lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya usul pemberhentian.
(8) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri
atas:
a. 3 (tiga) orang hakim agung; dan
b. 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial.
(9) Majelis

Kehormatan

Hakim

melakukan

pemeriksaan usul pemberhentian paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
pembentukan Majelis Kehormatan Hakim.
(10) Dalam

hal

dimaksud

pembelaan

pada

Kehormatan Hakim

ayat

diri
(6)

sebagaimana

ditolak,

Majelis

menyampaikan keputusan

usul pemberhentian kepada Ketua Mahkamah
Agung dan Komisi Yudisial paling lama 7 (tujuh)
hari kerja terhitung sejak tanggal pemeriksaan
selesai.
(11) Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul
pemberhentian

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (10) kepada Presiden paling lama 14 (empat
belas)

hari

kerja

terhitung

sejak

tanggal

diterimanya keputusan usul pemberhentian dari
Majelis Kehormatan Hakim.

(12) Keputusan . . .
- 11 (12) Keputusan Presiden mengenai pemberhentian
sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(2)

dan

ayat (11) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
usul

pemberhentian

dari

Ketua

Mahkamah

Agung.
(13) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan,
tata kerja, dan tata cara pengambilan keputusan
Majelis Kehormatan Hakim diatur bersama oleh
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
7. Ketentuan

Pasal

12

diubah

sehingga

berbunyi

sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Dalam hal Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda
Mahkamah Agung yang diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya sebagai Ketua, Wakil
Ketua, dan Ketua

Muda Mahkamah Agung

karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf c, tidak dengan sendirinya
berhenti dari jabatan sebagai hakim agung.
(2) Dalam hal hakim agung yang diberhentikan
tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11A menduduki jabatan sebagai
Ketua,

Wakil

Ketua,

atau

Ketua

Muda

Mahkamah Agung, dengan sendirinya berhenti
dari jabatan sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan
Ketua Muda Mahkamah Agung.
8. Ketentuan

Pasal

13

diubah

sehingga

berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 13 . . .
- 12 Pasal 13
Hakim agung sebelum diberhentikan tidak dengan
hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A dan
Pasal 12 ayat (2) dapat diberhentikan sementara dari
jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah
Agung.
9. Ketentuan

Pasal

20

diubah

sehingga

berbunyi

menjadi

Panitera

sebagai berikut:
Pasal 20
(1) Untuk

dapat

Mahkamah

diangkat

Agung,

seorang

calon

harus

memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain
yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
dan
d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sebagai Panitera Muda Mahkamah
Agung atau sebagai ketua atau wakil ketua
pengadilan tingkat banding.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda
Mahkamah

Agung,

seorang

calon

harus

memenuhi syarat:
a. sesuai

dengan

dimaksud pada

ketentuan

sebagaimana

ayat (1) huruf a, huruf b,

dan huruf c; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sebagai hakim tinggi.
(3) Untuk

dapat

Pengganti

diangkat

Mahkamah

menjadi

Agung,

Panitera

seorang

calon

harus memenuhi syarat:

a. sesuai . . .
- 13 a. sesuai

dengan

ketentuan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
b. berpengalaman

sekurang-kurangnya

10

(sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan
tingkat pertama.
10. Pasal 31 ayat (5) di hapus.
11. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 31A
(1) Permohonan pengujian peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang

diajukan

langsung

oleh

pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah
Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa
Indonesia.
(2) Permohonan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang
menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya
peraturan

perundang-undangan

di

bawah

undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih

hidup

perkembangan

dan

sesuai

masyarakat

dan

dengan
prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang; atau
c. badan hukum publik atau badan hukum
privat.

(3) Permohonan . . .
- 14 (3) Permohonan

sekurang-kurangnya

harus

memuat:
a. nama dan alamat pemohon;
b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar
permohonan dan menguraikan dengan jelas
bahwa:
1. materi muatan ayat, pasal, dan/atau
bagian peraturan perundang-undangan di
bawah

undang-undang

bertentangan

dianggap

dengan

peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi;
dan/atau
2. pembentukan
undangan

peraturan

tidak

perundang-

memenuhi

ketentuan

yang berlaku; dan
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
(4) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung
paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak tanggal diterimanya permohonan.
(5) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa
pemohon atau permohonannya tidak memenuhi
syarat, amar putusan menyatakan permohonan
tidak diterima.
(6) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa
permohonan

beralasan,

amar

putusan

menyatakan permohonan dikabulkan.
(7) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana
dimaksud

pada

ayat

(6),

amar

putusan

menyatakan dengan tegas materi muatan ayat,
pasal,

dan/atau

bagian

dari

peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang
yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.

(8) Putusan . . .
- 15 (8) Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan
permohonan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (7) harus dimuat dalam Berita Negara atau
Berita Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(9) Dalam hal peraturan perundang-undangan di
bawah

undang-undang

tidak

bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam
pembentukannya, amar putusan menyatakan
permohonan ditolak.
(10) Ketentuan
peraturan

mengenai

tata

cara

pengujian

perundang-undangan

undang-undang

diatur

di

dengan

bawah

Peraturan

Mahkamah Agung.
12. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 32
(1) Mahkamah
tertinggi

Agung

terhadap

melakukan

pengawasan

penyelenggaraan

peradilan

pada semua badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman.
(2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat

(1),

Mahkamah

Agung

melakukan

pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas
administrasi dan keuangan.
(3) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta
keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan
dengan

teknis

peradilan

dari

semua

badan

peradilan yang berada di bawahnya.

(4) Mahkamah . . .
- 16 (4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk,
teguran, atau peringatan kepada pengadilan di
semua

badan

peradilan

yang

berada

di

bawahnya.
(5) Pengawasan

dan

kewenangan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan
hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
13. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 2 (dua)
pasal, yakni Pasal 32A dan Pasal 32B, yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 32A
(1) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim
agung dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Pengawasan

eksternal

atas

perilaku

hakim

agung dilakukan oleh Komisi Yudisial.
(3) Pengawasan

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat (1) dan ayat (2) berpedoman kepada kode
etik dan pedoman perilaku hakim.
(4) Kode

etik

dan

pedoman

perilaku

hakim

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Pasal 32B
Mahkamah Agung harus memberikan akses kepada
masyarakat

untuk

mendapatkan

informasi

mengenai:
a. putusan Mahkamah Agung; dan/atau
b. biaya dalam proses pengadilan.
14. Pasal 38 dihapus.

15. Ketentuan . . .
- 17 15. Ketentuan Pasal 80C diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 80C
Jabatan

kepaniteraan

Mahkamah

Agung

harus

disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini
paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
16. Di antara ketentuan Pasal 80C dan Pasal 81
disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 80D yang
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 80D
Sebelum kode etik dan pedoman perilaku hakim
dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, kode etik
dan pedoman perilaku hakim yang sudah ada
dinyatakan

tetap

berlaku

sepanjang

tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini.
17. Ketentuan Pasal 81A diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 81A
(1) Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada
mata

anggaran

tersendiri

dalam

anggaran

pendapatan dan belanja negara.
(2) Dalam

mata anggaran sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), tidak termasuk biaya kepaniteraan
dan biaya proses penyelesaian perkara perdata,
baik di lingkungan peradilan umum, peradilan
agama, maupun penyelesaian perkara tata usaha
negara.
(3) Untuk . . .
- 18 (3) Untuk penyelesaian perkara perdata dan perkara
tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), biaya kepaniteraan dan biaya proses
penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak
atau para pihak yang berperkara.
(4) Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), merupakan penerimaan negara bukan
pajak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Mahkamah Agung berwenang menetapkan dan
membebankan

biaya

proses

penyelesaian

perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Pengelolaan

dan

pertanggungjawaban

atas

anggaran dan biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) diperiksa oleh
Badan

Pemeriksa

Keuangan

sesuai

dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Di antara Pasal 81A dan Pasal 82 disisipkan 2 (dua)
pasal, yakni Pasal 81B dan Pasal 81C yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 81B
Kode etik dan pedoman perilaku hakim harus sudah
ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UndangUndang ini diundangkan.
Pasal 81C
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus
telah ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal II
Undang-Undang

ini

mulai

berlaku

pada

tanggal

diundangkan.
Agar . . .
- 19 Agar

setiap

orang

pengundangan

mengetahuinya,

Undang-Undang

penempatannya

dalam

Lembaran

memerintahkan
ini
Negara

dengan
Republik

Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 3
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2009 ........
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG

I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah salah
satu pelaku kekuasaan kehakiman yang membawahi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha
negara.
Undang-Undang ini adalah Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004. Perubahan dilakukan karena UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, khususnya yang menyangkut
pengawasan, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua
lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu,
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata
usaha . . .
-2usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya
lembaga

yang

melakukan

pengawasan

karena

ada

pengawasan

eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi
Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena
itu,

diperlukan

kejelasan

kewenangan

Mahkamah

kewenangan

Komisi

tentang

Agung

Yudisial.

dan

pengawasan
pengawasan

Pengawasan

yang

yang

menjadi

yang

menjadi

dilakukan

oleh

Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi,
dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan
Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk
hakim agung. Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja
sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 6A
Cukup jelas.
Pasal 6B
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “calon hakim agung yang
berasal dari hakim karier” adalah calon hakim
agung yang berstatus aktif sebagai hakim pada
badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang dicalonkan oleh Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “calon hakim agung yang
juga berasal dari nonkarier” adalah calon hakim
agung yang berasal dari luar lingkungan badan
peradilan.

Angka 2 . . .
-3Angka 2
Pasal 7
Huruf a
angka 1
Cukup jelas.
angka 2
Cukup jelas.
angka 3
Yang dimaksud dengan “magister di bidang
hukum” adalah gelar akademis pada tingkat
strata 2 dalam bidang ilmu hukum, termasuk
magister ilmu syari’ah atau magister ilmu
kepolisian.
angka 4
Cukup jelas.
angka 5
Cukup jelas.
angka 6
Cukup jelas.
angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
angka 1
Cukup jelas.
angka 2
Yang

dimaksud

adalah

dengan

bidang

pekerjaan

dilandasi
hukum
lain,

pendidikan
atau

advokat,

“profesi

hukum”

seseorang

keahlian

yang

di

bidang

perundang-undangan,

antara

penasihat

hukum,

notaris,

penegak hukum, akademisi dalam bidang
hukum, dan pegawai yang berkecimpung di
bidang hukum atau peraturan perundangundangan.
angka 3 . . .
-4angka 3
Cukup jelas.
angka 4
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 8
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 11
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 11A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan
tercela" adalah apabila hakim agung yang
bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan
tindakannya baik di dalam maupun di luar
pengadilan

merendahkan

martabat

hakim

agung.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
-5Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim yang
dimaksud dalam ketentuan ini bersifat ad hoc
(kasus per kasus).
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 12
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 13
Cukup jelas.

Angka 9 . . .
-6Angka 9
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 31A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perorangan” adalah
orang perseorangan atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.

Ayat (10) . . .
-7Ayat (10)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 32
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 32A
Ayat (1)
Pengawasan internal atas tingkah laku hakim
agung masih diperlukan meskipun sudah ada
pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan
lebih

komprehensif

sehingga

diharapkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim betul-betul dapat terjaga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32B
Akses

kepada

masyarakat

dimaksudkan

untuk

mendapatkan putusan Mahkamah Agung diberikan
melalui Sistem Informasi Mahkamah Agung Republik
Indonesia (SIMARI).
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 80C
Cukup jelas.
Angka 16 . . .
-8Angka 16
Pasal 80D
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 81A
Ayat (1)
Berdasarkan
menyusun

ketentuan
kegiatan

ini

dan

Mahkamah
anggaran

Agung

tahunan,

termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tugas
kepaniteraan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 81B
Cukup jelas.
Pasal 81C
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4958

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiUu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiLegal Akses
 
2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama
2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama
2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agamaKurniawan Sukawangi
 
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiUu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiLegal Akses
 
Uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
Uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agamaUu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
Uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agamaLegal Akses
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ilham Mustafa
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiRyan Danny
 
Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004Awank Kurniawan
 
2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum
2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum
2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umumKurniawan Sukawangi
 
Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532merdekacom
 
Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004Nasria Ika
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 

La actualidad más candente (20)

Uu 07 1989
Uu 07 1989Uu 07 1989
Uu 07 1989
 
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiUu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
 
2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama
2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama
2009 50 perubahan kedua tentang peradilan agama
 
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusiUu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
Uu tahun 2003 no. 24 tentang mahkamah konstitusi
 
Uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
Uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agamaUu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
Uu no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
 
Uu 02 1986
Uu 02 1986Uu 02 1986
Uu 02 1986
 
2003 24 mahkamah konstitusi
2003 24 mahkamah konstitusi2003 24 mahkamah konstitusi
2003 24 mahkamah konstitusi
 
Uu 04 2004
Uu 04 2004Uu 04 2004
Uu 04 2004
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004Undang Undang nomor 16 tahun 2004
Undang Undang nomor 16 tahun 2004
 
1989 07 peradilan agama
1989 07 peradilan agama1989 07 peradilan agama
1989 07 peradilan agama
 
2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum
2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum
2009 49 perubahan kedua tentang peradilan umum
 
Uu mk no 8 tahun 2011
Uu mk no 8 tahun 2011Uu mk no 8 tahun 2011
Uu mk no 8 tahun 2011
 
Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532Baleg rj-20200904-085805-1532
Baleg rj-20200904-085805-1532
 
Uu 08 2004
Uu 08 2004Uu 08 2004
Uu 08 2004
 
Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004Uu no 22 th 2004
Uu no 22 th 2004
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
 
Uu 05 1991
Uu 05 1991Uu 05 1991
Uu 05 1991
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 

Similar a UU No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung)

Berikut merupakan text dari UU_2006_3.pdf
Berikut merupakan text dari UU_2006_3.pdfBerikut merupakan text dari UU_2006_3.pdf
Berikut merupakan text dari UU_2006_3.pdfyayasanais106
 
UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...
UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...
UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...Hendie Cahya Maladewa
 
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdfUU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdfbocil9
 
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaanUu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaanLegal Akses
 
UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...
UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...
UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...Hendie Cahya Maladewa
 
2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara
2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara
2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negaraKurniawan Sukawangi
 
UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...
UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...
UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...Hendie Cahya Maladewa
 
Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009khairu_zikri
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Ilham Mustafa
 
Bahan tayang 1 copy
Bahan tayang 1   copyBahan tayang 1   copy
Bahan tayang 1 copySri Rahayu
 
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdfUU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdftaniasela95
 
UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3
UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3
UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3Sari Kusuma Dewi
 
Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3
Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3
Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3Winarto Winartoap
 
UU no 17 tahunn 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)
UU no 17 tahunn 2014 tentang  MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)UU no 17 tahunn 2014 tentang  MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)
UU no 17 tahunn 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)Suprijanto Rijadi
 

Similar a UU No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung) (19)

Berikut merupakan text dari UU_2006_3.pdf
Berikut merupakan text dari UU_2006_3.pdfBerikut merupakan text dari UU_2006_3.pdf
Berikut merupakan text dari UU_2006_3.pdf
 
UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...
UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...
UU No 49 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 Te...
 
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdfUU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
 
Uu no 4 thn 2004
Uu no 4 thn 2004Uu no 4 thn 2004
Uu no 4 thn 2004
 
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaanUu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
Uu tahun 2003 no. 13 tentang ketenagakerjaan
 
UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...
UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...
UU No 50 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Te...
 
2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara
2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara
2009 51 perubahan kedua tentang peradilan tata usaha negara
 
Uu 09 2004
Uu 09 2004Uu 09 2004
Uu 09 2004
 
UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...
UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...
UU No 51 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Te...
 
2009 46 pengadilan tipikor
2009 46 pengadilan tipikor2009 46 pengadilan tipikor
2009 46 pengadilan tipikor
 
Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009Uu no 50 tahun 2009
Uu no 50 tahun 2009
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
 
Bahan tayang 1 copy
Bahan tayang 1   copyBahan tayang 1   copy
Bahan tayang 1 copy
 
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdfUU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
UU Nomor 11 Tahun 2021.pdf
 
Uu 04 1999
Uu 04 1999Uu 04 1999
Uu 04 1999
 
UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3
UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3
UU Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MD3
 
Bahan Tayangan UUD 1945
Bahan Tayangan UUD 1945Bahan Tayangan UUD 1945
Bahan Tayangan UUD 1945
 
Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3
Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3
Uu nomor 17 tahun 2014 tentang md3
 
UU no 17 tahunn 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)
UU no 17 tahunn 2014 tentang  MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)UU no 17 tahunn 2014 tentang  MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)
UU no 17 tahunn 2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (MD3)
 

Más de Hendie Cahya Maladewa

Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)
Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)
Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)Hendie Cahya Maladewa
 
Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...
Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...
Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...Hendie Cahya Maladewa
 
PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)
PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)
PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)Hendie Cahya Maladewa
 
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...Hendie Cahya Maladewa
 
UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)
UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)
UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)Hendie Cahya Maladewa
 
Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"
Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"
Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"Hendie Cahya Maladewa
 
Mengelola kegiatan memproduksi barang dan jasa
Mengelola kegiatan memproduksi barang dan jasaMengelola kegiatan memproduksi barang dan jasa
Mengelola kegiatan memproduksi barang dan jasaHendie Cahya Maladewa
 
Lingkungan yang mempengaruhi dunia usaha
Lingkungan yang mempengaruhi dunia usahaLingkungan yang mempengaruhi dunia usaha
Lingkungan yang mempengaruhi dunia usahaHendie Cahya Maladewa
 

Más de Hendie Cahya Maladewa (20)

Alk analisis pembanding lk
Alk analisis pembanding lkAlk analisis pembanding lk
Alk analisis pembanding lk
 
Alk analisi rasio
Alk analisi rasioAlk analisi rasio
Alk analisi rasio
 
Akl 2 metode harga perolehan
Akl 2 metode harga perolehanAkl 2 metode harga perolehan
Akl 2 metode harga perolehan
 
Alk analisis pembanding lk
Alk analisis pembanding lkAlk analisis pembanding lk
Alk analisis pembanding lk
 
Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)
Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)
Analisis laporan keuangan (Bentuk Laporan Keuangan)
 
Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...
Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...
Keppres No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tah...
 
PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)
PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)
PP No 3 Tahun 2009 (Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean)
 
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
 
UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)
UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)
UU No 2 Tahun 2009 (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia)
 
Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"
Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"
Akuntansi Keuangan Lanjutan II "Laporan Keuangan Konsolidasi"
 
Analisis laporan keuangan
Analisis laporan keuanganAnalisis laporan keuangan
Analisis laporan keuangan
 
Diksi
DiksiDiksi
Diksi
 
Persekutuan Komanditer
Persekutuan KomanditerPersekutuan Komanditer
Persekutuan Komanditer
 
Akuntansi perusahaan dan fungsinya
Akuntansi perusahaan dan fungsinyaAkuntansi perusahaan dan fungsinya
Akuntansi perusahaan dan fungsinya
 
Peranan dan kegiatan pemasaran
Peranan dan kegiatan pemasaranPeranan dan kegiatan pemasaran
Peranan dan kegiatan pemasaran
 
Mengelola sumber daya manusia (sdm)
Mengelola sumber daya manusia (sdm)Mengelola sumber daya manusia (sdm)
Mengelola sumber daya manusia (sdm)
 
Mengelola kegiatan memproduksi barang dan jasa
Mengelola kegiatan memproduksi barang dan jasaMengelola kegiatan memproduksi barang dan jasa
Mengelola kegiatan memproduksi barang dan jasa
 
Mengorganisasi perusahaan
Mengorganisasi perusahaanMengorganisasi perusahaan
Mengorganisasi perusahaan
 
Peranan dan fungsi manajemen
Peranan dan fungsi manajemenPeranan dan fungsi manajemen
Peranan dan fungsi manajemen
 
Lingkungan yang mempengaruhi dunia usaha
Lingkungan yang mempengaruhi dunia usahaLingkungan yang mempengaruhi dunia usaha
Lingkungan yang mempengaruhi dunia usaha
 

Último

PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxMOHDAZLANBINALIMoe
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANwawan479953
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRizalAminulloh2
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfKartiniIndasari
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKgamelamalaal
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 

Último (20)

PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptxTEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
TEKNIK MENJAWAB RUMUSAN SPM 2022 - UNTUK MURID.pptx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 

UU No 3 Tahun 2009 (Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung)

  • 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... . TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; b. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf a dan membentuk Undang-Undang sebagaimana huruf b, perlu tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; Mengingat: . . .
  • 2. -2Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Indonesia Agung Tahun (Lembaran 1985 Negara Nomor 73, Republik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Indonesia Agung Tahun (Lembaran 2004 Negara Nomor 9, Republik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor . . .
  • 3. -3Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359), diubah sebagai berikut: 1. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 6A dan Pasal 6B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 6A Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Pasal 6B (1) Calon hakim agung berasal dari hakim karier. (2) Selain calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon hakim agung juga berasal dari nonkarier. 2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6B harus memenuhi syarat: a. hakim . . .
  • 4. -4a. hakim karier: 1. warga negara Indonesia; 2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; 4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun; 5. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban; 6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan 7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim. b. nonkarier: 1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan angka 5; 2. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun; 3. berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan 4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. 3. Ketentuan . . .
  • 5. -53. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) Hakim agung ditetapkan oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. (3) Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat 1 (satu) orang dari 3 (tiga) nama calon untuk setiap lowongan. (4) Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sidang terhitung sejak tanggal nama calon diterima Dewan Perwakilan Rakyat. (5) Pengajuan calon hakim agung oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang terhitung sejak tanggal nama calon disetujui dalam Rapat Paripurna. (6) Presiden menetapkan hakim agung dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan nama calon diterima Presiden. (7) Ketua . . .
  • 6. -6(7) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung dan ditetapkan oleh Presiden. (8) Ketua Muda Mahkamah Agung ditetapkan oleh Presiden di antara hakim agung yang diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung. (9) Keputusan Presiden mengenai penetapan Ketua, Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengajuan nama calon diterima Presiden. 4. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya yang berbunyi sebagai berikut: - Sumpah Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik- baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. - Janji Ketua . . .
  • 7. -7- Janji Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Republik Indonesia Dasar Tahun Negara 1945, dan menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. (2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan Presiden. (3) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung diambil sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut: - Sumpah hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Republik Undang-Undang Indonesia Dasar Tahun Negara 1945, dan menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. - Janji hakim . . .
  • 8. -8- Janji hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban hakim agung atau Ketua Muda Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundangundangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. (4) Pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung. 5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda Mahkamah Agung, dan hakim agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung karena: a. meninggal dunia; b. telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun; c. atas permintaan sendiri secara tertulis; d. sakit jasmani atau rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan berturut-turut yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. 6. Di antara . . .
  • 9. -96. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 11A (1) Hakim agung hanya dapat diberhentikan tidak dengan hormat dalam masa jabatannya apabila: a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; b. melakukan perbuatan tercela; c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; d. melanggar sumpah atau janji jabatan; e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau f. melanggar kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim. (2) Usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden. (3) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial. (4) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan oleh Mahkamah Agung. (5) Usul pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diajukan oleh Komisi Yudisial. (6) Sebelum . . .
  • 10. - 10 (6) Sebelum Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial mengajukan usul pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), hakim agung mempunyai hak untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim. (7) Majelis Kehormatan Hakim dibentuk Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial oleh paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian. (8) Keanggotaan Majelis Kehormatan Hakim terdiri atas: a. 3 (tiga) orang hakim agung; dan b. 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial. (9) Majelis Kehormatan Hakim melakukan pemeriksaan usul pemberhentian paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukan Majelis Kehormatan Hakim. (10) Dalam hal dimaksud pembelaan pada Kehormatan Hakim ayat diri (6) sebagaimana ditolak, Majelis menyampaikan keputusan usul pemberhentian kepada Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai. (11) Ketua Mahkamah Agung menyampaikan usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (10) kepada Presiden paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan usul pemberhentian dari Majelis Kehormatan Hakim. (12) Keputusan . . .
  • 11. - 11 (12) Keputusan Presiden mengenai pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (11) ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya usul pemberhentian dari Ketua Mahkamah Agung. (13) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, tata kerja, dan tata cara pengambilan keputusan Majelis Kehormatan Hakim diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. 7. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 (1) Dalam hal Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, tidak dengan sendirinya berhenti dari jabatan sebagai hakim agung. (2) Dalam hal hakim agung yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A menduduki jabatan sebagai Ketua, Wakil Ketua, atau Ketua Muda Mahkamah Agung, dengan sendirinya berhenti dari jabatan sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung. 8. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 . . .
  • 12. - 12 Pasal 13 Hakim agung sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11A dan Pasal 12 ayat (2) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung. 9. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi menjadi Panitera sebagai berikut: Pasal 20 (1) Untuk dapat Mahkamah diangkat Agung, seorang calon harus memenuhi syarat: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Muda Mahkamah Agung atau sebagai ketua atau wakil ketua pengadilan tingkat banding. (2) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Mahkamah Agung, seorang calon harus memenuhi syarat: a. sesuai dengan dimaksud pada ketentuan sebagaimana ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan b. berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebagai hakim tinggi. (3) Untuk dapat Pengganti diangkat Mahkamah menjadi Agung, Panitera seorang calon harus memenuhi syarat: a. sesuai . . .
  • 13. - 13 a. sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan b. berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan tingkat pertama. 10. Pasal 31 ayat (5) di hapus. 11. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 31A (1) Permohonan pengujian peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup perkembangan dan sesuai masyarakat dan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau c. badan hukum publik atau badan hukum privat. (3) Permohonan . . .
  • 14. - 14 (3) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama dan alamat pemohon; b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan dengan jelas bahwa: 1. materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang bertentangan dianggap dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau 2. pembentukan undangan peraturan tidak perundang- memenuhi ketentuan yang berlaku; dan c. hal-hal yang diminta untuk diputus. (4) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan. (5) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima. (6) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan. (7) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. (8) Putusan . . .
  • 15. - 15 (8) Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus dimuat dalam Berita Negara atau Berita Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan. (9) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak. (10) Ketentuan peraturan mengenai tata cara pengujian perundang-undangan undang-undang diatur di dengan bawah Peraturan Mahkamah Agung. 12. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 (1) Mahkamah tertinggi Agung terhadap melakukan pengawasan penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. (2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan. (3) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada di bawahnya. (4) Mahkamah . . .
  • 16. - 16 (4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawahnya. (5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 13. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 32A dan Pasal 32B, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 32A (1) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Pengawasan eksternal atas perilaku hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman kepada kode etik dan pedoman perilaku hakim. (4) Kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Pasal 32B Mahkamah Agung harus memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai: a. putusan Mahkamah Agung; dan/atau b. biaya dalam proses pengadilan. 14. Pasal 38 dihapus. 15. Ketentuan . . .
  • 17. - 17 15. Ketentuan Pasal 80C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 80C Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. 16. Di antara ketentuan Pasal 80C dan Pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 80D yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 80D Sebelum kode etik dan pedoman perilaku hakim dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, kode etik dan pedoman perilaku hakim yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. 17. Ketentuan Pasal 81A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 81A (1) Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam anggaran pendapatan dan belanja negara. (2) Dalam mata anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara perdata, baik di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, maupun penyelesaian perkara tata usaha negara. (3) Untuk . . .
  • 18. - 18 (3) Untuk penyelesaian perkara perdata dan perkara tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak atau para pihak yang berperkara. (4) Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan penerimaan negara bukan pajak yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Mahkamah Agung berwenang menetapkan dan membebankan biaya proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas anggaran dan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Di antara Pasal 81A dan Pasal 82 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 81B dan Pasal 81C yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 81B Kode etik dan pedoman perilaku hakim harus sudah ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan sejak UndangUndang ini diundangkan. Pasal 81C Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . .
  • 19. - 19 Agar setiap orang pengundangan mengetahuinya, Undang-Undang penempatannya dalam Lembaran memerintahkan ini Negara dengan Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 3 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, Wisnu Setiawan
  • 20. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 ........ TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Undang-Undang ini adalah Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004. Perubahan dilakukan karena UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, khususnya yang menyangkut pengawasan, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha . . .
  • 21. -2usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan kewenangan Mahkamah kewenangan Komisi tentang Agung Yudisial. dan pengawasan pengawasan Pengawasan yang yang menjadi yang menjadi dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung. Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 6A Cukup jelas. Pasal 6B Ayat (1) Yang dimaksud dengan “calon hakim agung yang berasal dari hakim karier” adalah calon hakim agung yang berstatus aktif sebagai hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang dicalonkan oleh Mahkamah Agung. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “calon hakim agung yang juga berasal dari nonkarier” adalah calon hakim agung yang berasal dari luar lingkungan badan peradilan. Angka 2 . . .
  • 22. -3Angka 2 Pasal 7 Huruf a angka 1 Cukup jelas. angka 2 Cukup jelas. angka 3 Yang dimaksud dengan “magister di bidang hukum” adalah gelar akademis pada tingkat strata 2 dalam bidang ilmu hukum, termasuk magister ilmu syari’ah atau magister ilmu kepolisian. angka 4 Cukup jelas. angka 5 Cukup jelas. angka 6 Cukup jelas. angka 7 Cukup jelas. Huruf b angka 1 Cukup jelas. angka 2 Yang dimaksud adalah dengan bidang pekerjaan dilandasi hukum lain, pendidikan atau advokat, “profesi hukum” seseorang keahlian yang di bidang perundang-undangan, antara penasihat hukum, notaris, penegak hukum, akademisi dalam bidang hukum, dan pegawai yang berkecimpung di bidang hukum atau peraturan perundangundangan. angka 3 . . .
  • 23. -4angka 3 Cukup jelas. angka 4 Cukup jelas. Angka 3 Pasal 8 Cukup jelas. Angka 4 Pasal 9 Cukup jelas. Angka 5 Pasal 11 Cukup jelas. Angka 6 Pasal 11A Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" adalah apabila hakim agung yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat hakim agung. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) . . .
  • 24. -5Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim yang dimaksud dalam ketentuan ini bersifat ad hoc (kasus per kasus). Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Ayat (13) Cukup jelas. Angka 7 Pasal 12 Cukup jelas. Angka 8 Pasal 13 Cukup jelas. Angka 9 . . .
  • 25. -6Angka 9 Pasal 20 Cukup jelas. Angka 10 Cukup jelas. Angka 11 Pasal 31A Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “perorangan” adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) . . .
  • 26. -7Ayat (10) Cukup jelas. Angka 12 Pasal 32 Cukup jelas. Angka 13 Pasal 32A Ayat (1) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung masih diperlukan meskipun sudah ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan lebih komprehensif sehingga diharapkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim betul-betul dapat terjaga. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 32B Akses kepada masyarakat dimaksudkan untuk mendapatkan putusan Mahkamah Agung diberikan melalui Sistem Informasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (SIMARI). Angka 14 Cukup jelas. Angka 15 Pasal 80C Cukup jelas. Angka 16 . . .
  • 27. -8Angka 16 Pasal 80D Cukup jelas. Angka 17 Pasal 81A Ayat (1) Berdasarkan menyusun ketentuan kegiatan ini dan Mahkamah anggaran Agung tahunan, termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tugas kepaniteraan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Angka 18 Pasal 81B Cukup jelas. Pasal 81C Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4958