2. Fiksi dan Nonfiksi
• Menurut saya menulis artikel nonfiksi
justru lebih mudah ketimbang fiksi
(cerpen, novel, dst). Mengapa? Saya
sendiri tidak tahu. Tapi, saya ingin menjadi
penulis fiksi dan nonfiksi sekaligus, karena
keduanya punya keunggulan masingmasing.
3. Kiat Sederhana
• Untuk artikel nonfiksi, menurut saya, kiat dasarnya
cukup sederhana. Kita hanya membutuhkan “bahan
dasar” sebagai berikut:
1. Ide
2. Berpikir sistematis
3. Data (ini cukup relatif, karena ada juga artikel yang
bisa ditulis tanpa harus mencari data)
4. Fokus pada masalah. Jangan suka melebarkan topik
ke mana-mana.
• Jika keempat poin ini sudah kita miliki, maka Insya Allah,
menulis nonfiksi bisa menjadi pekerjaan yang sangat
mudah.
4. Ide
• Ide itu ada di mana-mana. Kali ini, kita
mengambil contoh ide yang sederhana saja,
yakni saya ingin membaca buku sebanyakbanyaknya, tapi saya tidak punya waktu dan
tidak punya uang untuk membeli buku yang
banyak.
• Nah, ini adalah ide yang cukup bagus dan bisa
kita angkat menjadi sebuah tulisan. Di dalam ide
ini terdapat sebuah masalah yang dapat kita
kembangkan.
5. Berpikir Sistematis
• Setelah idenya ketemu, saatnya kita berpikir
sistematis. Menurut saya, berpikir sistematis ini
penting sekali. Salah satu kegagalan para
penulis pemula adalah mereka belum terbiasa
berpikir secara sistematis.
• Akibatnya, mereka punya ide, tapi bingung
harus mulai dari mana, bagaimaan cara
mengembangkannya, dan seterusnya. Karena
itu, kalau kita ingin jadi seorang penulis nonfiksi
yang berhasil, cobalah mulai berlatih berpikir
sistematis. Begitu ada ide, kita analisis secara
runut, poin per poin, langkah demi langkah.
6. Analisa
• Dari contoh di atas, mari kita coba
mengembangkannya berdasarkan pemikiran
yang sistematis:
• Saya berpendapat bahwa membaca itu sangat
penting. Karena itu, saya harus membaca buku
sebanyak-banyaknya.
• Apa saja manfaat membaca buku itu?
• Kendala #01: Saya tak punya waktu yang
banyak. Saya sibuk, banyak pekerjaan, dst…
• Kendala #02: Uang saya terbatas, sehingga
saya tidak bisa membeli buku yang banyak.
7. Analisa
• Alternatif pemecahan masalah:
– Pinjam di perpustakaan.
– Pinjam buku ke teman----perluas pergaulan
sehingga makin banyak teman yang bisa
meminjamkan buku.
– Membaca ketika dalam perjalanan.
– Membaca di sela-sela tugas kantor.
– Sering-sering browsing di internet,
– Dan seterusnya.
8. Analisa
• Pembahasan terhadap “alternatif pemecahan
masalah”:
– Tentang pinjam di perpustakaan: Wah, tidak bisa!
Saya juga tak punya waktu untuk meminjam buku ke
perpustakaan. Lagipula, saya seringkali belum
membaca bukunya, padahal sudah saatnya
dikembalikan lagi.
– Tentang pinjam ke teman: wah, teman saya sedikit.
Saya kan orangnya kuper.
– dan seterusnya…
• Pemecahan masalah secara menyeluruh
• Kesimpulan
9. Analisa
• Nah, dari sistem berpikir sistematis tersebut, kita
sudah menemukan KERANGKA KARANGAN.
• Ya, kerangka karangan ini sangat penting,
karena dari sini kita bisa mengembangkan
tulisan.
• Kerangka tulisan ini bisa kita tulis di kertas, atau
cukup disimpan di kepala saja. Terserah kita
memilih yang mana, tergantung kebiasaan dan
kemampuan masing-masing.
10. Data
• Alangkah bagusnya jika tulisan ini kita
lengkapi dengan data pendukung.
Misalnya: berapa koleksi buku yang telah
saya miliki, berapa rata-rata harga buku.
Dari total penghasilan saya, berapa rupiah
yang dapat saya sisihkan untuk membeli
buku. Dan seterusnya. Data ini akan
membuat tulisan kita lebih “kaya”.
11. Fokus: Jangan Melebarkan Topik
• Nah, ini adalah masalah yang seringkali tidak kita sadari
ketika menulis. Sebab, kita merasa bahwa apa yang kita
tulis masih berhubungan dengan tema utamanya,
padahal sebenarnya tidak terlalu berhubungan, dan tidak
perlu dibahas.
• Misalnya begini:
Ketika menulis tentang ide di atas (kendala saya dalam
membaca buku), kita tanpa sadar membahas tentang
“gerakan gemar membaca yang dicanangkan
pemerintah.” Kita uraikan tema ini panjang lebar,
ditambah berbagai data penunjang.
12. Fokus, Jangan Melebarkan Topik
• Kalau tema ini dibahas sekilas saja, mungkin tidak
terlalu masalah, karena justru bisa menjadi penguat
argumen kita bahwa membaca itu memang sangat
penting.
• Dan memang, tema “gerakan gemar membaca” ini
masih berkaitan erat dengan ide yang sedang kita tulis.
• Masalahnya adalah, jika kita mulai membahas tema
tambahan ini secara panjang lebar, tulisan kita menjadi
tidak fokus lagi.
• Di dalamnya sudah ada dua tema besar yang samasama kuat. Dan pembaca nantinya akan bingung, “Si
penulis ini sebenarnya sedang membahas apa, sih?”
13. Tujuh Elemen Tulisan
• 1. Informatif
• Esensi sebuah tulisan adalah memberi
informasi, bukan merangkai bahasa.
Informasilah yang menjadi batu bata penyusun
tulisan yang efektif. Untuk menulis efektif,
penulis pertama-tama harus mengumpulkan
kepingan informasi serta detail konkret yang
spesifik dan akurat, bukan kecanggihan retorika
atau pernak-pernik bahasa.
14. Tujuh Elemen Tulisan
• 2. Signifikan
• Tulisan yang baik memiliki dampak pada
pembaca. Panjangnya tulisan dan ruwetnya
persoalan jangan sampai membuat penulisnya
lupa untuk mengaitkan dengan kepetingan
pembaca. Penulis harus meletakkan informasi
itu dalam sebuah perspektif yang berdimensi:
mengandung unsur apa yang telah, sedang, dan
akan terjadi.
15. Tujuh Elemen Tulisan
• 3. Fokus
• Tulisan yang sukses adalah yang bisa
secara jelas menyampaikan sebuah
pesan. Tidak harus panjang lebar, tetapi
justru efektif dan terfokus.
16. Tujuh Elemen Tulisan
• 4. Konteks
• Tulisan yang efektif mampu meletakkan
informasi pada perspektif yang tepat
sehingga pembaca tahu dari mana kisah
berawal dan kemana mengalir.
17. Tujuh Elemen Tulisan
• 5. Wajah
• Manusia suka membaca tulisan tentang
manusia lainnya. Tulisan akan efektif jika
penulisnya mampu mengambil jarak dan
membiarkan pembacanya menemui,
berkenalan, serta mendengar sendiri
gagasan/informasi/perasaan dari
manusia-manusia di dalamnya.
18. Tujuh Elemen Tulisan
• 6. Bentuk
• Tulisan yang efektif mengandung cerita
dan sekaligus mengungkapkan cerita.
Umumnya tulisan ini berbentuk narasi,
dan sebuah narasi bakal sukses jika
terdapat pola kronologis aksi-reaksi.
Penulis harus kreatif menyusun sebuah
bentuk yang memungkinkan pembacanya
memiliki kesan lengkap yang memuaskan.
19. Tujuh Elemen Tulisan
• 7. Suara
• Tulisan akan mudah diingat jika
penulisnya mampu menciptakan ilusi
bahwa dia sedang bertutur pada
pembacanya.
21. Kaidah Ilmiah
• Sadar akan adanya masalah dan
perumusan masalah.
• Pengamatan dan pengumpulan data yang
relevan.
• Penyusunan atau klasifikasi data.
• Perumusan hipotesis.
• Deduksi dan hipotesis.
• Tes dan pengujian kebenaran (verifikasi
dari hipotesis.
22. Karangan Ilmiah
• Jelas terlihat hubungan subjek yang
mengamati (S) dengan objek yang diamati
(O). S mengamati O, kemudian O
diolah/disusun berdasar kaidah-kaidah
ilmiah (X). S mengambil jarak dengan O
sehingga kehadiran S sedapat mungkin
ditiadakan. Yang tinggal adalah O
berdasarkan X (OX), yang disebut sebagai
karangan ilmiah.
25. Karangan Sastra
• Jelas terlihat hubungan subjek (sastrawan) yang
mengamati (S) dengan realitas atau objek yang
diamati (O). S mengamati O, kemudian O
diabaikan dan S membuat rekaan-rekaan yang
dapat berkenaan dengan O dapat juga tidak.
Jika rekaannya berkaitan dengan O, keberadaan
O tidak lagi penting karena yang ada adalah
subjek (S) yang mereka dan menulisaknya
dalam kaidah sastra (Y) sehingga menghasilkan
SY (karya sastra).
27. Artikel/Opini
• Terlihat jelas bagaimana hubungan subjek
(penulis artikel/opini) yang mengamati (S)
dengan kenyataan atau objek yang
diamati (O). Pengamat melihat kenyataan
sebagaimana kenyataan tersebut hadir
dan menggejala di latar kesadaran
pengamat. Pengamat langsung
menuliskan begitu saja kehadiran objek
yang menggejala di latar kesadarannya
itu.
28. Artikel/Opini
• Kemenggejalaan tersebut tergantung
pada sikap, watak, temperamen, minat,
perhatian, cakrawala pengalaman dan
cakrawala pemahaman pengamat. O
dipersepsi S sebagaimana O hadir di latar
kesadaran S, sehingga menggejala
dialektika OS. OS lah yang kemudian
dituliskan oleh S dan disebut artikel/opini.
29. Artikel/Opini
• Kepribadian S senantiasa membayang dalam
tulisan-tulisan artikel/opini S mengenai O.
Keberadaan O tidak dapat diabaikan oleh S
sebagaimana S pun tak dihilangkan. Jika S
dihilangkan atau direlatifkan maka ia cenderung
menjadi karangan ilmiah, jika ditulis berdasar
kaidah ilmiah. Sementara jika O diabaikan, ia
cenderung menjadi karangan sastra jika kaidah
sastra digunakan untuk menuliskannya.