Teknik evaluasi investasi TI meliputi berbagai metode seperti ROI, CBA, MOMC, boundary values, ROM, IE, CSF, VA, dan metode eksperimental seperti prototyping dan simulasi. Metode IE dianggap paling komprehensif karena mampu mempertimbangkan faktor kuantitatif, kualitatif, tangible, intangible, resiko, dan dampak strategis dan operasional dari suatu sistem baru.
3. RETURN-ON-INVESTMENT (ROI)
• Pendekatan ROI terdiri dari sejumlah teknik pendekatan
formal (Radcliffe, 1982).
– Payback method, teknik paling sederhana yaitu menghitung durasi
waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi yang telah
dialokasikan.
• Diperhitungkan nilai (value) atau manfaat investasi yang akan diperoleh di masa
depan dengan “memproyeksikan” besaran nilai tersebut pada saat ini (ketika
investasi dilakukan).
4. ROI (1)
– Metode Internal Rate of Return (IRR) umumnya digunakan bersama
dengan Net Present Value (NPV). IRR adalah nilai perkiraan besaran
manfaat yang akan didapat dari implementasi TI di kemudian hari.
• Ada dua faktor utama yang sangat sulit untuk ditentukan, yaitu:
– Manfaat yang bersifat kualitatif dan intangible, perkembangan TI yang sangat
cepat (eksponensial) dan kompetisi yang sedemikian tajam.
– Durasi waktu tambahan, terutama proyek dengan ruang lingkup besar dan
kompleksitas tinggi.
• Jika nilai IRR lebih besar dari ambang batas minimal rasio pengembalian (hurdle
rate of return), maka proposal disetujui.
• Pendekatan ROI ini diterapkan oleh organisasi yang memiliki disiplin tinggi atau
sangat ketat dalam mengelola sumber daya keuangannya.
• Kekuatan metode IRR terletak pada kemudahan bagi para pengambil keputusan
dalam menentukan keputusan investasi TI. Misalnya lebih besar dari bunga
deposito bank atau alat investasi konvensional lainnya.
5. COST-BENEFIT ANALYSIS (CBA)
• Metode CBA adalah pendekatan yang mencoba untuk menentukan atau
menghitung nilai dari setiap elemen teknologi informasi yang memiliki
kontribusi terhadap biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh
(King et al, 1978).
– Metode ini lahir untuk mengantisipasi banyaknya elemen terkait (seperti
manfaat) yang tidak memiliki nilai pasar atau harga yang jelas.
– Contoh : menghitung manfaat implementasi sebuah sistem teknologi yang
memiliki potensi untuk menyelematkan nyawa satu orang?
– Elemen yang tidak memiliki value yang jelas dicari nilai padanannya (dalam
mata uang) dengan menggunakan berbagai teknik penilaian (valuation
technique). Selanjutnya diproyeksikan ke dalam format alur kas (cash flow)
atau dengan menggunakan metode ROI.
– Kekuatan pada kemampuan mengkonversi manfaat yang bersifat kualitatif
maupun intangible.
– Kelemahan yang sering terjadi yaitu perbedaan pendapat dalam menentukan
teknik yang sesuai dalam mencari value elemen yang nilainya tidak jelas.
6. MULTI-OBJECTIVE, MULTI-CRITERIA
METHODS (MOMC)
• MOMC merupakan variasi dari CBA (Vaid-Raizda, 1983).
• Metode ini melibatkan sejumlah stakeholders dalam mengukur value dari
biaya atau manfaat dalam sejumlah aspek atau elemen TI.
– Dalam kerangka ini, utility dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai
uang.
– Setiap stakeholder melakukan pembobotan (fungsi utilitas) terhadap sejumlah
obyektif yang ada (misalnya dilihat dari sisi prioritas atau dampak signifikan
dari investasi yang akan dilakukan).
– Setelah itu barulah nilai value yang telah disetarakan dengan biaya maupun
manfaat yang ada dikalikan dengan masing-masing bobot tersebut untuk
memperoleh hasil akhir.
• Pendekatan ini selain cocok dipergunakan untuk investasi proyek dengan
multi obyektif, sangat tepat dipergunakan untuk meredam konflik yang
terjadi antar stakeholder.
• Kelebihan metode MOMC jika digunakan untuk lebih dari satu jenis proyek
investasi dengan ragam obyektif maupun biaya/manfaat terkait.
7. BOUNDARY VALUES
• Metode ini merupakan salah satu cara heuristik yang cukup banyak
digemari karena kemudahan dan kesederhanaannya (Martin, 1989).
• Prinsip yang dipergunakan adalah melakukan komparasi antara
rasio perusahaan dengan rasio rata-rata industri sejenis.
– menghitung biaya total yang harus dikeluarkan untuk investasi
teknologi informasi dibandingkan dengan sebuah ukuran agregrat
tertentu, seperti total pendapatan (revenue) atau total pengeluaran
operasional (operating expenses).
– Jika rasio perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata
industri sejenis, maka kenaikan biaya investasi dipertimbangkan
sebagai hal yang normal atau seharusnya dilakukan.
– Sementara jika terjadi sebaliknya, perlu dipertanyakan kelayakan
investasi tersebut.
8. RETURN-ON-MANAGEMENT (ROM)
• Metode ROM terkait dengan penghitungan nilai
manfaat terkait dengan terjadinya perubahan kenaikan
tingkat produktivitas manajemen (Strassman, 1985).
– Cara ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi
sebuah sistem baru terhadap nilai tambah di kalangan
manajemen perusahaan.
– ROM didefinisikan sebagai hasil perhitungan dari total
pendapatan perusahaan dikurangi dengan seluruh biaya
dan nilai tambah dari masing-masing sumber daya, kecuali
biaya manajemen dan hal terkait dengan manajemen.
– Value dari sebuah sistem baru adalah selisih antara ROM
sebelum dan setelah sistem diimplementasikan.
9. INFORMATION ECONOMICS (IE)
• Dari semua metode yang ada, information economics
dinilai sebagai satu-satunya cara yang paling komprehensif
dan dinilai dapat menjawab sejumlah faktor dan
karakteristik unik serta berbagai isu dan tantangan yang
dihadapi dalam mengevaluasi proyek investasi teknologi
informasi (Parker et al, 1987).
– Merupakan varian dari CBA, yang disesuaikan secara khusus
untuk menjawab berbagai faktor ketidakpastian (uncertainties)
dan intangible yang kerap ditemukan dalam proyek teknologi
informasi.
– IE bertujuan untuk menjembatani aspek kuantitatif dan
kualitatif dari manfaat teknologi informasi, isu tangible dan
intangible, hal-hal yang penuh ketidakpastiaan baik secara
strategis maupun operasional, dan terutama yang berkaitan
dengan resiko yang dihadapi.
10. IE(1)
– Dalam IE, semua hal yang bersifat kuantitatif dan tangible dapat dengan
mudah dikalkulasikan dengan menggunakan metode ROI konvensional.
– Untuk proses yang bersifat intangible dan memiliki unsur resiko, diberlakukan
sejumlah teknik dengan menggunakan ranking dan scoring. Hasilnya kemudian
dinilai kembali oleh para eksekutif untuk menentukan nilai relatif dari aspek
yang bersifat tangible dan intangible.
– Metode ini bertujuan untuk mengidentifikasikan, mengukur, dan me-ranking
dampak ekonomis yang timbul akibat diimplementasikannya sistem baru
(perubahan kinerja organisasi). Metode ini dikatakan merupakan sebuah
teknik CBA yang diperluas karena adanya tiga proses tambahan yang
diberlakukan, yaitu:
• Value Linking – yang membahas dampak konsekuensi dari perubahan utama di berbagai
fungsi organisasi akibat diterapkannya sebuah sistem baru;
• Value Acceleration - yang mencoba untuk mendefinisikan nilai tambah yang akan
dinikmati oleh perusahaan seandainya sistem baru dipergunakan; dan
• Job Enrichment – yang menggambarkan hasil evaluasi terhadap nilai tambah lainnya
terkait dengan peningkatan kompetensi dan keahlian dari karyawan perusahaan yang
diperoleh karena diterapkannya sistem baru.
11. CRITICAL SUCCESS FACTORS (CSF)
• Metode ini bersifat sangat strategis dan generik, namun diminati
oleh para pimpinan perusahaan karena relevansinya terhadap bisnis
(Rockart, 1979).
– Setelah menentukan visi, misi dan obyektif bisnisnya, biasanya para
pimpinan perusahaan berusaha untuk mengidentifikasikan critical
success factors yaitu faktor-faktor apa saja yang dipandang sebagai
kunci keberhasilan bisnis perusahaan.
– Setelah CSF berhasil didefinisikan, barulah ditelaah satu per satu, apa
saja kontribusi teknologi informasi terhadap masing-masing CSF.
– Jika kontribusi teknologi informasi sangat besar terhadap pencapaian
sebuah CSF, maka seyogyanya perlu dilakukan investasi terhadapnya.
• Misalnya salah satu CSF adalah: “pelayanan prima kepada pelanggan di seluruh
dunia” – dimana investasi untuk membangun sebuah sistem Customer
Relationship Management (CRM) menjadi suatu keharusan.
12. VALUE ANALYSIS (VA)
• VA diperuntukkan untuk teknologi informasi yang memberikan sprektrum
manfaat yang cukup luas, termasuk hal-hal intangible (Melone et
al, 1984).
– Metode ini dibangun dengan prinsip bahwa lebih baik memfokuskan diri pada
value atau nilai yang didapat perusahaan dibandingkan dengan usaha untuk
mengurangi atau mereduksi biaya.
– Filosofi ini didasari pada observasi bahwa setiap inovasi berkembang karena
adanya keinginan untuk meningkatkan value tertentu, bukan sekedar untuk
melakukan penghematan terhadap biaya semata.
– Untuk mendapatkan value yang optimal, kajian terhadap hal-hal yang bersifat
intangible harus dilakukan. Terkadang dibangun pula prototip dari sebuah
sistem agar manajemen dapat memperkirakan value yang diperoleh
seandainya sistem diimplementasikan di kemudian hari.
• Ketika sebuah sistem diusulkan untuk dibangun, sejumlah manfaat yang akan diperoleh
dipetakan terlebih dahulu.
• Kemudian manfaat diklasifikasikan berdasar kategori, masing-masing kategori
dihitung/dinyatakan value yang terkait dengannya. Manfaat tersebut umumnya
diekspresikan melalui berbagai format, seperti: angka, kalimat, ukuran, dll.
• Lalu dipergunakan metode kalkulasi utility seperti pada MOMC.
13. EXPERIMENTAL METHODS
• Memperkirakan hasil yang akan terjadi seandainya sistem telah selesai
dibangun sangat sulit dilakukan oleh para pengambil keputusan.
– Nilai investasi yang terlampau besar, pengerjaan yang diperkirakan memakan
waktu cukup lama, dan ketidakpastiaan akan sukses tidaknya proyek
merupakan hal-hal yang “menakutkan” bagi para pengambil
keputusan, akhirnya memilih untuk tidak melakukan investasi.
• Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa cara ekseperimental yang
dapat dipergunakan dalam rangka menjembatani hal tersebut :
– Prototyping : membuat prototip dari sebuah sistem besar secara cepat
(Alavi, 1984).
• Prototip dapat berupa sebuah sub-sistem kecil, atau sistem lengkap dengan kemampuan
terbatas.
• Manajemen yang merasa ragu-ragu atau sulit mendapat gambaran mengenai sistem yang
akan dibangun biasanya memilih sebuah fungsi atau proses bisnis tertentu untuk
dibangun prototipnya. Setelah prototip selesai dibangun, barulah didemonstrasikan
kepada yang bersangkutan, sehingga manajemen tersebut dapat memperoleh gambaran
dan memperkirakan manfaat atau value apa yang dapat diperoleh perusahaan di
kemudian hari terkait dengan sistem yang akan dibangun.
14. EXPERIMENTAL METHODS
– Simulation : proses pemetaan terhadap situasi bisnis yang akan terjadi
di kemudian hari dengan menggunakan perangkat lunak tertentu
(software) untuk kemudian disimulasikan (Hertz, 1990).
• Tujuannya adalah agar perusahaan dapat melihat secara jelas berbagai ukuran
kinerja kuantitatif yang terlihat meningkat dalam tatanan baru tersebut.
• Melalui alat simulasi ini manajemen dengan leluasa dapat melakukan berbagai
skenario yang dikehendakinya (what-if scenario) terkait dengan nilai investasi
yang ingin dikeluarkan.
– Gameplaying : pendekatan role play terhadap skenario tertentu yang
akan terjadi di kemudian hari seandainya sebuah sistem teknologi
informasi diterapkan (Hirschheim, 1985).
• Misalnya perusahaan berniat untuk menerapkan sistem e-procurement untuk
proses tender. Maka dipertemukan karyawan dan rekanan bisnis terkait
dengan proses tersebut untuk membahas seandainya sistem electronic tender
tersebut dilaksanakan. Isu maupun manfaat yang diperoleh akan teridentifikasi
melalui proses diskusi dari berbagai pihak yang berkepentingan ini.
15. PENUTUP
• Disamping seluruh metode di atas, perkembangan
selanjutnya ada pendekatan lain yang diperkenalkan untuk
mengevaluasi investasi proyek teknologi informasi
(House, 1983):
– art criticism : menggunakan justifikasi penilaian dari para ahli
berdasarkan pengalaman luas mereka mengenai value of IT bagi
bisnis.
– accreditation : menggunakan sejumlah kriteria atau ukuran
standar kualitas dari sebuah investasi yang “baik dan benar”.
– adversarial methods : mengambil keputusan setelah
mendengarkan dua belah pihak saling “berdebat” mengenai pro
dan kontra dari rencana investasi.
– analogy : melakukan penggambaran terhadap situasi sejenis
yang pernah terjadi sebelumnya), dan lain sebagainya.
16. Referensi
• House, E. (ed.) (1983). Philosophy of Evaluation. Sage, San Fransisco and
London.
• Keen P.G.W. Value Analysis: Justifiying Decision Support Systems. MIS Qtly
(March).
• King, J. and Schrems, E. (1978). Cost Benefit Analysis in IS Development
and Operation. Computing Surveys, March, 19-34.
• Parker, M, and Benson, R. With Trainor, H. (1987). Information Economics.
Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.
• Scwalbe, Kathy. (2002). Information Technology Project Management, The
Course Technology – Thomson Learning.