Diskusi mengenai cara aman menjadi trainer freelance terus berlanjut. Ada beberapa tantangan yang dihadapi trainer freelance seperti larangan dari perusahaan tempat bekerja dan kesulitan menyesuaikan jadwal konsultasi. Beberapa saran yang diberikan antara lain mendapatkan izin dari perusahaan, membangun merek pribadi, dan fokus pada keahlian khusus yang dibutuhkan pasar.
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
the safe way to be a freelance trainer
1. imraanmuslim@gmail.com or imron_qren@yahoo.co.id
From: "Moch Husni" <mohhusni@centrin.net.id
the safe way to be a freelance trainer
Hallo teman sepermainan ! Teman tapi mesra !
(tulisan ini tidak diiklankan, cuma dari hati ke hati)
Nampaknya pembicaraan mengenai : "the safe way to be a freelance trainer" terus
berkembang. Berkaitan dengan ini saya (selaku penggagas Perserikatan 99 Mitra
Manajemen) punya pengalaman sedikit. P99MM adalah badan usaha semacam koperasi.
Mitra Manajemen = associate. 99 inginnya nanti tetap cuma 99 orang dengan berbagai
keakhlian.
Pernah terjadi pada waktu masih cukup agresif : beberapa Mitra (freelancer dalam
pelatihan) setelah ketahuan oleh perusahaan tempat bekerjanya mendapatkan teguran
dari atasannya (perusahaannya) karena menggunakan cutinya untuk memberi pelatihan.
Beberapa lainnya mencoba meminta izin kepada atasannya, tapi ternyata ditolak dan
tidak diperbolehkan memberi pelatihan untuk lembaga lain.
Sebagian lainnya seakan tidak menimbulkan masalah. Mungkin dapat izin tapi mungkin
juga perusahaan tempat kerjanya tidak terlalu mempedulikannya.
Dari keseluruhan yang ada, untuk melayani konsultansi dengan waktu yang tidak
menentu agak sulit. Persoalannya karena waktu.
2. Pandangan saya : "banyak orang yang pandai dan suka ngajar tapi tidak terlalu butuh
uang". Kenyataannya ada benarnya juga. Sebab setiap saya transfer facilitator's fee
tidak pernah ada yang menolak........... he... he.
Pertanyaan Saya : Kalau kita mendapatkan jalan aman adakah pihak yang setidaknya
merasa dirugikan ? Apakah kita cuma mau mikir untuk diri sendiri ?
Karena : Setelah izin dari perusahaan tempat bekerja dijadikan persyaratan untuk
menjadi Mitra Manajemen di P99MM, maka aktivitas jadi melempem.
Jadi apa sebaiknya tidak berdiri di dua perahu ? dan Segera mengukuhkan diri dan
melepaskan diri dari comfort zone ? Kalau mau berdiri di dua perahu mungkin ada
baiknya minta persetujuan perusahaan
Masalah persaingan yang sudah padat, tidak berarti saling mematikan.
Persaingan justru bisa mengembangkan pasar dan mutu. Bahkan Diantaranya bisa
membangun sinergi yang akan sangat menguntungkan.
Yang tak kalah pentingnya, apa yang kita lakukan tidak semata-mata Untuk uang. Tapi
memang perlu juga uang, karena pelatihan yang bersifat sosial membutuhkan dana
pula.
Salam moch. Husni 0818 82 1982
Untuk teman sepermainan.
Nama dibawah naungan TCI bisa dijadikan sebagai "merek" organisasi training
provider yang kelihatannya sudah cukup menjanjikan. Sebagai vendor pelatihan yang
serba ada bisa dijadikan positioning.
3. Mungkin bisa dihitung berapa banyak anggota milis yang menanyakan vendor pelatihan.
Kalau saja lembaga di bawah naungan TCI bisa menangkapnya (sebelumnya perlu data
dasar siapa menguasai materi apa) maka semua permintaan bisa dipenuhi. Orang tidak
perlu mencari provider susah-susah.
Karena umumnya setelah pertemuan awal dilanjutkan dengan permintaan proposal, maka
TCI bisa mengumpulkan banyak proposal singkat yang dimintakan dari para "freelance
trainer" yang benar-benar bersedia dan memiliki izin dan persetujuan perusahaan
dimana dia bekerja (bagi yang masih terikat pada suatu perushaan).
Setelah proposal diberikan, umumnya lembaga bersangkutan diminta untuk
mempresentasikannya. (berdasarkan pengalaman, proses ini bisa bermasalah) kalau si
trainer masih terikat pada suatu lembaga. Untuk mengatasinya perlu ada freelancer
lain yang bisa memaparkannya.
Selanjutnya masuk ke hari atau waktu pelaksanaan. Ini lebih jelas. Si trainer yang
masih terikat, bisa cuti. Setelah selesai, terima bayaran deh !
Di dalam organisasi (training provider) di bawah naungan TCI dilaksanakan proses
evaluasi (terutama menyangkut materi, dan penyajian materi serta metodenya).
Tanggapan peserta dan feed-back dari perusahaan bisa dijadikan sebagai pegangan
utama. Untuk itu, setiap trainer perlu berbesar hati dan lapang dada. Misalnya jika
hasil penilaian dibawah 3.75 (dari 5 skala) maka ybs. tidak diperkenankan memberi
training ke perusahaan pengguna jasa. Boleh memberi training ke perusahaan lain
dengan catatan harus melaksanakan perbaikan yang signifikan. Untuk meningkatkan
kualitas trainer secara bertahap dari mereka yang mendapat nilai 3.75 ke atas,
dihitung nilai rata-ratanya. Yang dibawah rata-rata, ditempatkan sebagai trainer
cadangan untuk materi yang sama.
Kepemilikan lembaga, ditentukan atas dasar kontribusi riil (yang menghasilkan
dana). Yang saya terapkan di P99MM (saya punya berkas yang cukup lengkap mengenai
aturan dsb.) ada berbagai macam fee.
1. Marketing fee
2. Proposal fee
3. Presentation fee
4. 4. Facilitator's fee
5. Bagian lembaga
Semua diperhitungkan setelah dipotong biaya yang digunakan. Jadi wadah ini akan
tetap berkembang. Freelancernya ? terserah dia apakah akan benar-benar
mengembangkan diri atau kualitasnya.
Yang dari bagian lembaga akan diperhitungkan sebagai saham dengan komposisi peran
di atas.
Kalau memang mau dilembagakan, satu hal yang menguntungkan, karena adanya yang
berbaik hati meminjamkan sumber daya yang sangat berharga yaitu Wisma Asia.
Suatu saat, lembaga perlu punya sekretariat sendiri dan tenaga kerja sendiri.
Kesempatan untuk para trainer tetap dibuka. dengan sistem penilaian yang menjamin
mutu.
LF TCI bisa dijadikan sebagai ajang pengembangan bagi keseluruhan freelancer dan
pengembangan materi dan pemahaman seperti yang sudah berjalan sekarang ini.
Begitu indahnya hidup bersama teman tapi mesra. Dalam waktu 5 tahun bisa bangun
gedung minimal sebesar gedung LPPM dan Prasetia Mulya. Bukankah cita-cita ini bisa
terwujud melalui sinergi kerjasama. Mungkin beberapa rumah di Jl. Diponegoro bisa
dibeli. Lima atau enam rumah cukuplah untuk target 5 tahun.
Dengan diketahuinya sistem evaluasi atas trainer lembaga di bawah naungan TCI oleh
para pengguna jasa, jelas akan meningkatkan kepercayaan mereka.
Dari bagian lembaga di bawah naungan TCI yang tersimpan, sebagian disisihkan
sebagai jatah saham bagi karyawan.
5. Tapi jangan hidup ini yang penting rencana, setelah rencana di buat terus puas.
Tanya Pak Hendri Makruf jangan sampai ada knowing-doing GAP.
salam hangat
song-song masa depan
moch. Husni 0818 82 1982
From: "Mohamad Yunus, Mr" <yunus@widatra.com
Subject: the safe way to be a Freelance trainer
Dear Pak Riri,
Akhirnya salah satu suhu yang memiliki potensi yang besar keluar dari sarangnya.
Menarik sekali ulasan yang Bapak sampaikan. Nampaknya freelance trainers sudah
menciptakan fenomena tersendiri diantara bursa dunia pelatihan di Indonesia. Saya
sangat sependapat dengan Bapak, freelance trainer ini dapat dipandang sebagai momok
yang cukup menggetarkan persendian para vendor. Tapi kembali lagi kualitaslah yang
berbicara, terlepas dari seberapa tangguh kepiawian freelance trainer ataupun
vendor tetaplah pasar yang berbicara.
Kebijakan untuk memilih si kunang kunang yang imut kecil dan bersinar atau sang
tarantula, perusahaan atau organisasilah yang menentukan dengan pertimbangan banyak
faktor.
Di milis ini banyak kunang2 telah melepaskan diri menjadi serangga yang lebih besar
dan menyengat jadi tidak sekedar kunang2 yang datang dengan sinar yang menarik
perhatian setelah itu hilang tak berbekas. Dilain pihak sebagian kunang telah
menyatu membentuk gerombolan bagai mesin traktor yang siap melibas singgasana sang
tarantula dengan project short term nya ...
6. Yang jadi pertanyaan adalah :
- seberapa eksis sang kunang2 mampu mengeksor diri dengan melebarkan
sayapnya agar kilatan sinarnya menerpa ke lahan yang lebih jauh lagi ?
- apakah sang sparks alias kunang2 ini dianggap sebagai kuda hitam yang siap
menerjang vendor2 raksasa? padahal, keduanya adalah juga termasuk komunitas orang-
orang yang turut serta memajukan negera ini.
Salam,
Mohamad Yunus
Riri Satria wrote:
Subject: the safe way to be a Freelance trainer
Halo Bapak/Ibu/Teman-teman semua,
Saya sudah menjadi anggota milis sejak beberapa bulan yang lalu, tapi masih pasif,
cuma lihat-lihat pembicaraan Bapak/Ibu/Teman-teman semua, alias belum pernah ikutan
nimbrung .. so, this is my first posting di milis trainersclub ... :-) .. salam
kenal untuk semuanya.
Perkenalkan, nama saya Riri, lengkapnya Riri Satria, saya laki-laki tulen, (mohon
tidak memanggil saya Mbak Riri ... he he he), sekarang ini kerjaannya jadi
konsultan manajemen (sendiri), staf pengajar tidak tetap (part-time) di beberapa
program pasca sarjana di Jakarta (UI, Budi Luhur, Trisakti, dan PPM), .... dan juga
sebagai freelance trainer.
7. Sejak bulan Juni 2005 yang lalu saya memutuskan untuk tidak lagi berstatus sebagai
karyawan sebuah perusahaan tertentu ... memilih untuk bekerja sendiri sebagai
konsultan, trainer, dan juga masih ngajar sebagai dosen (entah kenapa, saya
kayaknya tidak bisa dipisahkan dengan dunia kampus, jadi ngajar di kampus
itu wajib deh) ... Sebelumnya daya berkarir di berbagai tempat (great places for me
!!, yaitu KPMG, Lembaga Manajemen PPM, Makara UI Consulting, dan GML Performance
Consulting).
Saya sangat tertarik dengan topik freelance trainer ...
Menurut saya, menjadi freelance trainer itu (sama dengan bisnis pada umumnya)
mengikuti hukum kompetisi yang klasik yang kita kenal. Hukum kompetisi klasik
(strategi generik Michael Porter) bilang, untuk berkompetisi, kita bisa memilih
strategi cost leadership, diferensiasi, atau focus.
Dengan demikian, alternatif pilihannya :
- Jadi trainer dengan tarif bayaran yang murah (cost leadership), jangan salah lho,
ini juga banyak pasarnya.
- Melakukan diferensiasi, membentuk kekhasan sendiri, membangun kompetensi yang
khas (distinctive competency), tentu saja yang banyak dibutuhkan dunia bisnis dan
industri saat ini.
- Atau fokus ... dalam segmen pasar yang lebih sempit.
Konsep strategi generik sederhana saja, jika tidak mengikuti hal di atas, kita
tersingkir dari dunia bisnis "per-training-an". Trainer dengan bayaran yang murah,
akan memiliki pasar sendiri. Tetapi ada pula trainer yang dibayar gila-gilaan
harganya karena memiliki distinctive competency, juga banyak peminatnya. Trainer
yang kagak jelas maunya dan positioningnya, mungkin itu lah yang agak susah ...
Mau pake konsep strategi yang lebih keren, misalnya blue ocean strategy dengan
mencoba menganalisis strategy canvas, lalu susun komponen keunggulan sendiri, juga
dipersilakan ...
8. Bagaimana dengan merek atau "brand" ? Well, menurut saya, merek itu ada 2, yaitu
merek organisasi, serta merek individu. Freelance trainer juga bisa membangun
"brand" individu ... sudah banyak contoh sukses kok .. beberapa "suhu" di milis ini
adalah contohnya ...
IMHO (in my humble opinion), profesi freelance trainer akan tetap cerah (saya
optimis dengan hal ini, bahkan sangat optimis), dengan persyaratan sebagai
berikut :
- profesi trainer harus bergeser paradigmanya, jadi sekedar "trainer" menjadi
"performance consultant",
- memiliki keunggulan yang khas (distictive competency) yang diperlukan dunia
bisnis dan industri, sesuai dengan perkembangannya,
- membangun "brand" individu, tentu sesuai dengan sasaran dan strategi bisnis anda,
- bersikap wajar, tidak muluk-muluk, tidak menjanjikan sesuatu yang bombastis yang
ternyata tidak bisa dicapai oleh klien (bisa-bisa dibilang besar omong doang), tapi
yang ini sangat relatif sifatnya.
Profesi freelance trainer sebetulnya adalah profesi yang SANGAT DITAKUTI training
provider yang memiliki full-time trainer ...
Seorang petinggi konsultan ternama (salah satu the big four) di Indonesia pernah
bilang ke saya dalam suatu kesempatan. Apa yang ditakuti oleh konsultan besar
(kayak Accenture, KPMG, Pricewaterhouse Coopers, etc)saat ini ? ... Mereka adalah
para "sparks" alias kunang-kunang, yaitu konsultan2 freelance tapi sangat kompeten
dan fleksibel tetapi tetap beretika. Mereka bisa bergerombol (berkumpul menjadi
sebuah tim tangguh, bersinergi dengan cepat), dan habis itu bubar (mengikuti pola
organisasi donat-nya Charles Handy), overhead cost-nya sangat rendah, tetapi tetap
beretika kepada klien (yg tidak beretika akan "habis" juga), bahkan dalam bbrp
kasus, konsultan2 besar juga memanfaatkan para "sparks" ini ....
Saya sangat mendukung kalau ada event "copy darat" untuk sharing topik ini.
Begitu dulu sharing dari saya pada kesempatan pertama ini ... terima kasih ...
Salam
Riri
9. Message: "anisah.kortschak" <anisah.kortschak@wayang.net
Subject: the safe way to be a Freelance trainer
Dear all,
pembicaraan mengenai "freelance" alias kunang-kunang (nggak boleh burung merak atau
black swan ya?) menjadi sangat menarik. Sewaktu memutuskan untuk berhenti bekerja,
niat saya cuma bahwa saya ingin menikmati hidup yang cuma sekali ini. Saya ingin
bisa bangun lebih siang atau lebih pagi sesuka hati saya. Saya ingin menikmati
sunset Jakarta yang kadang-kadang luar biasa indahnya. Saya ingin bisa berlibur
kapanpun saya mau.
Saya ingin bisa ngopi di sore hari. Saya memutuskan saya berhenti mengejar uang
(biar saya yang dikejar uang he..he..he). Saya memutuskan saya akan memilih apa
yang akan saya berikan pada dunia dan akan saya lakukan dengan penuh kesungguhan
hati, passion dan compassionate tentunya.
Di bulan-bulan pertama menjadi pengangguran dan pembantu rumah tangga, mungkin
karena masih kagok eehh... malah lebih sibuk dari sewaktu masih bekerja full time.
Masih takut nggak dapat duit. Sampai saya diprotes suami saya baru saya menemukan
kembali "visi dan misi" utama saya berhenti bekerja. "Menikmati Hidup". Mulailah
perjalanan karir menjadi kunang-kunang, dan bukan main....saya memasuki sebuah
surga. Saya kemudian menjadi provokator untuk teman-teman saya yang masih bekerja
di big company (supaya disurganya banyak teman). Saya punya sekelompok teman yang
berniat menjadi freelance trainers agar kami bisa punya lebih banyak waktu untuk
memotret dan hunting lokasi pemotretan. Goalnya khan selalu diletakkan di depan ya?
Hidup ini indah atau indah? Saya tahu bahwa setiap orang yang saya temui dalam
hidup ini adalah jodoh saya, sehingga bila ada beberapa yang belum berjodoh karena
saya sedang berlibur atau sedang sekolah, waktu yang tepat sudah disediakan oleh
alam semesta (sekalian minta maaf ya teman-teman kalau ada yang waktunya belum
tepat).
Nah, karena waktunya lebih banyak...dan memilih topik-topik yang diminati akhirnya
"kualitas" mau tidak mau menjadi penting. Dan pasar bebas yang menilai kualitas.
Jadi santai saja.... Disini nih kenikmatan menjadi freelance trainer, kerja yah
nggak usah terlalu sering, duit akan datang kalau tahu kita perlu, tidak ngoyo,
menjadi lebih sering tertawa, menjadi lebih bahagia. Menjadi lebih pandai juga
karena waktu untuk membaca menjadi lebih banyak, waktu untuk meningkatkan ilmu
10. menjadi lebih banyak. Bisa menulis, bisa sesekali menerima klien hipnoterapi, bisa
ngajar di universitas, bisa diskusi dengan teman-teman sevibrasi, bisa ke restoran
kesayangan di hari kerja di jam kerja (hahaha...jadi agak gemukan). Dan pasti
FOKUS!!
Sama kayak Sahala, nggak punya utang, nggak punya kredit. Tidur malam nyenyak. Saya
kemana-mana ya naik taksi, naik ojek, nebeng teman. Malah nggak punya mobil. Malah
tidak pernah berniat membeli mobil. Saya malah berniat beli "farm" yang ada
danaunya, hutan kecil, pohon buah-buahan, banyak binatang kayak yang di George
Orwell itu lho. Tapi binatangnya yang baik hati semua.
So temukan visi misi anda dalam menghayati sisa hidup anda, serta apa yang ingin
anda lakukan setelah anda meninggal nantinya..... freelance trainer lebih banyak
pahalanya daripada mudharatnya. Jadi perahunya cuma satu, nakhodanya anda sendiri.
Tralalalala......
Rahasia terbesar alam semesta adalah manusia yang maha dahsyat. Jadi "Positioning"
kalau semuanya bisa berkualitas kenapa tidak? Saya sedang merintis satu lagi
positioning (diluar management trainer, spiritual trainer, hypnotherapist,
lecturer, writer, wife, friend, daughter, lover etc...etc) yaitu community
interventionist untuk empowerment. Dalam waktu dekat saya ada rencana melakukan
program kecil ke desa di luar Jakarta jadi bakalan ngetokin pintu teman-teman TCI
untuk bisa membantu.
Salam sayang,
Anisah
From: eko wahyu echo <echo_ekowahyu@yahoo.com
Subject:masih tentang to be a freelance TRAINER
Dear All Member TCI
11. Wah....setelah sempat sedikit "dingin", topik ini mulai "hangat" kembali. Saya juga
tertarik dengan ulasannya pak Riri dengan 3 alternatif jalan untuk menuju trainer
profesional dalam freelance trainer. yaitu "
Dengan demikian, alternatif pilihannya :
- Jadi trainer dengan tarif bayaran yang murah (cost leadership), jangan salah lho,
ini juga banyak pasarnya.
- Melakukan diferensiasi, membentuk kekhasan sendiri,
membangun kompetensi yang khas (distinctive competency), tentu saja yang banyak
dibutuhkan dunia bisnis dan industri saat ini.
- Atau fokus ... dalam segmen pasar yang lebih sempit.
"
Saya pernah di beri tahu oleh teman2 waktu kuliah dulu, kalo freelance trainer itu
cuman "asal-asalan" kasih training artinya kebanyakan freelance trainer itu tidak
bertanggung jawab terhadap keberhasilan training. Yang penting saat dia melakukan
training, peserta tertarik dan sangat puas, abis gitu entah ada perubahan prilaku
atao tidak sudah bukan urusan freelance trainer khan...(istilahnya lepas tangan
gitu..)itu yang masih sedikit ter-image dalam benak saya. Kalo dari pengalaman para
"suhu2" apakah beliau2 ini gak ada beban mental ? trus caranya biar kita gak beban
mental sendiri gimana ? Mohon komentarnya untuk bahan belajar dan rambu2 melangkah
selanjutnya .....
Selanjutnya, saya sendiri adalah lulusan dari psikologi,dalam training yang saya
geluti saat ini memang masih kental dengan nuansa psikologi karena dalam job desk
saya saat ini, saya bertanggung jawab untuk membuat materi, men-trainingkan
sekalian tentang "KARAKTER SDM".Namun jika saya melihat dunia luar, saya juga
dituntut untuk menguasai atau sedikit mengetahui aja tentang "dunia" luar (misalnya
marketing, finance,dll). Disini saya sedikit bingung antara kita
Harus fokus pada "diferensiasi capability" kita atau kita tau banyak hal namun
cuman sedikit-sedikit. Mohon sharingnya.....
Txs....
SALAM GET SUKSES, SUKSES GET...
Eko Wahyu
TCI Surabaya
081803263630)
From: "sahala@indosat.net.id" <sahala@indosat.net.id
12. Berbagi personal lesson learned dari freelancer menjadi self-employed
Salam,
Ijinkan saya untuk menulis email panjang berbagi lesson learned yang saya dapat
sebagai freelancer selama 7 tahun sebelum akhirnya menjadi self-employed 3 tahun
terakhir. Apa yang saya tulis adalah hasil perenungan yang berjalan terus menerus.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi rekan-rekan yang berpikir ingin menjadi agen
lepas.
Mengapa saya menjadi freelancer?
Karena saya ingin bebas, bisa mengatur waktu sendiri, dan bisa berkreasi
memunculkan ide-ide saya. Saya sadar atas konsekuensi pendapatan yang tidak tetap,
namun bagi saya, nilai kebebasan untuk berkreasi itu lebih besar daripada nilai
pendapatan tetap. Karena itu setelah sempat bekerja tetap sambil sabtu-minggu
moonlighting, saya akhirnya memutuskan terjun bebas sebagai agen lepas.
Mengapa tidak moonlighting saja?
Saya merasa tidak etis kepada perusahaan tempat saya bekerja tetap. Tidak bisa
dipungkiri selalu ada waktu kerja tetap yang terpakai untuk proses persiapan
pekerjaan moonlighting itu. Saya mengagungkan etika dan integritas. Buat saya,
ketika saya mengajarkan etika dan integritas dalam materi-materi saya, saya sendiri
perlu telah melakukannya sendiri. Karena itu saya lalu memutuskan untuk fokus
menjadi agen lepas.
Apa tantangan yang dihadapi sebagai freelancer?
Di awal proses adalah menjual diri. Orang belum kenal saya dan masih dalam taraf
mencoba. Di tengah proses adalah memilah dengan siapa akan bekerja sama. Saya
dahulu selalu menerima ajakan 'proyek' dari siapa saja, sampai suatu saat kena
13. batunya, ada prospektif klien yang menerima beberapa proposal dengan 2 proposal
dari pihak yang di dalamnya dua-duanya ada nama saya. Pada pengalaman lain, ada
lembaga konsultan yang ternyata amat tidak profesional dalam proses konsultasinya,
sehingga di lapangan saya akhirnya yang menanggung beban. Klien menuntut hasil
terbaik, sementara saya sebagai agen lepas tidak didukung oleh informasi dan
logistik yang cukup dari lembaga konsultan tersebut. Dari situ poin belajar yang
didapat adalah: [1] kaji dahulu kredensial pihak yang mengajak Anda bekerja sama,
sebab Anda perlu menjaga kredensial Anda sebagai profesional lepas, [2] jangan
ikatkan diri kepada banyak pihak, pilih beberapa pihak saja yang Anda percaya.
Beberapa kriteria lain yang dapat digunakan: [1] pilih pihak yang punya pemahaman
atas konsep konsultasi yang baik dan mendalam, tidak 'asal tahu', tapi memang
"having been there done that", [2] punya etika profesi yang baik (menjaga
integritas, tidak asal dapat proyek, tidak 'merampok' konsep Anda untuk lalu
dipakai sendiri), dan [3] pembayaran beres dan tidak lama menunda.
Kualitas apa yang perlu dimiliki sebagai agen lepas?
Pertama, punya pemahaman yang fokus, mendalam dan mumpuni atas sebuah subyek. Jika
ingin bertahan sebagai agen lepas, jadilah spesialis, jangan menjadi agen lepas
yang tahu banyak tapi semuanya di permukaan. Fokuskan diri Anda pada satu tema,
baik dari sisi teori maupun implikasinya. Alasannya simpel, hukum supply dan
demand. Demand pasar besar terhadap seorang pakar, namun tidak banyak orang yang
cukup sabar menempa dirinya untuk menjadi pakar pada sebuah tema. Saya sendiri
fokus hanya kepada pelatihan dengan pendekatan experiential learning, dan tidak
pernah tergoda untuk bermain di assessment center sekalipun sebagai psikolog saya
kompeten untuk melakukannya.
Kedua, jagalah integritas keilmuan dan kualitas kerja. Dua hal itulah yang akan
membuat Anda bertahan. Klien tidak bodoh, dan ia akan menilai, apakah Anda termasuk
orang yang 'know that' (tahu banyak tapi kulitnya saja dan tidak pernah implikasi),
atau 'know how' (tidak hanya tahu, tapi paham seluk beluk implikasi). Solusi hanya
bisa diberikan oleh yang 'know how', dan karena bisa memberikan solusi, wajar jika
harga mereka mahal. Sementara yang 'know what' paling hanya cocok untuk memberikan
kelas teori 2 hari - itupun dengan tingkatan peserta pemula, bukan menjadi
konsultan.
Ketiga, lakukan positioning yang jelas atas kompetensi diri Anda.
14. Kalau Anda ingin menonjol, posisikan diri Anda di tempat yang tidak banyak orang
menempatkan diri. Mengapa saya sebagai psikolog tidak menjadi tester? Karena banyak
psikolog bermain di situ. Namun psikolog yang fokus di experiential learning? Tidak
banyak. Dan orang menjadi mengenal saya sebagai biangnya experiential learning.
Bagaimana dengan outbound sebagai bentuk EL di mana setiap orang sekarang bermain
di situ? Well, outbound sudah saya tinggalkan, dan sekarang saya bermain pada
membangun sisi manusia dari sebuah proses konsultasi. Saya bersyukur perusahaan
sekaliber Ernst & Young telah pernah mengajak saya untuk membantu proses
konsultasinya, dan itu terjadi ketika mereka menyadari adanya kebutuhan menyiapkan
sisi manusia dalam proses konsultasi pengembangan organisasi yang mereka lakukan -
saya ada di situ siap dengan modulnya.
Mengapa lalu saya menjadi self-employed dan membuat insitusi PT?
Jawabannya mudah, karena perkembangan natural disertai kenginan untuk maju. Di
awal, saya menjadi agen lepas untuk mengerjakan proyek yang didapat pihak lain.
Lama-lama, permintaan mulai datang berdasarkan referensi, dan saya mulai berani
membuat proposal sendiri. Ijinkan saya boleh berbangga karena klien pertama yang
saya dapatkan sebagai agen lepas tanpa institusi adalah Indosat - dan klien sekelas
itu saya dapatkan dengan bekerja seorang diri. Terus terang itu menambah rasa
percaya diri saya.
Saya bersyukur, nilai pekerjaan yang saya dapat semakin lama menjadi semakin besar.
Di situ muncul masalah baru. Sekalipun saya punya NPWP pribadi, namun saya
menemukan beberapa klien menghadapi isu akuntabilitas akuntansi dan hukum ketika
mereka akan mengeluarkan uang sekian puluh juta hanya kepada individu (terlebih
jika klien Anda perusahaan multinasional). Akhirnya saya putuskan untuk membuat PT.
Setelah itu, saya menjadi self-employed hingga sekarang. Intinya, jika anda ingin
fokus menjadi agen lepas, masukkan kemungkinan bahwa apa yang Anda lakukan nantinya
akan perlu badan hukum.
Demikian tulisan saya. Mudah-mudahan ada manfaatnya.
Salam,
Sahala
15. From: Bambang Bhakti
<bambang_bhakti@teammasterindonesia.com
Re: Queen Anisah & King Sahala
Salam Trainers !
What a wonderful life both of you have...!
Bagi saya yang mulai kerja dari sopir, salesman dst dst..., waktu itu, tak
mungkinlah dengan gaji bisa beli sepeda motor, apalagi rumah... Jadi, sejak dini
memang saya sudah meyakini (pengaruh ortu & guru2) bahwa harus punya impian besar
kalau tidak mau jadi orang kecil... dari kuliah pakai sepeda (boncengan sama
istri!), kepingin naik sepeda motor... Ada kreditan dari kantor...ah, masih bisa
hidup dari 2/3 gaji...yang dijalankan... begitu lunas, eh, kantor baru berbaik hati
memberi 'house-loan'...potong gaji lagi...5 tahun lunas...akhirnya...keterusan
kebiasaan ini... Sampai2...ditahun 1986 buka private lesson bahasa inggris &
komputer selepas jam kerja...tau2 peserta luber karena cuma punya 1 komputer
dirumah!
Alhasil dikasih kredit 5 komputer dari Toko Komputer Batutulis Bogor... Jalan 15
belas bulan, yang punya ruko mau jual rukonya seharga Rp.69 juta, darimana uangnya.
Pergi ke BBD, eh mereka bilang hitungannya masuk tuh.. Kalau omzet 20 jutaan, all
costs 8 jutaan, berarti cicilan yang 5,5 juta cukup tuh, masih ada kelebihan lagi !
Ternyata 3 tahun hampir lunas, BBD offer lagi untuk buka cabang !
Dst...dst...dst...
Bung Sahala & Anisah...sya tidak tau juga...perjalanan saya memang tidak pernah
lepas dari hutang, tidak seperti anda... Anehnya, saya selalu menganggap bank
sebagai boss saya, karena mereka sudah Trust pada saya, menimbulkan suatu
Responsibility, jadi saya harus berikan Accountability... Bagi saya, KETERDESAKAN
memang secara concious saya ciptakan sendiri...yang menjadi motivasi saya untuk
tetap tumbuh berkembang...(Maklum saya berangkat dari 0 tetapi punya impian besar,
jadi tidak seimbang dengan 'monetary resources' yg saya miliki)...
Justru dengan keterdesakan tersebut dituntut untuk tidak menghitung berapa kali
gagal, tetapi berapa kali kita bangkit dari kegagalan! Enerji disalurkan untuk
menjaga nama baik dimata 'penyandang dana' dan 'pemasok dana'... Ketika omzet lagi
16. minus...buru2 pergi ke bank dan jelaskan duduk perkaranya dan jelaskan rencana
kerjanya...They are my Bosses ! More importantly... I have been enjoying this
challenging pathway...
Conclusion? We simply live in different world of mindsets... It's all right...as
long as we are all happy...
Thx for your invaluable inputs...
Salam hangat !!!
From: Glenn Sompie <glennsompie@yahoo.com
ide liar dari si Pemulung
Dear All Fellow Trainers,
Menarik, menggemaskan, dan juga menjanjikan mencermati dan mengamati perkembangan
diskusi tentang "the safe way to be a freelancer trainer".
Thanks utk Mas Riri yang telah mengemukakan suatu bentuk organisasi yang dari dulu
saya idam-idamkan bisa diwujudkan melalui wadah TCI, yaitu "Donat" ala Charles
Handy
Ada satu ide liar dari si Pemulung, "Apa bisa TCI kita jadikan pabrik Donat dan
juga tempat Meeting, Sharing and Learning antara para Sparks (Kunang-Kunang) dengan
para Kumbang (mereka yang sudah punya nama dan daya sengat besar, minjem istilah my
Bro Bear Yunus) supaya barengan kita bisa Enjoy Learning, Life and Leisure juga,
bisa ber Tralala-Trilili ....barengan si Kunang-Kunang cantik My Sista
Anisah..he.he.he?" But this is only "IMHO (In My Humble Opinion) juga dari si
Pemulung (Mas Riri, istilahnya boleh tak pulung sekalian ya...he..he..he...salam
kenal juga Mas)
Salam sukses dan kompak selalu,
Glenn J. Sompie
17. From: "Krisnawan SDM" <krisnawan@gramedia-
majalah.com
Subject: Re: Bundel Freelance....freelance trainer
Sekedar usul kepada Bapak Moderator yang baik,
Setiap proses sharing dari para suhu 'freelance training' ini dapat dibundel dalam
satu folder/file. Sangat sayang kalau ilmu/pengalaman yang pernah disharingkan
'menguap'.
Soalnya, untuk saya yang sering 'terdesak' (meminjam istilah Pak Bambang) oleh
bounching, beberapa proses diskusi hilang. Sayang....
Terima kasih atas kesediannya Bapak Hendry dan bapak Yunus yang baik.
Salam, Krisnawan Putra
From: "Mohamad Yunus, Mr" <yunus@widatra.com
Kapan acara sharing to be a freelance TRAINER
Hari Sabtu, kita ada hajatan workshop NLP & Games di Hotel Gran Cempaka
Pak Di buat hari Jumat tanggal 23 Desember saja, dengan format LF
18. Salam, MY
Krisnawan SDM wrote:
Wah kalau topik ini jadi di buat pertemuan, pasti lebih interaktif Dan intens. Jadi
kapan kita akan selenggarakan, mungkin dengan setting suasana yang santai...
Kebon Raya Bogor atau Taman Mini atau mana gitu...:)Bagaimana Kalau Sabtu, 17
Desember 2005?
Saya ingin sekali hadir.Ayo kapan lagi, mumpung akhir tahun takut Keburu kehilangan
timing.
Salam, Krisnawan Putra