Dokumen tersebut membahas kebijakan nasional pembangunan sanitasi di Indonesia yang mencakup 3 kalimat: (1) akses sanitasi masih rendah dan kualitas lingkungan buruk, (2) diperlukan percepatan pembangunan sanitasi untuk mencapai target RPJMN dan mengurangi dampak kesehatan dan ekonomi, (3) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dicanangkan untuk menciptakan lingkungan yang mend
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Kebijakan Nasional Pembangunan Sanitasi Pemukiman
1. Kebijakan Nasional
Pembangunan Sanitasi
Oleh: R. Laisa Wahanudin
PMU PPSP, Ketua Harian Pokja AMPL Nasional
Direktorat Permukiman dan Perumahan BAPPENAS
Tanggerang Selatan 1 November 2011
2. KENAPA PPSP DIPERLUKAN..??
Akses sanitasi masih sangat
rendah Sasaran RPJMN 2010-2014
bidang sanitasi:
Produksi tinja & urine yang Air Limbah
melimpah setiap harinya Stop Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) hingga
Kualitas lingkungan yang perlu upaya akhir tahun 2014:
Cakupan layanan sistem off-site 10%:
sangat buruk percepatan… 5% sist. terpusat + 5% sist. komunal
Cakupan sist. on-site 90%.
Potensi kerugian ekonomi
yang sangat tinggi perlu Persampahan
Tersedianya akses terhadap
Investasi sanitasi yang PPSP… pengelolaan sampah bagi 80%
rumah tangga di daerah perkotaan.
masih belum memadai Drainase
Menurunnya luas genangan
Angka kematian akibat diare sebesar 22.500 Ha di 100
yang masih tinggi kawasan strategis perkotaan
3. Mengapa Perlu Percepatan (1)
Akses sanitasi penduduk Indonesia masih sangat rendah
• 70 juta penduduk masih melakukan
praktik BABS
• 30% penduduk Indonesia belum
memiliki akses sanitasi yang baik
4. FAKTA SANITASI
elah Mencemari Sungai Tiap Hari :
4000 Ton Tinja (setara dengan ± 4666 Gajah Sumatera*)
* 76.000 m urine (setara dengan ± 35200 Truk Tangki BBM milik BUMN**)
3
Rata-rata bobot Seekor Gajah Sumatera
Dewasa mencapai 3 Ton
** Truk Tangki untuk Distribusi BBM milik
BUMN rata-rata memiliki kapasitas
5000 liter (5 m3)
5. Mengapa Perlu Percepatan (2)
Kualitas Lingkungan yang Amat Buruk
75% Sungai & 80% Air Tanah Tercemar Masyarakat Membayar 25% Lebih Mahal
untuk Air Minum Perpipaan
7. Mengapa Perlu Percepatan (4)
Potensi kerugian ekonomi yang sangat tinggi
Kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai
US $ 6,3 Milyar ~ Rp 58 Triliun ~ 2,3% GDP Indonesia
Sama saja dengan kebocoran pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia (Bank Dunia, 2007)
8. Mengapa Perlu Percepatan (5)
Investasi sanitasi yang masih belum memadai
• Angka Investasi Sanitasi pada rentang 1970-2000 tercatat hanya sebesar Rp 200/kap/tahun
• Dalam kurun 5 tahun terakhir terjadi peningkatan investasi sanitasi menjadi Rp 5000/kap/tahun
• Masih Jauh dari Angka Investasi Sanitasi Ideal yaitu Rp 47.000/kap/tahun
9. essensi ppsp
“Menciptakan enabling environment untuk percepatan &
pengarusutamaan pembangunan sanitasi
permukiman”
melalui :
Advokasi & kampanye ke seluruh stakeholder pembangunan sanitasi
permukiman;
Koordinasi & sinergi antar instansi, stakeholder & antar tingkatan pemerintah
(pusat, propinsi, kabupaten/kota);
Pembentukan regulasi pendukung pembangunan sanitasi permukiman;
Pendampingan pelaksanaan di provinsi & kab./kota
Peningkatan kapasitas SDM stakeholder;
Peningkatan kapasitas perencanaan, implementasi & monev pembangunan
sanitasi permukiman;
Harmonisasi program pembangunan sanitasi permukiman.
11. Tantangan Pembangunan Sanitasi
• Penambahan Akses
– Target MDGs 2014: 62,41%; Eksisting (2010): 55,53% (BPS, 2010)
– Trend pertumbuhan saat ini : 1,8 %/tahun
– Perlu penyediaan akses layanan sanitasi kepada sekitar 30 juta
sampai tahun 2015 (6 juta orang per tahun)
– 70 juta orang masih Buang Air Besar Sembarangan
• Pemeliharaan dan peningkatan kualitas
– Septage management: pemeliharaan septic tank dan IPLT
– Cakupan sewerage system nasional >2%
12. Kebutuhan vs Ketersediaan Dana
Pembangunan Sanitasi 2010-2014 (Rp
Trilyun)
Total Gap sebesar Rp 21,9 Trilyun (43% dari total kebutuhan di periode
2012-2014)
•
14. Pendanaan Sanitasi
• Peningkatan belanja APBN ke daerah meningkat: 39%
(2005) menjadi 63% (2010)
– dana transfer daerah (terbesar secara nominal), diikuti subsidi,
dana vertikal, bantuan ke masyarakat, dana dekonsentrasi, dan TP
• Peningkatan belanja sanitasi dalam APBN dan APBD di
kab/kota dengan pendampingan
• Peluang Pendanaan Pusat, Provinsi, dan Kab/kota
• Sumber dana lain
– Donor
– CSR
– Dana Alokasi Khusus (DAK)
15. Peluang Pendanaan Sanitasi APBN
Periode 2005-2010
• Pendanaan Sanitasi di APBN meningkat 550% (1,76 T
menjadi 9,65 T), terdiri dari
– Pengelolaan sampah dan air limbah
– DAK Sanitasi tahun 2010
– Penanganan bencana di bidang sanitasi
• Proporsinya meningkat 4 kali lipat, dari 0,3% menjadi 1,2%
Periode 2010-2014
• Pendanaan sanitasi di APBN lebih terkoordinasi melalui PPSP,
lebih erat melibatkan Kementerian Dalam Negeri, PU dan
Kesehatan
• Pemisahan DAK Sanitasi dari DAK Air Minum mulai 2010
• Peningkatan investasi fisik sanitasi (PU) meningkat 4 kali lipat
dari periode 2005-2009
16. Peluang Pendanaan Sanitasi-
Provinsi
Ditinjau di 21 Provinsi peserta PPSP
• Pendapatan Asli Daerah > dana perimbangan
• Belanja pegawai tidak timpang terhadap belanja modal,
dan belanja barang dan jasa: proporsi ketiga jenis belanja
hampir sama besarnya (sekitar 19%)
Secara umum
• Dalam pendanaan sanitasi nasional, APBD Provinsi
masih rendah (<10%) dibandingkan dengan komponen
APBN dan APBD Kab/Kota (>30%),
• Proporsi belanja sanitasi masih dibawah 1% dari total APBD
Provinsi
17. Peluang Pendanaan Sanitasi- Kab/
kota
Periode 2005-2010
• Belanja sanitasi di 8 kota meningkat
– 2 kali lipat secara nominal
– Dari rata-rata 3% (2005) menjadi 3,44% (2010)
– 2 – 6 kali secara proporsi terhadap total APBD
– Payakumbuh, Jambi, Surakarta, Blitar, Tegal,
Pekalongan,Denpasar dan Banjarmasin (Dampingan
ISSDP)
• Belanja sanitasi di 21 kab/kota peserta PPSP
– Meningkat dari rata-rata 0,8% (2005) menjadi 1,2%
(2010)
19. Sumber dana lain: Donor
• Dana dari lembaga donor internasional masih menjadi
alternatif efektif untuk menutupi funding shortage
• Lembaga donor masih memberikan perhatian pada sektor
sanitasi dan air minum
• Harmonisasi kegiatan donor (PHLN) terkait sanitasi dengan
pelaksanaan PPSP
• SSK sudah dikenal oleh lembaga donor sebagai portfolio
investasi pembangunan sanitasi dijadikan syarat dalam
memperoleh dana
• Contoh: Infrastructure Enhancement Grant, Wastewater
Hibah, Wastewater Masterplan, Metropolitan Sanitation
Management Investment Program
20. Sumber dana lain: CSR
• Belum signifikan: sekitar 0,5% dari ketersediaan dana
• Peluang
– UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas : Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan
– Permen BUMN 5/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan: Dana PKBL dari
penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2%
• Belum dimanfaatkan secara maksimal:
– SSK sebagai proposal pendanaan CSR
– Pokja sebagai lembaga koordinasi/pengelola program
• Perlu dikembangkan
– Insentif (lokal, nasional)
– Wilayah CSR terhadap lokasi pihak swasta
21. Sumber dana lain: DAK
• Sanitasi mulai dipisahkan dari DAK Air Minum tahun 2010
• Besaran DAK meningkat 17%/tahun
• Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 (dua)
tahapan (PP 55 tahun 2005):
– Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK;
– Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing Daerah.
• Penentuan Daerah dan alokasi mengacu pada kriteria
umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
22. Optimalisasi DAK untuk Pendanaan
Sanitasi
• Optimalisasi DAK Sanitasi khususnya dalam harmonisasi
Kriteria Teknis DAK dengan PPSP
– Dirumuskan oleh Menteri teknis terkait, bukan oleh Keuangan
– Untuk penentuan lokasi : diarahkan untuk Kab/Kota yang sudah
menyusun Buku Putih/SSK
– Untuk penentuan besaran alokasi: diarahkan untuk mengacu pada
SSK dan Memorandum Program
– Dalam perhitungan alokasi, bobot teknis 80%, sehingga besar
sekali perannya
• Monev PPSP mendukung monev DAK Sanitasi
• Optimalisasi DAK-DAK bidang lain didalamnya terdapat
kegiatan yang terkait dengan Sanitasi (DAK Perumahan
dan Permukiman, DAK Lingkungan, dll)
23. CATATAN:
1. Perlu koordinasi yang lebih intensif Pusat-Daerah dalam mendorong
kemitraan Pemerintah dengan Pihak Swasta (KPS dan CSR)
2. Perlu koordinasi yang lebih baik agar pembangunan Infrastruktur AMS
yang dilakukan swadaya oleh masyarakat terus meningkat dan
berkelanjutan
3. Untuk DAK, di samping kriteria umum dan kriteria khusus, pemerintah
pusat akan memberi bobot lebih besar (80%) pada kriteria teknis yang
sebenarnya merupakan preferensi daerah dalam prioritasi
pembangunan AMS.
4. Membuka akses yang seluas-luasnya pada daerah untuk mengakses
dana hibah, terutama hibah dalam negeri, dengan menyiapkan kriteria
eligibilitas yang akan mempertimbangkan dokumen-dokumen
perencanaan AMS di kabupaten/kota.