Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Bab II_Tesis
1. 13
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teori
1. Prestasi Kerja Guru
1.1. Pengertian Prestasi Kerja
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian prestasi kerja. Banyak pakar atau
peneliti memberi pengertian yang berbeda tentang prestasi kerja, namun demikian
secara umum pengertian yang dikemukakan masih mempunyai persamaan.
Menurut Hasibuan, prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.1
Lopes dalam Swasto, (1996) mengemukakan bahwa prestasi kerja merupakan
tindakan-tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang
dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Hal ini berkaitan dengan kuantitas
pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh individu dalam kurun waktu tertentu.
Selanjutnya, Lower dan Porter (1968) dalam Indra Wijaya (1989) menyebutkan
bahwa prestasi kerja merupakan perpaduan antara motivasi dan kemampuan dalam
menyelesaikan pekerjaan atau prestasi seseorang tergantung kepada keinginan untuk
berprestasi dan kemampuan yang bersangkutan untuk melakukannya. Motif
berprestasi merupakan salah satu dari tiga motif pada diri manusia dan secara lengkap
menurut Robbins (1996), yaitu motif berprestasi, motif untuk berafiliasi, dan motif
1
Malayu Hasibuan. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, hal: 94
2. 14
untuk berkuasa. Disebutkan bahwa motif berprestasi tercermin pada orientasinya
terhadap tujuan dan pengabdian demi tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya.2
Nawawi 3
mengemukakan bahwa prestasi kerja juga berarti karya, yang
dimaksud karya adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik yang bersifat
fisik/material maupun non fisik/non material.
Selanjutnya prestasi kerja juga diartikan sebagai hasil kerja seseorang
karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
misalnya standar, target/sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan telah disepakati bersama.4
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam Sedarmayanti
mengemukakan, performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi
kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan
kerja. Sedang August W. Smith dalam kutipan Sedarmayanti menyatakan bahwa
performance atau kinerja adalah “….Output drive from pricesses, human or
otherwise”, jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses.5
2
Ni Ketut Sariyani. Prestasi Kerja Karyawan (Suatu Kajian Teori), Buletin Studi Ekonomi,
Universitas Udayana, Volume 12 Nomor 1 Tahun 2007, hal: 23
3
Nawawi, H. Hadari, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif, Yogyakarta: Gajahmada University Press, hal 34
4
Johns, Gary, 1988, Organizational Behavior; Understanding Life at Work, Dallas: Scott, hal: 33
5
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandor
Maju, hal 50
3. 15
Bernardin dan Rusel dalam Achmad. S. Rucky memberikan definisi tentang
performance sebagai berikut : “Performance is defined as the record of autcomes
produced on a specified job function or activity during a specified time period “
(prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).6
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig memberikan konsep umum tentang
prestasi adalah : Prestasi = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan). Persamaan ini
menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan prestasi, mereka adalah
masukan (inputs) yang jika digabung, akan menentukan hasil usaha perorangan dan
kelompok. Kesanggupan (ability) adalah fungsi dari pengetahuan dan skill manusia
serta kemampuan teknologi. Ia memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan
prestasi. Usaha (effort) adalah fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan imbalan.
Besar kemampuan terpendam manusia yang dapat direalisir itu bergantung pada
tingkat motivasi individu dan/atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan
mentalnya. Tetapi tak akan ada yang terjadi sebelum manajer memberikan
kesempatan (opportunity) kepada kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai
dengan cara-cara yang bermakna. Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu
dan kelompok dalam mencapai sasaran yang relevan.
6
Achmad S. Ruky, Sistem Manajemen Kinerja (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal: 15
4. 16
Dari beberapa pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa prestasi kerja
mengandung pengertian (1) sebagai sesuatu yang ingin dicapai, (2) prestasi yang
diperlihatkan dan (3) kemampuan kerja seseorang. Tinggi rendahnya hasil kerja yang
dihasilkan oleh karyawan dalam suatu pekerjaan juga dapat dikatakan sebagai prestasi
kerja.
Prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang
didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan
sesuatu. Selain itu, prestasi kerja (performance) juga dapat diartikan sebagai suatu
pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat
tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas maupun mutunya. Pengertian ini
menyoroti kinerja berdasarkan hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan
pekerjaan.
Prestasi kerja merupakan hal yang penting, baik bagi organisasi maupun
individu karyawan sendiri. Prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang dapat dijadikan
ukuran keberhasilan atau kesuksesan seseorang dalam melakukan tugasnya. Setiap
pencapaian prestasi diikuti perolehan yang mempunyai nilai bagi karyawan yang
bersangkutan, baik berupa upah, promosi, teguran, maupun pekerjaan yang lebih baik.
Hal ini tentunya memiliki nilai yang berbeda bagi orang yang berbeda. Beberapa
karakteristik seseorang yang memiliki prestasi kerja yang tinggi adalah :
5. 17
1. Memiliki rasa percaya diri,
2. Selalu berorientasi pada prestasi,
3. Kontrol diri yang tinggi,
4. Memiliki kemampuan dan,
5. Berusaha terus untuk mencapai sasaran organisasi yang lebih baik.
Guru merupakan profesi profesional di mana ia dituntut untuk berupaya
semaksimal mungkin menjalankan profesi sebaik-baiknya. Sebagai seorang
profesional maka tugas guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih hendaknya dapat
berimbas kepada siswanya. Dalam hal ini guru hendaknya dapat meningkatkan terus
kinerjanya yang merupakan modal bagi keberhasilan pendidikan. Tugas seorang guru
adalah sebagai fasilitator, mediator dan motivator. Guru harus berusaha untuk
menumbuhkan motivasi pada subyek didiknya agar berfikir, berusaha, berbuat dan
tidak pasif. Agar guru-guru dapat benar-benar memadai maka perlu dipersiapkan
dalam arti kepribadian dasar (Basic schooling), belajar secara komprehensif menurut
pendidikan umum, akademik dan profesional, sehingga guru tersebut tahan dalam
menghadapi situasi pendidikan yang bagaimanapun. Guru yang terdidik secara
profesional akan mempunyai keyakinan bahwa subjek didik akan kreatif dan dinamis.
Secara umum prestasi kerja guru dapat dilihat sebagai nilai yang ada
kaitannya dengan suatu pekerjaan, tetapi pekerjaan tersebut dalam ruang lingkup
6. 18
organisasi atau lembaga yang mempunyai tujuan dan program kegiatan yang jelas dan
terakui baik pihak masyarakat atau pemerintah.7
Pengertian Prestasi kerja guru memiliki makna yang sangat luas, sampai
saat ini definisi tentang prestasi kerja guru masih belum baku tetapi pendapat-
pendapat para pakar cukup memberikan pengertian yang mendalam untuk memulai
suatu pembahasan yang memadai. Prestasi kerja yang diadaptasikan dan
diimplementasikan pada prestasi kerja guru atau performance adalah tingkat
pencapaian hasil guru dalam mencapai persyaratan pekerjaan.8
Sedangkan menurut Soekanto yang dimaksud dengan prestasi kerja guru
adalah cara melaksanakan suatu tugas dan hasilnya, atau dengan kata lain hasil dari
suatu kegiatan.9
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa prestasi kerja atau kinerja guru
adalah merupakan sumbangan secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur dalam
rangka membantu tercapainya tujuan unit kerja (sekolah) yang dapat dinilai dari apa
yang dilakukan individu guru tersebut dalam melakukan pekerjaan (unjuk kerja).
7
Robert N. Saunder. 1999. Managing and Working; Teacher Performance The Education
Digest. Iss. 013-127X, v 65 no2 oct 1999, hal. 27-32
8
Leslie W. Rue dan Lloyd L. Byars. 1977. Management: Theory and Application.Homewood,
Illinois: Richard D. Irwin, Inc., hal. 170
9
Soerjono Soekanto. 1985. Kamus Sosiologi. Jakarta: C.V. Rajawali, hal. 365.
7. 19
Teori Atribusi yang dikemukakan oleh Heider sebagaimana dikutip oleh
As’ad dalam bukunya Psikologi Industri merumuskan bahawa “prestasi = mativation
X ability”. Berpijak pada teori ini, maka prestasi kerja seseorang merupakan hasil
interaksi antara motivasi dan kemampuan. Jadi seorang guru yang mempunyai
motivasi dan kemampuan yang tinggi maka akan lebih mudah mencapai prestasi kerja
yang diharapkan. Oleh karena itu, seorang guru yang profesional dengan motivasi
yang tinggi akan lebih mudah untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.
1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
Penilaian prestasi kerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan
faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena
adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Penilaian prestasi kerja/kinerja individu ini sangat bermanfaat bagi
dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut
maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.
Bernardin dan Russel menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah cara
mengukur konstribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses suatu
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada
8. 20
para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.10
Adapun kegunaan penilaian
prestasi kerja adalah sebagai berikut:
1. Mendorong orang atau pun karyawan agar berperilaku positif atau
memperbaiki tindakan mereka yang di bawah standar;
2. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah karyawan tersebut telah
bekerja dengan baik; dan
3. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan peningkatan
organisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja adalah
proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja karyawan. Apabila penilaian
prestasi kerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan dapat membantu
meningkatkan motivasi berprestasi sekaligus dapat meningkatkan loyalitas para
anggota organisasi yang ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi akan menguntungkan
organisasi itu sendiri. Oleh karena itu penilaian prestasi kerja perlu dilakukan secara
formal dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi secara obyektif.
Dalam penilaian prestasi kerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik,
tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang
10
T. Hani Handoko. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:
BPFE, hal 75
9. 21
seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai
bidang tugasnya.
Achmad S. Ruky memberikan gambaran tentang faktor-faktor penilaian
prestasi kerja yang berorientasi pada Individu yaitu : 1) pengabdian, 2) kejujuran, 3)
kesetiaan, 4) prakarsa, 5) kemauan bekerja, 6) kerjasama, 7) prestasi kerja, 8)
pengembangan, 9) tanggung jawab, dan 10) disiplin kerja.11
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1).Kemampuan mereka,
2).Motivasi, 3).Dukungan yang diterima, 4).Keberadaan pekerjaan yang mereka
lakukan, dan 5).Hubungan mereka dengan organisasi.
Berdasarkaan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok
dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau
kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
Selanjutnya menurut Mangkunegara mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis.
Kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang
11
Achmad S. Ruky , 2002, Sistem Manajemen Kinerja, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, hal: 203
10. 22
sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap
(attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan
kondisi yang menggerakkan diri pegawai secara terarah untuk mencapai tujuan kerja.
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai potensi kerja secara maksimal.
Selanjutnya menurut Gibson ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :
1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2)Faktor psikologis : persepsi, peran,
sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3)Faktor organisasi : struktur
organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)
Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja
dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor
personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan,
beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara
berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor
sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus,
ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting adalah
kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat
memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.
Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait),
senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan
bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga
penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada
umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya
telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat
memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga
kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.
Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu kesempatan,
kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia,
kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya
11. 23
tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja,
status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik
tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai,
persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi
alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan,
mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji.12
Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prestasi
kerja adalah tingkat pencapaian hasil kerja / unjuk kerja oleh guru dalam
melaksanakan tugas-tugas keguruannya dengan penuh tanggung jawab selama kurun
waktu tertentu yang diakibatkan oleh berbagai faktor baik yang berasal dari luar
(sekolah) maupun dari dalam diri guru sendiri sehingga mampu mengolah
kemampuan / keterampilan kerjanya dengan usaha yang optimal untuk mencapai
tujuan unit kerja / sekolah.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Dalam kaitannya
dengan prestasi kerja guru, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil unjuk kerja
seorang guru dapat berasal dari organisasi/sekolah (faktor organisasional) maupun
dari dalam diri guru sendiri (faktor personal). Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa aspek/indikator yang dinilai dari prestasi kerja guru adalah
meliputi: (1). Kerjasama, (2) tanggung jawab, (3) komunikasi, (4) kedisiplinan, (5)
inisiatif, (6) keputusan, (7) keterampilan kerja, (8) persepsi terhadap peran, (9)
perhatian pimpinan, (10) pembagian tugas dan wewenang, (11) sarana dan prasarana
12
Ni Ketut Sariyani, Prestasi Kerja Karyawan (Suatu Kajian Teori), Buletin Studi Ekonomi,
Universitas Udayana, Volume 12 Nomor 1 Tahun 2007, hal: 25
12. 24
pendukung di sekolah, (12) ketertiban administrasi dan peraturan sekolah, (13)
kondisi kerja, dan (14) sistim penghargaan (reward system).
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah.
2.1. Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai tugas memadukan
unsur-unsur sekolah dengan memperhatikan situasi lingkungan budayanya yang
merupakan kondisi terciptanya sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif adalah
sekolah yang memiliki mutu yang baik artinya bahwa mutu siswa atau peserta didik
yang dihasilkan sekolah itu mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan
tuntutan dan keinginan masyarakat dan menjawab tantangan moral, mental serta
perkembangan ilmu dan teknologi. Siswa yang bermutu adalah siswa yang memiliki
kemampuan dan potensi mengembangkan dirinya menjadi warga yang berguna bagi
bangsa dan Negara.
Dengan demikian maka kepala sekolah adalah seorang pemimpin pendidikan
yang merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mengawasi dan
menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan sekolah, dalam pencapaian tujuan
pendidikan dan pengajaran.13
Kepala Sekolah disyaratkan memiliki kemampuan mengorganisir perubahan
sekolah. Perubahan itu akan mempengaruhi sikap maupun perilaku personil atau
individu yang ada di organisasi sekolah. Perubahan memang tidak bisa dihindari
13
Soebagio Atmodiwirio, Soeranto Totosiswanto, 1991. Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Semarang; Adhi Waskita,hal.55
13. 25
dalam konteks meningkatkan partisipasi seluruh personil yang ada di organisasi
sekolah. Perubahan organisasional yang signifikan memiliki dampak besar terhadap
individu. Perubahan menciptakan tensi antara masa lalu dan masa depan.
Pada hakekatnya ada dua perubahan. Pertama, perubahan itu mengupayakan
perbaikan kemampuan organisasi menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
Kedua, perubahan itu mengupayakan perubahan perilaku karyawan/guru. 14
Kepala Sekolah yang ideal harus memiliki kelebihan dengan kelompok yang
dipimpinnya, sekaligus ada kesadaran didalam dirinya bahwa dia memiliki
kelemahan. Misalnya, dia memiliki kelemahan dalam pekerjaan teknis, tetapi
memiliki kelebihan dalam menggerakkan orang.15
Seseorang yang menjalankan fungsi kepemimpinan setidaknya harus memiliki
persyaratan atau sifat-sifat sebagai berikut: 1) Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, 2) Memiliki intelegensi yang tinggi, 3) Memiliki fisik yang kuat, 4)
Berpengetahuan luas, 5) Percaya diri, 6) Dapat menjadi anggota kelompok, 7) Adil
dan bijaksana, 8) Tegas dan berinisiatif, 9) Berkapasitas membuat keputusan, 10)
Memiliki kestabilan emosi, 11) Sehat jasmani dan rohani, 12) Bersifat prospektif.16
Ada beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan para ahli dalam
Rivai17
yaitu sebagai berikut:
a. Kepemimpinan adalah kemampuan seorang untuk mempengaruhi pihak lain
berbuat sesuai dengan kehendak orang itu, meskipun pihak lain itu tidak
menghendakinya (BP-7).
b. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang
agar bekerjasama menuju kepada suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan
bersama (Prof.Sondang Siagian MPA, Phd).
14
Stephen P.Robbins,2007.Perilaku Organisasi,PT.Indeks,U.S.ISBN:0-13-120203-0,hal.766
15
Sudarman Danim,2002, Visi Baru Manajemen Sekolah,ISBN 979-526-030-8,hal.205
16
Sudarman Danim, Ibid
17
Veithzal Rivai & Sylviana Murni, 2009, Education Management: Analisis Teori dan
Praktik, Jakarta: Rajawali Press, hal 285
14. 26
c. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok, dalam
rangka pemuasan dan pencapaian tujuan (Stogdill).
d. Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja
keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George Terry).
e. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau
kelompok dalam usahanya mencapai tujuan didalam suatu situasi tertentu
(Kenneth Blanchard).
f. Harold W.Boles (1980) mendefinisikan kepemimpinan merupakan proses atau
sejumlah tindakan dimana satu orang atau lebih (pemimpin) menggunakan
pengaruh, wewenang atau kekuasaan terhadap satu atau lebih orang lain
(pengikut) dalam menggerakkan tujuan system social adalah kebutuhan,
produktivitas, inovasi dan pemeliharaan organisasi sistem sosial.18
Dari definisi tersebut kita dapat melihat bahwa ada beberapa aspek yang sama
yaitu; kegiatan, kemampuan mempengaruhi, perilaku orang lain, kehendak orang dan
tujuan. Kegiatan mempengaruhi orang lain dapat dilaksanakan melalui berbagai cara
dan ini tergantung dari karakteristik dan tipe kepemimpinannya.
Berdasarkan beberapa definisi tentang kepemimpinan diatas, maka penulis
menyimpulkan kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang untuk mengarahkan
bawahannya, sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
2.2. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah inti manajemen, demikianlah pendapat para ahli
tentang kedudukan sentral kepemimpinan dalam manajemen. Penelitian mengenai
konsep kepemimpinan ini berkembang dengan pesat di negara-negara maju terutama
setelah terjadinya revolusi industri, baik di Eropa ,maupun Amerika Serikat.
18
Wirawan, 2003, Kapita Selekta Teori Kepemimpinan, Jakarta, Yayasan Bangun Indonesia
& UHAMKA Press.hal.18
15. 27
Dari berbagai penelitian ini lahirlah teori-teori kepemimpinan, menurut sudut
pandang/pendekatannya sesuai dengan tujuan penelitiannya. Pendekatan penelitian
dilakukan dari sudut sifat, perilaku dan situasi.
a. Teori Sifat
Teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin itu dikenal melalui sifat-sifat
atau karakter pribadinya. Seorang pemimpin pada umumnya akan ditentukan
keberhasilannya oleh sifat-sifat jasmaniah dan rohaniahnya. Oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui kaitan keberhasilan seorang pemimpin dengan
sifat/karakternya.
Dr. Sosrokartono, mengemukakan bahwa seorang pemimpin itu harus
memiliki sifat-sifat: kaya tanpa mempunyai harta benda (sugih tanpa banda) memberi
tanpa kehilangan (weweh tanpa kelangan). Ki Hajar Dewantoro, seorang tokoh
bangsa Inodnesia yang melahirkan azas kepemimpinan Indonesia. Menurut beliau
seorang pemimpin itu harus:
Ing ngarso sung tulodo, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu lewat sikap dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan
ikutan orang-orang yang dipimpinnya.
Ing madyo mangun karso, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat berswakarya dan berkreasi pada orang-
orang yang dibimbingnya.
Tut wuri handayani, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu
mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani bertanggung jawab.
16. 28
Dr. Ruslan Abdulgani, seorang pemimpin itu harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut: watak, kepribadian, kejiwaan, ilmu pengetahuan, kecakapan, dan
tingkah laku.19
Dengan memiliki sifat-sifat itu seorang pemimpin berarti memiliki kelebihan-
kelebihan dari bawahannya atau pengikutnya dalam hal; moral dan akhlak, jiwa dan
semangat, intelektualitas, persepsi dan ketekunan serta keuletan.
Keith Devis, mengemukakan empat (4) kelebihan sifat yang perlu dimiliki
oleh seorang pemimpin: 1) intelegensi, 2) kematangan dan penguasaan tentang
masalah-masalah social, 3) mempunyai motivasi dan keinginan berpartisipasi yang
datang dari dalam dirinya, dan 4) mempunyai kemampuan mengadakan hubungan
antara manusia.
Chester I Banrnard, menurutnya ada dua sifat utama yang perlu di miliki
oleh seorang pemimpin: 1) sifat pribadi; fisik ketrampilan, teknologi, daya tanggap,
pengetahuan, daya ingat dan imaginasi, dan 2) sifat-sifat pribadi yang berkaitan
dengan hal-hal yang spesifik kelebihan seorang pemimpin dari bawahan, keyakinan,
ketekunan, daya tahan dan keberanian.
19
Soebagio Atmodiwirio, op.cit,hal.13
17. 29
b. Teori Perilaku
Teori ini menekankan kepada analisis perilaku pemimpin, mengidentifikasi
elemen-elemen kepemimpinan yang dapat dikaji, dipelajari dan dilaksanakan. Pada
umumnya kepemimpinan itu dapat dipandang sebagai suatu proses, melalui orang lain
yang dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mencapai tujuan organisasi yang terjadi
dalam suatu situasi tertentu. Dengan demikian maka elemen kepemimpinan itu
adalah: 1).Perilaku, 2).Perilaku pengikut, dan 3).Situasi lingkungan.
Meskipun ada jarak yang cukup lebar mengenai perilaku pemimpin, tetapi ada
dua polarisasi pemikiran: pemimpin dapat memutuskan apa yang di kerjakan dan apa
yang di katakana kepada pengikutnya bagaimana melaksanakannya atau pemimpin
mengizinkan pengikutnya melaksanakan secara bebas dalam batas-batas yang
ditetapkannya.
The Ohio State Leadership Studies, tahun 1945, dimulai oleh Berau Business of
Research menyebutkan istilah initiating structure dan consideration. Andrew Halpin
mempergunakan istilah itu dalam rangka menggambarkan perilaku pemimpin Kepala
Kantor Wilayah (School Superintendent), memberikan batasan sebagai berikut:
Initiating Structure; menunjukkan perilaku pemimpin yang membatasi hubungan
antara dirinya dengan anggota kelompok kerja dan dalam usaha untuk
mengembangkan pola organisasi, alur komunikasi dan metoda / prosedur.
Consideration; menunjukkan perilaku yang mengarah kepada persahabatan,
kepercayaan timbale-balik, penghargaan, kehangatan dalam hubungan antara
pemimpin dan anggota/staffnya.20
20
Soebagio Atmodiwirio Ibid,hal.18
18. 30
c. Teori Kepemimpinan Situasional (Paul Hersey dan Kenneth Blanchard)
Teori ini berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah
kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat. Gaya kepemimpinan seseorang
cenderung mengikuti situasi artinya seorang pemimpin dalam menjalankan
kepemimpinannya ditentukan oleh situasi tertentu, yang dimaksud dengan situasi
adalah lingkungan kepemimpinan termasuk didalamnya pengaruh nilai-nilai hidup,
nilai-nilai budaya, situasi kerja dan tingkat kematangan bawahan. Dengan
memperhatikan tingkat kematangan bawahan, si pemimpin dapat menentukan gaya
kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang dibutuhkan. Selanjutnya teori ini
menyatakan bahwa kecenderungan seorang pemimpin dalam melaksanakan
kepemimpinannya dapat terjadi sebagai berikut:
Tinggi
Tinggi suportif
Rendah directif
(P-3)
Tinggi directif
Tinggi suportif
(P-2)
Rendah suportif
Rendah directif
(P-4)
Tinggi directif
Rendah suportif
(P-1)
Rendah Tinggi
Gambar 2. Tingkat Perkembangan Bawahan Bersimbol
19. 31
Tingkat P-1; adalah bawahan yang berada dalam tingkat perkembangan rendah,
artinya orang itu tidak memiliki kemauan dan kemampuan, sehingga gaya
kepemimpinan yang tepat untuk P-1 ini gaya instruksional. Orang yang berada
dalam tingkat P-1 masih membutuhkan instruksi atau komando.
Tingkat P-2; adalah bawahan memiliki kemauan tetapi tidak memiliki
kemampuan, untuk menghadapi bawahan pada tingkat P-2 yang cocok adalah
gaya kepemimpinan konsultatif, yaitu pemimpin berusaha membimbing dan
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengadakan konsultatif tentang
pekerjaan atau masalah yang dihadapinya.
Tingkat P-3; yaitu mereka yang memiliki kemampuan tetapi tidak memiliki
kemauan. Dalam menghadapi bawahan semacam ini dapat dipergunakan gaya
kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan partisipatif memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk turut bertanggungjawab atas tugas-tugas yang
dikerjakannya.
Tingkat P-4; merupakan tingkat yang paling matang. Mereka memiliki
kemampuan dan kemauan, sehingga atasannya cukup hanya membantu dan
mendorongnya untuk melakukan tugasnya. Pada tingkat perkembangan ini
seorang pemimpin dapat memberikan wewenang kepada bawahan, artinya ia
dengan penuh kepercayaan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
melakukan tugasnya tanpa pengawasan yang terus menerus.21
2.3. Fungsi Kepemimpinan
a. Menciptakan Visi
Pemimpin selalu mempunyai visi. Visi adalah apa yang diimpikan, keadaan
masyarakat yang dicita-citakan, apa yang ingin dicapai oleh pemimpin dan
pengikutnya di masa yang akan datang. Visi yang menarik pemimpin dan pengikut
kearah tertentu dimasa mendatang dan yang akan memotivasi serta memberikan
energi untuk bergerak melakukan perubahan.
21
Wirawan, opcit.hal 95
20. 32
Visi merupakan tujuan yang ingin dicapai, suatu fokus pikiran yang akan
dicapai oleh pemimpin dan pengikutnya. Akan tetapi tidak semua tujuan dapat disebut
visi. Suatu tujuan dapat disebut visi jika memenuhi persyaratan tertentu, yaitu:
1. Visi merupakan hasil abstraksi keadaan yang dicita-citakan, yang ingin dicapai di
masa yang akan datang, dan visi berikut ini adalah contohnya.
Visi Bung Karno: Kemerdekaan merupakan jembatan emas menuju
masyarakat adil dan makmur.
Visi Mahatma Gandhi, pemimpin perjuangan kemerdekaan India: Satygraha
(berpegang teguh pada kebenaran) dan Ahimsa (tanpa kekerasan).
2. Visi relatif tetap berada dibenak pemimpin dan pengikut untuk waktu yang
panjang. Ini bukan berarti visi tidak dapat berubah. Visi umumnya berubah jika
terjadi perubahan lingkungan internal dan lingkungan eksternal masyarakat atau
organisasi.
3. Visi umumnya dilukiskan dengan kata-kata atau kalimat filosofis. Karena
menggunakan kalimat pendek, visi mempunyai pengertian yang sangat luas dan
dapat diberi isi yang berbeda.
4. Visi memberi aspirasi dan motivasi kepada pemimpin dan pengikutnya. Visilah
yang mendorong dan menarik pemimpin dan pengikutnya untuk bergerak kearah
tertentu.
21. 33
b. Mengembangkan Budaya Organisasi
Sering pemimpin harus mengembangkan norma baru karena norma yang ada
sudah rusak atau lapuk tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan
masyarakat. Jika nilai-nilai tersebut terus dipakai akan merusak organisasi atau
masyarakat. Dalam keadaan seperti ini ada dua hal yang harus dilaksanakan oleh
pemimpin, yaitu:
1. Pemimpin harus melakukan regenerasi nilai-nilai. Menurut John W. Gardner
(1990) nilai-nilai selalu lapuk dimakan waktu. Masyarakat yang menghindari
proses pelapukan akan melalui proses regenerasi nilai-nilai. Merupakan tugas dari
pemimpin untuk membangun kembali nilai-nilai dengan menemukan elemen-
elemen nilai-nilai yang masih hidup dan menyesuaikan dengan perkembangan
realitas masyarakat.
2. Pemimpin harus mengembangkan norma-norma baru karena norma-norma yang
ada tidak sesuai dengan visi pemimpin dan rasa keadilan masyarakat.
c. Memberdayakan Pengikut
Menurut Judith F.Vogt dan Kenneth L.Murrel (1990), memberdayakan
artinya membuat mampu, memberikan, mengizinkan baik atas inisiatif sendiri
ataupun inisiatif orang lain. Pemberdayaan merupakan tindakan membangun,
mengembangkan, dan meningkatkan daya atau kekuasaan bahwa dalam proses
22. 34
pemberdayaan memperbesar daya atau kekuasaan orang lain dalam situasi dan bukan
sekedar redistribusi kekuasaan.22
2.4. Tipe Kepemimpinan
Sebagaimana disebutkan oleh Veithzal Rivai dalam bukunya Education
Management, ada beberapa tipe kepemimpinan yang kita kenal: 1. Tipe otokratis, 2.
Tipe militeristik, 3. Tipe paternalistik, 4. Tipe karismatis, dan 5. Tipe demokratis.
Tipe pemimpin yang otokratis memiliki ciri: a). Menganggap organisasi sebagai milik
pribadi, b). Mengidentifikasi organisasi sebagai milik pribadi, c). Menganggap bahwa
organisasi sebagai alat, d). Tidak menerima kritik, saran dan pendapat, dan e). Sering
menggunakan pendekatan yang bersifat paksaaan dan bersifat menghukum.
Seorang pemimpin yang bertipe militeristik memiliki sifat: a). Sering
menggunakan sistem perintah (instruksi), b). Menyandarkan diri kepada pangkat dan
jabatan, c). Senang kepada hal-hal formalistik yang berlebih-lebihan, d). Disiplin
mati, e). Tidak senang dikritik, dan f). Menggemari upacara-upacara.
Selanjutnya pemimpin yang paternalistik memiliki sifat: a). Memandang dan
menganggap bawahan sebagai anak-anak, b). Bersikap terlalu melindungi, c). Jarang
memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan, d). Jarang memberikan
kesempatan untuk mengembangkan kreasi dan vitalitasnya, e). Jarang memberikan
kesempatan untuk berinisiatif, dan f). Bersifat mahatahu.
22
Wirawan, Ibid, hal.100
23. 35
Sementara itu seorang pimpinan yang bertipe kharismatik pada umumnya
memiliki kewibawaan yang sangat besar terhadap pengikutnya. Kewibawaan
memancar dari pribadinya yang dibawanya sejak lahir, sehingga biasanya memiliki
kekuatan gaib (supranatural power) yang dapat menyebabkan pengikutnya tertarik,
kagum dan patuh. Contoh pemimpin yang bertipe seperti ini adalah Presiden
Soekarno dan Mahatma Gandhi.
Dalam tesis ini penulis mengambil satu tipe kepemimpinan yaitu tipe
demokratis. Menurut Rivai23
tipe demokratis ini merupakan tipe kepemimpinan yang
paling tepat untuk memimpin organisasi modern. Beberapa sifat dari tipe ini adalah:
a. selalu bertitik tolak dari rasa persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai
manusia;
b. berusaha mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan
dan tujuan pribadi/bawahan;
c. senang menerima saran, pendapat dan kritik;
d. mengutamakan kerjasama kelompok dalam pencapaian tujuan organisasi;
e. memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahan untuk melakukan
tugas, pekerjaan dalam arti bahwa ada toleransinya terhadap kesalahan yang
diperbuat oleh bawahan;
f. berusaha memberikan kesempatan untuk berkembang kepada bawahan;
g. membimbing bawahan untuk lebih berhasil dari padanya.
Tipe kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama
dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan
menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subyek yang memiliki
kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
23
Veithzal Rivai & Sylviana Murni, op.cit., hal.289
24. 36
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif
yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar.24
Peran adalah sekumpulan fungsi yang dilaksanakan oleh seseorang sebagai
tanggapan terhadap harapan-harapan dari para anggota tentang sistem sosial yang
bersangkutan dan harapannya sendiri dari jabatan yang ia duduki dalam system
social.25
Dengan memperhatikan konsepsi peran tersebut kita dapat memahami
berbagai harapan dari anggota masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh
seorang kepala sekolah. Mereka menghendaki atau setidak-tidaknya berharap bahwa
sekolah yang ada dalam lingkungannya memenuhi sasaran keinginannya. Sekolah
tersebut dapat menghasilkan siswa-siswa yang bermutu dan terampil.
Dari pihak atasan, kepala sekolah diharapkan memenuhi sasaran keharusan
dan sasaran keinginan organisasi pendidikan yaitu menjadi sekolah yang efektif..
Dalam kaitannya peran kepala sekolah, Jack Mc Curdy, menyatakan bahwa ada
beberapa peran kepala sekolah yaitu sebagai pemimpin pengajaran, supervisor,
komunikator dengan dunia luar sebagai agent.26
Thomas J. Sergiovanni,
menyebutkan peran kepala sekolah sebagai manajer, supervisor, administrator dan
penghubung masyarakat.
24
Veithzal Rivai, 2003, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta,hal.57
25
Udai Pareek, 1985, Mendayagunakan Peran-peran Keorganisasian, Penerbit PT.Pustaka
Binaman Pressindo, Jakarta, hal.2
26
Jack Mc Curdy,1983,The Role of the Principal in Effective School, American Association of
School Administrative, hal.19
25. 37
Dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Administrasi Sekolah
Menengah, peran kepala sekolah dapat dikatagorikan sebagai administrator, manajer,
supervisor, dan penghubung masyarakat.
Dalam aplikasinya, peran kepemimpinan yang dicontohkan oleh Muhammad
Rasulullah, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1) Servant (pelayan). Memberikan pelayanan pada anak buahnya untuk mencari
kebahagiaan dan membimbing mereka menuju kebaikan.
2) Guardian (penjaga). Menjaga komunitas Islam dari tirani dan tekanan. Seperti
diungkapkan pada Sahih Muslim No.4542, yaitu “Pemimpin bagi muslim adalah
perisai bagi mereka.” 27
Sedangkan Covey membagi peran kepemimpinan menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Path finding (pencarian alur); peran untuk menentukan visi dan misi yang pasti.
2) Aligning (penyelaras); peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem, dan proses
operasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi.
3) Empowering (pemberdaya); peran untuk menggerakkan semangat dalam diri
orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk
mampu mengerjakan apa pun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang
disepakati.28
2.5. Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan (dalam hal ini kepala sekolah) merupakan suatu kemampuan
dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan
menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai
27
Veithzal Rivai, op.cit, hal.149
28
Veithzal Rivai, Ibid, hal.149
26. 38
tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Bahkan secara sederhana
dapat disebut sebagai layanan bantuan yang diberikan kepala sekolah terhadap
penetapan dan pencapaian tujuan.
Kepemimpinan pendidikan pada hakekatnya merupakan produk situasional.
Kepemimpinan di sekolah banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor/situasi.
Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang dapat memenuhi kebutuhan
situasi dan dapat memilih/menerapkan teknik atau gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan tuntutan situasi tersebut . Berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan
kepemimpinan antara lain adalah: a). Karakteristik orang yang dipimpin, b).
Pekerjaan lingkungan sekolah, c). Kultur atau budaya setempat, d). Kepribadian
kelompok , e). Waktu yang dimiliki oleh sekolah . Syarat dan prinsip dalam proses
kepemimpinan pendidikan adalah:
bahwa seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yang terpuji antara lain:
periang, ramah, bersemangat, pemberani, murah hati, spontan, percaya diri,
dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Paham dan menguasai tujuan yang hendak dicapai (termuat dalam RKS) dan
mampu mengkomunikasikan kepada bawahan dan stakeholder.
Berwawasan lebih luas dibidang tugasnya dan bidang-bidang lain yang
relevan.
Berpegang pada prinsip-prinsip umum kependidikan yang meliputi:
konstruktif, kreatif, partisipatif, kooperatif, pendelegasian yang
27. 39
baik/proporsional, dan memahami serta menerapkan prinsip kepemimpinan
Pancasila yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Beberapa sifat yang dapat mendukung keberhasilan kepala sekolah dalam
menggalang hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya diantaranya adalah:
bersahabat, responsif, periang, antusias, berani/bebas dari rasa takut dan bimbang,
murah hati, dan percaya diri. Sejumlah sifat lain yang harus dimiliki seorang
pemimpin pendidikan menurut Burhanuddin adalah: berpengalaman luas, paham
terhadap tujuan organisasi, berstamina, memiliki antusiasme tinggi, bersikap adil
Jujur/terbuka dan bijaksana, mengayomi, mawas diri, bersikap wajar, berjiwa besar,
rasional, pragmatis, dan objektif.
Tingkat perkembangan guru yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan
di sekolah menurut teori kepemimpinan situasional dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. P4 = tingkat perkembangan guru tinggi. Mereka memiliki kemampuan dan
kemauan melaksanakan tugasnya. Pada tingkat perkembangan guru yang tinggi,
gaya kepemimpinan yang tepat adalah delegasi, dimana kepala sekolah sebagai
pemimpin sudah lebih banyak memberikan pendelegasian wewenang. Arahan dan
dukungan hanya diberikan pada hal-hal tertentu saja jika dianggap perlu saja.
2. P3 = tingkat perkembangan guru pada taraf sedang ke tinggi. Ditandai dengan
adanya kemampuan tetapi tidak mau atau kurang yakin dengan apa yang
dikerjakannya. Pada tingkat perkembangan ini, gaya kepemimpinan yang tepat
adalah partisipasi, dimana kepala sekolah berusaha mendorong guru-guru sebagai
bawahan yang dipimpinnya untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki secara
28. 40
optimal. Seiring dengan meningkatnya kemampuan guru-guru, kepala sekolah
sebagai pimpinan akan lebih banyak bertukar pikiran/pandangan dan memberi
kesempatan kepada guru untuk mengambil keputusan.
3. P2 = tingkat perkembangan pada taraf rendah ke-sedang. Ditandai dengan tidak
adanya kemampuan tetapi ada kemauan untuk bekerja. Pada taraf perkembangan
guru rendah ke sedang, gaya kepemimpinan yang tepat adalah konsultatif. Peran
kepala sekolah sebagai pimpinan disini dalam memberi arahan tinggi, intensif dan
memberi suporting yang tinggi pula untuk mendukung kemauan yang dimiliki
oleh guru sebagai orang yang dipimpinnya.
4. P1 = tingkat perkembangan rendah. Tidak adanya kemampuan dan tidak ada
kemauan untuk melaksanakan tugas dan selalu merasa kurang yakin dengan apa
yang dikerjakannya. Gaya instruktif tepat pada perkembangan guru yang masih
rendah. Pada taraf ini perilaku kepala sekolah sebagai pimpinan ada pada kadar
direktif yang tinggi tetapi suporting yang rendah. Disini kepala sekolah lebih
banyak memberikan arahan dan pengawasan yang ketat kepada bawahan.
Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kepemimpinan adalah kemampuan seorang untuk mempengaruhi orang lain untuk
melakukan apa yang diinginkannya, meskipun pihak lain itu tidak menghendakinya.
Kepala sekolah bisa berperan sebagai seorang pemimpin, apabila ia mampu
memepengaruhi orang lain untuk melakukan tugas-tugas yang diinginkannya.
Seorang pemimpin yang baik, adalah pemimpin yang meyakini bahwa segala
kebutuhan dan tujuan orang-orang yang bekerja untuknya selalu diperhatikan. Dengan
29. 41
demikian, pemimpin itu bekerja dengan berlandaskan kepada kepentingan kelompok,
kepentingan pribadi anggota dan harus memiliki keahlian, pengetahuan yang melebihi
kelompok yang dipimpinnya. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang
mempunyai tugas memadukan unsur-unsur sekolah dengan memperhatikan situasi
lingkungan budayanya sehingga mampu menampilkan sekolahnya sebagai sekolah
yang efektif. Dari berbagai penelitian lahir teori kepemimpinan dilihat dari sudut:
sifat, perilaku dan situasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu
menciptakan visi dan misi sekolah yang dipimpinnya, mengembangkan budaya
organisasi dan memberdayakan pengikut/bawahannya. Kepala sekolah adalah seorang
pemimpin pendidikan yang merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan,
mengawasi, dan menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan sekolah, dalam
pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran. Sikap kepemimpinan ini dapat dilihat
dari dimensi pengambilan kebijakan yang meliputi pemberian instruksi,
pendelegasian tugas, inisiatif, kepeloporan, pegendalian dan pengaruh. Dari dimensi
pengambilan keputusan, dapat dilihat dari indikator kemampuan menilai, penguasaan
emosi, bertanggungjawab, orientasi ke depan, motivasi, dan pengetahuan. Dari
dimensi komunikasi, diamati melalui indikator hubungan kerja, partisipasi, perhatian,
kecakapan, toleransi dan kerjasama. Sedangkan dari dimensi mengelola perubahan
organisasi, dapat dilihat dari indikator menerima saran dan kritik, mensosialisasikan
program, memanfaatkan peluang dan mengelola tantangan.
30. 42
3. Kompetensi Guru
3.1. Pengertian Kompetensi Guru
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara29
.
Pendidikan membutuhkan pendidik. Pendidik adalah30
tenaga kependidikan
yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pendidik31
merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada
perguruan tinggi.
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan
peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia
29
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahan 2003 Sistem Pendidikan Nasional.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78
30
Ibid
31
Ibid, Pasal 39
31. 43
no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, jabatan guru sebagai pendidik
merupakan jabatan profesional. Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus
berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang
berkualitas dan memiliki kepribadian untuk mampu bersaing baik di forum regional,
nasional maupun internasionmal. Seorang guru harus memenuhi persyaratan atau
kualifikasi adademik yang telah ditentukan dalam Undang-undang tentang guru dan
dosen32
dengan ketentuan sebagai berikut “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Adapun kualifiksi
akademik33
adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki guru atau
dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat
penugassan. Dengan demikian kita melihat bahwa guru yang profesional selain
memiliki kualifikasi akademik tapi juga harus memiliki kompetensi.
Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh guru
agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Menurut Oemar
Hamalik34
ciri-ciri guru yang efektif: menunjukkan suasana manusia untuk belajar
lebih penting dari pada prosedur mengajar yang spesifik.
32
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 op.cit
33
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 loc.cit
34
Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar Mengajar, Jakarta Sinar Baru Algesindo hal 39
32. 44
Guru35
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan tertanggungjawab terhadap
pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah
maupun di luar sekolah, ini berarti seorang guru minimal memiliki dasar-dasar
kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Untuk itu
seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai bahan pelajaran dan menguasai
cara-cara mengajar sebagai dasar kompetensi. Bila guru tidak memiliki kepribadian,
tidak menguasai bahan pelajaran dan cara-cara mengajar, maka guru akan gagal
menunaikan tugasnya, sebelum berbuat lebih banyak dalam pendidikan dan
pengajarn. Oleh karena itu, kompetensi mutlak dimiliki oleh seorang guru sebagai
kemampuan, kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegitan pendidikan.
Dengan demikian kompetensi guru berarti pemilikan pengetahuan keguruan, dan
pemilikan keterampilan serta kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan
tugasnya.
Kata kompetensi berasal dari kata competency dalam bahasa inggris yang
berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik (the ability to do semething
35
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 loc.cit
33. 45
well)36
. Muhibbin Syah37
mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan. McAhsan38
sebagaimana dikutip oleh Mulyasa
mengartikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-
baiknya (a kowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which
become part of his or her being to the exient he or she can satisfactorily perform
particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors).
Menurut Charles E. Johnson39
kompetensi merupakan perilaku yang rasional
untuk mencapai tujuan yang disyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Sedangkan menurut Uzer Usman40
kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksnakan tugas dan kewenangannya yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
3.2. Standar Kompetensi Guru Berdasarkan Departemen Pendidikan Indonesia
Kompetensi menurut Departemen Pendidkan Nasional41
diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak. Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan,
36
http://dictionary.cambridge.org/define.asp?key=15613&dict=CALD
37
Muhibbin Syah. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya, hal: 230
38
E.Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal: 38
39
Moch Uzer Usman. 2001. Menjadi Guru yang Profesional. Bandung: Rosdakarya. Hal: 14
40
Ibid. Hal: 15
41
http://www.geocities.com/pengembangan_sekolah/standarguru.html
34. 46
ketrampilan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam
pekerjaan, sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh lapangan. Dengan demikian,
kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang
sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam melaksanakan fungsi
sebagai guru.
Pasal 10 Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang
guru dan dosen42
menyebutkan empat macam kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru, pertama: kompetensi pedagogik, kedua: kompetensi kepribadian,
ketiga: kompetnsi sosial, dan keempat: kompetensi profesional yang melalui
pendidikan profesi. Penjelasan atas pasal ini menyebutkan penjabaran pengertian
empat macam kompetensi ini, yaitu:
Kompetensi pedagogik sebagai kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik. Didalamnya meliputi: kemampuan memahami peserta didik baik secara
psikologis, psikis, maupun intelegensi, kemampuan merancang pembelajaran,
kemampuan melaksanakan pembelajaran, kemampuan merancang dan melaksanakan
evaluasi pembelajaran, dan kemampuan mengembangkan potensi peserta didik.
Kompetensi kepribadian sebagai kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
42
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahuan 2005. Op.cit pasal 10
35. 47
Kompetensi sosial sebagai kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Arikunto (1993:239)43
mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru
memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru,
kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat. Berdasarkan
uaraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru
dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan
rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan
masyarakat.
Kompetensi profesional sebagai kemampuan penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam, dan kemampuan penguasaan penelitian dan kajian kritis
untuk memperdalam pengetahuan, dan materi bidang studi.
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam. Kompetensi profesional tersebut meliputi (1) pengembangan profesi,
pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik. Pengembangan
profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung
profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku
43
http://rasto.wordpress.com/2008/01/31/kompetensi-guru/
36. 48
pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4)
menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran,
(7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action
research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media,
(12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti
pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan
kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2)
memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep
pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi
permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun
sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan
kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai
substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan
yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru
tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan
(4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan
Selanjutnya W. Gulo44
menyebutkan kompetensi profesional guru yang
disebut profil kemampuan guru yang dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
44
W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Hal: 33-34
37. 49
Tabel 1. Profil kemampuan guru/kompetensi profesional guru menurut W. Gulo
1. Menguasai bahan 1.1. Menguasai bahan bidang studi dalam
kurikulum sekolah
2. Mengelola program
belajar mengajar
2.1. Merumuskan tujuan instruksional
2.2. Mengenal dan dapat menggunakan metode
mengajar
2.3. Memilih dan menyusun prosedur instruksional
yang tepat
2.4. Melaksankan program belajar mengajar
2.5. Mengenal kemampuan (entering behavior)
siswa
2.6. Menrencankan dan melaksanakan program
remedial
3. Mengelola kelas 3.1. Mengatur tata kelas untuk pengajaran
3.2. Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi
4. Menggunakan
media/sumber
4.1. Mengenal atau memilih dan menggunakan
media
4.2. Membuat alat-alat bantu pelajarn sederhana
4.3. Menggunakan dan mengelola laboratorium
dalam proses belajar mengajar
4.4. Mengembangkan laboratorium
4.5. Menggunakan perpustakaan dalam proses
belajar mengajar
4.6. Menggunakan micro teaching unit dalam
program pengalaman lapangan
5. Menguasai landasan
kependidikan
6. Mengelola interaksi
belajar mengajar
7. Menilai prestasi siswa
8. Mengenal fungsi
program pelayanan
bimbingan dan
penyuluhan
8.1. Mengenal fungsi dan program layanan dan
penyuluhan sekolah
8.2. Menyelenggarakan program dan layanan
bimbingan di sekolah
38. 50
9. Mengenal dan
menyelenggarakan
administrasi sekolah
9.1. Mengenal penyelenggaraan administrasi
sekolah
9.2. Menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Memahami dan
manafsirkan hasil-
hasil penelitian
pendidikan guna
keperluan pengajaran
Sumber: W. Gulo. 2002 Strategi Belajar mengajar. Jakarta: Grasindo hal 33-34
Selain itu Departemen pendidikan juga menerapkan standar kompetensi guru.
Standar kompetensi guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang
dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan
pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga
layak disebut kompeten. Tujuan adanya standar kompetensi guru adalah sebagai
jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh guru sehingga yang
bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara
efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses
pembelajaran, dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya.
Dari pendapat-pendapat yang telah diungkap diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dikuasai oleh seorang guru dalam melakukan tugas dan
kewajibannya sebagai guru.
39. 51
Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Setiap kompetensi terdiri dari beberapa
indikator.
1. Kompetensi pedagogik, indikatornya: a). Memahami peserta didik sesuai dengan
prinsip-prinsip perkembangan kognitif, kepribadian, dan mengidentifikasikan
bekal ajar awal peserta didik, b). menyusun dan merancang rencana pembelajaran,
termasuk memahami landasan pendidikan untuk menentukan pembelajaran, c).
Melaksanakan pembelajaran yang kondusif, d). Merancang, melaksanakan dan
menganalisis evaluasi prestasi belajar siswa
2. Kompetensi kepribadian, indikatornya: a). Kemampuan kepribadian yang mantap,
b). Berakhlak mulia, c). Arif, d). Berwibawa, dan e). Menjadi teladan peserta
didik.
3. Kompetensi sosial, indikatornya: a). Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, b).Kemampuan berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan kepala sekolah, c). Kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan sesama guru, d).
Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan tata
usaha, e). Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien
40. 52
dengan orang tua/wali perserta didik, dan f). Kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi professional, indikatornya: a). Memahami materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah, b). Memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang
menaungi atau koheren dengan materi ajar, c). Memahami hubungan konsep antar
mata pelajaran terkait, d). Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari, dan e). Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk
menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4. Penelitian yang relevan.
Penelitian yang relevan dan telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang ada
kaitannya dengan kepemimpinan kepala sekolah, kompetensi guru dan prestasi kerja
guru adalah sebagai berikut :
Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya
dilakukan oleh Hermawan45
yang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan
antara Disiplin Kerja dan Konsep Diri dengan Prestasi Kerja Guru SMA Negeri di
Karawang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai hubungan antara
disiplin kerja dan konsep diri dengan prestasi kerja guru SMA Negeri di Karawang.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa prestasi kerja guru berhubungan dengan faktor
45
Hermawan, 2005. Hubungan antara Disiplin kerja dan konsep diri dengan prestasi kerja
guru SMA Negeri di karawang. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana Uhamka.
41. 53
yang meliputi: memberlakukan disiplin, penilaian, memberikan pelatihan,
memberikan penghargaan, dan menjadikan tauladan, merupakan upaya peningkatan
disiplin kerja yang berdampak pada peningkatan prestasi kerja. Sedang rasa percaya
diri, harga diri dan prestasi yang dihargai merupakan upaya konsep diri dalam rangka
peningkatan prestasi kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Sobirin46
, dalam penelitian tesisnya yang
berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Guru SMK di Kabupaten Pemalang”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan besarnya pengaruh
kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja terhadap kinerja guru. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa: (1) semakin baik kepemimpinan kepala sekolah akan
mengakibatkan semakin baik kinerja guru dan sebaliknya, (2) semakin tinggi motivasi
kerja guru akan mengakibatkan semakin tinggi kinerja guru dan sebaliknya, dan
(3)secara bersama-sama semakin baik kepemimpinan kepala sekolah dan semakin
tinggi motivasi kerja guru akan mengakibatkan kinerna guru SMK di kabupaten
Pemalang semakin baik begitu pula sebaliknya.
46
Sobirin. 2007. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolahdan motivasi kerja terhadap kinerja
guru SMK di Kabupaten Pemalang. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang.
42. 54
Selanjutnya adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Carudin47
dalam
jurnal yang berjudul “ Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Kerja
Sekolah terhadap Kinerja Guru (Studi Deskriptif Analitik pada Guru SMK Negeri se-
Kabupaten Indramayu)” dimana hasil penelitiannya memperoleh gambaran actual:
(1)kepemimpinan kepala sekolah berada pada kecenderungan umum pada kategori
sedang, (2)iklim kerja sekolah berada pada kecenderungan umum dengan kategori
sedang, (3)kinerja mengajar guru berada pada kecenderungan umum dengan kategori
cukup baik. Sedangkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan (1)Pengaruh yang
signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja mengajar guru,
(2)Iklim kerja sekolah berpengaruh terhadap kinerja mengajar guru,
(3)Kepemimpinan kepala sekolah dan iklim kerja secara simultan berpengaruh
terhadap kinerja mengajar guru.
Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh M.Rizal Firdousy48
dalam
tesisnya yang berjudul “Pengaruh Kompetensi Profesional Guru, Motivasi Kerja, dan
Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru Ekonomi-Akuntansi SMA Negeri Kabupaten
Banjarnegara”. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis datanya diperoleh
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara kompetensi professional
guru, motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja guru ekonomi/akuntansi.
47
Carudin. 2010. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan iklim kerja sekolah terhadap
kinerja guru (Studi Deskriptif analitik pada guru SMK Negeri se-Kabupaten Indramayu). Jurnal
Penelitian Pendidikan, Edisi khusus no.2, Agustus, 2010. Bandung:
48
M.Rizal Firdousy. 2009. Pengaruh Kompetensi Profesional Guru, Motivasi Kerja, dan
Disiplin Kerja terhadap Kinerja Guru Ekonomi-Akuntasi SMA Negeri Kabupaten Banjarnegara. Tesis.
Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
43. 55
Terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Edy Suparno49
dalam tesisnya
yang berjudul “Pengaruh Kompetensi, Motivasi Kerja, dan Kecerdasan Emosional
Guru terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri se-Rayon Barat Kabupaten Sragen” yang
menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi guru, motivasi
kerja guru, dan kecerdasan emosional guru secara simultan/bersama-sama terdapat
kinerja guru di SMP Negeri se-Rayon Barat Kabupaten Sragen.
Berdasarkan kajian teoritik dan hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut, akan
digunakan peneliti sebagasi landasan pemikiran ilmiah dalam melakukan penelitian
ini dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Kompetensi Guru terhadap Prestasi Kerja Guru Sekolah Dasar Islam Terpadu di
Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat”.
B. Kerangka Berpikir dan Hipotesis
1. Kerangka Berpikir
Berdasarkan deskripsi teori diatas, dapat dirumuskan kerangka berpikir
sebagai berikut:
1) Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Prestasi Kerja Guru
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan dari seorang
kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam suatu
49
Edy Suparno. 2005. Pengaruh Kompetensi, Motivasi Kerja, dan Kecerdasan Emosional
Guru terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri se-Rayon Barat Kabupaten Sragen. Tesis. Surakarta:
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
44. 56
organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah. Sedangkan
prestasi kerja guru merupakan hasil kerja/unjuk kerja yang dicapai oleh guru-
guru dalam melaksanakan tugas keguruannya dengan penuh rasa tanggungjawab
dan motivasi yang tinggi sehingga dapat mencapai tujuan unit kerja/sekolah.
Kepala sekolah mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memberdayakan komponen-komponen yang ada di sekolah dalam hal ini guru.
Guru merupakan salah satu komponen sekolah yang memegang peranan
penting dalam menentukan mutu pendidikan sekolah. Oleh karena itu guru
dituntut untuk bekerja secara profesional sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Kepala sekolah sebagai seorang yang diberi tugas untuk memimpin
sekolah, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan
di sekolah. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala
sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dituntut memiliki kapasitas
yang memadai sebagai seorang pemimpin. Peran kepemimpinan kepala sekolah
dalam meningkatkan kinerja dan profesionalisme seorang guru sangatlah besar.
Mengingat dengan kepemimpinan yang baik, kepala sekolah diharapkan mampu
mempengaruhi dan menggerakkan para guru guna meningkatkan prestasi
kerjanya.
45. 57
Oleh karena itu, maka sejalan dengan kerangka berpikir tersebut dapat
diduga bahwa terdapat pengaruh langsung antara kepemimpinan kepala sekolah
dengan prestasi kerja guru.
Dengan kata lain semakin besar peran kepemimpinan kepala sekolah
dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, maka akan semakin baik prestasi
kerja guru, sebaliknya jika kepala sekolah tidak melakukan peran kepemimpinan
dengan baik, maka akan semakin rendah pula prestasi kerja guru.
2) Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru
Kompetensi guru yang memadai akan berdampak pada kemampuan
perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang terefleksi dalam
kompetensi guru mengajar. Guru yang berkompeten akan dapat melaksanakan
tugas keguruannya dengan profesional. Kompetensi guru yang tinggi akan
menghasilkan prestasi kerja yang baik sehingga hasil pembelajaran yang
diharapkan pun akan semakin baik. Dengan demikian diduga terdapat pengaruh
langsung antara kompetensi guru dengan prestasi kerja guru.
Dengan kata lain makin tinggi tingkat kompetensi guru maka makin tinggi
pula prestasi kerja guru, sebaliknya makin rendah tingkat kompetensi guru maka
akan makin rendah pula prestasi kerja guru.
3) Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kompetensi Guru
Kepala sekolah dan guru merupakan komponen-komponen yang
berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dalam organisasi
46. 58
sekolah, hubungan kepala sekolah dan guru merupakan hubungan antara atasan
atau pemimpin dengan bawahan. Untuk itu guna tercapainya mutu pendidikan
yang optimal, diperlukan kerja sama yang sinergis antara kepala sekolah dan guru.
Dalam organisasi sekolah, kepala sekolah dituntut menampilkan suatu
kepemimpinan yang mampu menciptakan iklim yang kondusif, memotivasi guru,
dan memfasilitasi guru untuk terus dapat meningkatkan kompetensinya melalui
penetapan berbagai kebijakan dan sarana prasarana penunjang di sekolah,
sehingga guru dapat menampilkan prestasi kerja yang baik, yang pada akhirnya
akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional.
Kemampuan kepala sekolah menularkan energi positif ini akan memberikan
dampak yang positif pula terhadap suasana bekerja, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan,
menggunakan media dan metode serta melakukan evaluasi secara komprehensif
dalam mencapai kompetensi guru yang profesional, termasuk melalui peningkatan
kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dari analisis diatas dapat disimpulkan sebagai kerangka berpikir bahwa
diduga terdapat pengaruh langsung antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kompetensi guru.
Dengan kata lain makin efektif pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,
maka makin tinggi pula kompetensi guru, sebaliknya jika pengaruh
kepemimpinan kepala sekolah tidak efektif, maka makin rendah pula kompetensi
gurunya.
47. 59
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang dipaparkan diatas,
maka hipotesis penelitian dalam tesis ini dapat di rumuskan sebagai berikut :
1) Terdapat pengaruh langsung yang positif antara kepemimpinan kepala sekolah
dengan prestasi kerja guru Sekolah Dasar Islam Terpadu di Kecamatan
Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
2) Terdapat pengaruh langsung yang positif antara kompetensi guru dengan prestasi
kerja guru Sekolah Dasar Islam Terpadu di Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa
Barat.
3) Terdapat pengaruh langsung yang positif antara kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kompetensi guru Sekolah Dasar Islam Terpadu di Kecamatan
Cimanggis, Depok, Jawa Barat.