1. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
BUKU
PEDOMAN
PENGHAPUSAN
STIGMA
&
DISKRIMINASI
Bagi
PENGELOLA
PROGRAM,
PETUGAS
LAYANAN
KESEHATAN
DAN
KADER
Kementerian
Kesehatan
RI
Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan
Direktorat
Pengendalian
Penyakit
Menular
Langsung
Tahun
2012
i
2. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
BUKU
PEDOMAN
PENGHAPUSAN
STIGMA
&DISKRIMINASI
Bagi
PENGELOLA
PROGRAM,
PETUGAS
LAYANAN
KESEHATAN
DAN
KADER
Kementerian
Kesehatan
RI
Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan
Direktorat
Pengendalian
Penyakit
Menular
Langsung
Tahun
2012
ii
3. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
Kata
Pengantar
Salah
satu
masalah
dalam
pengendalian
HIV-‐AIDS
adalah
masih
tingginya
Stigma
dan
Diskriminasi
terhadap
Orang
Dengan
HIV-‐AIDS
(ODHA)
di
masyarakat.
Mengingat
HIV-‐AIDS
sering
diasosiasikan
dengan
perilaku
atau
kebiasaan
buruk
yang
dianggap
tidak
sesuai
atau
bertentangan
dengan
norma
positif
dalam
masyarakat.
Rasa
takut
dan
ketidaktahuan
yang
disebabkan
karena
selalu
berujung
kematian
pada
awal
epidemi
ini
makin
memperberat
stigma
dan
diskriminasi.
Stigma
dan
diskriminasi
ini
membawa
dampak
buruk
sehingga
sering
terjadi
pengucilan,
pengusiran,
pemutusan
hubungan
kerja,
bahkan
kekerasan.
Stigma
dan
diskriminasi
membawa
penderitaan
psikis,
emosi,
spiritual
dan
sosial
kemasyarakat
yang
luar
biasa,
merambah
hingga
ke
keluarga,
menghilangkan
kesempatan
akses
pelayanan
kesehatan
dan
pelayanan
dukungan
publik
lainnya,
bahkan
kesempatan
pendidikan,
serta
menghilangkan
rasa
aman
hidup
berbangsa
dan
bermasyarakat.
Dengan
tersedianya
obat
ARV,
serta
makin
bertambahnya
pengetahuan
dan
kemampuan
untuk
menurunkan
kematian
akibat
infeksi
HIV-‐AIDS
telah
sedikit
mengurangi
stigma
dan
diskriminasi.
Upaya
normalisasi
HIV
dan
intervensi
struktural
perlu
segera
dilakukan
kepada
seluruh
stakeholder
dan
lapisan
masyarakat,
agar
rakyat
tidak
kehilangan
haknya
dalam
mewujudkan
masyarakat
sehat
yang
mandiri
dan
berkeadilan.
Pemahaman
pengetahuan
yang
benar
dan
kemampuan
pencegahan
HIV-‐AIDS
di
masyarakat,
disamping
pelayanan
kesehatan
paripurna
diharapkan
bisa
menghapus
stigma
dan
diskrimasi.
Kami
ucapkan
terima
kasih
kepada
semua
pihak
atas
terselenggaranya
buku
ini.
Semoga
Buku
Pedoman
ini
bisa
bermanfaat
dalam
upaya
intensifikasi
dan
ekstensifikasi
penghapusan
stigma
dan
diskriminasi
terkait
HIV-‐AIDS
di
Indonesia
dalam
mewujudkan
bangsa
dan
negara
yang
bermartabat.
Direktur
Jenderal
PP
dan
PL
Prof.
dr.
Tjandra
Y
Aditama,
SpP(K),
MARS,
DTM&H,
DTCE
NIP
195509031980121001
iii
4. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
…………………………………………………………………………………………………………..
iii
DAFTAR
ISI
……………………………………………………………………………………………………………………….
iv
Bab
I.
Pendahuluan
……………………………………………………………………………………………………
1
A. Latar
Belakang
…………………………………………………………………………………………….
1
B. Tujuan
………………………………………………………………………………………………………..
2
C. Sasaran
……………………………………………………………………………………………………….
2
Bab
II.
Definisi
dan
Konsep
Stigma
dan
Diskriminasi
…………………………………………………..
3
A. Pengertian
Stigma
………………………………………………………………………………………
3
B. Pengertian
Diskriminasi
……………………………………………………………………………..
4
Bab
III.
Stigma
dan
Diskriminasi
dalam
Berbagai
Konteks
…………………………………………..
5
A. Kerangka
Kerja
Konseptual:
Stigma,
Diskriminasi
dan
Kerentanan
…………….
5
B. Dampak
Stigma
dan
Diskriminasi
……………………………………………………………….
6
C. Prinsip
–prinsip
HAM
sebagai
filosofi
penghapusan
stigma
dan
diskriminasi
7
D. Diskriminasi
yang
sering
dijumpai
.................................................................
8
Bab
IV.
Cara
penghapusan
Stigma
dan
Diskriminasi
…………………………………………………….
9
A. Mengapa
Perlu
Menangani
Stigma
dan
Diskriminasi?
………………………………..
9
B. Bagaimana
cara
menghadapi
Stigma
dan
Diskriminasi
……………………………….
9
iv
5. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Program
pengendalian
HIV
di
Indonesia
sejak
beberapa
tahun
belakangan
ini
telah
mengalami
banyak
kemajuan.
Berbagai
layanan
terkait
HIV
telah
dikembangkan
dan
dimanfaatkan
oleh
masyarakat
yang
membutuhkannya.
Namun
teridentifikasi
bahwa
perkembangan
dari
efektifitas
maupun
kualitas
intervensi
dan
layanannya
masih
belum
maksimal.
Situasi
ini
dapat
dilihat
dari
rendahnya
cakupan,
adanya
kesenjangan
koordinasi
antara
layanan
dengan
pelaksana
program
yang
lain,
retensi
klien
pada
layanan,
dan
beberapa
wilayah
yang
memiliki
tantangan
komprehensif
yang
tinggi.
Situasi
di
atas
salah
satunya
disebabkan
masih
kuatnya
stigma
dan
diskriminasi
terhadap
orang
dengan
HIV
positif
maupun
berbagai
program
yang
terkait
dengannya.
Akibatnya,
upaya
penanggulangan
HIV
maupun
peningkatan
kualitas
hidup
ODHA
mengalami
banyak
hambatan
pula.
Dari
berbagai
segi,
stigma
dan
diskriminasi
memberikan
mempengaruh
yang
jauh
lebih
luas
dibandingkan
virus
HIV
itu
sendiri.
Stigma
dan
diskriminasi
bukan
hanya
mempengaruhi
hidup
orang
yang
Positif
HIV,
namun
juga
orang-‐orang
yang
hidup
di
sekitarnya
seperti
misalnya
pasangan
hidup,
keluarga,
atau
bahkan
perawat
atau
pendampingnya.
Bahkan,
stigma
juga
mempengaruhi
orang
yang
melakukan
stigma,
yakni
melalui
sikap-‐sikapnya
atau
tindakannya
di
tengah
masyarakat,
dalam
pekerjaan,
di
tempat-‐tempat
umum
maupun
di
media.
Masih
kuatnya
stigma
tersebut
berdampak
sangat
serius
bagi
orang
Positif
HIV
maupun
upaya
pengendalian
HIV
secara
keseluruhan.
Stigma,
mengakibatkan
ODHA
enggan
mencari
layanan
kesehatan
dan
dukungan
sosial
yang
semestinya
dapat
mereka
peroleh.
Banyak
ODHA
harus
kehilangan
pekerjaan
atau
kehilangan
kesempatan
mendapatkan
pekerjaan,
asuransi,
layanan-‐layanan
umum
lainnya,
bahkan
seorang
anak
pun
dapat
ditolak
untuk
mendapatkan
pendidikan
di
sekolah.
Stigmatisasi
juga
dapat
mengakibatkan
terhambatnya
upaya
pencegahan
penularan
HIV.
Hal
ini
disebabkan
kuatnya
nilai
dan
keyakinan
yang
dianut
oleh
sebagian
orang
di
dalam
masyarakat.
Mereka
lebih
memilih
untuk
menahan
informasi
mengenai
cara-‐cara
yang
benar
untuk
mencegah
penularan
HIV,
serta
lebih
mendukung
adanya
peraturan
dan
kebijakan
yang
justru
membuat
populasi
yang
berisiko
bahkan
menjadi
lebih
rentan.
Oleh
karenanya
sangatlah
penting
untuk
memasukkan
berkelanjutan.komponen
pengetahuan
stigma
dan
diskriminasi
serta
aksi
untuk
menghapusnya
dalam
kegiatan
layanan
komprehensif
berkesinambungan.
Kegiatan
Layanan
komprehensif
HIV
yang
berkesinambungan
(LKB)
mencakup
semua
bentuk
layanan
HIV
dan
IMS,
seperti
kegiatan
KIE
pengetahuan
komprehensif,
promosi
penggunaan
kondom,
pengendalian
faktor
risiko,
layanan
Konseling
dan
Tes
HIV
(KTS),
Perawatan,
Dukungan,
dan
Pengobatan
(PDP),
Pencegahan
Penularan
dari
Ibu
ke
Anak
(PPIA),
Pengurangan
Dampak
Buruk
NAPZA
(LAJSS,
PTRM,
PTRB),
layanan
IMS,
1
6. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
Pencegahan
penularan
melalui
darah
donor
dan
produk
darah
lainnya,
kegiatan
monev
dan
surveilan
epidemiologi,
Puskesmas,
Rumah
Sakit
dan
fasilitas
kesehatan
lainnya.
Mengapa
Stigma
dan
Diskriminasi
sangat
kuat
mempengaruhi
upaya
pengendalian
HIV
serta
hidup
ODHA?
Utamanya
karena
ketakutan,
kurangnya
pengetahuan
dan
prasangka
yang
menciptakan
stigma
serta
diskriminasi
pada
ODHA.
Masyarakat
hanya
mengetahui
HIV-‐AIDS
itu
merupakan
sebatas
penyakit
menular
dan
penderitanya
berbahaya
dan
belum
memahami
secara
benar
cara
penularannya.
Adanya
ketidakpahaman
ini
menyebabkan
timbulnya
sikap
berlebihan
yang
tidak
mendukung
kehidupan
Odha.
ODHA
secara
fisik
tidak
dapat
dibedakan
dengan
orang
sehat
pada
umumnya
sehingga
dengan
melihat
saja
tidak
dapat
diketahui
apakah
seseorang
itu
menderita
HIV-‐AIDS
atau
tidak.
Banyak
anggapan
bahwa
HIV
tinggal
menunggu
waktu
“mati”.
HIV
bukanlah
vonis
mati.
Selama
Odha
menjaga
kondisi
tubuhnya
maka
ia
akan
hidup
dengan
sehat
dan
wajar,
dan
dengan
menjaga
serta
merubah
perilakunya
maka
penularan
tak
akan
terjadi.
HIV-‐AIDS
kini
telah
mengancam
semua
orang,
termasuk
ibu-‐ibu
rumah
tangga
maupun
bayi-‐bayi
tanpa
dosa
yang
baru
lahir.
B. Tujuan
1. Memberikan
pembekalan
pengetahuan
mengenai
Stigma
dan
Diskriminasi
bagi
pengelola
program,
petugas
layanan
kesehatan
dan
kader.
2. Pengelola
program,
petugas
layanan
kesehatan
dan
kader
memiliki
empati,
kesadaran
dan
keberanian
untuk
mengatasi
stigma
dan
diskriminasi
yang
terjadi
di
sekelilingnya.
3. Memberikan
keterampilan
praktis
bagi
pengelola
program,
petugas
layanan
kesehatan
dan
kader
untuk
mengatasi
stigma
dan
diskriminasi
yang
terjadi
di
sekelilingnya.
Pengetahuan
dan
keterampilan
ini
diberikan
sebagai
bagian
dari
layanan
komprehensif
berkesinambungan
C. Sasaran
1. Pengelola
program
2. Petugas
layanan
kesehatan
3. Kader
2
7. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
BAB
II
PENGERTIAN
STIGMA
DAN
DISKRIMINASI
A. Pengertian
Stigma
Stigma
adalah
tindakan
memberikan
label
sosial
yang
bertujuan
untuk
memisahkan
atau
mendeskreditkan
seseorang
atau
sekelompok
orang
dengan
cap
atau
pandangan
buruk.
Dalam
prakteknya,
stigma
mengakibatkan
tindakan
diskriminasi,
yaitu
tindakan
tidak
mengakui
atau
tidak
mengupayakan
pemenuhan
hak-‐hak
dasar
indvidu
atau
kelompok
sebagaimana
selayaknya
sebagai
manusia
yang
bermartabat.
Stigma
dan
diskriminasi
terjadi
karena
adanya
persepsi
bahwa
mereka
dianggap
sebagai
“musuh”,
“penyakit”,
“elemen
masyarakat
yang
memalukan”,
atau
“mereka
yang
tidak
taat
tehadap
norma
masyarakat
dan
agama
yang
berlaku”.
Implikasi
dari
stigma
dan
diskriminasi
bukan
hanya
pada
diri
orang
atau
kelompok
tertentu
tetapi
juga
pada
keluarga
dan
pihak-‐pihak
yang
terkait
dengan
kehidupan
mereka.
Tindakan
menstigma
atau
stigmatisasi
terjadi
melalui
beberapa
proses
yang
berbeda-‐
beda
seperti:
• Stigma
aktual
(actual)
atau
stigma
yang
dialami
(experienced):
jika
ada
orang
atau
masyarakat
yang
melakukan
tindakan
nyata,
baik
verbal
maupun
non
verbal
yang
menyebabkan
orang
lain
dibedakan
dan
disingkirkan.
• Stigma
potensial
atau
yang
dirasakan
(felt):
jika
tindakan
stigma
belum
terjadi
tetapi
ada
tanda
atau
perasaan
tidak
nyaman.
Sehingga
orang
cenderung
tidak
mengakses
layanan
kesehatan.
• Stigma
internal
atau
stigmatisasi
diri
adalah
seseorang
menghakimi
dirinya
sendiri
sebagai
“tidak
berhak”,
“tidak
disukai
masyarakat”
Proses
stigma
tidak
bersifat
tunggal,
beberapa
proses
tersebut
dapat
terjadi
secara
bersamaan
dan
dapat
bersifat
stigmatisasi
ganda
(misalnya:
“perek”
sekaligus
“penasun”).
Faktor-‐faktor
yang
mempengaruhi
stigma
terhadap
Orang
dengan
HIV-‐AIDS:
• HIV-‐AIDS
adalah
penyakit
mematikan
• HIV-‐AIDS
adalah
penyakit
karena
perbuatan
melanggar
susila,
kotor,
tidak
bertanggung
jawab
• Orang
dengan
HIV-‐AIDS
dengan
sengaja
menularkan
penyakitnya
• Kurangnya
pengetahuan
yang
benar
tentang
cara
penularan
HIV.
Perubahan
perkembangan
pengobatan,
perawatan
dan
dukungan
yang
diharapkan
mempengaruhi
paradigma
stigma
dan
diskriminasi
terhadap
Orang
dengan
HIV-‐AIDS:
• HIV-‐AIDS
dapat
mengenai
siapapun,
tanpa
membedakan
status
sosial,
pendidikan,
agama,
warna
kulit,
latar
belakang
seseorang.
adalah
penyakit
mematikan.
• HIV-‐AIDS
dapat
mengenai
orang
yang
tidak
berdosa
yaitu
bayi
dan
anak.
3
8. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
• HIV-‐AIDS
sudah
ada
obatnya
sekalipun
tidak
menyembuhkan,
tetapi
mengembalikan
kualitas
hidup
penderitanya.
• Penularan
HIV-‐AIDS
ke
bayi/anak
dapat
dicegah
• Kepatuhan
berobat
dan
minum
obat
adalah
kunci
utama
pencegahan
dan
pengendalian
HIV-‐AIDS.
• Setiap
orang
memiliki
hak
yang
sama
untuk
akses
pelayanan
kesehatan
paripurna
yang
komprehensif.
• Ketidaktahuan
seseorang
bahwa
ia
menderita
penyakit
termasuk
HIV-‐AIDS
dan
IMS
yang
membuat
orang
menularkan
penyakitnya.
B. Pengertian
Diskriminasi
UNAIDS
mendefinisikan
stigma
dan
diskriminasi
terkait
dengan
HIV
sebagai
ciri
negatif
yang
diberikan
pada
seseorang
sehingga
menyebabkan
tindakan
yang
tidak
wajar
dan
tidak
adil
terhadap
orang
tersebut
berdasarkan
status
HIV-‐nya.
Contoh-‐contoh
diskriminasi
meliputi:
• Keluarga
yang
tega
mengusir
anaknya
karena
menganggapnya
sebagai
aib.
• Rumah
sakit
dan
tenaga
kesehatan
yang
menolak
untuk
menerima
ODHA
atau
menempatkan
ODHA
di
kamar
tersendiri
karena
takut
tertular.
• Atasan
yang
memberhentikan
pegawainya
berdasarkan
status
HIV
mereka.
• Keluarga/masyarakat
yang
menolak
ODHA.
• Mengkarantina
ODHA
karena
menganggap
bahwa
HIV-‐AIDS
adalah
penyakit
kutukan
atau
hukuman
Tuhan
bagi
orang
yang
berbuat
dosa.
• Sekolah
tidak
mau
menerima
anak
dengan
HIV
karena
takut
murid
lain
akan
ketakutan.
• Odha
mengalami
masalah
dalam
mengurus
asuransi
kesehatan.
Tindakan
diskriminasi
semacam
itu
adalah
sebuah
bentuk
pelanggaran
hak
asasi
manusia.
4
9. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
BAB
III
STIGMA
DAN
DISKRIMINASI
DALAM
BERBAGAI
KONTEKS
A. Kerangka
Kerja
Konseptual
Stigma
Dan
Diskriminasi
Serta
Kerentanan
Siklus
Stigma
dan
Diskriminasi
Stigma
dan
diskriminasi
saling
menguatkan
satu
sama
lain
dan
beroperasi
dalam
suatu
siklus
yang
dinamis.
Tanda
atau
label
sebagai
ODHA,
dapat
menyebabkan
stigma.
Stigma
dapat
menyebabkan
diskriminasi
yang
selanjutnya
dapat
mengakibatkan:
• Isolasi
• Hilangnya
pendapatan
atau
mata
pencaharian
• Penyangkalan
atau
pembatasan
akses
pada
layanan
kesehatan
• Kekerasan
fisik
dan
emosional
Ketakutan
pada
penghakiman
dan
diskriminasi
dari
orang
lain
mempengaruhi
bagaimana
cara
ODHA
melihat
diri
mereka
sendiri
dan
mengatasi
kesulitan
terkait
status
atau
perilaku
berisikonya.
Bayangan/perasaan
terstigma
dan
stigma
internal
sangat
mempengaruhi
upaya
pencegahan
HIV
dan
PDP.Hal
ini
dapat
mengakibatkan
kerentanan
dan
risiko
lebih
besar
pada
HIV.
Stigma
dan
diskriminasi
sendiri
tidak
tetap
dan
diam,
tetapi
berkembang.Oleh
karena
itu
penting
bagi
pelaksana
program
pencegahan
HIV
untuk
memahami
elemen-‐elemen
stigma
dan
mengadaptasinya
dalam
konteks
saat
ini
dan
konteks
lokal.
5
10. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
Bentuk
Dan
Akibat
Stigma
Dan
Diskriminasi
Bentuk
Akibat
Isolasi
dan
kekerasan
fisik
dari
Diusir
dari
keluarga,
rumah,
pekerjaan,
keluarga,
teman
dan
komunitas
organisasi,
depresi,
menyendiri,
melarikan
diri.
Gossip,
olok-‐olok,
sebutan
negatif,
Pencemaran
nama
baik,
tidak
percaya
pengucilan,
pengutukan,
penghinaan,
pada
diri
sendiri
dan
orang
lain,
merasa
penghakiman
dibedakan,
merasa
ditolak
Kehilangan
hak
dan
kekuasaan
untuk
Kehilangan
pekerjaan,
kehilangan
mengambil
keputusan
atas
dirinya
kesempatan
untuk
bekerja,
putus
sendiri
sekolah,
tidak
dapat
memimpin
Stigma
diri
(ODHA
menyalahkan
dan
Depresi,
tidak
percaya
diri,
menyendiri,
mengisolasi
diri
mereka
sendiri)
menarik
diri
dan
menghindar
dari
lingkungan
sosialnya
Stigma
karena
apresiasi
diri
Tidak
percaya
diri,
merasa
tidak
dihargai,
rendah
diri,
kehilangan
jati
diri.
Stigma
karena
penampilan
atau
jenis
Kehilangan
kesempatan
kerja,
pekerjaan
dikucilkan,
menyendiri.
B. Dampak
Stigma
Dan
Diskriminasi
Stigma
dan
diskriminasi
masih
menjadi
masalah
didalam
upaya
pengendalian
HIV/AIDS
di
dunia
sehingga
masih
banyak
yang
enggan
untuk
mengetahui
status
HIVnya
karena
takut
kalau
ketahuan
mengidap
HIV
akan
diperlakukan
diskriminatif
dalam
kehidupan
bermasyarakat.
Padahal
makin
dini
orang
mengetahui
status
HIVnya
makin
baik
untuk
dirinya
sendiri
maupun
orang
lain.
Stigma
dan
diskriminasi
dalam
kaitan
dengan
HIV-‐AIDS
sebenarnya
tidak
ditujukan
kepada
jenis
kelamin
melainkan
kepada
penyakitnya
yang
amat
ditakuti.
Masalah
akan
timbul
dalam
situasi
ketidak-‐setaraan
gender.
Perempuan
yang
termarginalkan
dan
berada
dalam
posisi
subordinat
bisa
menjadi
tumpuan
kesalahan,
selanjutnya
memperoleh
label
sebagai
sumber
penularan.
Padahal
yang
terjadi
adalah
sebaliknya:
Dari
sisi
anatomi,
fisiologi
dan
kedudukan
sosial,
perempuan
lebih
rentan
tertular
HIV/AIDS
daripada
laki-‐laki.
Diperlukan
komitmen
dan
upaya-‐upaya
komprehensif
terpadu
oleh
pemerintah
dan
seluruh
unsur
masyarakat
untuk
memberdayakan
perempuan
melalui
pendekatan
non
diskriminatif
dan
persamaan
sebelum
menuju
kesetaraan.
Hasil
yang
diharapkan
adalah
perempuan
mempunyai
akses
terhadap
pendidikan,
ketrampilan,
informasi
dan
ekonomi,
sehingga
memiliki
pengetahuan
yang
cukup
tentang
reproduksi
dan
penyakit
serta
mempunyai
akses
untuk
meningkatkan
ekonominya
sehingga
mampu
memperoleh
pekerjaan
dan
penghasilan
yang
setara
dengan
laki-‐laki
baik
di
sektor
formal
maupun
informal.
Demikian
pula
perempuan
harus
diberi
wadah
6
11. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
berorganisasi
dan
bisa
memasuki
wadah
tersebut
guna
meningkatkan
kapasitas
sosialnya.
Dengan
demikian
tidak
akan
ada
lagi
diskriminasi
dalam
bekerja,
tidak
hanya
perempuan
HIV
positif
tetapi
perempuan
secara
keseluruhan.
Bentuk
lain
dari
stigma
berkembang
melalui
internalisasi
oleh
Odha
dengan
persepsi
negatif
tentang
diri
mereka
sendiri.
Stigma
dan
diskriminasi
yang
dihubungkan
dengan
penyakit
menimbulkan
efek
psikologi
yang
berat
tentang
bagaimana
Odha
melihat
diri
mereka
sendiri.Hal
ini
bisa
mendorong,
dalam
beberapa
kasus,
terjadinya
depresi,
kurangnya
penghargaan
diri,
dan
keputusasaan.
Stigma
dan
diskriminasi
juga
menghambat
upaya
pencegahan
dengan
membuat
orang
takut
untuk
mengetahui
apakah
mereka
terinfeksi
atau
tidak,
atau
bisa
pula
menyebabkan
mereka
yang
telah
terinfeksi
meneruskan
praktek
seksual
yang
tidak
aman
karena
takut
orang-‐orang
akan
curiga
terhadap
status
HIV
mereka.
Akhirnya,
Odha
dilihat
sebagai
"masalah",
bukan
sebagai
bagian
dari
solusi
untuk
mengatasi
epidemi
ini.
Deklarasi
Komitmen
yang
diadopsi
oleh
Majelis
Umum
PBB
dalam
sesi
khusus
tentang
HIV-‐AIDS
menyerukan
untuk
memerangi
stigma
dan
diskriminasi.
Ini
menunjukkan
fakta
bahwa
diskriminasi
merupakan
pelanggaran
HAM.
Ini
juga
secara
jelas
menyatakan
bahwa
melawan
stigma
dan
diskriminasi
adalah
merupakan
prasyarat
untuk
upaya
pencegahan
dan
perawatan
yang
efektif.
C. Prinsip-‐-‐Prinsip
HAM
Sebagai
Filosofi
Penghapusan
Stigma
Dan
Diskriminasi
Hak
Asasi
Manusia
dan
untuk
hak-‐hak
perempuan,
kesempatan
kerja
serta
perlindungan,
terkait
dengan
pekerjaan
dan
fungsi
reproduksi
mendapat
tempat
khusus
dalam
Undang-‐Undang
No.
39
Tahun
1999
Tentang
Hak
Asasi
Manusia.
Antara
lain
adalah
upah
yang
sama
dan
adil
disebutkan
dalam
Hak
Atas
Kesejahteraan
Pasal
38(3):
Setiap
orang,
baik
pria
maupun
wanita
yang
melakukan
pekerjaan
yang
sama,
sebanding,
setara
atau
serupa,
berhak
atas
upah
serta
syarat-‐syarat
perjanjian
kerja
yang
sama,
dan
pasal
38(4):
Setiap
orang,
baik
pria
maupun
wanita,
dalam
melakukan
pekerjaan
yang
sepadan
dengan
martabat
kemanusiaannya
berhak
atas
upah
yang
adil
sesuai
dengan
prestasinya
dan
dapat
menjamin
kelangsungan
kehidupan
keluarganya.
Hak-‐hak
perempuan
dituangkan
dalam
Hak
Wanita,
Pasal
45
–
51.
Hak
perempuan
sebagai
hak
asasi
ditegaskan
dalam
Pasal
45
yang
berbunyi:
Hak
wanita
dalam
Undang-‐undang
ini
adalah
hak
asasi
manusia.
Sedangkan
perlindungan
terkait
dengan
pekerjaan
dan
fungsi
reproduksi
disebutkan
dalam
Pasal
49(2):
Wanita
berhak
untuk
mendapatkan
perlindungan
khusus
dalam
pelaksanaan
pekerjaan
atau
profesinya
terhadap
hal-‐hal
yang
dapat
mengancam
keselamatan
dan
atau
kesehatannya
berkenaan
dengan
fungsi
reproduksi
wanita,
dan
Pasal
49(3):
Hak
khusus
yang
melekat
pada
diri
wanita
dikarenakan
fungsi
reproduksinya,
dijamin
dan
dilindungi
oleh
hukum.
7
12. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
Hak
Asasi
dan
Diskriminasi,
Pasal
2
Undang-‐Undang
RI
No:
36
Tahun
2009
Tentang
Kesehatan
menyebutkan:
Pembangunan
kesehatan
diselenggarakan
dengan
berasaskan
perikemanusiaan,
keseimbangan,
manfaat,
pelindungan,
penghormatan
terhadap
hak
dan
kewajiban,
keadilan,
gender
dan
non
diskriminatif,
dan
norma-‐
norma
agama.
Kemudian
pada
Pasal
57
(1)
disebutkan:
Setiap
orang
berhak
atas
rahasia
kondisi
kesehatan
pribadinya
yang
telah
dikemukakan
kepada
penyelenggara
pelayanan
kesehatan
dengan
pengecualian
pada
Pasal
57
(2)
.....
tidak
berlaku
dalam
hal
a.
Perintah
Undang-‐Undang;
b.
Perintah
pengadilan;
c.
Izin
yang
bersangkutan;
d.
Kepentingan
masyarakat;
atau
e.
Kepentingan
orang
tersebut.
Pelaksanaan
pelayanan
kesehatan
senantiasa
memperhatikan
hak
asasi
manusia
yang
merupakan
amanat
Undang-‐Undang.
Di
dalam
Kebijakan
Umum
Rencana
Aksi
Pengendalian
HIV-‐AIDS
Sektor
Kesehatan
Tahun
2009
–
2014
disebutkan
bahwa
setiap
pemeriksaan
untuk
mendiagnosa
HIV
didahului
dengan
penjelasan
yang
benar
dan
mendapat
persetujuan
yang
bersangkutan
(informed
consent)
serta
menjaga
kerahasiaan
hasil
pemeriksaan.
Pemeriksaan
bersifat
sukarela,
dilakukan
konseling
dulu
baru
dilaksanakan
test
HIV
(Voluntary
Counseling
and
Testing).
Petugas
kesehatan
bisa
menawarkan
test
(Provider
Initiated
Conselling
and
Testing),
namun
apabila
yang
bersangkutan
tidak
bersedia
maka
test
HIV
tidak
dilaksanakan
Pada
prinsipnya
testing
harus
bersifat
sukarela
dan
tidak
ada
testing
tanpa
persetujuan
klien.
D. Diskriminasi
Yang
Sering
Dijumpai
:
• Odha
lebih
sulit
diterima
oleh
dunia
kerja
dengan
alasan
kesehatan
dan
produktivitas.
• Karena
kurangnya
informasi
orang
akan
menghindari
Odha
karena
takut
tertular
melalui
keringat
dan
sentuhan.
• Odha
mengalami
masalah
dalam
mengurus
asuransi
kesehatan.
• Ada
pendapat
bahwa
Odha
sebaiknya
di
karantina
saja
supaya
tidak
menularkan
ke
orang
lain.
Tetapi
hal
ini
melanggar
hak
asasi
manusia.
• Sekolah
tidak
mau
menerima
anak
dengan
HIV
karena
takut
murid
lain
akan
ketakutan.
8
13. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
BAB
IV
CARA
PENGHAPUSAN
STIGMA
DAN
DISKRIMINASI
A. Mengapa
Perlu
Menangani
Stigma
Dan
Diskriminasi
?
Stigma
dan
diskriminasi
sangat
mempengaruhi
upaya
pencegahan
HIV,
pengobatan
dan
perawatan:
1. Memperlemah
upaya
pencegahan
dan
perubahan
perilaku.
Ketakutan
terhadap
stigma
dan
diskriminasi
membuat
orang
tidak
berani
dan
tidak
percaya
diri
dalam
usaha
menegosiasikan
seks
yang
lebih
aman
atau
untuk
melakukan
tes
HIV.
Ketidaktahuan
tentang
risiko
yang
dimiliki
seseorang,
karena
persepsi
“HIV
hanya
menular
pada
kelompok
tertentu”,
bisa
mengakibatkan
tidak
diambilnya
perilaku
pencegahan
secara
serius.
2. Kesulitan
atau
keterlambatan
mengakses
layanan
PDP.
Ketakutan
terhadap
stigma
dan
diskriminasi
mengakibatkan
mereka
yang
hidup
dengan
HIV
terlambat
atau
tidak
mau
mengakses
layanan
PDP
yang
mereka
butuhkan
karena
takut
membuka
status
mereka
kepada
yang
lain.
Dengan
mengatasi
stigma
dan
diskriminasi,
kita
dapat:
• Memperkuat
respon
efektif
pada
HIV
• Mendorong
pengembangan
dan
rasa
percaya
diri
yang
kuat
pada
ODHA
• Menciptakan
role
model
positif
dan
memahami
upaya
anti
stigma
dan
diskriminasi
lebih
jauh
• Memperkuat
ikatan
ODHA,
keluarga
mereka
dan
komunitas
untuk
bersama-‐
sama
melakukan
upaya
pencegahan
B. Bagaimana
Cara
Menghadapi
Stigma
Dan
Diskriminasi
Kita
semua
turut
bertanggung
jawab
untuk
menghadapi
stigma
dan
diskriminasi.
Bukan
hanya
ODHA
yang
harus
melakukannya.
Kita
semua
dapat
memainkan
peran
untuk
mengedukasi
pihak
lain,
menyuarakan
dan
menunjukkan
sikap
dan
perilaku
baru.
Beberapa
langkah
praktis
yang
dapat
dilakukan
untuk
menghadapi
Stigma
dan
Diskriminasi
adalah
sebagai
berikut:
• Jadilah
contoh
yang
baik.
Terapkan
apa
yang
sudah
kita
ketahui.
Pikirkanlah
kata-‐kata
yang
kita
gunakan
dan
bagaimana
kita
memperlakukan
ODHA,
lalu
cobalah
untuk
mengubah
pikiran
dan
tindakanmu.
• Berbagilah
pada
orang
lain
mengenai
hal-‐hal
yang
sudah
kita
ketahui
dan
ajaklah
mereka
untuk
membicarakan
tentang
stigma
dan
bagaimana
mengubahnya.
9
14. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
• Atasilah
masalah
stigma
ketika
Anda
melihatnya
di
rumah,
tempat
kerja
maupun
masyarakat.
Bicaralah,
katakan
masalahnya
dan
buatlah
orang
paham
bahwa
stigma
itu
melukai.
• Lawanlah
stigma
melalui
kelompok.
Setiap
kelompok
dapat
menemukan
stigma
dalam
situasi
mereka
sendiri
dan
setuju
untuk
melakukan
satu
atau
dua
tindakan
praktis
agar
terjadi
perubahan.
• Mengatakan
stigma
sebagai
sesuatu
yang
“salah”
atau
“buruk”
tidaklah
cukup.
Bantulah
orang
untuk
bertindak
melakukan
perubahan.
Setuju
pada
tindakan
yang
harus
dilakukan,
mengembangkan
rencana
dan
lakukan.
• Berpikir
besar.
Mulai
dari
yang
kecil,
dan
bertindak
sekarang.
Hal-‐hal
yang
dapat
dilakukan
secara
individual:
• Waspada
pada
bahasa
yang
kita
gunakan
dan
hindari
kata-‐kata
yang
menstigma.
• Sediakan
perhatian
untuk
mendengarkan
dan
mendukung
anggota
keluarga
ODHA
di
rumah.
• Kunjungi
dan
dukung
ODHA
beserta
keluarganya
di
lingkungan
tempat
tinggal
kita.
• Doronglah
ODHA
untuk
menggunakan
layanan
yang
tersedia
seperti
konseling,
test
HIV,
pengobatan
medis,
ART,
dan
merujuk
mereka
pada
siapa
pun
yang
dapat
menolong.
Hal-‐hal
yang
dapat
kita
lakukan
dengan
melibatkan
orang
lain
• Gunakan
percakapan
informal
sebagai
kesempatan
untuk
membicarakan
stigma.
• Gunakan
kisah
nyata
sehingga
dapat
menggambarkan
stigma
dalam
konteks
praktis
seperti
misalnya:
cerita
mengenai
perlakuan
buruk
pada
ODHA
dapat
mengakibatkan
depresi;
demikian
juga
sebaliknya
kisah
nyata
mengenai
perlakuan
baik
pada
ODHA
dan
hasil
yang
dapat
dipetik.
• Tanggapi
kata-‐kata
stigma
ketika
kita
mendengarnya,
namun
lakukanlah
dengan
cara-‐cara
yang
bijak
sehingga
membuat
orang
mengerti
bahwa
kata-‐kata
mereka
dapat
melukai
hati
orang.
• Doronglah
orang
untuk
berbicara
mengenai
ketakutan
dan
kekhawatirannya
mengenai
HIV
dan
AIDS.
• Koreksilah
mitos
dan
persepsi
tentang
AIDS
dan
ODHA.
• Promosikan
ide
mengenai
“menjadi
pendengar
yang
baik
dan
bagaimana
kita
dapat
mendukung
ODHA
beserta
keluarganya.”
10
15. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
Hal-‐Hal
Yang
Dapat
Dilakukan
Agar
Masyarakat
Membicarakan
Dan
Bertindak
Melawan
Stigma
• Testimoni
oleh
ODHA
maupun
keluarganya
mengenai
pengalaman
mereka
hidup
dengan
HIV
atau
hidup
dengan
orang
yang
positif
HIV.
• Pengawasan
bahasa
(language
watch).
Lakukan
“survei
mendengarkan”
untuk
mengidentifikasi
kata-‐kata
yang
menstigma
yang
sering
digunakan
dalam
masyarakat
(di
media
maupun
lagu-‐lagu
populer)
• Community
mapping
mengenai
stigma.
Tunjukkan
peta
pada
tempat
pertemuan.
• Community
walk
untuk
mengidentifikasi
titik
stigma
di
masyarakat.
• Pertunjukan
Drama
berdasarkan
kisah
nyata.
• Pameran
Gambar
sebagai
titik
fokus
untuk
memulai
diskusi
mengenai
stigma.
11
16. Pendoman
Penghapusan
Sigma
dan
Diskriminasi
Daftar
Kontributor
Dan
Editor
Kementerian
Kesehatan
RI
dr.
H.M
Subuh,
MPPM
dr.
Trijoko
Yudopuspito,
MScPH
dr.
Siti
Nadia
Tarmizi,
M.Epid
Eli
Winardi,
SKM,
MKM
Naning
Nugrahini,SKM,MKM
Nurjannah,
SKM,
M.Kes
dr.
Endang
Budihastuti
dr.
Indri
Oktaria
Sukma
Putri
dr.
Hariadi
Wisnu
Wardana
Viny
Sutriani,
S.Psi,MPH
Victoria
Indrawati,
SKM,
M.Sc
Rizky
Hasby,SKM
Ari
Wulan
Sari,SKM
dr.
Nurhalina
Afriana
dr.
Helen
Dewi
Prameswari,
MARS
dr.
Ainoor
Rasyid
Margarita
Meta,
SKM
dr.
Bangkit
Purwandari
dr.
Yulia
Zubir
dr.
Bayu
Yuniarti
dr.
Inez
Andekayani
,
SpOK
Mitra
Kerja
Program,
Organisasi
Dan
Jaringan
dr.
Kemal
Siregar
(KPAN)
Lingga
Utama
(PKBI)
dr.
Sri
Pandam
Pulungsih
(WHO)
Cahyo
(PKBI)
dr.
Fonny
J.
Silfanus
(KPAN)
Slamet
Riyadi
(PKBI)
dr.
Tjutjun
Maksum
Yudi
(PKBI)
Prof.
Irwanto,
Ph.D
dr.
Vini
Fardhiani
(FHI)
dr.
Carmelia
Basri
(Konsultan)
dr.
Atiek
Sulistyarni
Anartati
(FHI)
dr.
Maya
Trisnawati
(KPAP
DKI
Jakarta)
Erlian
Ristya
Aditya
(FHI)
dr.
Anastasia
Priscilla
(KPAN)
Ciptasari
Prabawanti
(FHI)
Inang
Winarso
(KPAN)
Kekek
Apriana
(FHI)
Deden
Wibawa
Puji
Suryantini
Raden
Wibowo
(NU)
Sumedi
Ryan
Hutagalung
Jamaluddin
Al
Afghoni
(NU)
Arifin
Fitrianto
Sri
Ayu
(NU)
Siti
Zarah
Eka
Putri
Tata
(NU)
12