Kondisi ketahanan nasional Indonesia pada 1945-1949 sangat sulit di bidang politik, ekonomi, dan pertahanan. Politik, proklamasi kemerdekaan disahkannya UUD 1945. Ekonomi, hiperinflasi akibat uang Jepang, blokade Belanda. Usaha diplomasi beras ke India dan hubungan dagang luar negeri dilakukan.
2. PENDAHULUAN
Ketahanan Nasional (Indonesia) adalah kondisi
dinamis suatu bangsa (Indonesia) yang meliputi
segenap kehidupan nasional yang terintegrasi,
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,
dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan ancaman, hambatan dan gangguan, baik
yang datang dari dalam maupun dari luar, untuk
menjamin identitas, integritas, dan kelangsungan
hidup bangsa dan negara serta perjuangan
mencapai tujuan nasional .
3. Pada tulisan ini membahas sekilas tentang Kondisi
Ketahanan Nasional Indonesia pada masa Januari
1945 – Desember 1949 dalam berbagai bidang
diantaranya, politik, ekonomi, dan pertahanan
keamanan. Perjalanan sejarah telah menunjukkan
sesungguhnya bangsa Indonesia telah berhasil merebut
kemerdekaan dari tangan para penjajah yang telah
berkuasa selama tiga setengah abad lamanya berkat
kokohnya nilai-nilai persatuan yang telah tertanam
dalam sanubari bangsa Indonesia. Hal ini merupakan
wujud nyata bahwa Bangsa Indonesia pernah
menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan di
atas pondasi ketahanan nasional Indonesia yang kokoh.
Memperkokoh nilai-nilai persatuan dan kesatuan
bangsa semestinya sangat dibutuhkan ketika kita ingin
meraih suatu kemenangan.
4. Tujuan kami mengkaji tentang Ketahanan Nasional
Indonesia adalah meninjau bagaimana keadaan
ketahanan Negara pada tahun 1945-1949 serta
menganalisis berbagai kejadian yang memiliki nilai
tersendiri untuk dijadikan pelajaran serta dipelajari.
Tujuan lainnya yaitu sebagai pengalaman dan
dapat dijadikan contoh serta pertimbangan Negara
dalam mengambil segala keputusan dan kebijakan
yang akan dilakukan untuk kedepannya. Oleh
karena itu, penting sekali kita mengetahui riwayat
situasi ketahanan nasional Negara Indonesia.
khususnya para pemimpin bangsa yang memegang
tali kendali atas pemerintahan Negara Indonesia.
6. Kondisi Bidang Politik Pada Januari
1945 - Desember 1949
Kondisi Ketahanan nasional pada aspek politik
diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan politik
bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan
mengatasi tantangan, gangguan, ancaman dan
hambatan yang datang dari luar maupun dari
dalam negeri yang Iangsung maupun tidak
Iangsung untuk menjamin kelangsungan hidup politik
bangsa dan negara Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
7. Kondisi Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Politik
Pada Januari 1945 - Desember 1949 bermula dari
munculnya gerakan perjuangan rakyat yang makin luas,
semesta, makin terarah dan masif . Di berbagai daerah
Indonesia terjadi perlawanan dengan bermacam cara
serta intensitas yang berbeda terhadap tentara
penjajahan. Walaupun perlawanan dilakukan dengan
kekuatan tidak setara dan pada medan yang
terpisah‐pisah, akan tetapi rasa kebangsaan serta
hasrat untuk merdeka dikalangan rakyat ternyata telah
mampu membakar semangat tidak kenal menyerah.
Betapapun besarnya pengorbanan yang mesti
ditanggung akhirnya perjuangan rakyat ini
membuahkan hasilnya, yaitu Kemerdekaan Indonesia.
8. Hal ini ditandai dengan adanya “Proklamasi” yaitu ikrar bahwa
bangsa Indonesia telah merdeka dan berdiri sendiri. yang
dibacakan oleh Ir. Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No. 56 pada
tanggal 17 Agustus 1945. setelah itu tanggal 18 Agustus di adakan
rapat untuk memilih presiden dan wakil presiden Negara Indonesia.
terpilihlah Ir. Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta
sebagai wakil presiden. selain itu di sahkan UUD 1945 sebagai
dasar Negara oleh PPKI. lengkapnya, hasil rapat PPKI menghasilkan
tiga keputusan, yaitu menetapkan dan mengesahkan UUD 1945
setelah mengalami perubahan di sana-sini. Dalam UUD tercantum
dasar negara. Dengan demikian PPKI pun telah menetapkan dasar
negara RI yang baru diproklamasikan sehari sebelumnya; Memilih
dan mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta, masing-masing
sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia;Membentuk
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berfungsi membantu
presiden dan wakil presiden sebelum lembaga-lembaga negara
yang diharapkan UUD 1945 terbentuk secara resmi.
9. Disamping itu, keberhasilan perjuangan dibidang politik
(diplomasi) telah semakin mengukuhkan keberadaan
negara Indonesia yang baru lahir, yaitu berupa
dukungan pengakuan dari berbagai negara atas
kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara
Indonesia. Para tokoh nasional dengan cepat dan tepat
memanfaatkan momentum proklamasi kemerdekaan ini
dengan bentuk negara, sistem kenegaraan serta
menyusun dan meletakkan dasar‐dasar fundamental
bagi penyelenggara negara, berikut susunan dan
perlengkapannya. Seiring dengan mulai berfungsinya
pemerintahan negara, kalangan pejuang bersenjatapun
segera mengorganisasikan dirinya ke dalam wujud
organisasi ketentaraan maupun kepolisian yang resmi
menjadi bagian dari perangkat penyelenggaraan
negara.
10. Walaupun telah berada dalam wadah tersendiri, dan telah
dilatih dan diperlengkapi secara khusus, namun tentara (TNI) dan
Polisi (POLRI) tidak pernah melepaskan identitasnya sebagai
bagian dari keutuhan dan kesemestaan, perjuangan yang lahir
dari rakyat, berjuang bersama dan untuk kepentingan rakyat,
demi tetap tegak‐kokohnya kemerdekaan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal penting yang dapat dilihat
pada masa perjuangan kemerdekaan tersebut adalah :
Pertama, adanya kesadaran akan pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam kehendak dan tujuan, serta memegang teguh
komitmen bersama seluruh komponen masyarakat melawan musuh,
yaitu kaum penjajah; kedua, kesadaran akan adanya ”berkat
dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa” yang telah memberi
kekuatan spiritual dan keyakinan diri akan kebenaran
perjuangan; ketiga, perlunya membangun dan menjaga hubungan
(diplomasi) dengan bangsa lain yang terbukti telah berhasil
menciptakan situasi yang kondusif serta dukungan bagi
keberhasilan perjuangan kemerdekaan.
11. Kondisi Bidang Ekonomi pada Januari
1945 - Desember 1949
Ketahanan ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamik
kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi
serta mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan yang datang dari Iuar maupun dari dalam negeri
baik yang langsung maupun tidak langsung untuk menjamin
kelangsungan hidup pereokonomian bangsa dan negara
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pada akhir pendudukan Jepang dan pada awal berdirinya
Republik Indonesia (1945 – 1949) keadaan ekonomi
Indonesia sangat kacau. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
12. 1. Inflasi yang sangat tinggi (Hiper-Inflasi).
Penyebab terjadinya inflasi ini adalah beredarnya
mata uang pendudukan Jepang secara tak terkendali.
Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang
beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah
tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan
sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah
ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa
kota besar di Indonesia dan meguasai bank-bank. Dari
bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan
sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka.
Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat
inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada
zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen
yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang.
13. Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri, tidak dapat
menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut, sebab negara
RI belum memiliki mata-uang baru sebagai penggantinya. Maka
dari itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata
uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu :
a. mata-uang De Javasche Bank
b. mata-uang pemerintah Hindia Belanda
c. mata-uang pendudukan Jepang
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal
6 Maret 1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir
Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-
daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai
pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun.
Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan
tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar
persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada
penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata
uang baru.
14. Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946
Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu
mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang
Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang
Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam
pengurusan bidang ekonomi dan keuangan,
pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia
pada tanggal 1 November 1946. Bank Negara ini
semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan
pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono
Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas
mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
15. 2. Adanya blokade ekonomi, oleh Belanda (NICA)
Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945
ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI.
Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade
ini adalah :
Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan
militer ke Indonesia;
Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik
Belanda dan milik asing lainnya
Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
Akibat dari blokade ini barang-barang dagangan milik
pemerintah RI tidak dapat diekspor, sehingga banyak
barang-barang ekspor yang dibumihanguskan. Selain
itu Indonesia menjadi kekurangan barang-barang impor
yang sangat dibutuhkan.
16. Kas negara kosong, pajak dan bea masuk sangat
berkurang, sehingga pendapatan pemeritah
semakin tidak sebanding dengan pengeluarannya.
Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada
produksi pertanian. Karena dukungan petani inilah
pemerintah RI masih bertahan, sekali pun keadaan
ekonomi sangat buruk.
Usaha-usaha untuk menembus blokade ekonomi
yang dilakukan oleh pihak Belanda dilaksanakan
oleh pemerintah dengan berbagai cara,
diantaranya sebagai berikut :
17. a. Diplomasi Beras ke India
Usaha ini lebih bersifat politis daripada ekonomis.
Ketika terdengar berita bahwa rakyat India sedang
ditimpa bahaya kelaparan, pemerintah RI segera
menyatakan kesediaannya untuk membantu pemerintah
India dengan mengirimkan 500.000 ton beras, dengan
harga sangat rendah. Pemerintah bersedia melakukan
hal ini karena diperkirakan pada musim panen tahun
1946 akan diperoleh surplus sebesar 200.000 sampai
400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan
mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat Indonesia. Keuntungan politik yang
diperoleh oleh pemerintah RI adalah dalam forum
internasional India adalah negara Asia yang paling
aktif membantu perjuangan kemerdekaan RI.
18. 2. Mengadakan Hubungan Dagang Langsung ke Luar Negeri
Usaha untuk membuka hubungan langsung ke luar negeri,
dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta.
Diantara usaha-usaha tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan kontak hubungan dengan perusahaan
swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Usaha ini dirintis oleh BTC
(Banking and Trading Corporation), suatu badan
perdagangan semi-pemerintah yang dipimpin oleh Dr.
Sumitro Djojohadikusumo dan Dr. Ong Eng Die. Dalam
transaksi pertama pihak Amerika Serikat bersedia membeli
barang-barang ekspor dari Indonesia seperti gula, karet,
teh, dan sebagainya. Kapal Isbrantsen Inc. yang masuk ke
pelabuhan Cirebon adalah kapal Martin Behrmann yang
mengangkut barang-barang pesanan RI dan akan memuat
barang-barang ekspor dari RI. Akan tetapi kapal itu
dicegat oleh kapal Angkatan Laut Belanda dan diseret ke
pelabuhan Tanjung Priuk dan seluruh muatannya disita.
19. b. Menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera
dengan tujuan Singapura dan Malaysia. Oleh karena
jarak perairan yang relatif dekat, maka usaha ini
dilakukan dengan perahu layar dan kapal motor cepat.
Usaha ini secara sistimatis dilakukan sejak tahun 1946
sampai dengan akhir masa Perang Kemerdekaan.
Pelaksanaan penembusan blokade ini dilakukan oleh
Angkatan Laut RI dengan dibantu oleh pemerintah
daerah penghasil barang-barang ekspor.
Sejak awal tahun 1947 pemerintah RI membentuk
perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama
Indonesia Office (Indoff). Secara resmi Indoff ini
merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan
politik di luar negeri, namun secara rahasia juga
berusaha menembus blokade dan usaha perdagangan
barter.
20. Kementerian Pertahanan juga membentuk perwakilannya di
luar negeri yang disebut Kementerian Pertahanan Usaha
Luar Negeri (KPLULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro.
Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan
perlengkapan Angkatan Perang. Sebagai pelaksana upaya
menembus blokade ini yang terkenal adalah John Lie, O.P.
Koesno, Ibrahim Saleh dan Chris Tampenawas. Selama tahun
1946 pelabuhan di Sumatera hanya Belawan yang berhasil
diduduki Belanda. Karena perairan di Sumatera sangatlah
luas, maka pihak Belanda tidak mampu melakukan
pengawasan secara ketat. Hasil-hasil dari Sumatera
terutama karet yang berhasil diselundupkan ke luar negeri,
utamanya ke Singapura, mencapai jumlah puluhan ribu ton.
Selama tahun 1946 saja barang-barang yang diterima oleh
Singapura dari Sumatera seharga Straits $ 20.000.000,-.
Sedangkan yang berasal dari Jawa hanya Straits $
1.000.000,-. Sebaliknya barang-barang yang dikirim ke
Sumatera dari Singapura seharga Straits $ 3.000.000,- dan
dari Singapura ke Jawa seharga Straits $ 2.000.000,-.
21. Pada awal kemerdekaan masih belum sempat
melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru mulai
Pebruari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha
untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang
mendesak. Upaya-upaya itu diantaranya sebagai
berikut :
1. Pinjaman Nasional
Program Pinjaman Nasional ini dilaksanakan oleh
Menteri Keuangan. lr. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP. Pinjaman Nasional akan dibayar kembali
selama jangka waktu 40 tahun. Besar pinjaman yang
dilakukan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp.
1.000.000.000,00. Pada tahun pertama berhasil
dikumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000,00. Sukses
yang dicapai ini menunjukkan besarnya dukungan dan
kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
22. 2. Konferensi Ekonomi, Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, para
gubernur dan para pejabat lainnya yang
bertanggungjawab langsung mengenai masalah
ekonomi di Jawa. Konferensi ini dipimpin oleh Menteri
Kemakmuran, Ir. Darmawan Mangunkusumo. Tujuan
konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak, seperti :
a. masalah produksi dan distribusi makanan
Dalam masalah produksi dan distribusi bahan makanan
disepakati bahwa sistem autarki lokal sebagai
kelanjutan dari sistem ekonomi perang Jepang, secara
berangsur-angsur akan dihapuskan dan diganti dengan
sistem desentralisasi.
23. b. masalah sandang
Mengenai masalah sandang disepakati bahwa Badan
Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan
Persediaan dan Pembagian Makanan (PPBM) yang dipimpin
oleh dr. Sudarsono dan dibawah pengawasan Kementerian
Kemakmuran. PPBM dapat dianggap sebagai awal dari
terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog).
c. status dan administrasi perkebunan-perkebunan
Mengenai masalah penilaian kembali status dan administrasi
perkebunan yang merupakan perusahaan vital bagi RI,
konferensi ini menyumbangkan beberapa pokok pikiran. Pada
masa Kabinet Sjahrir, persoalan status dan administrasi
perkebunan ini dapat diselesaikan. Semua perkebunan
dikuasai oleh negara dengan sistem sentralisasi di bawah
pengawasan Kementerian Kemakmuran.
24. Konferensi Ekonomi kedua diadakan di Solo pada tanggal 6 Mei
1946. Konferensi kedua ini membahas masalah perekonomian
yang lebih luas, seperti program ekonomi pemerintah, masalah
keuangan negara, pengendalian harga, distribusi dan alokasi
tenaga manusia. Dalam konferensi ini Wakil Presiden Drs. Moh.
Hatta memberikan saran-saran yang berkaitan dengan masalah
rehabilitasi pabrik gula. Hal ini disebabkan gula merupakan
bahan ekspor yang penting, oleh karena itu pengusahaannya
harus dikuasai oleh negara. Hasil ekspor ini diharapkan dapat
dibelikan atau ditukar dengan barang-barang lainnya yang
dibutuhkan RI.
Saran yang disampaikan oleh Wakil Presiden ini dapat
direalisasikan pada tanggal 21 Mei 1946 dengan dibentuknya
Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN)
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3/1946. Peraturan
tersebut disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No. 4 tahun
1946, tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN).
25. 3. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi)
pada tanggal 19 Januari 1947
Pembentukan Badan ini atas inisiatif Menteri Kemakmuran, dr. A.K.
Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat
rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3
tahun. Sesudah Badan Perancang ini bersidang, A.K. Gani
mengumumkan Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Untuk
mendanai Rencana Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal
dalam negeri maupun bagi pemodal asing. Untuk menampung dana
pembangunan tersebut pemerintah akan membentuk Bank
Pembangunan.
Pada bulan April 1947, Badan Perancang ini diperluas menjadi
Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin langsung oleh Wakil
Presiden Moh. Hatta, sedangkan A.K. Gani sebagai wakilnya. Panitia
ini bertugas mempelajari, mengumpulkan data dan memberikan
saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan
ekonomi dan dalam rangka melakukan perundingan dengan pihak
Belanda.
26. Semua hasil pemikiran ini belum berhasil
dilaksanakan dengan baik, karena situasi politik
dan militer yang tidak memungkinkan. Agresi Militer
Belanda mengakibatkan sebagian besar daerah RI
yang memiliki potensi ekonomi baik, jatuh ke tangan
Belanda. Wilayah RI tinggal beberapa keresidenan
di Jawa dan Sumatera yang sebagian besar
tergolong sebagai daerah minus dan berpenduduk
padat. Pecahnya Pemberontakan PKI Madiun dan
Agresi Militer Belanda II mengakibatkan kesulitan
ekonomi semakin memuncak.
27. 4. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang
(RERA) pada tahun 1948.
Program yang diprakarsai oleh Wakil Presiden Drs.
Moh. Hatta ini, dimaksudkan untuk mengurangi
beban negara dalam bidang ekonomi, disamping
meningkatkan efesiensi. Rasionalisasi ini meliputi
penyempurnaan administrasi negara, Angkatan
Perang dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan
Angkatan Perang dikurangi secara dratis.
Selanjutnya tenaga-tenaga bekas Angkatan Perang
ini disalurkan ke bidang-bidang produktif dan
diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
28. 5. Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan
Makanan I.J. Kasimo. Pada dasarnya program ini
berupa Rencana Produksi Tiga Tahun, 1948-1950
mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Untuk
mningkatkan produksi bahan pangan dalam program
ini, Kasimo menyarankan agar :
a. menanami tanah-tanah kosong di Sumatera timur seluas
281.277 ha.;
b. di Jawa dilakkan intensifikasi dengan menanam bibit
unggul;
c. pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang
berperan penting bagi produksi pangan;
d. disetiap desa dibentuk kebun-kebun bibit;
e. tranmigrasi.
29. 6. Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
Organisasi yang dipimpin B.R. Motik ini, bertujuan untuk
menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta. Dengan
dibentuknya PTE juga diharapkan dapat dan melenyapkan
individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat
memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Pemerintah
menganjurkan agar pemerintah daerah usaha-usaha yang dilakukan
oleh PTE. Akan tetapi nampaknya PTE tidak dapat berjalan dengan
baik. PTE hanya mampu mendirikan Bank PTE di Yogyakarta dengan
modal awal Rp. 5.000.000. Kegiatan PTE semakin mundur akibat
dari Agresi Militer Belanda.
Selain PTE perdagangan swasta lainnya yang juga membantu usaha
ekonomi pemerintah adalah Banking and Trading Corporation
(Perseroan Bank dan Perdagangan). Pada era Januari 1945 sampai
Desember 1949, awal berdirinya bangsa Indonesia memiliki kondisi
keuangan yang sangat kacau ditambah dengan inflasi nilai mata
uang yang tinggi dan blokade ekonomi oleh NICA menambah buruk
kondisi ekonomi bangsa Indonesia. Pemerintah Indonesia telah
banyak melakukan usaha usaha untuk menstabilkan kondisi ekonomi
Indonesia pada era kemerdekaan tersebut.
30. Kondisi Bidang Sosial Budaya pada Januari
1945 – Desember 1949
Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi
perubahan sosial yang ada di dalam kehidupan
masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan
sebelum kemerdekaan di proklamirkan, didalam
kehidupan bangsa Indonesia ini telah terjadi
diskriminasi rasial dengan membagi kelas-kelas
masyarakat. Yang mana masyarakat di Indonesia
sebelum kemerdekaan di dominasi oleh warga eropa
dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah
masyarakat rendahan yang kebanyakan hanya menjadi
budak dari bangsawan atau penguasa.
31. Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk
diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa
Indonesia dan semua warga negara Indonesia
dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam segala bidang.
Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah
dicanangkan sejak awal adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah
yang menjadikan misi utama yaitu menitik beratkan
pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana
telah di pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana
di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga
menjabat sebagai menteri pendidikan pada masa
pasca kemerdekaan 1945.
32. Kondisi Bidang Pertahanan dan
Keamanan pada Januari 1945 –
1949
Setelah proklamasi kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidang sebanyak tiga kali. Pada
sidang PPKI yang ketiga salah satunya membahas mengenai Badan
Keamanan Rakyat (BKR). Hal itu antara lain merupakan respon atas
perkembangan situasi sesudah proklamasi di mana banyak terjadi
pertempuran dan bentrokan antara pemuda-pemuda Indonesia
melawan aparat kekuasaan Jepang. Tujuannya adalah untuk
merebut kekuasaan guna menegakkan kedaulatan Republik serta
untuk memperoleh senjata. Usaha-usaha yang pada mulanya hanya
bersifat perorangan untuk merebut senjata tentara Jepang,
kemudian meningkat menjadi gerakan massa yang teratur untuk
melucuti kesatuan-kesatuan tentara Jepang setempat. Selanjutnya
gerakan itu lebih meningkat dengan pengambilalihan kekuasaan
sipil dan militer beserta alat-alat perlengkapannya, yang diikuti
dengan gerakan menaikkan Sang Merah Putih dan meneriakkan
pekik merdeka, sambil menurunkan bendera Hinomaru.
33. Pertempuran dengan Jepang juga terjadi di ibu kota Jawa
Barat, Bandung. Pertempuran diawali oleh usaha para
pemuda untuk merebut Pangkalan Udara Andir dan pabrik
senjata bekas Artilleri Constructie Winkel (ACW). Perebutan
pabrik senjata dan mesiu ini dipelopori oleh Angkatan Muda
Pos, Telegraf dan Telepon (AMPTT) di bawah pimpinan
Soetoko dan Nawawi Alif.
Kekuatan asing berikutnya yang harus dihadapi oleh
Republik Indonesia (RI) adalah pasukan-pasukan Sekutu
yang telah keluar sebagai pemenang dalam Perang Dunia II
mereka bertugas untuk kembali menduduki wilayah
Indonesia dan melucuti tentara Jepang, tugas tersebut
dilaksanakan oleh Komandan Asia Tenggara atau South
tentara Jepang, tugas tersebut dilaksanakan oleh Komando
Asia Tenggara atau South East Asia Command (SEAC) di
bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mountbatten. Ia
kemudian membentuk suatu komando khusus yang diberi
nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI)
34. Tentara Sekutu mendarat di Jakarta pada tanggal 29
September 1945 di bawah pimpinan Sir Philip
Christison. Pendaratan kemudian dilakukan di Padang,
Medan, dan Bandung pada tanggal 13 Oktober 1945
serta di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
Tugas tentara Sekutu di Indonesia, antara lain: (1)
Menerima penyerahan resmi dari pihak Jepang,
kemudian melucuti dan memulangkan tentara Jepang ke
negerinya; (2) Menyelamatkan, memberikan bantuan
serta mengevakuasi Allied Prisoners-of-War and
Internees (APWI); (3) Mengambil alih wilayah yang
diduduki Jepang; (4) Mengusut dan menuntut penjahat-
penjahat perang; (5) Menjaga keamanan dan
ketertiban di wilayah yang diambil alih.
35. Sebelum mendarat di Indonesia, pada tanggal 26 September, Sir
Philip Christison kepada wartawan Reuter di Singapura mengatakan:
“Tugas tentara Inggris di Indonesia hanyalah melucuti senjata tentara
Jepang dan menerima tawanan dan tahanan rakyat Sekutu. Mereka
tidak mempunyai tugas-tugas politik di Indonesia.”
Kedatangan Sekutu semula disambut dengan sikap terbuka oleh
pihak Indonesia, akan tetapi setelah diketahui bahwa pasukan
Sekutu datang dengan membawa orang-orang Netherlands Indies
Civil Administration (NICA) yang hendak menegakkan kembali
kekuasaan kolonial Hindia Belanda, sikap Indonesia berubah
menjadi curiga dan kemudian bermusuhan. Situasi dengan cepat
memburuk setelah NICA mempersenjatai kembali bekas Koninklijk
Netherlands-Indisch Leger (KNIL) yang baru dilepaskan dari tahanan
Jepang. Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya, dan
Bandung mulai memancing kerusuhan dengan cara mengadakan
provokasi.
36. Sementara itu, Christison menyadari bahwa usaha
pasukan-pasukan sekutu tidak akan berhasil tanpa
bantuan Pemerintah RI sehingga Christison bersedia
berunding dengan Pemerintah RI dan pada tanggal
1 Oktober 1945 mengeluarkan pernyataan yang
pada hakikatnya mengakui de facto negara RI.
Pernyataan tersebut berbunyi:
”The NRI...will be expected to continue civil
administration in the area outside those accupied by
British forces”. (NRI...diharapkan terus
melangsungkan pemerintahan sipilnya di daerah-
daerah yang tidak di duduki oleh pasukan-pasukan
Inggris).
37. Sejak adanya pengakuan de facto terhadap Pemerintah RI dari
Panglima AFNEI itu, masuknya pasukan Sekutu ke wilayah RI diterima
dengan lebih terbuka oleh pejabat-pejabat RI karena menghormati
tugas-tugas yang dilaksanakan oleh pasukan-pasukan Sekutu.
Christison juga menegaskan bahwa ia tidak akan mencampuri
persoalan yang menyangkut status kenegaraan Indonesia. Namun
kenyataannya adalah lain: di kota-kota yang didatangi oleh
pasukan Sekutu sering terjadi insiden, bahkan pertempuran dengan
pihak RI karena pasukan-pasukan Sekutu itu tidak menghormati
kedaulatan bangsa Indonesia.
Pada tanggal 22 Agustus 1945 telah dibentuk suatu Badan
Keamanan Rakyat yang bertugas untuk mengamankan negara,
namun dengan adanya pendaratan Sekutu yang diboncengi NICA
maka untuk menghadapinya dirubahlah BKR menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945. Pada
tanggal 7 Januari 1946 diganti menjadi Tentara Keselamatan
Rakyat (TKR), kemudian 25 Januari 1946 dirubah menjadi Tentara
Republik Indonesia (TRI), terakhir pada tanggal 3 Juni 1947 menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI).
38. Pada tanggal 15 November 1946 ditandatangani persetujuan
Linggarjati yang berisi 17 pasal. Draft persetujuan tersebut tidak
segera mendapat pengesahan yang mulus, baik di pihak Republik
maupun di pihak Belanda. Pada 20 Desember 1946, Tweede Kamer
di Belanda meratifikasi persetujuan Linggarjati setelah dilakukan
voting dengan suara 65 lawan 30. Tanggal 25 Februari 1947,
Badan Pekerja-Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang
berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)-Sementara,
bersidang di Malang guna membahas persetujuan Linggarjati.
Sebagian besar yang hadir adalah pengikut Perdana Menteri Sutan
Syahrir, dan terhadap para penentang persetujuan tersebut
dilancarkan berbagai tekanan. Bahkan dalam rapat pleno Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Wakil Presiden Hatta mengancam,
bahwa Sukarno-Hatta akan mengundurkan diri apabila persetujuan
Linggarjati tidak disahkan. Akhirnya Syahrir berhasil memuluskan
pengesahan KNIP atas persetujuan Linggarjati. Pada 25 Maret 1947
persetujuan Linggarjati ditandatangani oleh Pemerintah RI dan
Pemerintah Belanda di Istana Gambir (sekarang Istana Merdeka),
Jakarta.
39. Pada tanggal 21 Juli 1947 pihak Belanda melancarkan agresi
militer I terhadap daerah RI sebagai pengkhianatan terhadap
perjanjian Linggarjati. Untuk menguasai Jawa Barat, Belanda
mengerahkan dua divisi tentaranya, dengan dugaan bahwa mereka
akan mendapat perlawanan yang cukup gigih dari Siliwangi.
Setelah agresi militer I itu dihentikan kembali diadakan perundingan
di atas kapal laut Renville yang kemudian naskah perjanjian Renville
ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Pada saat itu
masyarakat Jawa Barat, termasuk Purwakarta, kehilangan pelindung
karena dengan adanya perjanjian tersebut maka pasukan Siliwangi
diharuskan untuk hijrah ke wilayah Jawa Tengah.
Stabilitas politik pemerintah Indonesia yang tergoncang karena
adanya peristiwa Madiun dipergunakan oleh Belanda untuk
melancarkan agresi militer II pada tanggal 19 Desember 1948.
Pagi-pagi angkatan perang Belanda menyerbu Yogyakarta sebagai
ibu kota RI yang kemudian jatuh ke tangan mereka. Hal ini terjadi
karena pihak Belanda beranggapan bahwa RI tidak mengakui
adanya gencatan senjata dan persetujuan Renville.
40. Dalam rangka menegakkan dan mempertahankan
kemerdekaan RI hampir segenap komponen bangsa dari
berbagai daerah di Indonesia ikut berpartisipasi secara
aktif. Akhirnya Belanda mengakui kedaulatan RI pada
tanggal 27 Desember 1949.
Kondisi Pertahanan dan ketahanan Indonesia pada Januari
1945 – Desember 1949 belum stabil dan dibutuhkan
semangat juang serta nasionalisme yang tinggi untuk
memperbaiki kondisi ini. Setelah pembahasan tentang
Badan Keamanan Rakyat pada sidang PPKI kemudian
datangnya pasukan NICA bersama sekutu serta agresi
militer I dan II karena penghianatan perjanjian Linggarjati
dan Renville akhirnya Bangsa Indonesia seluruhnya mau aktif
untuk mengusir pasukan Belanda sampai akhirnya pada
tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan
Bangsa Indonesia.