Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Jurnal joe butt
1. 1
PENGARUH TEMPERATUR UDARA PENGERING TERHADAP
KADAR VITAMIN C DAN B1 PADA PRODUK PENGERING
SEMPROT
Jefrie Ronald (1106139424)
Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424
Pembimbing: Dr. Ir. Engkos A. Kosasih, MT
Abstrak
Pada proses pengeringan semprot apabila temperatur pengeringan terlalu tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada bahan sensitif terhadap panas, terutama pada vitamin C dan B1. Meskipun demikian, jika
temperatur terlalu rendah dapat menyebabkan laju pengeringan produksangat lambat. Variasi dari debit bahan dan
udara masuk serta temperatur udara pengering diharapkan mampu mengeringkan bahan secara efisien di mana
kerusakan produk paling rendah dengan konsumsi daya paling efisien pada pengering semprot. Debit bahan
menentukan banyak produk yang akan dikeringkan namun jika terlalu besar maka pengeringan tidak tercapai,
sedangkan debit udara menentukan kapasitas pengeringan dimana banyaknya udara panas yang digunakan untuk
mengeringkan produk. Untuk temperatur pengeringan sangat penting pada laju pengeringan namun dapat
menyebabkan kerusakan bahan. Analisa perhitungan yang didapat pengeringan yang efisien dengan tingkat
kerusakan produkvitamin C dan B1 paling rendah adalah….
.
Kata kunci: pengering semprot; kerusakan produk; laju pengeringan
Abstrak
In the spray drying process when the drying temperature is too high can cause damage to heat-sensitive
materials, especially in vitamins C and B1. However, if the temperature is too low can lead to a very slow rate of
drying products. Variations of material and air flow rate and air temperature dryers are expected to drying
materials efficiently in which damage to the product with the lowest energy consumption of the most efficient in
the spray dryer. Materials flow rate determines the product to be dried a lot but if it is too high then it is not
achieved by drying process, while the air flow rate drying determines drying capacity which the amount of hot air
used to dry the product. For drying temperature on the drying rate is very important but can cause material
damage. Analysis of the calculations obtained efficient drying with the lowest product damage level of vitamin C
and B1 is
Keyword : spray dryer; product destruction;drying rate
1. PENDAHULUAN
Pengering semprot merupakan operasi unit
untuk mengubah material menjadi serbuk untuk
tujuan pengawetan, memudahkan penyimpanan,
transportasi, penanganan, dan pertimbangan
ekonomi lainnya (Bhandari & Adhikari). Pengering
semprot juga dapat didefinisikan sebagai
transformasi bahan berbentuk cair menjadi
partikulat kering yang mana bahan diatomisasikan
terhadap media pengering yang panas yang
menyebabkan terjadi penguapan (Gustavo,
Barbosa). Pengering semprot ini umumnya
digunakan pengeringan makanan, produk farmasi,
dan bahan lainnya yang sensitif terhadap panas
(Alysson Leandro Ribeiro Rattes, Zhongxiang Fang
dan Bhesh Bhandari ). Hal ini sangat penting
dikarenakan vitamin C dapat rusak selama
pengeringan dikarenakan panas (Bhesh R. Bhandari
and Benu P. Adhikari).
Proses pengeringan dimulai dengan
memompakan cairan bahan ke atomizer, yang mana
2. 2
memecah bahan menjadi semprotan droplet-droplet
halus dan mengeluarkannya ke ruang pengering.
Semprotan akan kontak dengan media pengering
yang dipanaskan (biasanya udara), yang membuat
kandungan air pada bahan akan menguap dan
droplet akan diubah menjadi partikel kering yang
mana memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Pada
proses akhir, partikel kering dipisahkan dari udara
pengering dan dikumpulkan untuk mendapatkan
produk akhir.
Keuntungan dari pengering semprot adalah
(Gustavo, Barbosa- Food Powders):
1. Mampu untuk menjaga bentuk dan
ukuran serbuk relatif konstan melalui
pengering ketika kondisi pengeringan
dijaga konstan.
2. Merupakan operasi pengeringan yang
bersifat kontinyu dan mudah
diaplikasikan.
3. Dapat digunakan untuk larutan yang
sensitif terhadap panas, tahan panas,
dan korosif..
Sedangkan kerugian dari pengering semprot adalah
sebagaiberikut (Filkova, Huang dan Mujumdar,
1995) :
1. Tidak fleksibel, dimana sebuah unit
didesain untuk atomisasi yang halus
tidak dapat menghasilkan produk yang
kasar.
2. Unit pengumpulan produk lebih
banyak memakan biaya.
3. Fluida bahan harus dapat dipompa.
Untuk mengatasi kerusakan pada material yang
sensitif tehadap panas, yang perlu diperhatikan pada
proses pengeringan adalah temperatur udara masuk
yang dapat digunakan tanpa merusak produk.
Temperatur udara masuk sangat mempengaruhi laju
pengeringan. Jika temperature udara masuk rendah,
maka dapat menyebabkan laju penguapan rendah
dan penggumpalan produk serbuk dikarenakan
kondisi lembab (L. Medina-Torres).
Temperatur juga mempengaruhi“kelengketan
produk dengan produk atau produk dengan dinding
ruang pengering. Kelengketan ini dikarenakan
temperature bahan melebihi dari temperatur transisi
kaca (glass transition temperature). Temperatur
transisi kaca adalah properti dari komponen amorf
pada polimer seperti pada gula, asam organic, karet
dan lainnya. Jika temperatur produk dibawah
temperatur transisi kaca maka produk masih dalam
kondisi padat sedangkan jika produk di atas
temperatur transisi kaca maka produk mulai dalam
kondisi cair. Untuk itu digunakan maltodekstrin
dalam larutan untuk meningkatkan temperatur
transisi kaca pada bahan (Bhesh R. Bhandari and
Benu P. Adhikari (Mujumdar, Xiao Dong Chen).
Hal yang mempengaruhi waktu
pengeringan selain temperatur adalah diameter
droplet bahan (João Vicente). Diameter droplet
bahan berfungsi untuk menciptakan permukaan
yang luas antara udara kering dan droplet bahan
sehingga proses perpindahan panas dan laju
penguapan air dapat bekerja secara maksimum
(Vaibhav Patil). Selain itu juga, laju aliran udara
panas juga mempengaruhi pengeringan dan produk
yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan banyak nya
panas yang diberikan ke bahan sehingga bahan
lebih cepat kering (Tim A. G. Langrish).
2. METODE PENELITIAN
2.1 Alur Penelitian
Alur penelitian yang dijalankan adalah sebagai
berikut:
Gambar 2. Skema Alur Penelitian
2.2 Objek, Waktu dan Tempat Penelitian
Objek dari eksperimen ini adalah larutan
vitamin C dengan berat larutan bahan 1500 gr yang
terdiri dari 30 gr vitamin C atau 2% dari larutan
bahan ditambahkan maltodekstrin sebanyak 270
atau 18% dari berat larutan bahan, dan akuades
sebanyak 1200 gr atau 80% dari berat larutan.
Objek lain dari eksperimen berikutnya adalah
larutan vitamin B1 dengan berat larutan bahan 1500
Gambar 1. Skema Pengering Semprot
3. 3
gr yang terdiri dari 15 gr vitamin C atau 1% dari
larutan bahan ditambahkan maltodekstrin sebanyak
285 atau 19% dari berat larutan bahan, dan akuades
sebanyak1200 gr atau 80% dari berat larutan.
Yang diamati dari objek tersebut adalah
temperatur minimum pengeringan yang dibutuhkan
untuk mengeringkan bahan dengan variasi
temperatur dehumidifier, temperatur heater, tekanan
nosel penyemprot, debit bahan dan udara yang
masuk ke ruang pengering. Data tersebut kemudian
diolah untuk mengetahui kinerja unit pengering
semprot terhadap produk vitamin C dan B1 yang
dihasilkan. Produk yang dihasilkan dari beberapa
variasi temperatur akan dilakukan analisa pengujian
kadar vitamin C dan B1 di laboratorium pengujian
analisis SIG (Saraswanti Indo Genetech) yang
berada di Bogor. Data yang didapat dari hasil
pengujian digunakan mengetahui kadar kerusakan
masing-masing vitamin terhadap temperatur
pengeringan. Eksperimen dilakukan selama periode
waktu Mei 2014 s.d Juni 2014 di Laboratorium
Perpindahan Panas, Departemen Teknik Mesin
Universitas Indonesia.
2.3 Pengambilan Data
Data ini diambil dengan variabel tetap
yang telah ditentukan, yaitu: tegangan listrik pompa
penekan sebesar 1.5 Volt. Selain itu, variabel
berubah juga diatur dimulai dari mengatur variasi
temperatur aliaran udara keluar dari dehumidifier
dari 10°C, 15°C, dan 20°C yang masing-masing
dijaga untuk setiap perubahan tekanan udara nosel
penyemprot produk pada 1 bar; laju aliran udara
masuk ke ruang pengering pada, 450 lpm, 300 lpm,
dan 150 lpm serta putaran pompa peristaltik bahan
yang diatur untuk mencapai temperatur minimum
pengeringannya.
Pompa produk dinyalakan yang telah
diatur putarannya. Kemudian, proses pengeringan
pada ruang pengering diamati selama 5 - 7 menit.
Apabila belum menunjukkan keringnya uap air,
masih menunjukkan tanda - tanda uap/basah atau
terjadi titik air pada ruang pengering yang
transparan, temperatur heater kembali diatur.
Tunggu dan amati kembali ruang pengering selama
5 - 7 menit untuk melihat adanya proses
pengeringan. Data temperatur heater saat ruang
pengering menunjukkan tanda – tanda kering pada
temperatur serendah mungkin dicatat.
2.4 Skema Pengering Semprot
Gambar 3. Skema Pengering Semprot DTM FTUI
4. 4
Udara dari lingkungan dihisap oleh blower
menuju evaporator. Di evaporator udara
didehumidifikasi (dikurangi kelembaban
spesifiknya), selanjutnya dialirkan melalui orifice.
Beda tekanan terukur di orifice, kemudian
dikonversi dalam bentuk beda ketinggian oleh
manometer. Udara yang sudah diembunkan
dinaikkan temperaturnya oleh heater. Kemudian
masuk ke ruang pengering, diruang pengering
bahan yang telah diatomisasi oleh pressure nozzle
dengan bantuan kompressor disemprotkan dan
bercampur dengan udara dari heater. Proses
perpindahan kalor dan massa terjadi. Air pada
bahan akan menguap, bahan yang telah kering jatuh
ke bak penampung yang ada dibawah ruang
pengering. Sebagian terbawa oleh udara. Karena
adanya gaya sentrifugal akibat pengaruh cyclone
sebagian bahan tersebut menumbuk dinding dan
jatuh ke bak penampung yang ada di cyclone.
Sebagian sisanya lagi terbuang ke lingkungan
bersama udara.
2.5 Perhitungan yang Dipergunakan dalam
Sistem Pengeringan Eksperimen
Dari temperatur dry bulb dan RH
lingkungan didapatkan kelembaban spesifik udara
lingkungan. Ketika udara tersebut dialirkan paksa
melalui blower yang melewati evaporator dimana
proses dehumidifikasi terjadi, udara kembali diukur
temperatur dry bulb dan RH udara saat keluar dari
evaporator. Hal ini dapat dirumuskan dengan
persamaan
𝒎̇ 𝒂 = 𝒎̇ 𝒅𝒂 + 𝒎̇ 𝒗 (3.1)
Persamaan ini dapat digantikan dengan cara dibagi
terhadap laju aliran massa udara kering sehingga
didapat :
𝒎̇ 𝒂
𝒎̇ 𝒅𝒂
= 𝟏 +
𝒎̇ 𝒗
𝒎̇ 𝒅𝒂
Karena kelembaban spesifik merupakan rasio antara
massa uap air dengan massa udara kering, maka
kelembaban spesifik dapat diganti dengan :
𝝎 =
𝒎̇ 𝒗
𝒎̇ 𝒅𝒂
Oleh karena itu didapatkan persamaan sebagai
berikut:
𝒎̇ 𝒂
𝒎̇ 𝒅𝒂
= 𝟏 + 𝝎
Atau
𝒎̇ 𝒅𝒂 =
𝒎̇ 𝒂
𝟏 + 𝝎
Pada sistem pengeringan semprot, ada yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Laju aliran udara pada blower.
2. Laju aliran udara pada nozzle pneumatik.
3. Laju aliran bahan
4. Laju aliran udara keluar ruang pengering.
Pada sistem ini, dapat dibuat persamaan
kesetimbangan massa, yaitu :
𝒎̇ 𝒂_𝒃𝒍𝒐𝒘𝒆 𝒓 + 𝒎̇ 𝒂_𝒑𝒏𝒖𝒎𝒕𝒊𝒄 + 𝒎̇ 𝒗_𝒃𝒉𝒏 = 𝒎̇ 𝒂 𝒄𝒉𝒂𝒎𝒃𝒆𝒓 𝒐𝒖𝒕
Dengan laju aliran massa udara pada blower dapat
dideskripsikan sebagaiberikut :
𝒎̇ 𝒂_𝒃𝒍𝒐𝒘 𝒆𝒓 = 𝒎̇ 𝒅𝒂_𝒃𝒍𝒐𝒘𝒆𝒓 + 𝒎̇ 𝒗_𝒃𝒍𝒐𝒘𝒆𝒓
𝑚 𝒂_𝒑𝒏𝒆𝒖𝒎𝒂𝒕𝒊𝒄 = 𝒎̇ 𝒅𝒂_𝒑𝒏𝒆𝒖𝒎𝒂𝒕𝒊𝒄 + 𝒎̇ 𝒗_𝒑𝒏𝒆𝒖𝒎𝒂𝒕𝒊𝒄
Untuk pengeukuran konsumsi energi terhadap 1
kilogram bahan adalah
𝑯 𝒆𝒏𝒆𝒓𝒈𝒚 _𝒄𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒑𝒕𝒊𝒐𝒏 (𝑱 𝒌𝒈⁄ ) =
𝑷 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 (𝑾)
𝒎̇ 𝒗_𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏(𝒌𝒈 𝒔⁄ )
Dengan daya total dari masing-masing komponen
pengering semprot, yakni
𝑷 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 = 𝑷 𝒄𝒐𝒎𝒑 + 𝑷 𝒄𝒐𝒏𝒅_𝒇𝒂𝒏 + 𝑷 𝒃𝒐_𝒑𝒖𝒎𝒑
+ 𝑷 𝒑𝒆𝒂𝒍𝒕𝒊𝒄_𝒑𝒖𝒎𝒑 + 𝑷 𝒏𝒐𝒛𝒛
3. HASIL & PEMBAHASAN
3.1 Data Eksperimen
Dari hasil percobaan dengan kombinasi
variasi - variasi parameter pengeringan yang telah
dijelaskan di bab 3 didapatkan data - data
eksperimen yang berupa temperatur udara masuk
blower, temperatur udara keluar evaporator,
temperatur udara setelah dipanaskan heater, debit
udara, debit bahan , dan temperatur minimum
pengeringan. Hubungan debit bahan pengeringan
terhadap debit udara, kelembaban relative dan
temperatur udara pengering dapat dilihat pada
grafik-grafik pengeringan pada bab ini.
Terlihat pada grafik - grafik tersebut debit
bahan berbanding lurus dengan temperatur
minimum pengeringan. Semakin tinggi temperatur
pengeringan, semakin tinggi debit bahan.
Temperatur minimum pengeringan ini juga
dipengaruhi oleh debit udara yang masuk ke ruang
pengeringan. Semakin tinggi debit udara, semakin
tinggi juga debit bahan yang akan dikeringkan.
(3.2)
(3.3)
(3.4)
(3.5)
(3.6)
(3.7)
(3.8)
(3.9)
(3.10)
5. 5
3.2 Debit Bahan Pengeringan terhadap
Kelembaban Spesifik, Debit Udara, dan
Temperatur Udara Pengering.
Dari data yang didapat dapat
dideskripsikan bahwa debit suatu bahan akan
berbanding terbalik dengan kelembaban spesifik
udara yang melewati evaporator. Hal ini terjadi
karena kelembaban spesifik udara yang rendah akan
membuat kapasitas pengeringan lebih baik dimana
udara dengan kelembaban spesifik rendah mampu
mengambil uap air lebih banyak. Debit udara juga
berpengaruh pada proses pengeringan dikarenakan
dengan debit udara pengering yang tinggi dapat
membawa uap air lebih banyak sehingga proses
pengeringan lebih cepat. Temperatur udara
pengering akan berbanding lurus dengan debit
bahan. Hal ini dikarenakan dengan temperatur
tinggi akan menyediakan energi yang besar untuk
menguapkan uap air pada bahan. Sehingga dengan
demikian, jumlah air yang akan kering lebih banyak
seiring dengan tingginya temperatur.
Gambar 5 Grafik hubungan, kelembaban spesifik, Qudara
terhadap Qbahan padatemperatur udarapengeringan 60°C
Gambar 6 Grafik hubungan, kelembaban spesifik, Qudara
terhadap Qbahan padatemperatur udarapengeringan 90°C
Gambar 7 Grafik hubungan, kelembaban spesifik, Qudara
terhadap Qbahan padatemperaturudarapengeringan 120°C
Debit bahan pada temperature udara
pengering 60°C terhadap kelembaban spesifik
cenderung berbanding terbalik. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 4.1. dengan debit udara yang sama
pada 150 lpm. Pada debit udara 150 lpm debit
bahan tertinggi berada pada kelembaban spesifik
yang rendah dan begitu juga sebaliknya dimana
debit bahan terendah berada pada kondisi
kelembaban spesifik yang tinggi. Hal ini berlaku
juga pada debit udara yang lain seperti 300 lpm dan
450 lpm. Pola debit udara terhadap debit bahan
terjadi dikarenakan dengan kelembaban spesifik
rendah maka udara pengering akan lebih banyak
mengambil uap air sehingga jumlah bahan yang
akan dikeringkan jauh lebih besar.
Pada variasi debit udara pengering (150
lpm, 300 lpm, 450 lpm) dapat disimpulkan debit
bahan tertinggi adalah pada debit udara 450 lpm.
Hal serupa dapat dilihat dari variasi temperature
udara pengeringan. Dapat diambil contoh dari
variasi temperature pengeringan yang ada dari
60°C, 90°C, dan 120°C, debit bahan tertinggi
berada pada debit udara tertinggi juga. Pada debit
udara yang tinggi, bahan akan lebih cepat kering
dan jumlah bahan akan kering akan lebih bnyak
menguap hal ini dikarenakan besarnya jumlah udara
yang dialirkan untuk menguapkan uap air pada
bahan.
Pada variasi temperatur udara pengering,
debit bahan tertinggi berada pada temperatur
pengeringan 120°C. Hal ini ditunjukan pada debit
udara yang sama, dimisalkan pada debit udara 450
lpm maka debit bahan tertinggi aada pada
temperatur 120°C. Hal serupa juga ditunjukan pada
debit udara yang lain. Pengaruh temperatur
pengeringan dapat mempengaruhi laju pengeringan,
dimana temperatur udara yang tinggi menyediakan
energi kalor yang disediakan udara untuk
menguapkan jumlah bahan lebih .
6. 6
3.3 Konsumsi Energi Pengeringan terhadap
Kelembaban Spesifik, Debit Udara, dan
Temperatur Udara Pengering.
Konsumsi energi tertinggi ada pada debit
terendah dan kelembaban spesifik terendah, serta
pada tempertur pengeringan terendah. Hal ini
dikarenakan daya kompresor akan rendah pada
temperatur evaporator yang rendah. Dengan
temperatur udara pengering yang pada setiap
variasi debit udara (150 lpm, 300 lpm, 450 lpm)
sebab debit udara yang rendah akan menyediakan
kalor yang rendah pada refrijeran sehingga kalor
refrijeran yang akan masuk akan meningkatkan
daya dengan tujuan menaikan tekanan kompresor
pada temperature yang rendah. Namun dengan debit
udara yang tinggi juga akan meningkatkan daya
blower akan tetapi relatif kecil karena debit bahan
akan semakin besar sehingga laju pengeringan akan
lebih besar Pada temperature pengeringan yang
tinggi juga akan membuat debit bahan akan besar
terhadap laju pengeringan.
Gambar 7 Grafik hubungan, kelembaban spesifik, Qudara
terhadap konsumsi energi pada temperatur udara
pengeringan 60°C
Gambar 8 Grafik hubungan, kelembaban spesifik, Qudara
terhadap konsumsi energi pada temperatur udara
pengeringan 90°C
Gambar 9 Grafik hubungan, kelembaban spesifik,
Qudara terhadap konsumsi energi pada temperatur
udara pengeringan 120°C
3.4 Kerusakan Vitamin C dan B 1 terhadap
Temperatur Udara Pengering.
Dari hasil analisa uji sampel di laboratorium yang
didapat, didapat kadar kerusakan vitamin C dan B1
pada variasi temperature pengeringan terhadap
sampel bahan tanpa proses pengeringan. Berikut
adalah hasil data yang didapat dari laboratorium :
Gambar 10 Tabel data kadar bahan dan kerusakan
produk terhadap temperatur pengering
Dari grafik dibawah data dapat
disimpulkan persentase tertinggi adalah temperature
120 dengan kerusakan vitamin C 14.6 %.
Temperatur kritis dari vitamin C adalah 90°C
karena dibawah 90°C kerusakan tidaklah terlalu
signifikan.
Gambar 11 Grafik kerusakan vitamin C
Dari grafik dibawah data dapat
disimpulkan persentase tertinggi adalah temperature
140°C dengan kerusakan vitamin B1 sebesar 14.6
%. Temperatur kritis dari vitamin B1 tidak dapat
diketahui secara pasti sebab pada temperatur
pengujian terendah, yaitu 80°C pada kondisi
kerusakan yang signifikan terhadap temperatur.
7. 7
Gambar 12Grafik kerusakan vitamin C
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil pengujian pengering semprot dan
kombinasinya dengan dehumidifier dengan
mengguna sisi dinging evaporator pada sistem
refrijerasi dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagaiberikut:
1. Karakteristik daya masing-masing komponen
pengering semprot perlu diketahui aga
pengering semprot dapat dioptimasi. Konsumsi
energi terendah adalah pada debit udara 450
lpm, temperatur udara pengering 120°C, dan
kelembaban spesifik yang rendah.
2. Kerusakan vitamin C tertinggi adalah pada
temperatur 120 dengan kerusakan 14.6%
dengan tempertur kritis 90°C dmana produk
akan rusak secara signifikan. Untuk vitamin B1
, kerusakan terjadi pada temperature 140°C
dengan persentase 27.5% .
3. Identifikasi karakteristik dan kinerja pengering
semprot dengan pemanfaatan dehumidifier ini
diperlukan untuk mendapatkan pengeringaan
yang efektif sehingga dengan temperatur yang
rendah sekalipun bahan dapat kering tanpa
kerusakan akibat dari pemanasan.
4. Semakin tinggi temperatur pengeringan dan
semakin rendah kelembaban relatif udara
pengering semakin tinggi juga debit bahan.
Temperatur minimum pengeringan ini juga
dipengaruhi oleh debit udara yang masuk ke
ruang pengeringan. Semakin tinggi debit
udara, semakin tinggi juga debit bahan yang
akan dikeringkan.
4.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat
dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah
sebagaiberikut:
1. Pada ruang pengering sebaiknya dibuat
pengumpul produk yang efisien karena
seringnya produk ikut terbawa udara yang
keluar dari pengering. Hal ini dapat dilakukan
dengan dua atau lebih siklon untuk
dikumpulkan.
2. Proses pengambilan data RH dan temperature
harus diukur hingga dalam keadaan steady
dikarenakan alat ukur yang dipergunakan
memiliki respon yang kurang cepat dalam
pengukuran.temperatur minimum pengeringan
dan aliran udara di nozel penyemprot bahan
sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
data akuisisi yang terkalibrasi. Kemudian,
nozel penyemprot dipasangi juga dengan
sensor kelembaban yang dapat mendeteksi
tingkat kebasahan dinding ruang pengering,
sehingga data yang diambil dapat lebih
terkontrol dan lebih akurat.
3. Tekanan nozzle yang tinggi dapat
menyebabkan adanya tekanan balik pada
nozzle sehingga akan ada kemungkinan udara
dari nozzle akan masuk ke saluran dimana
bahan akan mengalir. Hal ini akan
menyebabkan ada udara yang akan terjebak
yang mana akan terjadi penyemprotan aliran
bahan tidak akan kontinyu.