2. Apa kebebasan berekspresi?
John Locke
• kebebasan bereskpresi adalah cara untuk pencarian kebenaran. Kebebasan
berekspresi ditempatkan sebagai kebebasan untuk mencari,
menyebaluaskan dan menerima informasi serta kemudian
memperbincangkannya – apakah mendukung atau mengkritiknya—sebagai
sebuah proses untuk menghapus miskonsepsi kita atas fakta dan nilai.
John Stuart Mill
• kebebasan berekspresi dibutuhkan untuk melindungi warga dari penguasa
yang korup dan tiran. Kenapa demikian? sebab suatu pemerintahan yang
demokratis mensyaratkan warganya dapat menilai kinerja pemerintahannya.
Penilaian membutuhkan asupan, penelaahan dan penyebaran informasi.
3. Contoh Kasus : Florence Sihombing
1. Hina Yogya
Awalnya wanita bernama Florence Sihombing mengunggah status yang menghina
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
2. Dilaporkan ke polisi
Postingan Florence Sihombing di media sosial
Path tersebut ternyata berbuntut panjang.
3. Masuk tahanan
Setelah kasus pelaporan tersebut menjalar ke ranah hukum.
4. Minta laporan dicabut
Saat melakukan pertemuan dengan sejumlah komunitas yang melaporkan Florence ke
Polda DIY atas umpatannya di media sosial, Sabtu (30/08), Florence kembali
mengucapkan permintaan maaf atas tindakannya tersebut.
5. Permintaan maaf ditolak
Setelah dilaporkan ke Polda DIY oleh sejumlah komunitas di Yogyakarta, Florence
bersama pengacaranya, Wibowo Malik mendapatkan undangan untuk melakukan
klarifikasi dan dipertemukan dengan pihak pelapor untuk melakukan upaya perdamaian.
Sayangnya upaya tersebut gagal.
6. Tetap dijalankan hukuman
Fajar Rianto, pelapor kasus penghinaan warga Yogyakarta yang dilakukan Florence
Sihombing,mahasiswi Pascasarjana UGM Yogyakarta, mengaku tidak akan mencabut
laporannya.
6. Melanggar Pasal :
Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE No 11 Tahun 2008
Pasal 27
(3)Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.
Alasan:
Perbuatan Florence Sihombing termasuk kasus yang melanggar pasal tersebut dengan
mengakases informasi yang dibuat dan dimuat di jejaring sosial Path miliknya. Informasi
yang dikeluarkan oleh Florence juga berisi penghinaan dan pencemaran nama baik
(Kota Yogyakarta).
7. Melanggar Pasal :
Pasal 28
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
Alasan : sangat jelas sekali bahwa yang dilakukan florence itu adalah tindakan
yang di sengaja karena ungkapan rasa kekesalan terhadap SPBU di Yogya
memengaruhi tindakan florence untuk menjelekan kota Yogya di akun jejaring
sosialnya, dengan kata-kata yang menuai banyak protes orang-orang
khususnya warga Yogyakarta.
8. Melanggar Pasal
Bab XVI - Penghinaan (KUHP)
Pasal 310
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Pasal 311
(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan
untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan
dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
9. Kebebasan Berekspresi
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai
kebebasan berekpresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) UU tersebut menyebutkan
bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat
sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak
elektronikdengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan
umum, dan keutuhan bangsa”.
Pada pasal 28F, UUD 1945, dinyatakan bahwa:“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Sedangkan pada pasal 19, Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB yang dideklarasikan pada
10 Desember 1948 tersebut ditegaskan bahwa:“Setiap orang berhak atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi, dalam hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh
pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan”.
“Membatasi” pada pasal 29 ayat 2 pada deklarasi yang sama, berbunyi, “dalam menjalankan
hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan
yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi persyaratan aspek moralitas, ketertiban dan kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakat yang demokratis”.
10. Kesimpulan :
Kasus Florence di sini melanggar 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2,
termasuk kasus penghinaan sehingga masuk kedalam KUHP pasal
310 dan pasal 311. Jika sudah melanggar pasal tersebut Florence
wajib mengikuti hukuman yang sudah ditetapkan kepadanya. Tetapi
jika menurut kebebasan berekspresi Florence sendiri bahwa Flo
melakukan hal tersebut sebagai ajang menuaikan kekesalan dan
emosi terhadap SPBU di Yogyakarta. Florence juga yang menulis
kekesalan nya di jejaring sosial (Path) miliknya menyebutkan nama
Kota Yogya saja bukan nama orang atau tokoh setempat. Tetapi dari
pihak si pelapor kasus tersebut melakukan tindakan kebebasan
berekspresi juga dengan melaporkan Florence ke ranah hukum.
Kasus Florence juga sudah ditindak lanjuti oleh pihak kampus UGM
untuk dimasuki kedalam sidang kode etik yang dilakukan pihak
UGM dan Florence sudah diberikan hukuman skorsing selama 1
tahun, tetapi dari pihak si pelapor masih menindak lajuti kasus ini
dan tetap Florence harus melakukan hukuman secara pidana juga.