Laporan ini menganalisis penerapan HACCP pada Pedagang Kaki Lima di Jember. Hasilnya menunjukkan bahwa kebersihan dan sanitasi di tempat PKL sangat kurang, sehingga mengancam keamanan pangan. Laporan ini menyarankan peningkatan kebersihan lingkungan dan peralatan untuk menghasilkan makanan yang lebih aman.
1. LAPORAN TUGAS PENELITIAN
HACCP
PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)
KULYAH
HACCP
Nasi Goreng
Oleh:
Aprilia Dwi Lestari (B3211442)
Dandik Awang Syaifullah (B3211504)
Umi Retnoningrum (B3211468)
Khoirul Anam (B3211866)
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2013
2. Pendahuluan
Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor
yang penting untuk memenuhi standart mutu atau persyaratan yang ditetapkan
untuk pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan
baik yang berskala kecil, sedang maupun yang berskala besar. Metode CPPB ini,
dapat menghasilkan makanan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi
kesehatan. Dengan menghasilkan makanan yang bermutu dan aman untuk
dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri
pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya
industry pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk
dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan
mutu pangan yang berbahaya dan mengancam kesehatan.
Ruang Lingkup
1. Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industry Rumah Tangga (CPPB-
IRT) ini menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang
penanganan bahan pangan diseluruh mata rantai produksi pangan mulai
bahan baku samp’ai produk akhir.
2. Pedoman CPPB-IRT sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003
3. Pedoman CPPB-IRT ini berlaku bagi semua IRT yang berada di wilayah
Republik Indonesia.
3. Pengertian
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan atau minuman.
2. Aman untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut tidak mengandung bahan-
bahanyang dapat membahyakan kesehatan atau keselamatan manusia
misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.
3. Layak untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut keadaannyanormal tidak
menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan atau penyimpangan lainnya.
4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan pencemaran biologis, kimia dan fisik
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
5. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan
mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali atau
mengubah bentuk pangan.
6. Cara Produksi yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan agaimana
memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi.
7. Higien Pangan adalah kondisi dan perlakuan yang diperlukan untuk
menjamin keamana pangan disemua tahap rantai pangan.
8. Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertambah
dan berkembang biaknya jasad retnik pembusuk dan pathogen dalam pangan,
4. peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan
manusia.
9. Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan
yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena
jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki
pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda
atau dua roda dan satu kaki).
Tujuan penerapan CPPB-IRT
1. Tujuan umum adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman
dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen
domistik maupun internasional.
2. Tujuan khusus adalah:
a. Memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang
baik;
b. Mengarahkan PKL agar memenuhi persyaratan produksi yang baik
seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi,
pengendalian hama, hygiene karyawan, pengendalian proses dan
pengawasan.
5. Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian dari kelompok kami dalam penelitian Pedagang
Kaki Lima (PKL) di Bunderan Jl. Mastrip Sumbersari, Jember berdasarkan
beberapa aspek persyaratan CPPB-IRT, sebagai berikut:
A. LINGKUNGAN PRODUKSI
Berdasarkan lingkungan produksi, PKL (Pedagang Kaki Lima)
sangat kurang layak untuk ditempati, Tempat produksi ini sangat bebas
dari pencemaran asap kendaraan bermotor karena kondisi lingkungan PKL
berada tepat dipinggir jalan bahkan dibawah gerobak terdapat genangan
air. Halaman tempat produksi sangat tidak terjaga. Kebersihan halaman
sangat tidak diperhatikan oleh pemilik, polusi dimana-mana., sampah
hanya ditempatkan dengan kantong plastik serta tidak adanya tempat
sampah yang semestinya.
B. GEROBAK DAN FASILITAS PKL
a. gerobak
6. Berdasarkan gerobak yang dipakai, PKL ini sangat jorok dan
sangat jauh dari layak untuk disinggahi sebagai tempat makan yang dilihat
dari Sistem HACCP dan Keamanan Makanan. Gerobak sangat kumuh dan
bahkan terlihat jelas tidak pernah dibersihkan. Di tempat pencucian piring
PKL ini berserakan piring-piring yang belum dibersihkan, bahkan
pencucian piring nhanya dilakukan dengan sekali memasukkan kedalam
bak air yang berisi air dan kemudian di Lap dengan lap kotor untuk
mengeringkan.
Penggunaan tempat sampah untuk pembuangan hanya
menggunakan plastik. Plastik tersebut (lebih tepatnya plastik yang
berfungsi sebagai tempat sampah) digantungkan di badan gerobak, hal ini
dinilai agar memudahkan pembuangan sampah-sampah yang akan
dibuang.
b. Peralatan Proses
Peralatan membuat nasi goreng terbuat dari bahan alumuniun,
satinless, besi dan plastik. Peralatan alumunium ini (wajan dan sptula yang
digunakan) tidak dibersihkan, apabila ada pelanggan yang membeli maka
proses langsung dilakukan dengan menggunakan peralatan tersebut
dengan tanpa dicuci ataupun dibersihkan. Begitupula dengan alat-alat
lainnya terlihat tidak pernah dibersihkan, kotor, kumuh bahkan sudah
berjamur pada beberapa piring yang digunakan terlihat berserakan dan
terdapat banyak butiran nasi dan minyak, namun peralatan tersebut masih
digunakan kembali untuk melayani konsumen tanpa adanya pembilasan
terkadang. Peralatan yang terbuat dari besi sudah mengalami korosif dan
berwarna kuning keemasan, hitam. Beberapa dari peralatan terbuat dari
bahan plastik yang apabila terkena panas yang tinggi akan mengelupas
dan bahannya akan ikut terhadap produk yang dihasilkan. Pembersihan
alat-alat tidak dilakukan setiap hari oleh pemilik tempat produksi
7. Peletakan peralatan produksi berantakan sehingga mempersulit
pekerja untuk memproduksi produk secara cepat dan tepat untuk
melaksanakan proses pengolahan. Namun hal itu tidak menjadi masalah
terhadap pedangang karena sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
C. SUPLAI AIR
Suplai air pada tempat Pedagang Kaki Lima ini sebagian besar
dari air SUMUR yang sengaja dibawa dari rumah. Air sumur yang
dimaksud digunakan sebagai air minum dan air untuk cuci piring dan
peralatan lainnya. Bak penampung air terlihat sudah banyak terdapat lumut
hijau yang menempel pada tempat air dan juga galon air yang digunakan.
D. FASILITAS DAN KEGIATAN SANITASI
Adapun fasilitas dan hygiene sanitasi dibagi pada:
1. Alat cuci atau pembersih
Alat cuci dan alat hygiene atau pembersih terlihat tidak terlihat di
PKL ini, bahkan tidak ada. Bak cuci produksi tidak terjaga dengan
baik. Pembersih di tempat ini tidak terjamin kebersihannya. Dan
sangat miris ketika terlihat kondisi tempat minum yang sudah terdapat
lumut, dan sebagian air yang digunakan memiliki warna yang berbeda.
2. Kegiatan Pembersihan
Tidak adanya kegiatan pembersihan dalam proses pembuatan nasi
goreng pada PKL ini. Pemilikpun serasa enggan untuk bertanggung
jawab berkaitan dengan pembersihan hamaan, kebersihan, dan
pencucian. Kebersihan sangat tidak diutamakan di PKL ini.
Kebersihan tempat ini tidak selalu terjaga, bahkan sengaja tidak
8. dibersihkan tiap hari. Pada kebersihan alat memasak, alat mencuci, alat
alat kebersihan dan lingkungan sekitar.
E. KESEHATAN
1. Kebersihan pemilik
Dari segi kebersihan pemilik, secara keseluruhan kebersihan tidak
terjaga. pemilik tidak mengenakan baju khusus untuk meramu
masakan, bahkan pemilik sering keluyuran dan bermain-main
menyeberangi jalan. serta, tidak dilengkapi dengan pemakaian
celemek, penutup kepala, sarung tangan.
2. Kebiasaan pemilik
Kebiasaan pemilik PKL ini yaitu memegang HandPhone stelah dan
sebelum memasak, merokok dan berbicara saat proses pembuatan nasi
goreng. Bahkan tidak sesekali mencuci tangan dalam setiap
pekerjaannya. Pemilikpun membiasakan diri dengan mengambil
bahan-bahan untuk membuat nasi goreng dengan tangan secara
langsung pada bagian-bagian tertentu.
F. PENYIMPANAN
Penyimpanan pada bahan-bahan pangan sebelum pengolahan
terlihat terpisah pada beberapa tempat seperti nasi dan bumbu-bumbu,
serta dengan mie dan kubis atau sawi sebgai pelengkap nasi goreng
tersebut.
Namun, beberapa bahan tidak ditutup kembali setelah dipakai,
bahkan tidak pernah ditutup. Untuk meida terbesar (komponen utama
pembuatan nasi goreng) ini, pedagang kaki lima (PKL) menutup nasi
(dengan wadah keranjang nasi bolong-bolong) menggunakan kain lap
9. yang digunakan untuk lap tangan setelah membuat nasi goreng pesanan
pelanggan.
Penyimpanan bahan-bahan tidak konsisten tiap harinya, yang
selalu berubah-ubah. Minyak yang digunakan untuk menggoreng adalah
minyak yang sudah dipakai sebelumnya meskipun terkadang dicampur
dengan minyak yang masih baru.
10. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian dan pembahasan diatas adalah:
- Terdapat hubungan antara HACCP dengan hygiene sanitasi makanan
terhadap kualitas bakteriologis makanan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di
Bunderan Jl. Mastrip Sumbersari jember ini. Maka disarankan pada pedagang
kaki lima agar menjaga dan meningkatkan proses pengolahan dan kebersihan
lingkungan sehingga kualitas produk yang dihasilkan menjadi lebih aman dan
sehat.
- Keamanan pangan dan mutu makanan merupakan tanggung jawab besar bagi
pedagang kaki lima dengan harus mempertimbangkan kesehatan para
customer bersama pemerintah dan konsumen dalam pengembangan sistem
mutu dan keamanan pangan. Serta harus adanya timbal balik dari masyarakat
yang sudah mengerti tentang keamanan makanan dengan memposisikan diri
sebagai pemberi informasi bagaimana melaksanakan produksi yang baik
- Pembersihan dan penyimpanan peralatan dilakukan secara tidak baik atau
berantakan. Sangat tidak layak untuk masyarakat meskipun rasa makanan
yang ditawarkan lumayan enak. Sedangkan faktor penghambat dalam
penerapan sanitasi hygiene Pedagang Kaki Lima adalah pedagang tidak
memperhatikan dalam penerapan sanitasi hygiene, kebiasaan yang disengaja
yang dilakukan pemilik melakukan hal-hal seperti menggaruk-garuk badan,
memegang handphone, merokok dan sebagainya, hal ini sangat tidak baik
dalam penerapan higiene sanitasi rumah produksi.