SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 120
Descargar para leer sin conexión
STUDI ANALISIS MARITAL RAPE (PEMERKOSAAN DALAM
PERKAWINAN) MENURUT PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
                   DAN HUKUM ISLAM
                           SKRIPSI

   Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna
        Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu ( S.1 )
              Ilmu Syari’ah Jurusan Jinasah Siyasah




                             Oleh:
                    Arif Karunia Rahman
                     NIM. 0 7 2 2 1 1 0 1 9




            FAKULTAS SYARI’AH
 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
               SEMARANG
                   2012



                               i
Drs. Rokhmadi,. M.Ag.
Jl. Jati Luhur 318 RT I/V Ngesrep, Banyumanik, Semarang

Maria Anna Muryani, SH., MH
Jl. Ghanesa Raya 299 B Pedurungan Tengah, Semarang


PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 Naskah eks
Hal  : Naskah Skripsi
       An. Sdr. Arif Karunia Rahman

      Kepada Yth.
      Dekan Fakultas Syari’ah
      IAIN Walisongo

      Assalamu’alaikum Wr.Wb
      Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
      kami kirimkan naskah skripsi Saudara :
      Nama            : Arif Karunia Rahman
      NIM             : 072211019
      Jurusan         : Siyasah al-Jinayah
      Judul Skripsi   : Studi Analisis Marital Rape (Pemerkosaan Dalam
                      Perkawinan) Menurut Perspektif Hukum Positif Dan
                      Hukum Islam.
      Dengan ini kami mohon kiranya skripsi mahasiswa tersebut dapat segera
      dimunaqosahkan.
      Demikian harap menjadi maklum.
      Wassalamu’alaikum Wr.Wb
                                               Semarang, 01 Mei 2012




                                      ii
KEMENTERIAN AGAMA RI
              INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
                       FAKULTAS SYARI’AH

Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 Ngaliyan Kampus III Telp/Fax : 024-7614454 Semarang 50185


                                   PENGESAHAN

       Nama             : Arif Karunia Rahman
       NIM              : 072211019
       Jurusan          : Siyasah al-Jinayah
       Judul Skripsi    : Studi Analisis Marital Rape (Pemerkosaan Dalam
                        Perkawinan) Menurut Perspektif Hukum Positif Dan
                        Hukum Islam.

       Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut
       Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan
       predikat cumlaud / baik / cukup, pada tanggal : 11 Juni 2012
       dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1
       tahun akademik 2011.
                                                 Semarang, 25 juni 2012

                                      Mengetahui,




                                           iii
MOTTO



Tuhan tidak akan pernah turun kebawah dari awan dan berkata:
        “sekarang anda mendapat izin untuk berhasil”
      Anda harus memberi izin kepada diri anda sendiri




                             iv
PERSEMBAHAN



       Alhamdulillah, dengan segenap rasa syukur yang mendalam kepada Allah

SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya ini penulis

persembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu menjadi teladan dan spirit dalam segala

  aktifitasku, do’a dan kasih sayang yang telah engkau berikan tak akan pernah

  bisa terlupakan, dan tak mungkin dapat terbalaskan. Engkau tak pernah lelah

  dan selalu sabar dalam mendidik serta selalu tulus memberikan segala sesuatu

  demi kebahagiaan putranyamu ini. Sembah sungkem kepada bapak ibu,

  semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepadamu, dan selalu

  diberikan kesehatan dan kenikmatan. Ya Allah, Ampunilah dosa-dosa kedua

  orang tua ku dan kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka mengasihiku

  ketika waktu kecil.

2. Adik-Adikku, Devi Arini Murika Ningrum, dan Agustina Nurul Islami yang

  membuat penulis ingat akan cita-cita, dan yang selalu memberi semangat hidup

  dan rasa kasih sayang dalam hidupku.

3. Semua Bapak / Ibu Guru ku diseluruh jenjang pendidikan, khususnya kiyaiku

  tersayang KH Ma’ruf Irsyad dan KH Khudori yang telah memberikan segenap

  ilmunya, yang sangat bermanfaat dan semoga barokah bagi penulis.

4. Kepada mas-masku WSC, mas Dain Fazani, SHI., Khoirul Huda, SHI., Dwi

  Hartanto, S. Fil.I, M. Hanif S. Pd. I., Ainun Nafi’ S. Pd., mbak Dewi

  Kurniasari, S. Pd., Muhammad Amin, S. Sos.I, yang tercinta dan tersayang,



                                       v
terima kasih atas saran dan nasehatnya. Untuk mas Dain Fazani, SHI. Dan mas

  Abdullah Aniq SHI, terima kasih atas ilmu dan motivasinya dalam

  pengembangan Tenis Meja sehingga penulis dapat meraih apa yang dicita-

  citakan, sungguh luar biasa kesabarannya dalam melatih dan membina penulis

  pada khususnya dan anggota Table Tennis Division UKM WSC (Wali Songo

  Sport Club) pada umumnya, untuk maz Khoirul Huda, SHI., terima kasih atas

  nasehat dan ilmunya dalam berorganisasi, dan juga dalam memahami arti

  hidup. Untuk mas Dwi Hartanto, S. Fil.I, dan M. Hanif S. Pd. I., terima kasih

  atas ilmunya dalam memahami arti perjuangan, pengorbanan dan loyalitas.

5. Semua pengurus dan keluarga besar UKM WSC, tetaplah sholid dan semangat

  berjuang, raih prestasi setinggi-tingginya dengan menjunjung tinggi nilai

  sportivitas.

6. Adik-adikku tercinta di cabang Tenis Meja UKM WSC, Farid sang pencari

  cinta tak sampai, fahri cwok cool abizz, aziz tetep setia sama bunda, Rifqi

  Curut titisan mbah wali pedurungan, Nafi’ sang hitam manis, kamal pujangga

  melankolis yang mang-meng kalau lagi maen, Vita, Susy, Rizka, Nurul tetaplah

  semangat dan tunjukkan permainan terbaik kalian, jagalah tali kekeluargaan ini

  hingga akhir hayat.

7. Teman setiaku yang tak terlupakan Diah Umi Wardani, Baity Nur Shani yang

  imut katanya.

8. Teman-teman pengurus UKM WSC 2010, Desma, Sabiq, Halim Nying-nying,

  Upi Cute, Rafika Haque, pak Dhe Muttakin, Faris Darsono, dkk., yang telah




                                      vi
bekerja keras selama kepengurusannya. Terima kasih atas waktu, dan

     loyalitasnya kepada UKM WSC.

9.   Teman-teman Kost, Muhib, Sofian, Rifqi Gendut, Mbah jambrong Zamroni

     terima kasih atas motivasinya, terus berjuang dan semangat.

10. Bapak Safari (Alm), terima kasih atas jasa bapak, karena berkat bapak penulis

     dapat bermain tenis meja dengan baik, semoga amal ibadah bapak diterima

     disisi-Nya. Amien. Dan tak lupa temen-temen dari PTM Simpang Lima

     Semarang, Harno, Gandung, Anton, Apin dkk, tetap semangat berlatih.

11. Semua pengurus dan keluarga besar UKM WSC, tetaplah sholid dan semangat

     berjuang, raih prestasi setinggi-tingginya dengan menjunjung tinggi nilai

     sportivitas.

12. Teman-teman BINORA Masduki, Rofiq, Tresno, Aufa, Tabung, Arif bali,

     Toher, Wuri, Rouf, Alif. Dan teman-teman yang lain yang tidak bisa sebutkan

     satu-satu, kita dulu pernah ada kenangan walaupun hanya sementara.

13. Teman-teman pondok Darun Najah khususnya kamar Ar-Rahmah yang selalu

     memberikan motivasi dalam hal persaingan yang baik.

14. Teman-teman kelas SJ B 2007 Menwa Kholis, Khumaini, Anita, Fajrin, Ibad,

     Tozink, Fahri, Mbah Faqih, Pakde Gufron, Zansen, Nunik, Nasron (Kirun),

     Cukong, Hasan. semoga kita semua jadi orang yang berguna untuk orang lain,

     sukses dan tercapai semua cita-citanya. Amien.

15. Dan Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu

     yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.




                                         vii
Semoga amal baik dan keikhlasan yang telah mereka perbuat menjadi

amal saleh dan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Amin. Penulis

telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis sadar atas kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis. Untuk

itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi kesempurnaan

skripsi ini




                                      viii
DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak
berisi materi yang pernah ditulis oleh orang
lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini
tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain
kecuali   informasi   yang    terdapat    dalam
referensi yang dijadikan bahan rujukan.



                 Semarang, 04 Mei 2012
                 Deklarator




                 Arif Karunia Rahman
                 NIM : 72211019




                        ix
ABSTRAK

        Dewasa ini kekerasan terhadap perempuan (istri) meningkat setiap tahun,
terutama kekerasan seksual terhadap istri. Kekerasan seksual terhadap istri
merupakan segala perilaku yang dilakukan suami dengan berhubungan sekual
yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual dan psikis.
        Faktor menigkatnya kekerasan seksual suami terhadap istri dalam rumah
tangga dikarenakan masih kentalnya budaya patriarki dalam pola pikir masyarakat
kebanyakan. Pandangan ini sangat mengagungkan superioritas laki-laki (suami),
sebagai kepala rumah tangga yang memiliki otoritas penuh terhdap anggota
keluarga, terutama istri. Sehingga fenomena kekerasan seksual terhadap istri
terkadang dianggap lazim dilingkungan masyarkat. Imbas lain sebagai
turunannya, kurangnya kesadaran dan keberanian istri untuk melaporkan kejadian
tersebut sebagai suatu tindak pidana, karena kekerasan seksual merupakan
persoalan intern yang tabu dibicarakan. Ditambah pula adanya ayat al Qur’an
yang masih ditafsirkan secara tekstual.
        Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang menganut prinsip
kesetaraan, partnership (kerjasama) dan keadilan dalam hal hubungan seksual
suami-istri. Tujuan perkawinan itu sendiri adalah tercapainya keluarga yang
sakinah, mawaddah warahmah. Maka segala perbuatan yang akan menimbulkan
akibat mafsadat yang terdapat dalam kekerasan seksual terhdap istri, jika ditinjau
lebih dalam, dapat dikategorikan sebagai kegiatan melawan hukum. Berangkat
dari pemikiran di atas, bahasan skripsi yang penyusun buat akan melihat apakah
kekerasan seksual suami terhadap istri dapat dijadikan tindak pidana menurut
hukum positif dan hukum islam.
        Belum adanya hukum yang ditetapkan secara tegas terhadap pelaku
kekerasan seksual terhadap istri dalam KUHP dan hukum pidana islam,
mengakibatkan kerancun dan kesewenangan itu senantiasa lestari. Namun
semuanya itu akan penyusun uraikan melalui pengertian kekerasan seksual suami
terhadap istri dalam KUHP dan dalam hukum pidana islam dan berikut beberapa
kaidah yang ada dalam ushul fiqh dan maqashid asy-syari’ah sebagai doktrin
dasar dan metodologi dalam penetapan hukum.
        Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang
bersifat deskriptif-analitis, yakni dengan penyelidikan masalah yang belum jelas
untuk menghasilkan sebuah kepastian hukum. Teknik pengumpulan data
didasarkan pada sumber data primer dan skunder, dengan pendekatan normatif-
yuridis, dengan menggunakan metode analisa deduktif.
        Adapun dari hasil penelitian ini daptlah dinyatakan bahwa segala akibat
yang terdapat dalam kekerasan seksual suami terhadap istri merupakan
pelanggaran yang bertentangan dan dilarang oleh hukum. Pernyataan ini terwujud
melalui berbaggai pengertian dan dampak negatif dari perbuatan tersebut.
Berkenaan dengan sanksi hukuman bagi pelaku kekerasan seksual suami terhadap
istri adalah hukuman qishash pencederaan (penganiayaan) dan ta’zir. Dalam
hukuman qishash perbuatan pidananya diancam dengan membalas sesuai dengan
perbuatan yang telah dilakukan dan ta’zir disserahkan pada pemerintah
berwenang.


                                        x
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim,

           Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa memberi kenikmatan dan

kasih saying tiada terkira kepada hamba-Nya . Sungguh hamba yang tidak tahu

diri apabila sepanjang hidupnya tidak pernah mensyukuri nikmat dan karunia

yang telah diberikan Tuhannya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan

kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Beliulah sang revolusioner sejati, pembawa kebenaran dan kedamaian.

           Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan

dan peran serta berbagai pihak baik berupa ide, kritik, saran maupun lainnya.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo

   Semarang, Bapak Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M. Soc. Sc., selaku

   Pembantu Rektor I, Bapak Dr. H. Ruswan, M.A., selaku Pembantu Rektor II,

   Bapak Dr. H. M. Darori Amin, M.A., selaku Pembantu Rektor III, semoga

   dapat membawa amanah dan bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan.

2. Bapak Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

   Walisongo Semarang. Bapak Abdul Ghofur M.Ag selaku PD I, Bapak

   Saifullah M.Ag selaku PD II, Bapak Arif Budiman M.Ag selaku PD III.

3. Bpk Mohamad Solek, Drs., MA. selaku ketua jurusan Jinayah Siyasah,

   Rustam DKAH, M. Ag. selaku sekretaris jurusan, serta bpk M Harun , S.Ag.

   MH, dan bpk Raden Arfan Rifqiawan, SE., MSi selaku staf ahli jurusan, atas


                                          xi
kebijakan-kebijakannya    khususnya       yang     berkitan   dengan   kelancaran

   penulisan skripsi ini.

4. Bapak Rokhmadi. Drs., M.Ag selaku pembimbing I, dan Ibu Maria Anna

   Muryani SH., MH. yang telah bersedia membimbing dalam proses

   penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan motivasinya serta

   saran-sarannya hingga skripsi ini selesai. Dari bimbingan tersebut, penulis

   dapat mengerti tentang banyak hal tentang sesuatu yang berhubungan dengan

   hukum Islam. Penulis merasa masih harus banyak menimba ilmu dari bapak

   dan ibu, penulis tidak dapat membalas keikhlasan dan jasa bapak dan ibu,

   hanya ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas waktu yang

   diluangkan buat penulis, dan semoga allah selalu mencurahkan kasih dan

   sayangnya kepada bapak dan ibu.

5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang terima kasih

   yang tak terhingga atas bekal ilmu pengetahuannya sehingga penulis dapat

   menyelesaikan kuliah sekaligus penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Staf dan Karyawan Perpustakaan IAIN Walisongo dan Perpustakaan

   Fakultas Syariah, terimakasih banyak atas pelayanan dan pinjaman bukunya.




                                                    Penulis,
                                                    Arif Karunia Rahman
                                                    NIM: 72211019




                                       xii
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL .................................................................................               i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................                                     ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................                     iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................              iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................                         v
HALAMAN DEKLARASI .......................................................................                   vi
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................                vii
HALAMAN KATA PENGANTAR...........................................................                          viii
DAFTAR ISI .............................................................................................   xiv


BAB I : PENDAHULUAN

          A. Latar Belakang Masalah ...........................................................              1
          B. Rumusan Masalah ....................................................................          13
          C. Tujuan Penelitian......................................................................       13
          D. Telaah Pustaka .........................................................................      14
          E. Metode Penelitian.....................................................................        16
          F. Sistematika Penulisan ..............................................................          18


BAB II : KONSEP TINDAK PIDANA

          A. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif........................................                    20
                1. Pengertian Tindak Pidana....................................................            20
                2. Unsur-unsur Tindak pidana .................................................             24
                3. Jenis-Jenis Tindak Pidana....................................................           25
                4. Subyek Tindak Pidana.........................................................           29
          B. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam ......................................                      31
               1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Islam ..................                            31
               2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Islam ..............                               33
               3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Dalam Islam ..............................                     37


                                                       xiii
C. Tindak Pidana Perkosaan Dan Perkosaan Dalam Perkawinan ...                                  42
        1. Pengertian Tindak Pkidana Perkosaan.................................                     42
        2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkawinan ....                                 45

BAB III : PERKOSAAN DALAM PERKAWINAN (MARITAL RAPE)
        MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2004

     A. Penyusunan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang
        Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga                             ....................   52
        1. Latar Belakang Diterbitkannya Undang-Undang
            No. 23 Tahun 2004 .............................................................         52
        2. Tujuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 .....................                             59
        3. Proses Penyusunan Undang-Undang KDRT
             No. 23 Tahun 2004 ............................................................         61
     B. Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Menurut
         Undang-Undang No. 23 Tahhun 2004 Pasal 8 huruf a .............                             64

BAB IV : ANALISIS TENTANG MARITAL RAPE (PEMERKOSAAN
        DALAM     PERKAWINAN)  MENURUT    PERSPEKTIF
        HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

     A. Analisis terhadap perkosaan dalam perkawinan
         (marital rape) menurut hukum positif atau KUHP .................                           67
        1. Analisis Menurut Pasal 285 KUHP .....................................                    67
        2. Analisis Menurut Pasal 8 Huruf a Undang-Undang
             No. 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan terhadap
            perempuan ..........................................................................    72
     B. Analisis Terhadap Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape)
        Menurut Hukum Islam ............................................................            77
        1. Kesamaan Hak Laki-Laki Dan Perempuan..........................                           77
        2. Kesamaan Hak Laki-Laki Dan Perempuan
            Dalam Hal Seksualitas ........................................................          82
            a. Persamaan Hak Suami-Istri ...........................................                88
            b. Relasi Yang Baik (Mu’asyarah bil al-Ma’ruf) ...............                          91

                                               xiv
BAB V : PENUTUP

     A. Kesimpulan ............................................................................        94
     B. Saran-Saran ..............................................................................     96
     C. Penutup ....................................................................................   97

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN




                                                   xv
BAB 1

                                  PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

              Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal

    yang baru. Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk

    tindak pidana, seperti yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana

    (KUHP), misalnya pencurian dengan kekerasan Pasal 365 ayat (1) KUHP 1,

    pemerkosaan Pasal 285 KUHP, 2 dan lain sebagainya.

              Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman

    kekerasan, sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang

    dipakai, masing-masing tergantung pada kasus yang terjadi. Jadi sifatnya

    kasuistis. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun

    perempuan, dari anak-anak sampai dewasa. Namun yang menarik perhatian

    publik adalah kekerasan yang menimpa perempuan (istri) 3. Apalagi kalau

    kekerasan tersebut terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Sering kali

    tindak kekerasan ini korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut,

    tindak kekerasan ini di sebut hidden crime (kejahatan yang tersembunyi).


1
  Pasal 365 KUHP berbunyi ” (1) di ancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,
pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan, terhadap orang-orang, dengan
maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang
yang di curinya”. Pasal menerangkan tentang pencurian dengan kekerasan.
2
  Pasal 285 KUHP berbunyi ” barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan,diancam karena melakukan perkosaan,
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” pasal menerangkan tentang ancaman
perkosaan.
3
  Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologis, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet ke-1, hlm 1.


                                              1
2




    Disebut demikian, karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk

    merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik. Kadang juga disebut

    domestic violence (kekerasan domestik), karena terjadinya diranah domestik. 4

             Dalam kenyataannya sangatlah sulit untuk mengukur secara tepat

    luasnya kekerasan terhadap perempuan, karena ini harus memasuki wilayah

    peka kehidupan perempuan, yang mana perempuan sendiri enggan

    membicarakannya. Namun demikian banyak studi yang melaporkan mengenai

    jenis kekerasan yang sangat meluas, yaitu kekerasan dalam rumah tangga,

    khususnya kekerasan yang dilakukan suami atau pasangannya. Data dari

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa pada tahun 1998 di

    Turki jumlah perempuan yang mengalami kekerasan mencapai 57,9% pada

    tahun 1999 di India jumlah tersebut mencapai 49% dan pada tahun 2000 di

    Amerika serikat jumlah tersebut mencapai 22,1% perempuan menikah

    mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suami. 5

             Diperkirakan angka-angka tersebut tidak mencerminkan keadaan

    yang sebenarnya, mengingat masalah dalam rumah tangga masih di anggap

    tabu untuk di ungkapkan. Banyak istri yang tidak melaporkan tindak

    kekerasan yang dialaminya, bahkan cenderung menutup-nutupi masalah ini,

    karena takut akan cemoohan dari masyarakat maupun dari keluarga sendiri. Di

    samping itu, sikap mendiamkan tindak kekerasan yang menimpa diri

    perempuan merupakan upaya untuk melindungi nama baik keluarga.

    Perempuan terpaksa bersikap mendiamkan perbuatan tersebut, karena adanya
4
 Ibid, hlm. 3.
5
 Sri Suhandjati Sukri, Islam Menentang Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: Gama Media,
2004, Cet. Ke-I, hlm. 9.
3




      budaya yang sudah terpateri berabad-abad bahwa istri harus patuh,mengabdi,

      dan tunduk pada suami.6

                 Pengorbanan istri seperti itu seringkali tidak mendapat imbalan

      berupa penghargaan yang setimpal, memang ironis bahwa di dalam ranah

      domestik (rumah tangga) dimana perempuan memberikan tenaga dan pikiran

      untuk mengurus dan merawat anggota keluarga yang lain, justru di situlah

      jutaan perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang

      terdekat mereka. Kondisi di Indonesia tidak jauh berbeda, menurut kantor

      Menteri Pemberdayaan Perempuan tingkat kekerasan yang dialami perempuan

      Indonesia sangat tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau 11,4% dari total

      penduduk Indonesia, pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumah

      tangga, misalnya penganiayaan, pemerkosaan, pelecahan atau perselingkuhan

      yang dilakukan oleh suami. 7

                 Seiring dengan perkembangan masalah kekerasan yang terjadi dalam

      rumah tangga, dan kekerasan terhadap perempuan, maka Perserikatan Bangsa-

      Bangsa (PBB) perlu memberikan suatu batasan tentang pengertian kekerasan

      terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan

      berdasarkan perbedaan kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat

      kesengsaraan, dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis

      termasuk ancaman             tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan




6
    Moerti Hadiati Soeroso,Op.Cit hlm 5.
7
    Ibid, hlm 6.
4




    kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau

    dalam kehidupan pribadi. 8

              Marital rape (perkosaan dalam perkawinan) termasuk dalam

    kategori penderitaan seksual yang dialami oleh perempuan dan juga ancaman

    dalam kehidupan pribadi, sebagaimana yang disebutkan oleh Perserikatan

    Bangsa- Bangsa (PBB) dalam mendefinisikan kekerasan.

              Etimologi marital rape berasal dari bahasa inggris, marital yaitu

    sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, sedangkan rape berarti

    perkosaan. Marital rape adalah perkosaan yang terjadi antara pasangan suami

    istri yang terikat perkawinan. 9

              Pemerkosaan disini didefinisikan sebagai suatu proses intimidasi dari

    laki-laki yang berusaha untuk menguasai perempuan (secara fisik dan

    seksual)10. Istilah perkosaan terhadap istri, merupakan istilah baru yang belum

    dikenal luas oleh masyarakat, sebab selama ini pengertian perkosaan lebih

    dikhususkan pada perkosaan terhadap perempuan yang terjadi di luar

    perkawinan.

              Pandangan sebagian masyarakat selama ini, apabila seseorang telah

    menjadi suami istri, maka seorang suami memiliki hak penuh atas istrinya,

    termasuk kepemilikan penuh atas organ reproduksi perempuan. Tegasnya,

    perkosaan yang dimaksud disini            pemaksaan untuk melakukan aktivitas

8
  Ibid, hlm 60.
9
   Rufia Wahyuning Pratiwi, Marital Rape (Perkosaan Dalam perkawinan) Dalam Perspektif
Islam Dan Hukum Positif Indonesia, di akses di http://en.wikipedia.org. / wiki /marital-rape.
Minggu, 2, Oktober, 2011.Jam 09.00 WIB.
10
   Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, Yogyakarta,
1997, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PKBI-DIY), Cet
Ke-I, hlm 91.
5




     seksual oleh satu pihak, yakni suami terhadap istri, atau sebaliknya. Namun,

     pengertian yang lebih umum dipahami oleh berbagai kalangan perihal marital

     rape, adalah istri yang mendapatkan tindak kekerasan seksual oleh suami

     dalam perkawinan atau rumah tangga. Jadi, marital rape adalah tindak

     kekerasan atau pemaksaan yang dilakukan oleh suami terhadap istri untuk

     melakukan ativitas seksual tanpa mempertimbangkan kondisi istri. Misalnya

     istri sedang sakit, nifas, hamil atau bahkan istri sedang haid. Bersenggama

     sewaktu haid, akan menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman bagi

     perempuan, disamping itu dapat menimbulkan penyakit.11

              Pandangan demikian banyak dipengaruhi pemahaman terhadap teks-

     teks al-qur’an maupun hadist Nabi yang beranggapan bahwa perempuan

     sebagai objek seksual, yang mana perempuan sebagai ladang bagi laki-laki

     yang boleh ditanami bagaimana saja lelaki mau. Sebagaimana firman Allah

     dalam surat al-Baqarah ayat 223:




     Artinya: “Istri-istrimu seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
             datangilah tanah tempat bercocok tanamu itu bagaimana saja kamu
             kehendaki ”. (Al-Baqarah 223)


              Pemahaman terhadap ayat tersebut yang selama ini di anut,

     cenderung tidak adil terhadap perempuan. Sepintas dalam ayat tersebut posisi



11
   Rufia Wahyuning Pratiwi, Marital Rape (Perkosaan Dalam perkawinan) Dalam Perspektif
Islam Dan Hukum Positif Indonesia, di akses di http://en.wikipedia.org. / wiki /marital-rape.
Kamis, 19, April, 2012. Jam 22.16 WIB.
6




     perempuan di anggap sebagai obyek kemauan lelaki. Padahal jika di lihat

     asbabun nuzulnya, ayat itu turun berkaitan dengan kegemaran sementara lelaki

     yang suka menggauli istrinya dari belakang (dubur) 12.

                Dalam hadis Nabi juga di sebutkan:

        ‫ﻦ ْ أَ ﻰ ْ ﺮ َ ﺮ َ ةَ ر َﺿ ِﻰ َ ﷲُ ﻋ َ ﻨْ ﻋ َﻦ ِ اﻟﻨﱠﺒِﻰ ﺻ َ ﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋ َ ﻠَ و َﺳ َﻠﱠﻢ َ ﻗَﺎل َ : اِذ َا د َﻋ َ ﺎ‬
                                                                                                                ِ‫ﻋ َ ﺑ‬
         ‫اﻟﺮ ﱠﺟ ُﻞ ُ اﻣ ْﺮ َ أَﺗَ اِﻟَﻰ ﻓِﺮ َا ﺷ ِ ﻓَﺄ َﺖ ْ ن ْ ﺗَﺠ ِ ﺊ َ ﻟَﻌ َ ﻨَﺘْ ﺎاﻟْﻤ َ ﻼﺋِﻜ َﺔُ ﺣ َ ﺘﱠﻰ ﺼ ْ ﺒِﺢ َ )رواه‬
                        ُ‫ﺗ‬                                               َ ‫ﺑَ أ‬
                                                                                                         13
                                                                                                              (‫اﻟﺒﺨﺎري‬
     Artinya: Dari Abi Hurairah ra.Dari Nabi SAW bersabda: ’’apabila seorang
             suami mengajak istrinya ke tempat tidur,lantas ia tidak mau datang,
             maka malaikat melaknatnya hingga subuh tiba.’’(HR.Bhukari)


                Dalam hadis di atas kata al-la’nah sering kali dipahami secara

     kurang tepat. Yang dimaksud dengan al-la’nah (laknat) adalah dihindarkan

     dan dijauhkan dari kebaikan. Laknat yang datangnya dari Allah berarti

     dijauhkan dari kebaikan. Sedang laknat yang datangnya dari mahluk berarti

     celaan dan mendo’akan keburukan, di sini berarti ia berdo’a pada Allah agar

     menjauhkannya dari kebaikan. Jika laknat terjadi dalam rumah tangga, berarti

     kasih sayang dan kedamaian telah hilang, hal ini akan terjadi bila seorang

     suami tidak memperoleh apa yang diinginkan dari istrinya begitu pula

     sebaliknya.14




12
   M. Ali Al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan, Makkah al-Mukarramah, t.t, hlm. 208.
13
   Imam Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, Semarang: Al-
Munawar , t.t, hlm. 260.
14
   Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid, et.al, Wajah Baru Suami Istri: Telaah Kitab Uqud Al-
hujjayn, Yogya: LkiS bekerjasama dengan FK3, 2003, hlm. 30.
7




               Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk

     mengeksplorasi    lebih   jauh,   guna    memperoleh       gambaran     bagaimana

     sebenarnya konsep Islam tentang relasi seksual suami istri.

               Pada hakikatnya perkawinan dalam Islam diistilahkan sebagai

     mitsaqan ghalizhan yang berarti ikatan yang kuat atau sakral, sehingga dari

     istilah ini, perkawinan dalam Islam tidak hanya sebatas kebolehan hubungan

     seksual antara laki-laki (suami) dengan perempuan (istri) yang sebelumnya

     haram, akan tetapi akad nikah dikatakan sebagai perjanjian yang amat berat,

     karena mereka dipersaksikan oleh Allah, dan dengan dilakukannya akad nikah

     membawa konskuensi atau tanggung jawab yang berat, baik yang berkaitan

     dengan hak maupun kewajiban secara timbal balik, antara suami dan istri yang

     berlangsung sepanjang masa 15.

               Keseimbangan antara hak dan kewajiban antara suami istri juga

     berlaku di dalam relasi seksual, Islam mengajarkan prinsip mu’asyarah bil

     ma’ruf (hubungan yang baik dan sukarela) dalam melakukan relasi seksual,

     suami tidak mempunyai hak monopoli seksual, ia tidak boleh hanya

     memikirkan kenikmatan sendiri dan mau enaknya sendiri, keduanya adalah

     pelayan   bagi   pasangannya      masing-masing.      Suami    di   tuntut   untuk

     memperlakukan istri dengan baik 16.

               I’tikad dan usaha untuk memberikan yang terbaik bagi pasangan

     masing-masing, bukan sekedar dianjurkan melainkan diharuskan. Berdasarkan


15
   Abul a’la al- Maududi, Fazl Ahmed, Pedoman Perkawinan Dalam Islam,Jakarta, 1987, Darul
Ulum Press, cet ke-1, hlm 28.
16
   Sayyid Muhammad Ridhowi, Perkawinan Moral Dan Seks Dalam Islam, Jakarta, 1994,
Lentera, cet ke-1 hlm 78
8




uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa perkosaan dalam rumah tangga

merupakan perbuatan yang dilarang, karena bertentangan dengan firman Allah

QS. al-Baqarah (2): 187.




Artinya: " Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur
         dengan istri-istri kamu mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
         kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Alloh mengetahui
         bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Alloh
         mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang
         campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh
         untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
         dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
         sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka
         itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Alloh,
         maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Alloh
         menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka
         bertakwa. "


         Turunnya ayat di atas pasti ada sebab mengapa ayat tersebut

diturunkan, ada beberapa riwayat yang menjalaskan asbabun nuzul ayat

tersebut Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari jalur

Abdurrahman bin Abu Laila dari Muaz bin Jabal, katanya, "Mereka biasa

makan minum dan mencampuri wanita-wanita selama mereka masih belum

tidur, tetapi kalau sudah tidur, mereka tak hendak bercampur lagi. Kemudian

ada seorang laki-laki Ansar, Qais bin Sharmah namanya. Setelah melakukan

salat Isyak ia tidur dan tidak makan minum sampai pagi dan ia bangun pagi
9




      dalam keadaan letih. Dalam pada itu Umar telah mencampuri istrinya setelah

      ia bangun tidur, ia datang kepada Nabi SAW. lalu menceritakan peristiwa

      dirinya. Maka Allah pun menurunkan, 'Dihalalkan bagi kamu mencampuri

      istri-istrimu...' sampai dengan firman-Nya. '...kemudian sempurnakanlah puasa

      sampai malam.'" (Q.S. al-Baqarah 187). Hadis ini masyhur atau terkenal,

      diterima dari Ibnu Abu Laila, walaupun ia tidak pernah mendengarnya dari

      Muaz, tetapi ada hadis lain sebagai saksi, misalnya yang dikeluarkan oleh

      Bukhari dari Barra, katanya, "Biasanya para sahabat Nabi SAW. jika salah

      seorang di antara mereka berpuasa, lalu datang waktu berbuka, kemudian ia

      tertidur sebelum berbuka, maka ia tidak makan semalaman dan seharian itu

      sampai petang lagi. Kebetulan Qais bin Sharmah berpuasa. Tatkala datang saat

      berbuka, dicampurinya istrinya, lalu tanyanya, 'Apakah kamu punya

      makanan?' Jawabnya, 'Tidak, tetapi saya akan pergi dan mencarikan makanan

      untukmu.' Seharian Qais bekerja, hingga ia tertidur lelap dan ketika istrinya

      datang dan melihatnya, ia mengatakan, ' Kasihan kamu!' Waktu tengah hari,

      karena terlalu lelah, ia tak sadarkan diri, lalu disampaikannya peristiwa itu

      kepada Nabi SAW. maka turunlah ayat ini yang berbunyi, 'Dihalalkan bagi

      kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu.' (Q.S. al-

      Baqarah 187). Mereka amat gembira dan berbesar hati menerimanya. Di

      samping itu turun pula, 'Dan makan minumlah hingga nyata bagimu benang

      putih dari benang hitam yaitu fajar.'" (Q.S. Al-Baqarah 187).17




17
     http:// en. Wikipedia. / wiki / asbabun nuzul. Kamis, 24 november, 2011, jam 0.20. WIB.
10




                  Dengan demikian, suami maupun istri tidak boleh memaksa

       melakukan       hubungan       seksual,   sebab   memaksa   itu   sama   halnya

       memperlakukan pasangannya tidak manusiawi, memandang pasangannya

       sebagai objek pelampiasan nafsu, serta menempatkan pasangannya seperti

       layaknya orang yang dijajah.

                  Dalam perkawinan hubungan seksual antara suami dan istri

       merupakan suatu perbuatan yang secara normatif sah dilakukan, dan bukan

       merupakan perbuatan melanggar hukum yang bisa dikenai sanksi hukum.

       Apabila hubungan seksual suami istri yang dilakukan mengandung unsur

       paksaan atau kekerasan yang menimbulkan kerugian, penderitaan dan

       kesengsaraan pada salah satu pihak, maka perbuatan tersebut merupakan

       tindak pidana. 18

                  Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

       Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud kekerasan dalam rumah

       tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang

       berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,

       psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

       melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara

       melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.19 Jadi hubungan seksual suami

       istri yang menyebabkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik dan

       psikologis (marital rape atau perkosaan dalam perkawinan) merupakan tindak

       pidana kekerasan dalam rumah tangga.

18
     Sri Suhandjati Sukri, op.cit. hlm. 10.
19
     Moerti Hadiati Soeroso, op.cit. hlm. 178
11




              Menurut perspektif hukum Islam, dalam sebuah perkawinan telah

     terbagi hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Dan sudah seharusnya isteri

     selalu taat dan patuh dalam melayani segala kepentingan dan keinginan suami

     bagaimanapun keadaannya, termasuk dalam hal hubungan seksual. Akan

     tetapi, menurut jumhur ulama seorang wanita (istri) dianggap nusyus apabila

     seorang istri tidak memberi kesempatan kepada suami untuk menggauli

     dirinya dan ber-khalwat dengannya tanpa alasan berdasar syara’ maupun

     rasio, maka dia dipandang sebagai wanita nusyus. Bahkan Imam Syafi’i

     mengatakan bahwa, sekedar kesediaan untuk digauli dan ber-khalwat, sama

     sekali belum dipandang cukup kalau si istri tidak menawarkan dirinya kepada

     suaminya seraya mengatakan dengan tegas , “aku menyerahkan diriku

     kepadamu ”. 20

              Sebenarnya, yang dijadikan pegangan bagi patuh dan taatnya seorang

     istri adalah urf,21 dan tidak diragukan sedikit pun bahwa menurut urf bahwa

     seorang istri bisa disebut taat dan patuh manakala tidak menolak bila

     suaminya meminta dirinya untuk digauli. Mereka tidak mensyaratkan bahwa

     si istri harus menawarkan dirinya siang dan malam 22.

              Dalam rumusan hukum Islam yang termaktub dalam berbagai kitab

     fiqh produk abad pertengahan yang dirumuskan berdasarkan pandangan laki-

     laki, maka hak seksualitas perempuan sama sekali ditiadakan. Dasarnya adalah

20
   Muhammad Jawad Mugniyah , Fiqih Lima Madzhab, Jakarta, Lentera, 2007, Cet ke-VI, hlm,
402.
21
    Urf adalah segala sesuatu yang sudah di kenal oleh manusia karena telah menjadi kebikasaan
atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitanya dengan meninggaakan
perbuatan tertentu, sekaligus di sebut sebagai adat. Lihat Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulal-
Fiqh, Terj, Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press, 1996, hlm, 149.
22
   Ibid, 402.
12




     bahwa hubungan suami istri memiliki dimensi ibadah. Namun ibadah harus

     dilakukan secara ikhlas tanpa keterpaksaan, karena hubungan seksual bukan

     sekedar hubungan yang bersifat fisik, maka nilai ibadahnya juga harus

     ditentukan oleh keikhlasan yang bersifat psikologis 23.

              Marital rape tetap menjadi agenda hukum di berbagai negara. Proses

     sosialisasinya selalu terbentur oleh ideology cultural ( pemahaman yang di

     pengaruhi oleh budaya masyarakat) yang melandasi perumusan hukum

     tersebut. Di Amerika, marital rape atau kekerasan terhadap perempuan

     mendapat perhatian khusus melalui disahkannya marital rape sebagai delik

     aduan yang dapat        diajukan    ke   pengadilan.    Sementara     di   Inggris,

     ‘pemerkosaan’ terhadap segala bentuk hubungan seksual yang dilakukan oleh

     seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa izin wanita itu dan

     bertentangan dengan kemauannya, perbuatan tersebut dapat dihukum,

     maksimal seumur hidup 24.

              Dalam ranah Indonesia sendiri, KUHP telah mengatur tentang

     perkosaan. Hal ini diatur dalam Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan.

     Perkosaan sendiri diatur dalam pasal 285 KUHP, yang berbunyi :

     “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman keekerasan memaksa seorang
     wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan diancam karena
     melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”.


              Namun sayangnya peraturan tersebut hanya mencakup sebagian

     perempuan saja, karena yang menjadi fokus dalam bunyi pasal tersebut adalah


23
   Siti Ruhaini Dzuhayatin, Perempuan dalam Wacana Perkosaan : Marital Rap, Bahasan Awal
dari Perspektif Islam”, Yogyakarta: PKBI, 1997, hlm. 93.
24
   Ibid, hlm. 95.
13




   pemaksaan yang terjadi “di luar perkawinan”. Dengan kata lain pasal ini

   mendiskriminasikan kelompok perempuan lain serta menafikan perkosaan

   yang dilakukan oleh para suami terhadap istrinya.

             Dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa perlu

   untuk mengkaji lebih jauh mengenai larangan pemaksaan hubungan seksual,

   yang akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Studi

   Analisis Marital Rape        (Perkosaan Dalam Perkawinan) Menurut

   Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam.



B. Rumusan Masalah:

             Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

   dapat dikemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam

   skripsi ini;

   1. Bagaimana konsepsi perkosaan dalam perkawinan (marital rape)

       menurut hukum positif?

   2. Bagaimana konsepsi perkosaan dalam perkawinan (marital rape)

       menurut hukum Islam?



C. Tujuan Penelitian

             Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penulisan skripsi ini

   adalah sebagai berikut :

       a. Untuk mengetahui konsepsi perkosaan dalam perkawinan (marital

           rape) menurut perspektif hukum positif.
14




      b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan marital rape (pemerkosaan

          dalam perkawinan) menurut perspektif hukum Islam.



D. Telaah Pustaka

            Dalam kajian pustaka ini, penulis memaparkan beberapa literatur

   yang penulis jadikan sebagai previous finding (penelitian maupun penemuan

   sebelumnya). Ada banyak karya ilmiah, baik berupa jurnal, buku maupun

   skripsi yang telah membahas tentang masalah marital rape. Dari literatur

   tersebut, penulis mencoba mengkaitkan dari beberapa kajian-kajian yang ada

   tentang permasalahan marital rape dengan memfokuskan pada tinjauan

   hukum positif dan hukum Islam mengenai konsep pemerkosaan dalam

   perkawinan. Literatur yang berhubungan dengan skripsi ini diantaranya :

   1. Rotiyal Umroh, dalam skripsinya Analisis Pasal 8 Huruf A UU No. 23

      Tahun 2004 Tentang Larangan Pemaksaan Hubungan Seksual

      Kaitannya Dengan Konsep Nusyuz Dalam Islam. Dalam skripsi ini

      menjelaskan tentang bagaimana larangan pemaksaan hubungan seksual

      kaitannya dengan konsep nusyuz dalam Islam yang menitikberatkan pada

      analisis pasal 8 huruf A UU No. 23 Tahun 2004. Dalam kesimpulan di

      sebutkan pasal 8 huruf a undang-undang penghapusan KDRT No. 23

      Tahun 2004 tidak bertentangan dengan ajaran agama bahwa istri harus

      patuh pada suami, khususnya dalam melayani hubungan seksual, karena

      penolakan istri dapat diartikan nusyuz.
15




2. Sigit Setyo Pramono, dalam skripsinya membahas tentang Studi Analisis

  Terhadap Proses Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan (Studi Kasus

  Terhadap Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia

  Tanggal 29 September 1997 Nomor 821 K/Pid/96 Tentang Tindak

  Pidana   Perkosaan).    Skripsi   tersebut   membahas    tentang   proses

  pembuktian tindak pidana perkosaan. Dalam kesimpulannya disebutkan

  hal-hal yang menyebabkan ringannya hukuman bagi pelaku delik

  perkosaan adalah kurangnya pengetahuan korban terhadap hukum

  perkosaan, sehingga banyak bukti yang hilang, dan kurangnya dukungan

  moral masyarakat terhadap korban perkosaan. Solusinya adalah Vonis

  berat (jilid, pengasingan dan rajam) pidana Islam terhadap pelaku

  perkosaan diharapkan dapat menghentikan praktek perkosaan dan

  perzinaan, sehingga setiap diri dapat mempertahankan kehormatan,

  memelihara jiwa, dan melindungi keutuhan rumah tangga.

3. Zusni Anwar, dalam Skripsinya “Kedudukan Wanita Dalam Hubungan

  Seksual Suami Istri Menurut Al-Tihami (Telaah Terhadap Kitab

  Quraah al- ‘Uyun)”, skripsi tersebut membahas tentang hak dan

  kewajiban suami istri yang terdapat dalam kitab Quraah al- Uyun karya al

  Tihami. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa suami dilarang

  melakukan pemaksaan hubungan seksual terhadap istri, karena akan

  berdampak psikologis dan dapat mengakibatkan istri selingkuh.
16




               Dari bebagai literatur yang telah di kemukakan di atas maka

     dapat disimpulkan bahwa penelitian dalam skripsi ini sama sekali berbeda

     dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Penelitian ini

     memfokuskan pada tema kajian tentang bagaimana hukum positif dan

     hukum Islam memandang suami melakukan tindak kekerasan seksual

     terhadap istri.



E. Metode Penelitian

               Adapun metode yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini

     sebagai berikut :

     1. Jenis Penelitian

               Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research,

        yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data

        pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian 25.

               Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu suatu metode

        penelitian dengan mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa

        sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa dan diinterpretasikan dan

        kemudian disimpulkan 26.

     2. Sumber Data

               Data-data yang penulis peroleh dari penelitian ini didapat dari dua

        sumber data sebagai berikut :



25
  Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 2004 ,hal. 3.
26
  Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University, 1993,
Cet. 6, hal. 30.
17




          a.   Data Primer

               Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari obyek yang

               diteliti.27 Data primer dari penelitian ini berasal dari Undang-Undang

               Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

               Rumah Tangga Bab 3 Pasal 8 Huruf a. khususnya pasal yang

               mengenai isu tentang kekerasan seksual dalam rumah tangga.

               b. Data Sekunder

                  Data sekunder yaitu data pendukung yang berupa dokumen-

                  dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk

                  laporan dan lain sebagainya.28 Data sekunder dalam penelitian ini

                  adalah literatur-literatur lain yang mempunyai relevansi dengan

                  konsep pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) dalam

                  hukum positif dan hukum Islam yang berupa buku, jurnal, kitab-

                  kitab fiqh.

     3.   Analisis Data

                Data yang diperoleh penulis disusun untuk selanjutnya dianalisis

           secara kualitatif dengan teknik analisis sebagai berikut :

               a. Analisis deskriptif

                  Metode ini digunakan untuk membuat pencandraan secara

                  sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta.29

               b. Content Analysis


27
   Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, Cet.I, 2004, hlm. 57
28
   Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada,
Cet. I, 2006, hal.30.
29
   Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada ,1998. hlm.16.
18




                                            30
                 Yaitu analisis isi data.        Penulis menggunakan metode analisis ini

                 untuk menganalis pasal-pasal dan butir-butir yang mengatur

                 tentang pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) dalam UU

                 No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

                 Rumah Tangga dengan perspektif hukum Islam ( fiqh jinayat).

            c. Metode Korelasi

                 Metode korelasi yaitu metode yang bertujuan untuk menemukan

                 ada tidaknya hubungan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta

                 berarti atau tidak hubungan itu.31

                Jadi langkah-langkah yang digunakan penulis adalah menganalisa,

     menilai dan mengorelasikan data yang terkait dengan permasalahan di atas

     sesuai dengan pemahaman penulis.



F. Sistematika Penulisan Skripsi

                Dalam skripsi ini, penulis menyusun sistematika penulisan sebagai

     berikut:

                Bab pertama pendahuluan terdiri atas Latar Belakang Masalah,

     Pokok Masalah, Tujuan, Kerangka Teori, Telaah Pustaka, Metodologi

     Penelitian dan Sistematika Penulisan.

                Bab kedua memberi Gambaran Tentang Tinjauan Umum Terhadap

     Tindak Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape) yang meliputi: Definisi



30
 .Sumadi Suryabrata, op. cit, hlm.85.
31
   Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek “, Cet.12, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002, hlm.239
19




Tindak Pidana, Unsur-Unsur Tindak Pidana, Jenis-Jenis Tindak Pidana,

Subyek Tindak Pidana.

         Bab ketiga berisi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Dan Perkosaan

Dalam Perkawinan (Marital Rape) yang meliputi: Pengertian Tindak Pidana

Perkosaan, Unsur-Unsur Tindak Pidana Perkosaan, Sanksi Tindak Pidana

Perkosaan, Pengertian Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape), Ruang

Lingkup Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape).

         Bab keempat berisi Tentang Analisis Tindak Pidana Perkosaan

Dalam Perkawinan yang meliputi, Analisis Hukum Islam Terhadap Perkosaan

Dalam Perkawinan, Analisis Hukum Positif Terhadap Perkosaan Dalam

Perkawinan.

         Bab kelima adalah penutup yang merupakan bab terakhir dari skripsi

ini yang berisi kesimpulan saran-saran dan kata penutup.
BAB II


                            KONSEP TINDAK PIDANA



A. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif

     1. Pengertian Tindak Pidana.

                Istilah tindak pidana berasal dari Belanda yaitu strafbaar feit,

        namun demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi

        strafbaar feit. Oleh karenanya masing-masing para ahli hukum

        memberikan arti terhadap istilah, strafbaar feit menurut persepsi dan sudut

        pandang mereka masing-masing.

                Strafbaar feit, terdiri dari tiga suku kata yakni straf yang

        diterjemahkan sebagai pidana dan hukum, kata baar diterjemahkan

        sebagai dapat dan boleh, sedangkan kata feit diterjemahkan sebagai tindak,

        peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.35

                Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa strafbaar feit

        kiranya dapat dipahami sebagai sebuah tindak, peristiwa, pelanggaran atau

        perbuatan yang dapat atau boleh dipidana atau dikenakan hukuman. 36 Atau

        tindak pidana adalah tindakan yang oleh aturan hukum pidana dilarang

        dan diancam dengan pidana. Perbuatan pidana ini menurut wujudnya atau

        sifatnya adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan yang

        merugikan masyarakat dalam arti bertentangan atau menghambat

35
   Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm
69.
36
   Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Jakarta, PT Ersco, 1981, hlm.
12.


                                            20
21




       terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan

       adil. Menurut Sudarto, sebelum adanya istilah tindak pidana banyak sekali

       pemakaian istilah sebagai pengganti staafbaarfeit di dalam Undang-

       Undang, antara lain, seperti peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan

       yang dapat dihukum dan tindak pidana. Tetapi hal tersebut tidak menjadi

       masalah karena suatu hal yang penting adalah isi dan pengertiannya. Dan

       istilah tindak pidana ini dinilai paling tepat, karena sesuai dengan yang

       dilakukan pembentuk Undang-Undang, selain itu istilah ini dapat diterima

       oleh masyarakat.37

               Akan tetapi para sarjana hukum pidana lainnya mempertahankan

       istilah yang dipilihnya sendiri, misalnya:

               Prof Muljatno guru besar pada Universitas Gajah Mada lebih tepat

       dipergunakan istilah ”perbutan pidana” dalam pidatonya yang berjudul

       Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Ia

       berpendapat, bahwa “perbuatan itu ialah keadaan yang dibuat oleh

       seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan”. Selanjutnya dikatakan:

       (perbuatan) ini menunjuk baik pada akibatnya maupun yang menimbulkan

       akibat. Jadi mempunyai makna yang abstrak.38

               Ada juga pendapat para ahli hukum Jerman mengenai tindak

       pidana (strafbaar feit) dan disebutkan:

       a.   E. Mezger: die straftatist der inbegriff der voraussetzungen der strafe

            (tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana).
37
   Sudarto, Hukum Pidana 1, Semarang, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip Semarang,
1990, hlm. 38
38
   Ibid, hlm. 43
22




       b.   W.P.J. Pompe: menurut hukum positif tindak pidana adalah perbuatan

            yang diancam pidana dalam ketentuan Undang-Undang. Memang

            beliau mengatakan, bahwa menurut teori tindak pidana adalah

            perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan

            dan diancam pidana. Akan tetapi disamping itu harus ada orang yang

            dipidana. Orang ini tidak ada, jika tidak ada sifat yang melawan

            hukum dan kesalahan bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak

            pidana.

       c.   Simons, merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebenarnya adalah

            tindakan yang menurut rumusan Undang-Undang telah dinyatakan

            sebagai tindakan yang dapat dihukum.39

       d.   Wirjono Prodjodikoro: tindak pidana berarti suatu perbuatan yang

            pelakunya dapat dikenakan pidana.

               Dalam Bukunya Prof. Moeljatno, S.H. yang berjudul Asas-Asas

       Hukum Pidana, mendefinisikan perbuatan pidana adalah perbuatan yang

       dilarang oleh suatu aturan hukum atau larangan yang mana disertai

       ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang

       melanggar larangan tersebut.40

               Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan

       yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja

       dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu


39
   Simons, D, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (judul asli: Leerboek Van Het Nederlandse
Strafrecht) diterjemahkan oleh P.A.F. Lamintang, Bandung, Pioneer Jaya, 1992, hlm. 72.
40
   Prof Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, PT Rineka Cipta, 2000, Cet ke- VI,
hlm. 54.
23




        suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang),

        sedangkan      ancaman       pidananya      ditujukan     kepada      orang     yang

        menimbulkannya kejadian itu.41

                Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan

        orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian

        yang ditimbulkan olehnya. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang

        erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu kongkrit: pertama,

        adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang

        menimbulkan kajadian itu. Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum

        pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena tumbuh dari pihak

        Kementerian Kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan.

        Meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak”

        tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya

        menyatakan keadaan kongkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa

        dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak-

        gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam tindak-

        tanduk, tindakan, bertindak dan belakangan juga sering dipakai “tindak”.

        Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam

        perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam

        pasal-pasalnya sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai

41
   Roeslan Saleh dalam bukunya Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta,
Aksara Baru, hlm. 9, menyebutkan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang bertentangan
dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum. Lebih jauh Mr. Roeslan Saleh
menjelasakan bahwa perbuatan pidana hanya menunjukkan sifat perbuatan yang terlarang.
Menurut pandangan nasional, pengertian perbuatan pidana mencakup isi sifat dari perbuatan yang
terlarang dan kesalahan terdakwa. Dan dalam pandangan Mr. Roeslan saleh harus ada pemisahan
yang tegas antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.
24




        pula kata perbuatan. Contoh: Undang-undang no. 7 tahun 1953 tentang

        pemilihan Umum (Pasal 127, 129 dan lain-lain).42

     2. Unsur-unsur tindak pidana

                Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari

        dua sudut pandang, yakni: dari sudut pandang teoritis (berdasarkan

        pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya) dan

        sudut pandang Undang-Undang (kenyataan tindak pidana itu dirumuskan

        menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-

        undangan yang ada).

                Adanya perbuatan pidana menurut Moeljatno harus memenuhi

        unsur-unsur sebagai berikut:

        a. Perbuatan.

        b. Yang Dilarang. (oleh aturan hukum).

        c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar larangan).43

                Menurut R.Tresna, merumuskan bahwa unsur-unsur perbuatan

        pidana sebagai berikut:

        a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia.

        b. Yang bertentangan dengan perundang-undangan.

        c. Diadakan tindakan hukuman.44

                Dari unsur ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman,

        terdapat pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu

        selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan), hal itu berbeda dengan
42
   Prof Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2000, Cet ke- V, hlm. 55
43
   Ibid, hlm. 57.
44
   Mr.Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, PT. Tiara, 1990, Cet ke-III, hlm. 20.
25




          apa yang disampaikan Moeljatno yang menyebutkan bahwa setiap

          perbuatan pidana itu tidak selalu harus dijatuhi pidana.45

                   Sedangkan dalam buku II KUHP memuat rumusan-rumusan

          tentang tindak pidana yang termasuk kategori kelompok kejahatan, dan

          buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan

          dalam setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah laku atau perbuatan

          walaupun ada perkecualian seperti pasal (penganiayaan).

                   Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu

          dapat diketahui adanya 11 (sebelas) unsur tindak pidana, yaitu: adanya

          unsur tingkah laku, melawan hukum, kesalahan, akibat konstitutif, keadaan

          yang menyertai, objek hukum tindak pidana, kausalitas subyek hukum

          tindak pidana dan unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.46

                   Dari uraian di atas maka sekali lagi dapat dijelaskan disini bahwa

          hal-hal yang berkenaan dengan unsur-unsur tindak pidana adalah

          berhubungan dengan putusan pembedaan dari tuntutan hukum.47



       3. Jenis-Jenis Tindak Pidana.

                   Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu

          sebagai berikut:

          a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven)

               dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam

               buku III.
45
     Ibid
46
     Adami Chazawi, op.cit., hlm. 82.
47
     Djoko Prakoso, Hukum Penitensier Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, Cet ke-1, hlm.101
26




b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil

   (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delecten).

c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana

   sengaja (doleus delecten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose

   delecten).

d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak

   pidana pidana aktif atau positif dapat juga disebut tindak pidana komisi

   (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif atau negatif, disebut

   juga tidak pidana omisi (delict omissionis).

e. Berdasarkan saat dan jangka waktu kejadiannya, maka dapat

   dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana

   dalam waktu lama atau berlangsung terus.

f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan tindak pidana umum dan

   tindak pidana khusus.

g. Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak

   pidana   communia (delicta communia) yang dapat dilakukan siapa

   saja, dan tindak pidana (propria) dapat dilakukan hanya oleh orang

   yang memiliki kualitas pribadi tertentu.

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka

   dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak

   pidana aduan (klancht delicten).

i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat

   dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten),
27




               tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak

               pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).

           j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana

               tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang

               dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap

               harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama

               baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.

           k. Dari sudut beberapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,

               dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan

               tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).48

                  Dalam merumuskan pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak

          pidana dan jenis-jenisnya, maka ada beberapa ahli hukum yang

          memasukkan           mengenai     kemampuan           bertanggung   jawab

          (torekeningsvatbaarheid) kedalam unsur tindak pidana.

                  Pertanggungjawaban dalam hukum pidana menganut asas “tiada

          pidana tanpa kesalahan” (gen straf zonder schuld), walaupun tidak

          dirumuskan dalam Undang-Undang, tetapi dianut dalam praktik tidak

          dapat dipisahkan antara kesalahan dan pertanggungjawaban atas

          perbuatan, contohnya orang yang melakukan dengan kesalahan saja yang

          dibebani tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya.

                  Sedangkan mengenai persoalan apakah pertanggungjawaban itu

          merupakan bagian dari kesalahan, dalam arti juga apakah merupakan unsur


48
     Adami Chazawi, Opcit, hlm. 121
28




           tindak pidana ataukah bukan, dalam persoalan ini ada dua pendapat yang

           berbeda, yaitu:

           a.   Menyatakan bahwa kemampuan bertanggung jawab itu adalah sebagai

                unsur tidak pidana, ahli hukum yang berpendapat demikian, misalnya

                Utrecht, Vos dan Simons.

           b.   Menyatakan bahwa kemampuan bertanggung jawab bukan merupakan

                unsur tindak pidana, ahli hukum yang berpendapat demikian, misalnya

                Pompe dan Jonkers.49

                    Menurut Prof. Moeljatno, dalam perbuatan pidana yang menjadi

           pusat adalah perbuatannya, dalam bertanggung jawaban sebaliknya, yang

           menjadi pusat adalah orang yang melakukan perbuatan. Dasar mengenai

           terjadinya tindak pidana adalah asas legalitas (pasal 1) berbeda mengenai

           dapatnya dipidana pembuat yang menganut asas tiada pidana tanpa

           kesalahan.50

                    Setelah terwujudnya tindak pidana, barulah dilihat apakah orang

           pembuatnya tadi ada pertanggungjawaban apa tidak, dalam arti apakah ada

           kesalahan ataukah tidak ada pembuatnya tersebut. Hanya terhadap orang

           yang dipersalahkan saja yang dapat dibebani tanggung jawab pidana. Hal

           ini baru dipersoalkan dalam hal untuk menetapkan keputusan oleh hakim

           agar putusan itu mencapai derajat kedilan yang setingi-tingginya.

                    Dalam praktik hukum memang demikian, baru menjadi persoalan

           setelah ada keragu-raguan tentang jiwa si pembuat (biasanya diwakili oleh

49
     Ibid, hlm. 151.
50
     Op, Cit, hlm 153.
29




        penasihat      hukum),        apakah       dapat      atau       tidak    dapatnya

        dipertanggungjawabkan         terhadap     perbuatan      yang     dilakukannya.51



     4. Subyek Tindak Pidana.

                Dalam sejarah perundang-undangan hukum pidana, pernah dikenal

        bahwa subyek dari sesuatu tindak pidana bukan hanya manusia saja, tetapi

        juga hewan. Demikianlah pada abad pertengahan (tahun 1517) pernah

        dipidana seekor banteng, karena membunuh seorang wanita. Tetapi

        sekarang sudah tidak dianut lagi. Pernah dikenal pula, dipertanggungjawab

        pemidanaannya badan hukum sebagai subyek, tetapi atas pengaruh ajaran

        Von Savigny dan Feuerbach, yang kesimpulannya bahwa badan-badan

        hukum tidak melakukan delik, maka pertanggungjawaban badan hukum

        tersebut, sudah tidak dianut lagi. Dalam hal ini yang dipertanggungjawab

        pidanakan adalah pengurusya.52

                Jadi yang dianggap sebagai subyek tindak pidana adalah manusia,

        sedangkan hewan dan badan-badan hukum tidak dianggap subyek hukum.

        Bahwa hanya manusia yang dianggap sebagai subyek tindak pidana, ini

        tersimpulkan antara lain dari:

        a.   Perumusan delik yang selalu menentukan subyeknya dengan istilah:

             barang siapa, warga negara Indonesia, nahkoda, pegawai negeri dan

             lain sebagainya. Penggunaan istilah-istilah tersebut selain daripada

             yang ditentukan dalam rumusan delik yang bersangkutan, dapat
51
  Ibid, hlm. 154.
52
  E. Y. Kanter, S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta,
Storia Grafika, 2002, hlm. 218
30




             ditemukan dasarnya pada pasal-pasal: 2 sampai dengan 9 KUHP.

             Untuk istilah barangsiapa, dalam pasal-pasal: 2, 3 dan 4 KUHP,53

             digunakan isltilah “ een ieder” (dengan terjemahan “setiap orang”).

        b.   Ketentuan mengenai pertangggungjawaban pidana seperti diatur,

             terutama dalam pasal-pasal : 44, 45, 49 KUHP, yang antara lain

             mensyaratkan “kejiwaan” yang kemudian dianggap sebagai dari

             petindak.

        c.   Ketentuan mengenai pidana diatur dalam pasal 10 KUHP yang

             berbunyi: pidana terdiri atas A, pidana pokok: pidana mati, pidana

             penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan. B. pidana

             tambahan, pencabutan hak-hak tertentu perampasan barang-barang

             tertentu, pengumuman putusan hakim,54 terutama mengenai pidana

             denda. Hanya manusialah yang mengerti nilai uang.55

                 Dalam bukunya Prof Sudarto S.H. Pidana 1 juga dijelaskan. Telah

        diketahui, bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang,

        pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia. Ini dapat

        disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:




53
   Pasal 2 berbunyi: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Pasal 3 berbunyi: Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia
melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. Pasal 4 berbunyi:
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar
Indonesia melakukan: salah satu kejahatan yang berdasarkan pasal 104, 106, 107, 108, 111, bis-1,
127 dan 131.
54
    Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana Dan Perdata, Jakarta
Selatan, Visi Media, Cet ke-1, 2008, hlm. 6.
55
   E. Y. Kanter, S.R. Sianturi, Op. cit, hlm. 219.
31




            a. Rumusan delik dalam Undang-Undang lazim dimulai dangan kata-

                kata: “Barang siapa yang….”Barang siapa” ini dapat diartikan lain

                daripada “ oaring”.

            b. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat

                dikenakan kepada tindak pidana yaitu: Pidana mati, pidana penjara,

                pidana kurungan, pidana denda, yang dapat diganti dengan pidana

                kurungan. Pidana tambahan: 1. Pencabutan hak-hak tertentu,

                2.Perampasan barang-barang tertentu. 3. Diumumkannya keputusan

                hakim. Sifat dari pidana tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga

                pada dasarnya hanya dapat dikenakan pada manusia.

            c. Dalam pemerikasaan perkara dan juga sifat dari hukum pidana yang

                dilihat ada atau tidaknya kesalahan pada terdakwa, memberi petunjuk

                bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu adalah manusia.

                Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kealpaan itu

                merupakan sikap dalam batin manusia.56



B. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam

        1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

                     Menurut hukum pidana Islam tindak pidana sering disebut dengan

           kata (jarimah), jika dilihat arti secara bahasa kata jarimah itu berasal dari

           kata (      ) yang sinonimnya (              ) artinya berusaha dan bekerja,




56
     Sudarto, op.cit., hlm. 60.
32




        disini khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh

        manusia. Dari keterangan di atas kata jarimah menurut bahasa adalah

        melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik,

        dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran dan

        jalan yang lurus. Sedangkan secara istilah Imam Al-Mawardi sebagian

        dikutip oleh ahmad wardi muslich mendefinisikan, jarimah adalah

        perbuatan-perbuatan yang dilarang syara’,57 yang diancam dengan had

        atau ta’zir.58

                  Definisi lain juga dijelaskan di dalam bukunya Abdul Qadir Audah

        yang berjudul Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, dalam hukum Islam,

        tindak pidana (delik, jarimah) diartikan sebagai perbuatan-peruatan yang

        dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman

        hudud atau ta’zir. Larangan-larangan syara’ tersebut adakalanya

        mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang

        diperintahkan. Adanya kata syara’ pada pengertian tersebut dimaksudkan

        bahwa suatu perbuatan baru dianggap tindak pidana apabila dilarang oleh

        syara’.



57
   Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,
Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 9.
58
    Menurut Imam al-Mawardi Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang
belum ditentukan hukumannya oleh syara’. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ta’zir adalah
hukuman yang belum ditentukan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada Ulil Amri baik
penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya
menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan
sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dengan
demikian ciri khas dari jarimah ta’zir itu adalah sebagai berikut:
a.Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh
syara’ dan atas batas minimal dan atas batas maksimal.
b. Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa.
33




                Dari definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tindak pidana

        ialah melakukan setiap perbuatan yang dilarang atau meninggalkan setiap

        perbuatan yang ditinggalkan, atau melakukan atau meninggalkan

        perbuatan yang telah ditetapkan hukum Islam atas keharaman dan

        diancamkan hukuman terhadapnya.59



     2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

                Unsur-unsur tindak pidana (jarimah) menurut tindak pidana Islam

        adalah sebagaimana telah disebutkan bahwa jarimah ialah larangan-

        larangan syara’, yang diancam hukuman. Larangan itu pula adakalanya

        berupa perbuatan yang dicegah, atau meninggalkan yang disuruh. Dengan

        penyebutan kata-kata syara’, dimaksudkan bahwa larangan-laangan harus

        datang dari ketentuan-ketentuan (nas-nas) syara’ dan berbuat atau tidak

        berbuat baru dianggap sebagai jarimah, apabila diancam hukuman

        terhadapnya.60

                Karena perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut datang

        dari syara’ maka perintah-perintah dan larangan-larangan itu hanya

        ditujukan kepada orang yang berakal sehat dan memahami pembebanan

        (taklif). Sebab, dalam tradisi hukum Islam, pembebanan itu artinya

        panggilan (khitab), dan orang yang tidak dapat memahami, seperti hewan

        dan benda-benda mati, tidak mungkin menjadi objek (khitab) tersebut.



59
    Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jakarta, PT Kharisma Ilmu, tanpa tahun,
tt, hlm. 87.
60
    A. Djazuli, Fiqih Jinayah, Jakarta, Rajawali Press, 1995, hlm. 10.
34




                   Bahkan orang yang dapat memahami pokok panggilan (khitab),

          tetapi tidak mengetahui perinciannya, apakah berupa suruhan atau

          larangan, apakah akan membawa pahala atau siksa, seperti orang gila

          anak-anak yang belum tamzis (balig), dipersamakan dengan hewan dan

          benda-benda mati yang tidak diberi pembebanan, bukan saja diperlukan

          pengertiannya      terhadap    pokok     panggilan,     tetapi   juga   diperlukan

          pengertiannya terhadap perinciannya.61

                   Dari uraian tersebut menurut Abdul Qadir Audah sebagaimana

          dikutip oleh ahmad hanafi dapat diketahui unsur-unsur jarimah secara

          umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah,

          yaitu:

          a.   Rukun syar’i (unsur formil), yaitu nash yang melarang perbuatan yang

               mengancam perbuatan terhadapnya.

          b.   Rukun maddi (unsur materiil), yaitu adanya tingkah laku yang

               membentuk jarimah, baik perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap

               tiak berbuat.

          c.   Rukun adabi (unsur moril), yaitu orang yang bisa dimintai

               pertanggung-jawaban terhadap jarimah yang diperbuatannya.62

                   Sebagai contoh, suatu perbuatan baru dianggap sebagai perzinaan

          dan pelakunya dapat dikenakan hukuman apabila memenuhi unsur-unsur

          sebagai berikut:




61
     Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1967, hlm. 5.
62
     Ibid, hlm. 6.
35




1.   Ada nash (ketentuan) yang melarangnya dan mengancamnya dengan

     hukuman. Ketentuan tentang hukuman zina ini tercantum dalam surat

     al-isra’ ayat 32 yang berbunyi:




       Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.(an-Nur: 2)

2.   Si pelanggar dalam keadaan sehat pikiran.

3.   Dia seorang muslim.

4.   Telah (pernah) menikah.

5.   Telah mencapai usia puber.

6.   Seorang yang merdeka bukan budak belian.

        Dalam buku Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih

Jinayat Karangan Drs. H. Ahmad Wardi Muslich dijelaskan bahwa unsur-

unsur jarimah meliputi:

1.   Unsur formal dari jarimah adalah adanya ketentuan dari syara’ yang

     menyatakan bahwa perbuatan itu dilarang dan diancam dengan

     hukuman. Pengertiannya adalah bahwa suatu          perbuatan baru

     dianggap sebagai jarimah yang harus dituntut, apabila ada nash yang

     melarang perbuatan tersebut dan mengancamnya dengan hukuman.
36




                Dengan perkataan lain, tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman

                kecuali dengan adanya suatu nash. Ketentuan ini dalam hukum positif

                disebut dengan istilah legalitas (tiada suatu perbuatan dapat dipidana

                kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang

                telah ada sebelum perbuatan dilakukan).63

           2.   Unsur materiil adalah perbuatan atau ucapan yang menimbulkan

                kerugian kepada individu atau masyarakat. Contoh dalam jarimah

                zina unsur materiilnya adalah perbuatan yang merusak keturunan.

                Dalam jarimah qadzaf unsur materiilnya adalah perkataan yang berisi

                tuduhan zina. Dalam jarimah pembunuhan unsur materiilnya adalah

                perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan

                perkataan lain pengertian unsur materiil dari suatu jarimah adalah

                sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah

                sebagaiman dikutip oleh ahmad wardi muslich::




                Artinya:”Melakukan perbuatan atau perkataan yang dilarang dan
                        telah ditetapkan hukumannya yang dilaksanakan oleh
                        pengadilan”.

                       Di samping perbuatan-perbuatan tersebut adakalanya telah

                selesai dilakukan dan adakalanya tidak selesai karena ada sebab-sebab

                dari luar. Jarimah yang tidak selesai ini dalam hukum positif disebut

                perbuatan percobaan.64

63
     Ibid, hlm. 29
64
     Ibid, hlm .59.
37




          3.   Pertanggungjawaban pidana adalah pembebanan seseorang dengan

               akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya

               dengan kemauan sendiri, dimana orang tersebut mengetahui maksud

               dan akibat dari perbuatannya tersebut.

                   Dalam syari’at Islam pertanggungjawaban itu didasarkan kepada

          tiga hal:

          a.   Adanya perbuatan yang dilarang.

          b.   Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan

          c.   Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.

                   Apabila     ada     tiga   hal   tersebut   maka   terdapat   pula

          pertanggungjawaban. apabila tidak terdapat, maka tidak terdapat pula

          pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak dibawah umur,

          orang yang dipaksa dan yang terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban,

          karena dasar pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.65



       3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam

                   Sedangkan jenis-jenis tindak pidana (jarimah) menurut tindak

          pidana Islam adalah dilihat dari segi berat ringannya hukuman jarimah

          dibagi menjadi tiga yaitu:

          a. Jarimah Hudud

                      Kata hudud adalah bentuk jamak dari had yang artinya batas,

               menurut syara’ (istilah fiqh) artinya batas-batas (ketentuan-ketentuan)


65
     Ahmad Wardi Muslich, op.cit., hlm. 74.
38




             dari Allah tentang hukuman yang diberikan kepada orang-orang yang

             berbuat dosa.66 Macam dan jumlahnya telah ditentukan Allah. Dengan

             demikian hukuman tersebut tidak mengenal batas minimal dan batas

             maksimal serta tidak dapat ditambah dan dikurangi.

                    Mengenai pembagian hudud ini terjadi perbedaan di kalangan

             ulama, menurut Imam Syafi’i tindakan jarimah yang wajib dihukum

             had ada 7 (tujuh), yaitu zina, qazaf (menuduh zina) sirqoh

             (pencurian), asyurbah (minuman keras), hirobah (perampokan) dan

             riddah (keluar dari Islam), baghyu (pemberontakan). Sedang menurut

             Imam Hanafi jarimah yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an, jarimah

             hudud hanya ada lima yaitu: zina, sariqoh (pencurian) syarbul khamer

             (minum khamer) qath’u thariq (perampokan), qazaf (menuduh zina).67

        b. Jarimah Qishash Diyat
                                                   68
                    Menurut bahasa, qishash             adalah bentuk masdar, sedangkan

             asalnya adalah qashasha yang artinya memotong. Atau berasal dari

             kata iqtashasha yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si

             pelaku sebagai balasan atas perbuatannya.

                    Sedangkan menurut istilah adalah pembalasan yang serupa

             dengan perbuatan atas pembunuhan atau melukai atau merusakkan




66
   Imam Taqiyudin Abu Bakar, Kifayah Al-Akhyar, Beirut-Libanon, Darul Kutub Al-Alamiyah, t.t,
hlm. 219
67
    Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al Fiqih ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Beirut-Libanon, Darrul Kurub
Al Alaiyah, tt, hlm. 12
68
    Qishas adalah hukuman yang berupa balasan setimpal, maksudnya hukum balas bunuh atas
orang yang membunuh.
39




             anggota badan atau menghilangkan manfaatnya, sesuai dengan

             (jinayaat) pelanggaran yang dibuatnya.69

                     Hukum qisas ada dua macam:

             1) Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuh.

             2) Qishash pelukaan, untuk tindak pidana menghilangkan anggota

                  badan, kemanfaatan atau pelukaan anggota badan.

                     Dasar hukum Qishash terdapat dalam al-Qur’an surah al-

             Baqarah ayat 178:




             Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
                      qishaas berkenaan tentang dengan orang-orang yang
                      dibunuh, orang merdeka dengn orang merdeka,hamba
                      dengan hamba, dan wanita dengan wanita, maka barang
                      siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
                      hendaklah (yang memeafkan) mengikuti dengan cara yang
                      baik, dan hendaklah (yang member maaf) membayar
                      (diat)70 kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
                      (pula).yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
                      tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui
                      batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.




69
    H. Moh. Kasim Bakri, Hukum Pidana Dalam Islam, Surakarta: Ramadhani, 1958,
hlm. 24.
70
   Diyat adalah tuntutan ganti rugi, yaitu pemberian sejumlah harta dari pelaku terhadap si korban
atau walinya melalui keputusan hakim.
40




         Ada sebuah riwayat asbabun nuzulnya ayat di atas adalah ayat

   ini diterangkan dalam suatu riwayat: Diketengahkan oleh Ibnu Hatim

   dari Said bin Jubair, katanya, "Ada dua anak suku Arab yang telah

   berperang antara sesama mereka di masa jahiliah, tidak lama sebelum

   datangnya agama Islam. Di kalangan mereka banyak yang mati dan

   yang menderita luka, hingga mereka juga membunuh hamba sahaya

   dan golongan wanita. Akibatnya sampai mereka masuk Islam. Salah

   satu suku tadi membangga-banggakan kelebihannya terhadap yang

   lain, baik dalam banyaknya warga maupun harta. Mereka bersumpah

   tak akan rela sampai warga musuh yang merdeka dibunuh sebagai

   tebusan bagi budak mereka yang terbunuh, begitu pun warga musuh

   yang laki-laki, dibunuh sebagai kisah bagi warga mereka yang

   perempuan. Maka turunlah ayat, “Orang merdeka dengan orang

   merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.” (Q.S. Al-

   Baqarah 178).

c. Jarimah Ta’zir

         Jarimah Ta’zir, yaitu jarimah setiap hukuman yang bersifat

   pendidikan atas setiap perbuatan maksiat yang hukumannya belum

   ditentukan oleh syara’. Dengan demikian, setiap perbuatan maksiat

   adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum syara’ dan

   merupakan jarimah yang harus dikenakan hukuman. Ulil Amri yang

   diberi wewenang untuk menetapkan jarimah dan hukuman ta’zir ini,

   tentu saja tidak diberi kebebasan yang mutlak yang dapat
41




                menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal melainkan

                tetap harus berpegang kepada ketentuan-ketentuan umum yang ada

                dalam nas-nas syara’ dan harus sesuai ruh syari’ah dan kemaslahatan

                umum.71

                       Setelah terwujudnya tindak pidana, maka akan dipertanggung

                jawabkan ke dalam hukum pidana, termasuk juga dalam hukuman

                (jarimah). Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana adalah

                kebebasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Sebagai salah

                satu unsur dalam terjadinya suatu jarimah, yaitu sebagai unsur moril,

                pertanggungjawaban pidana harus meliputi tiga hal:



                1) Terdapatnya perbuatan yang dilarang.

                2) Kebebasan dalam berbuat atau tidak berbuat.

                3) Kesadaran bahwa perbuatan itu mempunyai akibat tertentu.

                    Pertanggungjawaban pidana (al- mas’uliyyah al-jinaiyyah) hanya

           ada jika hal tersebut hadir dalam pribadi pembuat delik. Dan

           pertanggungjawaban pidana ini tidak hanya bagi orang, tetapi juga berlaku

           bagi badan hukum, namun dikarenakan badan hukum ini tidak berbuat

           secara     langsung         mempertanggungjawabkan   perbuatannya,   maka

           pertanggungjawabannya dikenakan kepada orang yang mewakili badan

           hukum tersebut.




71
     Wardi Muslich, op.cit., hlm. 41
42




                   Hukuman dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan terciptanya

          ketertiban dan ketenteraman masyarakat, untuk itu harus ada kesesuaian

          antara hukuman sebagai beban dengan kepentingan masyarakat. Besar

          kecilnya hukuman yang diberikan kepada pelaku jarimah, selain

          ditentukan oleh akibat yang ditimbulkan, juga ditentukan oleh hal-hal lain

          yang terdapat dalam diri pembuat tindak pidana. sebab adanya perbuatan

          melawan hukum adakalanya secara kebetulan kesepakatan bersama

          langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, dan lain-lain.

          Adanya      perbedaan      bentuk-bentuk       perlawanan      terhadap   hukum

          mengakibatkan       adanya     tingkat-tingkat     dalam    pertanggungjawaban

          pidana.72

C. Tindak Pidana Perkosaan Dan Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital

       Rape)

       1. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan

                   Tidak seorang pun diantara kita mau bermimpi menjadi korban

          perkosaan. Tidak terkecuali para korban yang telah ditimpa musibah

          perkosaan, sehingga mendorong kelompok perempuan diseluruh dunia

          telah memulai proses menuntut kembali seksualitas sebagai suatu kawasan

          dimana perempuan dapat menolak penindasan atas dirinya. Mereka sedang

          meneropong pemahaman tentang seksualitas perempuan yang telah

          diterima, yang mengaitkan subordinasi ekonomi dan sosial perempuan

          dengan subordinasi seksualnya. Dalam proses ini, muncul masalah


72
     Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm. 175.
43




        identitas, kewajiban, kekuasaan, kesenangan, pilihan dan hati nurani, serta

        kesempatan perempuan untuk memiliki autonomi dalam kawasan intim

        dari hidupnya sendiri.73

                Dalam membahas kekerasan seksual ini, menurut pasal 285 KUHP

        menjelaskan bahwa yang dimaksud pemerkosaan adalah: “barang siapa

        dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan

        untuk bersetubuh dengan dia diluar perkawinan” dengan ancaman

        hukuman maksimum dua belas tahun penjara.

                Terjemahan dalam bahasa Indonesia dari kata verkrachting adalah

        “perkosaan” tetapi terjemahan ini, meskipun hanya mengenai nama suatu

        tindak pidana, tidak tepat karena diantara orang-orang Belanda

        verkrachting sudah merata berarti “perkosaan untuk bersetubuh”sedangkan

        dalam bahasa Indonesia kata “perkosaan” saja sama sekali belum

        menunjuk pada pengertian “ pengertian untuk bersetubuh”. Maka

        sebaiknya kualifikasi tindak pidana dari pasal 285 KUHP ini harus “

        perkosaan untuk bersetubuh”.74

                Mirip dengan tindak pidana ini ialah yang oleh pasal 289 dengan

        kualifikasi “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan” dirumuskan

        sebagai “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang

        melakukan atau membiarkan dilakukan padanya perbuatan cabul” dengan

        ancaman hukuman maksimum Sembilan tahun penjara. Menurut komentar


73
   Julia Cleves Mosse, Half The Word, Half A Chance, tt, Hartian Silawati, Gender Dan
Pengembangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 70.
74
   Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung: Eresco,1986,
hlm. 117.
44




           para penulis Belanda, perbuatan yang dipaksakan dalam pasal 289,

           perbuatan cabul, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan

           bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus.

                      Perbedaan lain dari kedua tindak pidana ini ialah bahwa:

           a. “Perkosaan untuk bersetubuh” hanya dapat dilakukan oleh laki-laki

                terhadap seorang perempuan, sedangkan “perkosaan untuk cabul”

                dapat juga dilakukan oleh seorang perempuan terhadap seorang laki-

                laki.

           b. “Perkosaan untuk bersetubuh” hanya dapat dilakukan di luar

                perkawinan sehingga seorang suami boleh saja memerkosa istrinya

                untuk bersetubuh, sedangkan “perkosaan untuk cabul” dapat dilakukan

                di dalam perkawinan, sehingga tidak boleh seorang suami memaksa

                istrinya untuk cabul atau seorang istri memaksa suaminya untuk

                cabul.75

                      Sebenarnya perbedaan sub ini tidak begitu logis, justru karena

           pengertian cabul lebih luas dari bersetubuh. Dengan demikian, seorang

           suami tidak boleh memaksa istrinya untuk misalnya, memegang kemaluan

           si suami, tetapi boleh memaksa istrinya untuk bersetubuh. Ini nampaknya

           dirasakan juga oleh Noyon- Langemeyer (jilid II halaman 522) yang

           mengatakan bahwa ada perbuatan yang hanya merupakan cabul apabila

           dilakukan di luar perkawinan, mungkin dianggap bukan cabul, sehingga




75
     Ibid. hlm 118.
45




           diperbolehkan, seperti bersetubuh. Kalau demikian, maka perumusan pasal

           289 KUHP sebenarnya kurang tepat.76

                      Pengertian pemerkosaan juga disebutkan dalam pasal 285 KUHP

           yang berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman

           memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena

           perkosaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas

           tahun”.

                      Yang diancam dengan pasal ini ialah pria yang memaksa wanita

           yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan ancaman atau

           perkosaan, mengenai persetubuhan lihat penjelasan pasal 284 KUHP,

           mengenai kekerasan, lihat pasal 89 KUHP, memaksa untuk melakukan

           persetubuhan misalnya: merangkul wanita itu dengan keras, sehingga

           akhirnya dia tidak dapat melawan lagi dan menyerah untuk disetubuhi,

           untuk bisa dituntut dengan pasal ini, persetubuhan itu harus dilakukan

           sebagaimana sudah diterangkan dalam pasal 284 KUHP, yakni kelamin

           pria masuk ke dalam lubang kemaluan wanita, sehingga akhirnya

           mengeluarkan air mani.

       2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkawinan

                      Berbicara tentang kekerasan, barangkali yang terlintas dalam

           pikiran kita adalah sebuah tindakan atau perlakuan kasar yang dilakukan

           oleh seseorang terhadap orang lain atau satu pihak satu terhadap pihak




76
     Ibid, hlm 118.
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019
Skripsi arif karunia 072211019

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvory_fakod
 
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Cha Aisyah
 
Siti sunaestin
Siti sunaestinSiti sunaestin
Siti sunaestinsunaestin
 
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...Hasaniahmadsaid
 
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...Pustaka Literasi
 
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustakaBab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustakaNina Hidayatri
 
9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah smaUlin Nuha
 
Kisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik paiKisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik paiWahyudi Zain
 
Buku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan PertandinganBuku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan Pertandingansrjb
 
38617859 pigging-system
38617859 pigging-system38617859 pigging-system
38617859 pigging-systemwidyo saptoto
 
Skripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAISkripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAIyudhie_coy
 
Buku panduan peraturan pertandingan terkini
Buku panduan peraturan pertandingan  terkiniBuku panduan peraturan pertandingan  terkini
Buku panduan peraturan pertandingan terkinisrjb
 

La actualidad más candente (20)

Cover n pengantar
Cover n pengantarCover n pengantar
Cover n pengantar
 
Bab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cvBab%20 i%2cv
Bab%20 i%2cv
 
Ridwan
RidwanRidwan
Ridwan
 
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
Jtptiain gdl-agustaufiq-4153-1-3103150 -p-2
 
04110012
0411001204110012
04110012
 
Siti sunaestin
Siti sunaestinSiti sunaestin
Siti sunaestin
 
Gaya kepemimpinan kepsek
Gaya kepemimpinan kepsekGaya kepemimpinan kepsek
Gaya kepemimpinan kepsek
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
HADIS TENTANG ADZAN DITINJAU DARI SEGI SEJARA; KAJIAN ADZAN SUBUH DAN JUMAT D...
 
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
Peranan guru btq dalam meningkatkan kemampuan baca tulis al qur'an pada ... (...
 
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustakaBab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
Bab%20 i%2c%20v%2c%20daftar%20pustaka
 
9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma9. rpp tarikh madinah sma
9. rpp tarikh madinah sma
 
Prota dan Prosem Kelas 7 Semester Ganjil
Prota dan Prosem Kelas  7 Semester GanjilProta dan Prosem Kelas  7 Semester Ganjil
Prota dan Prosem Kelas 7 Semester Ganjil
 
Kisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik paiKisi kisi ujian praktik pai
Kisi kisi ujian praktik pai
 
Buku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan PertandinganBuku Panduan Peraturan Pertandingan
Buku Panduan Peraturan Pertandingan
 
38617859 pigging-system
38617859 pigging-system38617859 pigging-system
38617859 pigging-system
 
pembuatan yogurt
pembuatan yogurtpembuatan yogurt
pembuatan yogurt
 
Kti sarfi akbid paramata raha
Kti sarfi akbid paramata rahaKti sarfi akbid paramata raha
Kti sarfi akbid paramata raha
 
Skripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAISkripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAI
 
Buku panduan peraturan pertandingan terkini
Buku panduan peraturan pertandingan  terkiniBuku panduan peraturan pertandingan  terkini
Buku panduan peraturan pertandingan terkini
 

Destacado

Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024kipanji
 
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsiPenilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsiBAIDILAH Baidilah
 
Kode etik pegawai negeri sipil / PNS
Kode etik pegawai negeri sipil / PNSKode etik pegawai negeri sipil / PNS
Kode etik pegawai negeri sipil / PNSDIANTO IRAWAN
 
proposal skripsi kualitatif deskriptif
proposal skripsi kualitatif deskriptifproposal skripsi kualitatif deskriptif
proposal skripsi kualitatif deskriptifWahyu Hidayat
 

Destacado (6)

Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024Skripsi m tohir 072211024
Skripsi m tohir 072211024
 
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsiPenilaian ujian seminar_proposal_skripsi
Penilaian ujian seminar_proposal_skripsi
 
Kode etik pegawai negeri sipil / PNS
Kode etik pegawai negeri sipil / PNSKode etik pegawai negeri sipil / PNS
Kode etik pegawai negeri sipil / PNS
 
Surat perjanjian sewa mobil
Surat perjanjian sewa mobilSurat perjanjian sewa mobil
Surat perjanjian sewa mobil
 
proposal skripsi kualitatif deskriptif
proposal skripsi kualitatif deskriptifproposal skripsi kualitatif deskriptif
proposal skripsi kualitatif deskriptif
 
Makalah pernikahan
Makalah pernikahanMakalah pernikahan
Makalah pernikahan
 

Similar a Skripsi arif karunia 072211019

Contoh Kata Pengantar
Contoh Kata PengantarContoh Kata Pengantar
Contoh Kata PengantarMan sujana
 
Sm4007 analisis pengaruh kualitas pelayanan
Sm4007 analisis pengaruh kualitas pelayananSm4007 analisis pengaruh kualitas pelayanan
Sm4007 analisis pengaruh kualitas pelayananMu'ah Masram
 
Korelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdf
Korelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdfKorelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdf
Korelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdfFisikawandiHosting
 
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...Muhamad Yogi
 
Tradisi daerah Makalah Agama.pdf
Tradisi daerah Makalah Agama.pdfTradisi daerah Makalah Agama.pdf
Tradisi daerah Makalah Agama.pdfF206FarhanNajib
 
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022kipanji
 
IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...
IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...
IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...Warnet Raha
 
IRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxIRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxSandiFadil
 
contoh Kata pengantar
contoh Kata pengantarcontoh Kata pengantar
contoh Kata pengantarIzam Bachtiar
 
MAKALAH TAKMIR MASJID.pdf
MAKALAH TAKMIR MASJID.pdfMAKALAH TAKMIR MASJID.pdf
MAKALAH TAKMIR MASJID.pdfDMI
 
06110040 nafi-fadilah-hayati
06110040 nafi-fadilah-hayati06110040 nafi-fadilah-hayati
06110040 nafi-fadilah-hayatiradikalzen
 
Design agenda ma tia acc
Design agenda ma tia accDesign agenda ma tia acc
Design agenda ma tia accRohadi Rohadi
 
Skripsi membina kecerdasan spritual anak
Skripsi membina kecerdasan spritual anakSkripsi membina kecerdasan spritual anak
Skripsi membina kecerdasan spritual anakPoetra Chebhungsu
 

Similar a Skripsi arif karunia 072211019 (20)

Siti Skripsi
Siti SkripsiSiti Skripsi
Siti Skripsi
 
Siti Skripsi
Siti SkripsiSiti Skripsi
Siti Skripsi
 
Contoh Kata Pengantar
Contoh Kata PengantarContoh Kata Pengantar
Contoh Kata Pengantar
 
Sm4007 analisis pengaruh kualitas pelayanan
Sm4007 analisis pengaruh kualitas pelayananSm4007 analisis pengaruh kualitas pelayanan
Sm4007 analisis pengaruh kualitas pelayanan
 
05110095
0511009505110095
05110095
 
Korelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdf
Korelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdfKorelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdf
Korelasi Gaya Belajar dengan Multiple Intelegence.pdf
 
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
UPAYA GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENINGKATKAN KESADA...
 
Tradisi daerah Makalah Agama.pdf
Tradisi daerah Makalah Agama.pdfTradisi daerah Makalah Agama.pdf
Tradisi daerah Makalah Agama.pdf
 
Bab i,v
Bab i,vBab i,v
Bab i,v
 
Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022Skripsi ghufron mustofa 072211022
Skripsi ghufron mustofa 072211022
 
Kti wa liati
Kti wa liatiKti wa liati
Kti wa liati
 
IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...
IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...
IDENTIFIKASI PENYEBAB TERJADINYA PROSES PERSALINAN KALA II LAMA PADA IBU DI R...
 
IRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docxIRVAN-FITK.docx
IRVAN-FITK.docx
 
contoh Kata pengantar
contoh Kata pengantarcontoh Kata pengantar
contoh Kata pengantar
 
MAKALAH TAKMIR MASJID.pdf
MAKALAH TAKMIR MASJID.pdfMAKALAH TAKMIR MASJID.pdf
MAKALAH TAKMIR MASJID.pdf
 
06110040 nafi-fadilah-hayati
06110040 nafi-fadilah-hayati06110040 nafi-fadilah-hayati
06110040 nafi-fadilah-hayati
 
Asep supriadi
Asep supriadiAsep supriadi
Asep supriadi
 
Design agenda ma tia acc
Design agenda ma tia accDesign agenda ma tia acc
Design agenda ma tia acc
 
Skripsi membina kecerdasan spritual anak
Skripsi membina kecerdasan spritual anakSkripsi membina kecerdasan spritual anak
Skripsi membina kecerdasan spritual anak
 
Kti mirda akbid paramata alumni 2015
Kti mirda akbid paramata alumni  2015Kti mirda akbid paramata alumni  2015
Kti mirda akbid paramata alumni 2015
 

Skripsi arif karunia 072211019

  • 1. STUDI ANALISIS MARITAL RAPE (PEMERKOSAAN DALAM PERKAWINAN) MENURUT PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu ( S.1 ) Ilmu Syari’ah Jurusan Jinasah Siyasah Oleh: Arif Karunia Rahman NIM. 0 7 2 2 1 1 0 1 9 FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012 i
  • 2. Drs. Rokhmadi,. M.Ag. Jl. Jati Luhur 318 RT I/V Ngesrep, Banyumanik, Semarang Maria Anna Muryani, SH., MH Jl. Ghanesa Raya 299 B Pedurungan Tengah, Semarang PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 Naskah eks Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Arif Karunia Rahman Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Assalamu’alaikum Wr.Wb Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini kami kirimkan naskah skripsi Saudara : Nama : Arif Karunia Rahman NIM : 072211019 Jurusan : Siyasah al-Jinayah Judul Skripsi : Studi Analisis Marital Rape (Pemerkosaan Dalam Perkawinan) Menurut Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam. Dengan ini kami mohon kiranya skripsi mahasiswa tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Demikian harap menjadi maklum. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Semarang, 01 Mei 2012 ii
  • 3. KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS SYARI’AH Alamat : Jl. Prof. Dr. Hamka Km.2 Ngaliyan Kampus III Telp/Fax : 024-7614454 Semarang 50185 PENGESAHAN Nama : Arif Karunia Rahman NIM : 072211019 Jurusan : Siyasah al-Jinayah Judul Skripsi : Studi Analisis Marital Rape (Pemerkosaan Dalam Perkawinan) Menurut Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam. Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaud / baik / cukup, pada tanggal : 11 Juni 2012 dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 tahun akademik 2011. Semarang, 25 juni 2012 Mengetahui, iii
  • 4. MOTTO Tuhan tidak akan pernah turun kebawah dari awan dan berkata: “sekarang anda mendapat izin untuk berhasil” Anda harus memberi izin kepada diri anda sendiri iv
  • 5. PERSEMBAHAN Alhamdulillah, dengan segenap rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya ini penulis persembahkan untuk: 1. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu menjadi teladan dan spirit dalam segala aktifitasku, do’a dan kasih sayang yang telah engkau berikan tak akan pernah bisa terlupakan, dan tak mungkin dapat terbalaskan. Engkau tak pernah lelah dan selalu sabar dalam mendidik serta selalu tulus memberikan segala sesuatu demi kebahagiaan putranyamu ini. Sembah sungkem kepada bapak ibu, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepadamu, dan selalu diberikan kesehatan dan kenikmatan. Ya Allah, Ampunilah dosa-dosa kedua orang tua ku dan kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka mengasihiku ketika waktu kecil. 2. Adik-Adikku, Devi Arini Murika Ningrum, dan Agustina Nurul Islami yang membuat penulis ingat akan cita-cita, dan yang selalu memberi semangat hidup dan rasa kasih sayang dalam hidupku. 3. Semua Bapak / Ibu Guru ku diseluruh jenjang pendidikan, khususnya kiyaiku tersayang KH Ma’ruf Irsyad dan KH Khudori yang telah memberikan segenap ilmunya, yang sangat bermanfaat dan semoga barokah bagi penulis. 4. Kepada mas-masku WSC, mas Dain Fazani, SHI., Khoirul Huda, SHI., Dwi Hartanto, S. Fil.I, M. Hanif S. Pd. I., Ainun Nafi’ S. Pd., mbak Dewi Kurniasari, S. Pd., Muhammad Amin, S. Sos.I, yang tercinta dan tersayang, v
  • 6. terima kasih atas saran dan nasehatnya. Untuk mas Dain Fazani, SHI. Dan mas Abdullah Aniq SHI, terima kasih atas ilmu dan motivasinya dalam pengembangan Tenis Meja sehingga penulis dapat meraih apa yang dicita- citakan, sungguh luar biasa kesabarannya dalam melatih dan membina penulis pada khususnya dan anggota Table Tennis Division UKM WSC (Wali Songo Sport Club) pada umumnya, untuk maz Khoirul Huda, SHI., terima kasih atas nasehat dan ilmunya dalam berorganisasi, dan juga dalam memahami arti hidup. Untuk mas Dwi Hartanto, S. Fil.I, dan M. Hanif S. Pd. I., terima kasih atas ilmunya dalam memahami arti perjuangan, pengorbanan dan loyalitas. 5. Semua pengurus dan keluarga besar UKM WSC, tetaplah sholid dan semangat berjuang, raih prestasi setinggi-tingginya dengan menjunjung tinggi nilai sportivitas. 6. Adik-adikku tercinta di cabang Tenis Meja UKM WSC, Farid sang pencari cinta tak sampai, fahri cwok cool abizz, aziz tetep setia sama bunda, Rifqi Curut titisan mbah wali pedurungan, Nafi’ sang hitam manis, kamal pujangga melankolis yang mang-meng kalau lagi maen, Vita, Susy, Rizka, Nurul tetaplah semangat dan tunjukkan permainan terbaik kalian, jagalah tali kekeluargaan ini hingga akhir hayat. 7. Teman setiaku yang tak terlupakan Diah Umi Wardani, Baity Nur Shani yang imut katanya. 8. Teman-teman pengurus UKM WSC 2010, Desma, Sabiq, Halim Nying-nying, Upi Cute, Rafika Haque, pak Dhe Muttakin, Faris Darsono, dkk., yang telah vi
  • 7. bekerja keras selama kepengurusannya. Terima kasih atas waktu, dan loyalitasnya kepada UKM WSC. 9. Teman-teman Kost, Muhib, Sofian, Rifqi Gendut, Mbah jambrong Zamroni terima kasih atas motivasinya, terus berjuang dan semangat. 10. Bapak Safari (Alm), terima kasih atas jasa bapak, karena berkat bapak penulis dapat bermain tenis meja dengan baik, semoga amal ibadah bapak diterima disisi-Nya. Amien. Dan tak lupa temen-temen dari PTM Simpang Lima Semarang, Harno, Gandung, Anton, Apin dkk, tetap semangat berlatih. 11. Semua pengurus dan keluarga besar UKM WSC, tetaplah sholid dan semangat berjuang, raih prestasi setinggi-tingginya dengan menjunjung tinggi nilai sportivitas. 12. Teman-teman BINORA Masduki, Rofiq, Tresno, Aufa, Tabung, Arif bali, Toher, Wuri, Rouf, Alif. Dan teman-teman yang lain yang tidak bisa sebutkan satu-satu, kita dulu pernah ada kenangan walaupun hanya sementara. 13. Teman-teman pondok Darun Najah khususnya kamar Ar-Rahmah yang selalu memberikan motivasi dalam hal persaingan yang baik. 14. Teman-teman kelas SJ B 2007 Menwa Kholis, Khumaini, Anita, Fajrin, Ibad, Tozink, Fahri, Mbah Faqih, Pakde Gufron, Zansen, Nunik, Nasron (Kirun), Cukong, Hasan. semoga kita semua jadi orang yang berguna untuk orang lain, sukses dan tercapai semua cita-citanya. Amien. 15. Dan Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. vii
  • 8. Semoga amal baik dan keikhlasan yang telah mereka perbuat menjadi amal saleh dan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Amin. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis sadar atas kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini viii
  • 9. DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Semarang, 04 Mei 2012 Deklarator Arif Karunia Rahman NIM : 72211019 ix
  • 10. ABSTRAK Dewasa ini kekerasan terhadap perempuan (istri) meningkat setiap tahun, terutama kekerasan seksual terhadap istri. Kekerasan seksual terhadap istri merupakan segala perilaku yang dilakukan suami dengan berhubungan sekual yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual dan psikis. Faktor menigkatnya kekerasan seksual suami terhadap istri dalam rumah tangga dikarenakan masih kentalnya budaya patriarki dalam pola pikir masyarakat kebanyakan. Pandangan ini sangat mengagungkan superioritas laki-laki (suami), sebagai kepala rumah tangga yang memiliki otoritas penuh terhdap anggota keluarga, terutama istri. Sehingga fenomena kekerasan seksual terhadap istri terkadang dianggap lazim dilingkungan masyarkat. Imbas lain sebagai turunannya, kurangnya kesadaran dan keberanian istri untuk melaporkan kejadian tersebut sebagai suatu tindak pidana, karena kekerasan seksual merupakan persoalan intern yang tabu dibicarakan. Ditambah pula adanya ayat al Qur’an yang masih ditafsirkan secara tekstual. Islam adalah agama rahmatan lil’alamin yang menganut prinsip kesetaraan, partnership (kerjasama) dan keadilan dalam hal hubungan seksual suami-istri. Tujuan perkawinan itu sendiri adalah tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Maka segala perbuatan yang akan menimbulkan akibat mafsadat yang terdapat dalam kekerasan seksual terhdap istri, jika ditinjau lebih dalam, dapat dikategorikan sebagai kegiatan melawan hukum. Berangkat dari pemikiran di atas, bahasan skripsi yang penyusun buat akan melihat apakah kekerasan seksual suami terhadap istri dapat dijadikan tindak pidana menurut hukum positif dan hukum islam. Belum adanya hukum yang ditetapkan secara tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap istri dalam KUHP dan hukum pidana islam, mengakibatkan kerancun dan kesewenangan itu senantiasa lestari. Namun semuanya itu akan penyusun uraikan melalui pengertian kekerasan seksual suami terhadap istri dalam KUHP dan dalam hukum pidana islam dan berikut beberapa kaidah yang ada dalam ushul fiqh dan maqashid asy-syari’ah sebagai doktrin dasar dan metodologi dalam penetapan hukum. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat deskriptif-analitis, yakni dengan penyelidikan masalah yang belum jelas untuk menghasilkan sebuah kepastian hukum. Teknik pengumpulan data didasarkan pada sumber data primer dan skunder, dengan pendekatan normatif- yuridis, dengan menggunakan metode analisa deduktif. Adapun dari hasil penelitian ini daptlah dinyatakan bahwa segala akibat yang terdapat dalam kekerasan seksual suami terhadap istri merupakan pelanggaran yang bertentangan dan dilarang oleh hukum. Pernyataan ini terwujud melalui berbaggai pengertian dan dampak negatif dari perbuatan tersebut. Berkenaan dengan sanksi hukuman bagi pelaku kekerasan seksual suami terhadap istri adalah hukuman qishash pencederaan (penganiayaan) dan ta’zir. Dalam hukuman qishash perbuatan pidananya diancam dengan membalas sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan dan ta’zir disserahkan pada pemerintah berwenang. x
  • 11. KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim, Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa memberi kenikmatan dan kasih saying tiada terkira kepada hamba-Nya . Sungguh hamba yang tidak tahu diri apabila sepanjang hidupnya tidak pernah mensyukuri nikmat dan karunia yang telah diberikan Tuhannya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Beliulah sang revolusioner sejati, pembawa kebenaran dan kedamaian. Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan dan peran serta berbagai pihak baik berupa ide, kritik, saran maupun lainnya. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang, Bapak Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M. Soc. Sc., selaku Pembantu Rektor I, Bapak Dr. H. Ruswan, M.A., selaku Pembantu Rektor II, Bapak Dr. H. M. Darori Amin, M.A., selaku Pembantu Rektor III, semoga dapat membawa amanah dan bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan. 2. Bapak Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Bapak Abdul Ghofur M.Ag selaku PD I, Bapak Saifullah M.Ag selaku PD II, Bapak Arif Budiman M.Ag selaku PD III. 3. Bpk Mohamad Solek, Drs., MA. selaku ketua jurusan Jinayah Siyasah, Rustam DKAH, M. Ag. selaku sekretaris jurusan, serta bpk M Harun , S.Ag. MH, dan bpk Raden Arfan Rifqiawan, SE., MSi selaku staf ahli jurusan, atas xi
  • 12. kebijakan-kebijakannya khususnya yang berkitan dengan kelancaran penulisan skripsi ini. 4. Bapak Rokhmadi. Drs., M.Ag selaku pembimbing I, dan Ibu Maria Anna Muryani SH., MH. yang telah bersedia membimbing dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan motivasinya serta saran-sarannya hingga skripsi ini selesai. Dari bimbingan tersebut, penulis dapat mengerti tentang banyak hal tentang sesuatu yang berhubungan dengan hukum Islam. Penulis merasa masih harus banyak menimba ilmu dari bapak dan ibu, penulis tidak dapat membalas keikhlasan dan jasa bapak dan ibu, hanya ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas waktu yang diluangkan buat penulis, dan semoga allah selalu mencurahkan kasih dan sayangnya kepada bapak dan ibu. 5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang terima kasih yang tak terhingga atas bekal ilmu pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah sekaligus penulisan skripsi ini. 6. Seluruh Staf dan Karyawan Perpustakaan IAIN Walisongo dan Perpustakaan Fakultas Syariah, terimakasih banyak atas pelayanan dan pinjaman bukunya. Penulis, Arif Karunia Rahman NIM: 72211019 xii
  • 13. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v HALAMAN DEKLARASI ....................................................................... vi HALAMAN ABSTRAK ........................................................................... vii HALAMAN KATA PENGANTAR........................................................... viii DAFTAR ISI ............................................................................................. xiv BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 13 C. Tujuan Penelitian...................................................................... 13 D. Telaah Pustaka ......................................................................... 14 E. Metode Penelitian..................................................................... 16 F. Sistematika Penulisan .............................................................. 18 BAB II : KONSEP TINDAK PIDANA A. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif........................................ 20 1. Pengertian Tindak Pidana.................................................... 20 2. Unsur-unsur Tindak pidana ................................................. 24 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana.................................................... 25 4. Subyek Tindak Pidana......................................................... 29 B. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam ...................................... 31 1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Islam .................. 31 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Islam .............. 33 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Dalam Islam .............................. 37 xiii
  • 14. C. Tindak Pidana Perkosaan Dan Perkosaan Dalam Perkawinan ... 42 1. Pengertian Tindak Pkidana Perkosaan................................. 42 2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkawinan .... 45 BAB III : PERKOSAAN DALAM PERKAWINAN (MARITAL RAPE) MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2004 A. Penyusunan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga .................... 52 1. Latar Belakang Diterbitkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 ............................................................. 52 2. Tujuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 ..................... 59 3. Proses Penyusunan Undang-Undang KDRT No. 23 Tahun 2004 ............................................................ 61 B. Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 23 Tahhun 2004 Pasal 8 huruf a ............. 64 BAB IV : ANALISIS TENTANG MARITAL RAPE (PEMERKOSAAN DALAM PERKAWINAN) MENURUT PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap perkosaan dalam perkawinan (marital rape) menurut hukum positif atau KUHP ................. 67 1. Analisis Menurut Pasal 285 KUHP ..................................... 67 2. Analisis Menurut Pasal 8 Huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan .......................................................................... 72 B. Analisis Terhadap Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape) Menurut Hukum Islam ............................................................ 77 1. Kesamaan Hak Laki-Laki Dan Perempuan.......................... 77 2. Kesamaan Hak Laki-Laki Dan Perempuan Dalam Hal Seksualitas ........................................................ 82 a. Persamaan Hak Suami-Istri ........................................... 88 b. Relasi Yang Baik (Mu’asyarah bil al-Ma’ruf) ............... 91 xiv
  • 15. BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................ 94 B. Saran-Saran .............................................................................. 96 C. Penutup .................................................................................... 97 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xv
  • 16. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk tindak pidana, seperti yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), misalnya pencurian dengan kekerasan Pasal 365 ayat (1) KUHP 1, pemerkosaan Pasal 285 KUHP, 2 dan lain sebagainya. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang dipakai, masing-masing tergantung pada kasus yang terjadi. Jadi sifatnya kasuistis. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dari anak-anak sampai dewasa. Namun yang menarik perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa perempuan (istri) 3. Apalagi kalau kekerasan tersebut terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Sering kali tindak kekerasan ini korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut, tindak kekerasan ini di sebut hidden crime (kejahatan yang tersembunyi). 1 Pasal 365 KUHP berbunyi ” (1) di ancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan, terhadap orang-orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang di curinya”. Pasal menerangkan tentang pencurian dengan kekerasan. 2 Pasal 285 KUHP berbunyi ” barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan,diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” pasal menerangkan tentang ancaman perkosaan. 3 Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis- Viktimologis, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet ke-1, hlm 1. 1
  • 17. 2 Disebut demikian, karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik. Kadang juga disebut domestic violence (kekerasan domestik), karena terjadinya diranah domestik. 4 Dalam kenyataannya sangatlah sulit untuk mengukur secara tepat luasnya kekerasan terhadap perempuan, karena ini harus memasuki wilayah peka kehidupan perempuan, yang mana perempuan sendiri enggan membicarakannya. Namun demikian banyak studi yang melaporkan mengenai jenis kekerasan yang sangat meluas, yaitu kekerasan dalam rumah tangga, khususnya kekerasan yang dilakukan suami atau pasangannya. Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa pada tahun 1998 di Turki jumlah perempuan yang mengalami kekerasan mencapai 57,9% pada tahun 1999 di India jumlah tersebut mencapai 49% dan pada tahun 2000 di Amerika serikat jumlah tersebut mencapai 22,1% perempuan menikah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suami. 5 Diperkirakan angka-angka tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, mengingat masalah dalam rumah tangga masih di anggap tabu untuk di ungkapkan. Banyak istri yang tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya, bahkan cenderung menutup-nutupi masalah ini, karena takut akan cemoohan dari masyarakat maupun dari keluarga sendiri. Di samping itu, sikap mendiamkan tindak kekerasan yang menimpa diri perempuan merupakan upaya untuk melindungi nama baik keluarga. Perempuan terpaksa bersikap mendiamkan perbuatan tersebut, karena adanya 4 Ibid, hlm. 3. 5 Sri Suhandjati Sukri, Islam Menentang Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: Gama Media, 2004, Cet. Ke-I, hlm. 9.
  • 18. 3 budaya yang sudah terpateri berabad-abad bahwa istri harus patuh,mengabdi, dan tunduk pada suami.6 Pengorbanan istri seperti itu seringkali tidak mendapat imbalan berupa penghargaan yang setimpal, memang ironis bahwa di dalam ranah domestik (rumah tangga) dimana perempuan memberikan tenaga dan pikiran untuk mengurus dan merawat anggota keluarga yang lain, justru di situlah jutaan perempuan mengalami kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat mereka. Kondisi di Indonesia tidak jauh berbeda, menurut kantor Menteri Pemberdayaan Perempuan tingkat kekerasan yang dialami perempuan Indonesia sangat tinggi. Sekitar 24 juta perempuan atau 11,4% dari total penduduk Indonesia, pernah mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, misalnya penganiayaan, pemerkosaan, pelecahan atau perselingkuhan yang dilakukan oleh suami. 7 Seiring dengan perkembangan masalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, dan kekerasan terhadap perempuan, maka Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) perlu memberikan suatu batasan tentang pengertian kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan, dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan 6 Moerti Hadiati Soeroso,Op.Cit hlm 5. 7 Ibid, hlm 6.
  • 19. 4 kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. 8 Marital rape (perkosaan dalam perkawinan) termasuk dalam kategori penderitaan seksual yang dialami oleh perempuan dan juga ancaman dalam kehidupan pribadi, sebagaimana yang disebutkan oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam mendefinisikan kekerasan. Etimologi marital rape berasal dari bahasa inggris, marital yaitu sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, sedangkan rape berarti perkosaan. Marital rape adalah perkosaan yang terjadi antara pasangan suami istri yang terikat perkawinan. 9 Pemerkosaan disini didefinisikan sebagai suatu proses intimidasi dari laki-laki yang berusaha untuk menguasai perempuan (secara fisik dan seksual)10. Istilah perkosaan terhadap istri, merupakan istilah baru yang belum dikenal luas oleh masyarakat, sebab selama ini pengertian perkosaan lebih dikhususkan pada perkosaan terhadap perempuan yang terjadi di luar perkawinan. Pandangan sebagian masyarakat selama ini, apabila seseorang telah menjadi suami istri, maka seorang suami memiliki hak penuh atas istrinya, termasuk kepemilikan penuh atas organ reproduksi perempuan. Tegasnya, perkosaan yang dimaksud disini pemaksaan untuk melakukan aktivitas 8 Ibid, hlm 60. 9 Rufia Wahyuning Pratiwi, Marital Rape (Perkosaan Dalam perkawinan) Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif Indonesia, di akses di http://en.wikipedia.org. / wiki /marital-rape. Minggu, 2, Oktober, 2011.Jam 09.00 WIB. 10 Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, Perempuan Dalam Wacana Perkosaan, Yogyakarta, 1997, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PKBI-DIY), Cet Ke-I, hlm 91.
  • 20. 5 seksual oleh satu pihak, yakni suami terhadap istri, atau sebaliknya. Namun, pengertian yang lebih umum dipahami oleh berbagai kalangan perihal marital rape, adalah istri yang mendapatkan tindak kekerasan seksual oleh suami dalam perkawinan atau rumah tangga. Jadi, marital rape adalah tindak kekerasan atau pemaksaan yang dilakukan oleh suami terhadap istri untuk melakukan ativitas seksual tanpa mempertimbangkan kondisi istri. Misalnya istri sedang sakit, nifas, hamil atau bahkan istri sedang haid. Bersenggama sewaktu haid, akan menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman bagi perempuan, disamping itu dapat menimbulkan penyakit.11 Pandangan demikian banyak dipengaruhi pemahaman terhadap teks- teks al-qur’an maupun hadist Nabi yang beranggapan bahwa perempuan sebagai objek seksual, yang mana perempuan sebagai ladang bagi laki-laki yang boleh ditanami bagaimana saja lelaki mau. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 223: Artinya: “Istri-istrimu seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanamu itu bagaimana saja kamu kehendaki ”. (Al-Baqarah 223) Pemahaman terhadap ayat tersebut yang selama ini di anut, cenderung tidak adil terhadap perempuan. Sepintas dalam ayat tersebut posisi 11 Rufia Wahyuning Pratiwi, Marital Rape (Perkosaan Dalam perkawinan) Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif Indonesia, di akses di http://en.wikipedia.org. / wiki /marital-rape. Kamis, 19, April, 2012. Jam 22.16 WIB.
  • 21. 6 perempuan di anggap sebagai obyek kemauan lelaki. Padahal jika di lihat asbabun nuzulnya, ayat itu turun berkaitan dengan kegemaran sementara lelaki yang suka menggauli istrinya dari belakang (dubur) 12. Dalam hadis Nabi juga di sebutkan: ‫ﻦ ْ أَ ﻰ ْ ﺮ َ ﺮ َ ةَ ر َﺿ ِﻰ َ ﷲُ ﻋ َ ﻨْ ﻋ َﻦ ِ اﻟﻨﱠﺒِﻰ ﺻ َ ﻠﱠﻰ ﷲُ ﻋ َ ﻠَ و َﺳ َﻠﱠﻢ َ ﻗَﺎل َ : اِذ َا د َﻋ َ ﺎ‬ ِ‫ﻋ َ ﺑ‬ ‫اﻟﺮ ﱠﺟ ُﻞ ُ اﻣ ْﺮ َ أَﺗَ اِﻟَﻰ ﻓِﺮ َا ﺷ ِ ﻓَﺄ َﺖ ْ ن ْ ﺗَﺠ ِ ﺊ َ ﻟَﻌ َ ﻨَﺘْ ﺎاﻟْﻤ َ ﻼﺋِﻜ َﺔُ ﺣ َ ﺘﱠﻰ ﺼ ْ ﺒِﺢ َ )رواه‬ ُ‫ﺗ‬ َ ‫ﺑَ أ‬ 13 (‫اﻟﺒﺨﺎري‬ Artinya: Dari Abi Hurairah ra.Dari Nabi SAW bersabda: ’’apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur,lantas ia tidak mau datang, maka malaikat melaknatnya hingga subuh tiba.’’(HR.Bhukari) Dalam hadis di atas kata al-la’nah sering kali dipahami secara kurang tepat. Yang dimaksud dengan al-la’nah (laknat) adalah dihindarkan dan dijauhkan dari kebaikan. Laknat yang datangnya dari Allah berarti dijauhkan dari kebaikan. Sedang laknat yang datangnya dari mahluk berarti celaan dan mendo’akan keburukan, di sini berarti ia berdo’a pada Allah agar menjauhkannya dari kebaikan. Jika laknat terjadi dalam rumah tangga, berarti kasih sayang dan kedamaian telah hilang, hal ini akan terjadi bila seorang suami tidak memperoleh apa yang diinginkan dari istrinya begitu pula sebaliknya.14 12 M. Ali Al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan, Makkah al-Mukarramah, t.t, hlm. 208. 13 Imam Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, Semarang: Al- Munawar , t.t, hlm. 260. 14 Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid, et.al, Wajah Baru Suami Istri: Telaah Kitab Uqud Al- hujjayn, Yogya: LkiS bekerjasama dengan FK3, 2003, hlm. 30.
  • 22. 7 Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengeksplorasi lebih jauh, guna memperoleh gambaran bagaimana sebenarnya konsep Islam tentang relasi seksual suami istri. Pada hakikatnya perkawinan dalam Islam diistilahkan sebagai mitsaqan ghalizhan yang berarti ikatan yang kuat atau sakral, sehingga dari istilah ini, perkawinan dalam Islam tidak hanya sebatas kebolehan hubungan seksual antara laki-laki (suami) dengan perempuan (istri) yang sebelumnya haram, akan tetapi akad nikah dikatakan sebagai perjanjian yang amat berat, karena mereka dipersaksikan oleh Allah, dan dengan dilakukannya akad nikah membawa konskuensi atau tanggung jawab yang berat, baik yang berkaitan dengan hak maupun kewajiban secara timbal balik, antara suami dan istri yang berlangsung sepanjang masa 15. Keseimbangan antara hak dan kewajiban antara suami istri juga berlaku di dalam relasi seksual, Islam mengajarkan prinsip mu’asyarah bil ma’ruf (hubungan yang baik dan sukarela) dalam melakukan relasi seksual, suami tidak mempunyai hak monopoli seksual, ia tidak boleh hanya memikirkan kenikmatan sendiri dan mau enaknya sendiri, keduanya adalah pelayan bagi pasangannya masing-masing. Suami di tuntut untuk memperlakukan istri dengan baik 16. I’tikad dan usaha untuk memberikan yang terbaik bagi pasangan masing-masing, bukan sekedar dianjurkan melainkan diharuskan. Berdasarkan 15 Abul a’la al- Maududi, Fazl Ahmed, Pedoman Perkawinan Dalam Islam,Jakarta, 1987, Darul Ulum Press, cet ke-1, hlm 28. 16 Sayyid Muhammad Ridhowi, Perkawinan Moral Dan Seks Dalam Islam, Jakarta, 1994, Lentera, cet ke-1 hlm 78
  • 23. 8 uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa perkosaan dalam rumah tangga merupakan perbuatan yang dilarang, karena bertentangan dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 187. Artinya: " Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Alloh mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Alloh mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Alloh untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Alloh, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. " Turunnya ayat di atas pasti ada sebab mengapa ayat tersebut diturunkan, ada beberapa riwayat yang menjalaskan asbabun nuzul ayat tersebut Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari jalur Abdurrahman bin Abu Laila dari Muaz bin Jabal, katanya, "Mereka biasa makan minum dan mencampuri wanita-wanita selama mereka masih belum tidur, tetapi kalau sudah tidur, mereka tak hendak bercampur lagi. Kemudian ada seorang laki-laki Ansar, Qais bin Sharmah namanya. Setelah melakukan salat Isyak ia tidur dan tidak makan minum sampai pagi dan ia bangun pagi
  • 24. 9 dalam keadaan letih. Dalam pada itu Umar telah mencampuri istrinya setelah ia bangun tidur, ia datang kepada Nabi SAW. lalu menceritakan peristiwa dirinya. Maka Allah pun menurunkan, 'Dihalalkan bagi kamu mencampuri istri-istrimu...' sampai dengan firman-Nya. '...kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam.'" (Q.S. al-Baqarah 187). Hadis ini masyhur atau terkenal, diterima dari Ibnu Abu Laila, walaupun ia tidak pernah mendengarnya dari Muaz, tetapi ada hadis lain sebagai saksi, misalnya yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Barra, katanya, "Biasanya para sahabat Nabi SAW. jika salah seorang di antara mereka berpuasa, lalu datang waktu berbuka, kemudian ia tertidur sebelum berbuka, maka ia tidak makan semalaman dan seharian itu sampai petang lagi. Kebetulan Qais bin Sharmah berpuasa. Tatkala datang saat berbuka, dicampurinya istrinya, lalu tanyanya, 'Apakah kamu punya makanan?' Jawabnya, 'Tidak, tetapi saya akan pergi dan mencarikan makanan untukmu.' Seharian Qais bekerja, hingga ia tertidur lelap dan ketika istrinya datang dan melihatnya, ia mengatakan, ' Kasihan kamu!' Waktu tengah hari, karena terlalu lelah, ia tak sadarkan diri, lalu disampaikannya peristiwa itu kepada Nabi SAW. maka turunlah ayat ini yang berbunyi, 'Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu.' (Q.S. al- Baqarah 187). Mereka amat gembira dan berbesar hati menerimanya. Di samping itu turun pula, 'Dan makan minumlah hingga nyata bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar.'" (Q.S. Al-Baqarah 187).17 17 http:// en. Wikipedia. / wiki / asbabun nuzul. Kamis, 24 november, 2011, jam 0.20. WIB.
  • 25. 10 Dengan demikian, suami maupun istri tidak boleh memaksa melakukan hubungan seksual, sebab memaksa itu sama halnya memperlakukan pasangannya tidak manusiawi, memandang pasangannya sebagai objek pelampiasan nafsu, serta menempatkan pasangannya seperti layaknya orang yang dijajah. Dalam perkawinan hubungan seksual antara suami dan istri merupakan suatu perbuatan yang secara normatif sah dilakukan, dan bukan merupakan perbuatan melanggar hukum yang bisa dikenai sanksi hukum. Apabila hubungan seksual suami istri yang dilakukan mengandung unsur paksaan atau kekerasan yang menimbulkan kerugian, penderitaan dan kesengsaraan pada salah satu pihak, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. 18 Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.19 Jadi hubungan seksual suami istri yang menyebabkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik dan psikologis (marital rape atau perkosaan dalam perkawinan) merupakan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. 18 Sri Suhandjati Sukri, op.cit. hlm. 10. 19 Moerti Hadiati Soeroso, op.cit. hlm. 178
  • 26. 11 Menurut perspektif hukum Islam, dalam sebuah perkawinan telah terbagi hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Dan sudah seharusnya isteri selalu taat dan patuh dalam melayani segala kepentingan dan keinginan suami bagaimanapun keadaannya, termasuk dalam hal hubungan seksual. Akan tetapi, menurut jumhur ulama seorang wanita (istri) dianggap nusyus apabila seorang istri tidak memberi kesempatan kepada suami untuk menggauli dirinya dan ber-khalwat dengannya tanpa alasan berdasar syara’ maupun rasio, maka dia dipandang sebagai wanita nusyus. Bahkan Imam Syafi’i mengatakan bahwa, sekedar kesediaan untuk digauli dan ber-khalwat, sama sekali belum dipandang cukup kalau si istri tidak menawarkan dirinya kepada suaminya seraya mengatakan dengan tegas , “aku menyerahkan diriku kepadamu ”. 20 Sebenarnya, yang dijadikan pegangan bagi patuh dan taatnya seorang istri adalah urf,21 dan tidak diragukan sedikit pun bahwa menurut urf bahwa seorang istri bisa disebut taat dan patuh manakala tidak menolak bila suaminya meminta dirinya untuk digauli. Mereka tidak mensyaratkan bahwa si istri harus menawarkan dirinya siang dan malam 22. Dalam rumusan hukum Islam yang termaktub dalam berbagai kitab fiqh produk abad pertengahan yang dirumuskan berdasarkan pandangan laki- laki, maka hak seksualitas perempuan sama sekali ditiadakan. Dasarnya adalah 20 Muhammad Jawad Mugniyah , Fiqih Lima Madzhab, Jakarta, Lentera, 2007, Cet ke-VI, hlm, 402. 21 Urf adalah segala sesuatu yang sudah di kenal oleh manusia karena telah menjadi kebikasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau dalam kaitanya dengan meninggaakan perbuatan tertentu, sekaligus di sebut sebagai adat. Lihat Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulal- Fiqh, Terj, Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press, 1996, hlm, 149. 22 Ibid, 402.
  • 27. 12 bahwa hubungan suami istri memiliki dimensi ibadah. Namun ibadah harus dilakukan secara ikhlas tanpa keterpaksaan, karena hubungan seksual bukan sekedar hubungan yang bersifat fisik, maka nilai ibadahnya juga harus ditentukan oleh keikhlasan yang bersifat psikologis 23. Marital rape tetap menjadi agenda hukum di berbagai negara. Proses sosialisasinya selalu terbentur oleh ideology cultural ( pemahaman yang di pengaruhi oleh budaya masyarakat) yang melandasi perumusan hukum tersebut. Di Amerika, marital rape atau kekerasan terhadap perempuan mendapat perhatian khusus melalui disahkannya marital rape sebagai delik aduan yang dapat diajukan ke pengadilan. Sementara di Inggris, ‘pemerkosaan’ terhadap segala bentuk hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa izin wanita itu dan bertentangan dengan kemauannya, perbuatan tersebut dapat dihukum, maksimal seumur hidup 24. Dalam ranah Indonesia sendiri, KUHP telah mengatur tentang perkosaan. Hal ini diatur dalam Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan. Perkosaan sendiri diatur dalam pasal 285 KUHP, yang berbunyi : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman keekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun”. Namun sayangnya peraturan tersebut hanya mencakup sebagian perempuan saja, karena yang menjadi fokus dalam bunyi pasal tersebut adalah 23 Siti Ruhaini Dzuhayatin, Perempuan dalam Wacana Perkosaan : Marital Rap, Bahasan Awal dari Perspektif Islam”, Yogyakarta: PKBI, 1997, hlm. 93. 24 Ibid, hlm. 95.
  • 28. 13 pemaksaan yang terjadi “di luar perkawinan”. Dengan kata lain pasal ini mendiskriminasikan kelompok perempuan lain serta menafikan perkosaan yang dilakukan oleh para suami terhadap istrinya. Dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih jauh mengenai larangan pemaksaan hubungan seksual, yang akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Studi Analisis Marital Rape (Perkosaan Dalam Perkawinan) Menurut Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. B. Rumusan Masalah: Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini; 1. Bagaimana konsepsi perkosaan dalam perkawinan (marital rape) menurut hukum positif? 2. Bagaimana konsepsi perkosaan dalam perkawinan (marital rape) menurut hukum Islam? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui konsepsi perkosaan dalam perkawinan (marital rape) menurut perspektif hukum positif.
  • 29. 14 b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan marital rape (pemerkosaan dalam perkawinan) menurut perspektif hukum Islam. D. Telaah Pustaka Dalam kajian pustaka ini, penulis memaparkan beberapa literatur yang penulis jadikan sebagai previous finding (penelitian maupun penemuan sebelumnya). Ada banyak karya ilmiah, baik berupa jurnal, buku maupun skripsi yang telah membahas tentang masalah marital rape. Dari literatur tersebut, penulis mencoba mengkaitkan dari beberapa kajian-kajian yang ada tentang permasalahan marital rape dengan memfokuskan pada tinjauan hukum positif dan hukum Islam mengenai konsep pemerkosaan dalam perkawinan. Literatur yang berhubungan dengan skripsi ini diantaranya : 1. Rotiyal Umroh, dalam skripsinya Analisis Pasal 8 Huruf A UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Larangan Pemaksaan Hubungan Seksual Kaitannya Dengan Konsep Nusyuz Dalam Islam. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana larangan pemaksaan hubungan seksual kaitannya dengan konsep nusyuz dalam Islam yang menitikberatkan pada analisis pasal 8 huruf A UU No. 23 Tahun 2004. Dalam kesimpulan di sebutkan pasal 8 huruf a undang-undang penghapusan KDRT No. 23 Tahun 2004 tidak bertentangan dengan ajaran agama bahwa istri harus patuh pada suami, khususnya dalam melayani hubungan seksual, karena penolakan istri dapat diartikan nusyuz.
  • 30. 15 2. Sigit Setyo Pramono, dalam skripsinya membahas tentang Studi Analisis Terhadap Proses Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan (Studi Kasus Terhadap Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 29 September 1997 Nomor 821 K/Pid/96 Tentang Tindak Pidana Perkosaan). Skripsi tersebut membahas tentang proses pembuktian tindak pidana perkosaan. Dalam kesimpulannya disebutkan hal-hal yang menyebabkan ringannya hukuman bagi pelaku delik perkosaan adalah kurangnya pengetahuan korban terhadap hukum perkosaan, sehingga banyak bukti yang hilang, dan kurangnya dukungan moral masyarakat terhadap korban perkosaan. Solusinya adalah Vonis berat (jilid, pengasingan dan rajam) pidana Islam terhadap pelaku perkosaan diharapkan dapat menghentikan praktek perkosaan dan perzinaan, sehingga setiap diri dapat mempertahankan kehormatan, memelihara jiwa, dan melindungi keutuhan rumah tangga. 3. Zusni Anwar, dalam Skripsinya “Kedudukan Wanita Dalam Hubungan Seksual Suami Istri Menurut Al-Tihami (Telaah Terhadap Kitab Quraah al- ‘Uyun)”, skripsi tersebut membahas tentang hak dan kewajiban suami istri yang terdapat dalam kitab Quraah al- Uyun karya al Tihami. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa suami dilarang melakukan pemaksaan hubungan seksual terhadap istri, karena akan berdampak psikologis dan dapat mengakibatkan istri selingkuh.
  • 31. 16 Dari bebagai literatur yang telah di kemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dalam skripsi ini sama sekali berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Penelitian ini memfokuskan pada tema kajian tentang bagaimana hukum positif dan hukum Islam memandang suami melakukan tindak kekerasan seksual terhadap istri. E. Metode Penelitian Adapun metode yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat serta mengolah bahan penelitian 25. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu suatu metode penelitian dengan mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa dan diinterpretasikan dan kemudian disimpulkan 26. 2. Sumber Data Data-data yang penulis peroleh dari penelitian ini didapat dari dua sumber data sebagai berikut : 25 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 2004 ,hal. 3. 26 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University, 1993, Cet. 6, hal. 30.
  • 32. 17 a. Data Primer Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari obyek yang diteliti.27 Data primer dari penelitian ini berasal dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bab 3 Pasal 8 Huruf a. khususnya pasal yang mengenai isu tentang kekerasan seksual dalam rumah tangga. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data pendukung yang berupa dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berbentuk laporan dan lain sebagainya.28 Data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur-literatur lain yang mempunyai relevansi dengan konsep pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) dalam hukum positif dan hukum Islam yang berupa buku, jurnal, kitab- kitab fiqh. 3. Analisis Data Data yang diperoleh penulis disusun untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis sebagai berikut : a. Analisis deskriptif Metode ini digunakan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta.29 b. Content Analysis 27 Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, Cet.I, 2004, hlm. 57 28 Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2006, hal.30. 29 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada ,1998. hlm.16.
  • 33. 18 30 Yaitu analisis isi data. Penulis menggunakan metode analisis ini untuk menganalis pasal-pasal dan butir-butir yang mengatur tentang pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape) dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan perspektif hukum Islam ( fiqh jinayat). c. Metode Korelasi Metode korelasi yaitu metode yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu.31 Jadi langkah-langkah yang digunakan penulis adalah menganalisa, menilai dan mengorelasikan data yang terkait dengan permasalahan di atas sesuai dengan pemahaman penulis. F. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam skripsi ini, penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama pendahuluan terdiri atas Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah, Tujuan, Kerangka Teori, Telaah Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab kedua memberi Gambaran Tentang Tinjauan Umum Terhadap Tindak Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape) yang meliputi: Definisi 30 .Sumadi Suryabrata, op. cit, hlm.85. 31 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek “, Cet.12, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm.239
  • 34. 19 Tindak Pidana, Unsur-Unsur Tindak Pidana, Jenis-Jenis Tindak Pidana, Subyek Tindak Pidana. Bab ketiga berisi Tentang Tindak Pidana Perkosaan Dan Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape) yang meliputi: Pengertian Tindak Pidana Perkosaan, Unsur-Unsur Tindak Pidana Perkosaan, Sanksi Tindak Pidana Perkosaan, Pengertian Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape), Ruang Lingkup Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape). Bab keempat berisi Tentang Analisis Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkawinan yang meliputi, Analisis Hukum Islam Terhadap Perkosaan Dalam Perkawinan, Analisis Hukum Positif Terhadap Perkosaan Dalam Perkawinan. Bab kelima adalah penutup yang merupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan saran-saran dan kata penutup.
  • 35. BAB II KONSEP TINDAK PIDANA A. Tindak Pidana Menurut Hukum Positif 1. Pengertian Tindak Pidana. Istilah tindak pidana berasal dari Belanda yaitu strafbaar feit, namun demikian belum ada konsep yang secara utuh menjelaskan definisi strafbaar feit. Oleh karenanya masing-masing para ahli hukum memberikan arti terhadap istilah, strafbaar feit menurut persepsi dan sudut pandang mereka masing-masing. Strafbaar feit, terdiri dari tiga suku kata yakni straf yang diterjemahkan sebagai pidana dan hukum, kata baar diterjemahkan sebagai dapat dan boleh, sedangkan kata feit diterjemahkan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.35 Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa strafbaar feit kiranya dapat dipahami sebagai sebuah tindak, peristiwa, pelanggaran atau perbuatan yang dapat atau boleh dipidana atau dikenakan hukuman. 36 Atau tindak pidana adalah tindakan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana. Perbuatan pidana ini menurut wujudnya atau sifatnya adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan yang merugikan masyarakat dalam arti bertentangan atau menghambat 35 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 69. 36 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Jakarta, PT Ersco, 1981, hlm. 12. 20
  • 36. 21 terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Menurut Sudarto, sebelum adanya istilah tindak pidana banyak sekali pemakaian istilah sebagai pengganti staafbaarfeit di dalam Undang- Undang, antara lain, seperti peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan yang dapat dihukum dan tindak pidana. Tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah karena suatu hal yang penting adalah isi dan pengertiannya. Dan istilah tindak pidana ini dinilai paling tepat, karena sesuai dengan yang dilakukan pembentuk Undang-Undang, selain itu istilah ini dapat diterima oleh masyarakat.37 Akan tetapi para sarjana hukum pidana lainnya mempertahankan istilah yang dipilihnya sendiri, misalnya: Prof Muljatno guru besar pada Universitas Gajah Mada lebih tepat dipergunakan istilah ”perbutan pidana” dalam pidatonya yang berjudul Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Ia berpendapat, bahwa “perbuatan itu ialah keadaan yang dibuat oleh seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan”. Selanjutnya dikatakan: (perbuatan) ini menunjuk baik pada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat. Jadi mempunyai makna yang abstrak.38 Ada juga pendapat para ahli hukum Jerman mengenai tindak pidana (strafbaar feit) dan disebutkan: a. E. Mezger: die straftatist der inbegriff der voraussetzungen der strafe (tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana). 37 Sudarto, Hukum Pidana 1, Semarang, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip Semarang, 1990, hlm. 38 38 Ibid, hlm. 43
  • 37. 22 b. W.P.J. Pompe: menurut hukum positif tindak pidana adalah perbuatan yang diancam pidana dalam ketentuan Undang-Undang. Memang beliau mengatakan, bahwa menurut teori tindak pidana adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Akan tetapi disamping itu harus ada orang yang dipidana. Orang ini tidak ada, jika tidak ada sifat yang melawan hukum dan kesalahan bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana. c. Simons, merumuskan bahwa strafbaar feit itu sebenarnya adalah tindakan yang menurut rumusan Undang-Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.39 d. Wirjono Prodjodikoro: tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. Dalam Bukunya Prof. Moeljatno, S.H. yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana, mendefinisikan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum atau larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.40 Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu 39 Simons, D, Kitab Pelajaran Hukum Pidana (judul asli: Leerboek Van Het Nederlandse Strafrecht) diterjemahkan oleh P.A.F. Lamintang, Bandung, Pioneer Jaya, 1992, hlm. 72. 40 Prof Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, PT Rineka Cipta, 2000, Cet ke- VI, hlm. 54.
  • 38. 23 suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.41 Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu kongkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kajadian itu. Ada lain istilah yang dipakai dalam hukum pidana, yaitu “tindak pidana”. Istilah ini, karena tumbuh dari pihak Kementerian Kehakiman, sering dipakai dalam perundang-undangan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan kongkrit, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak- gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam tindak- tanduk, tindakan, bertindak dan belakangan juga sering dipakai “tindak”. Oleh karena tindak sebagai kata tidak begitu dikenal, maka dalam perundang-undangan yang menggunakan istilah tindak pidana baik dalam pasal-pasalnya sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu dipakai 41 Roeslan Saleh dalam bukunya Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, Aksara Baru, hlm. 9, menyebutkan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum. Lebih jauh Mr. Roeslan Saleh menjelasakan bahwa perbuatan pidana hanya menunjukkan sifat perbuatan yang terlarang. Menurut pandangan nasional, pengertian perbuatan pidana mencakup isi sifat dari perbuatan yang terlarang dan kesalahan terdakwa. Dan dalam pandangan Mr. Roeslan saleh harus ada pemisahan yang tegas antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.
  • 39. 24 pula kata perbuatan. Contoh: Undang-undang no. 7 tahun 1953 tentang pemilihan Umum (Pasal 127, 129 dan lain-lain).42 2. Unsur-unsur tindak pidana Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: dari sudut pandang teoritis (berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya) dan sudut pandang Undang-Undang (kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang- undangan yang ada). Adanya perbuatan pidana menurut Moeljatno harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Perbuatan. b. Yang Dilarang. (oleh aturan hukum). c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar larangan).43 Menurut R.Tresna, merumuskan bahwa unsur-unsur perbuatan pidana sebagai berikut: a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia. b. Yang bertentangan dengan perundang-undangan. c. Diadakan tindakan hukuman.44 Dari unsur ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman, terdapat pengertian bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan), hal itu berbeda dengan 42 Prof Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2000, Cet ke- V, hlm. 55 43 Ibid, hlm. 57. 44 Mr.Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, PT. Tiara, 1990, Cet ke-III, hlm. 20.
  • 40. 25 apa yang disampaikan Moeljatno yang menyebutkan bahwa setiap perbuatan pidana itu tidak selalu harus dijatuhi pidana.45 Sedangkan dalam buku II KUHP memuat rumusan-rumusan tentang tindak pidana yang termasuk kategori kelompok kejahatan, dan buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan, yaitu mengenai tingkah laku atau perbuatan walaupun ada perkecualian seperti pasal (penganiayaan). Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11 (sebelas) unsur tindak pidana, yaitu: adanya unsur tingkah laku, melawan hukum, kesalahan, akibat konstitutif, keadaan yang menyertai, objek hukum tindak pidana, kausalitas subyek hukum tindak pidana dan unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.46 Dari uraian di atas maka sekali lagi dapat dijelaskan disini bahwa hal-hal yang berkenaan dengan unsur-unsur tindak pidana adalah berhubungan dengan putusan pembedaan dari tuntutan hukum.47 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana. Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu sebagai berikut: a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III. 45 Ibid 46 Adami Chazawi, op.cit., hlm. 82. 47 Djoko Prakoso, Hukum Penitensier Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, Cet ke-1, hlm.101
  • 41. 26 b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delecten). c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delecten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delecten). d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana pidana aktif atau positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif atau negatif, disebut juga tidak pidana omisi (delict omissionis). e. Berdasarkan saat dan jangka waktu kejadiannya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana dalam waktu lama atau berlangsung terus. f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. g. Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (delicta communia) yang dapat dilakukan siapa saja, dan tindak pidana (propria) dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu. h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klancht delicten). i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten),
  • 42. 27 tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten). j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya. k. Dari sudut beberapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).48 Dalam merumuskan pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana dan jenis-jenisnya, maka ada beberapa ahli hukum yang memasukkan mengenai kemampuan bertanggung jawab (torekeningsvatbaarheid) kedalam unsur tindak pidana. Pertanggungjawaban dalam hukum pidana menganut asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (gen straf zonder schuld), walaupun tidak dirumuskan dalam Undang-Undang, tetapi dianut dalam praktik tidak dapat dipisahkan antara kesalahan dan pertanggungjawaban atas perbuatan, contohnya orang yang melakukan dengan kesalahan saja yang dibebani tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya. Sedangkan mengenai persoalan apakah pertanggungjawaban itu merupakan bagian dari kesalahan, dalam arti juga apakah merupakan unsur 48 Adami Chazawi, Opcit, hlm. 121
  • 43. 28 tindak pidana ataukah bukan, dalam persoalan ini ada dua pendapat yang berbeda, yaitu: a. Menyatakan bahwa kemampuan bertanggung jawab itu adalah sebagai unsur tidak pidana, ahli hukum yang berpendapat demikian, misalnya Utrecht, Vos dan Simons. b. Menyatakan bahwa kemampuan bertanggung jawab bukan merupakan unsur tindak pidana, ahli hukum yang berpendapat demikian, misalnya Pompe dan Jonkers.49 Menurut Prof. Moeljatno, dalam perbuatan pidana yang menjadi pusat adalah perbuatannya, dalam bertanggung jawaban sebaliknya, yang menjadi pusat adalah orang yang melakukan perbuatan. Dasar mengenai terjadinya tindak pidana adalah asas legalitas (pasal 1) berbeda mengenai dapatnya dipidana pembuat yang menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan.50 Setelah terwujudnya tindak pidana, barulah dilihat apakah orang pembuatnya tadi ada pertanggungjawaban apa tidak, dalam arti apakah ada kesalahan ataukah tidak ada pembuatnya tersebut. Hanya terhadap orang yang dipersalahkan saja yang dapat dibebani tanggung jawab pidana. Hal ini baru dipersoalkan dalam hal untuk menetapkan keputusan oleh hakim agar putusan itu mencapai derajat kedilan yang setingi-tingginya. Dalam praktik hukum memang demikian, baru menjadi persoalan setelah ada keragu-raguan tentang jiwa si pembuat (biasanya diwakili oleh 49 Ibid, hlm. 151. 50 Op, Cit, hlm 153.
  • 44. 29 penasihat hukum), apakah dapat atau tidak dapatnya dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya.51 4. Subyek Tindak Pidana. Dalam sejarah perundang-undangan hukum pidana, pernah dikenal bahwa subyek dari sesuatu tindak pidana bukan hanya manusia saja, tetapi juga hewan. Demikianlah pada abad pertengahan (tahun 1517) pernah dipidana seekor banteng, karena membunuh seorang wanita. Tetapi sekarang sudah tidak dianut lagi. Pernah dikenal pula, dipertanggungjawab pemidanaannya badan hukum sebagai subyek, tetapi atas pengaruh ajaran Von Savigny dan Feuerbach, yang kesimpulannya bahwa badan-badan hukum tidak melakukan delik, maka pertanggungjawaban badan hukum tersebut, sudah tidak dianut lagi. Dalam hal ini yang dipertanggungjawab pidanakan adalah pengurusya.52 Jadi yang dianggap sebagai subyek tindak pidana adalah manusia, sedangkan hewan dan badan-badan hukum tidak dianggap subyek hukum. Bahwa hanya manusia yang dianggap sebagai subyek tindak pidana, ini tersimpulkan antara lain dari: a. Perumusan delik yang selalu menentukan subyeknya dengan istilah: barang siapa, warga negara Indonesia, nahkoda, pegawai negeri dan lain sebagainya. Penggunaan istilah-istilah tersebut selain daripada yang ditentukan dalam rumusan delik yang bersangkutan, dapat 51 Ibid, hlm. 154. 52 E. Y. Kanter, S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta, Storia Grafika, 2002, hlm. 218
  • 45. 30 ditemukan dasarnya pada pasal-pasal: 2 sampai dengan 9 KUHP. Untuk istilah barangsiapa, dalam pasal-pasal: 2, 3 dan 4 KUHP,53 digunakan isltilah “ een ieder” (dengan terjemahan “setiap orang”). b. Ketentuan mengenai pertangggungjawaban pidana seperti diatur, terutama dalam pasal-pasal : 44, 45, 49 KUHP, yang antara lain mensyaratkan “kejiwaan” yang kemudian dianggap sebagai dari petindak. c. Ketentuan mengenai pidana diatur dalam pasal 10 KUHP yang berbunyi: pidana terdiri atas A, pidana pokok: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan. B. pidana tambahan, pencabutan hak-hak tertentu perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim,54 terutama mengenai pidana denda. Hanya manusialah yang mengerti nilai uang.55 Dalam bukunya Prof Sudarto S.H. Pidana 1 juga dijelaskan. Telah diketahui, bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia. Ini dapat disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut: 53 Pasal 2 berbunyi: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Pasal 3 berbunyi: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. Pasal 4 berbunyi: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar Indonesia melakukan: salah satu kejahatan yang berdasarkan pasal 104, 106, 107, 108, 111, bis-1, 127 dan 131. 54 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana Dan Perdata, Jakarta Selatan, Visi Media, Cet ke-1, 2008, hlm. 6. 55 E. Y. Kanter, S.R. Sianturi, Op. cit, hlm. 219.
  • 46. 31 a. Rumusan delik dalam Undang-Undang lazim dimulai dangan kata- kata: “Barang siapa yang….”Barang siapa” ini dapat diartikan lain daripada “ oaring”. b. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat dikenakan kepada tindak pidana yaitu: Pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, yang dapat diganti dengan pidana kurungan. Pidana tambahan: 1. Pencabutan hak-hak tertentu, 2.Perampasan barang-barang tertentu. 3. Diumumkannya keputusan hakim. Sifat dari pidana tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga pada dasarnya hanya dapat dikenakan pada manusia. c. Dalam pemerikasaan perkara dan juga sifat dari hukum pidana yang dilihat ada atau tidaknya kesalahan pada terdakwa, memberi petunjuk bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu adalah manusia. Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kealpaan itu merupakan sikap dalam batin manusia.56 B. Tindak Pidana Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Tindak Pidana Dalam Hukum Islam Menurut hukum pidana Islam tindak pidana sering disebut dengan kata (jarimah), jika dilihat arti secara bahasa kata jarimah itu berasal dari kata ( ) yang sinonimnya ( ) artinya berusaha dan bekerja, 56 Sudarto, op.cit., hlm. 60.
  • 47. 32 disini khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Dari keterangan di atas kata jarimah menurut bahasa adalah melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang dipandang tidak baik, dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran dan jalan yang lurus. Sedangkan secara istilah Imam Al-Mawardi sebagian dikutip oleh ahmad wardi muslich mendefinisikan, jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang syara’,57 yang diancam dengan had atau ta’zir.58 Definisi lain juga dijelaskan di dalam bukunya Abdul Qadir Audah yang berjudul Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, dalam hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah) diartikan sebagai perbuatan-peruatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau ta’zir. Larangan-larangan syara’ tersebut adakalanya mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Adanya kata syara’ pada pengertian tersebut dimaksudkan bahwa suatu perbuatan baru dianggap tindak pidana apabila dilarang oleh syara’. 57 Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 9. 58 Menurut Imam al-Mawardi Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa ta’zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada Ulil Amri baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Dengan demikian ciri khas dari jarimah ta’zir itu adalah sebagai berikut: a.Hukumannya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara’ dan atas batas minimal dan atas batas maksimal. b. Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa.
  • 48. 33 Dari definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tindak pidana ialah melakukan setiap perbuatan yang dilarang atau meninggalkan setiap perbuatan yang ditinggalkan, atau melakukan atau meninggalkan perbuatan yang telah ditetapkan hukum Islam atas keharaman dan diancamkan hukuman terhadapnya.59 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Hukum Islam Unsur-unsur tindak pidana (jarimah) menurut tindak pidana Islam adalah sebagaimana telah disebutkan bahwa jarimah ialah larangan- larangan syara’, yang diancam hukuman. Larangan itu pula adakalanya berupa perbuatan yang dicegah, atau meninggalkan yang disuruh. Dengan penyebutan kata-kata syara’, dimaksudkan bahwa larangan-laangan harus datang dari ketentuan-ketentuan (nas-nas) syara’ dan berbuat atau tidak berbuat baru dianggap sebagai jarimah, apabila diancam hukuman terhadapnya.60 Karena perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut datang dari syara’ maka perintah-perintah dan larangan-larangan itu hanya ditujukan kepada orang yang berakal sehat dan memahami pembebanan (taklif). Sebab, dalam tradisi hukum Islam, pembebanan itu artinya panggilan (khitab), dan orang yang tidak dapat memahami, seperti hewan dan benda-benda mati, tidak mungkin menjadi objek (khitab) tersebut. 59 Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jakarta, PT Kharisma Ilmu, tanpa tahun, tt, hlm. 87. 60 A. Djazuli, Fiqih Jinayah, Jakarta, Rajawali Press, 1995, hlm. 10.
  • 49. 34 Bahkan orang yang dapat memahami pokok panggilan (khitab), tetapi tidak mengetahui perinciannya, apakah berupa suruhan atau larangan, apakah akan membawa pahala atau siksa, seperti orang gila anak-anak yang belum tamzis (balig), dipersamakan dengan hewan dan benda-benda mati yang tidak diberi pembebanan, bukan saja diperlukan pengertiannya terhadap pokok panggilan, tetapi juga diperlukan pengertiannya terhadap perinciannya.61 Dari uraian tersebut menurut Abdul Qadir Audah sebagaimana dikutip oleh ahmad hanafi dapat diketahui unsur-unsur jarimah secara umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah, yaitu: a. Rukun syar’i (unsur formil), yaitu nash yang melarang perbuatan yang mengancam perbuatan terhadapnya. b. Rukun maddi (unsur materiil), yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tiak berbuat. c. Rukun adabi (unsur moril), yaitu orang yang bisa dimintai pertanggung-jawaban terhadap jarimah yang diperbuatannya.62 Sebagai contoh, suatu perbuatan baru dianggap sebagai perzinaan dan pelakunya dapat dikenakan hukuman apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 61 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1967, hlm. 5. 62 Ibid, hlm. 6.
  • 50. 35 1. Ada nash (ketentuan) yang melarangnya dan mengancamnya dengan hukuman. Ketentuan tentang hukuman zina ini tercantum dalam surat al-isra’ ayat 32 yang berbunyi: Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(an-Nur: 2) 2. Si pelanggar dalam keadaan sehat pikiran. 3. Dia seorang muslim. 4. Telah (pernah) menikah. 5. Telah mencapai usia puber. 6. Seorang yang merdeka bukan budak belian. Dalam buku Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayat Karangan Drs. H. Ahmad Wardi Muslich dijelaskan bahwa unsur- unsur jarimah meliputi: 1. Unsur formal dari jarimah adalah adanya ketentuan dari syara’ yang menyatakan bahwa perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman. Pengertiannya adalah bahwa suatu perbuatan baru dianggap sebagai jarimah yang harus dituntut, apabila ada nash yang melarang perbuatan tersebut dan mengancamnya dengan hukuman.
  • 51. 36 Dengan perkataan lain, tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman kecuali dengan adanya suatu nash. Ketentuan ini dalam hukum positif disebut dengan istilah legalitas (tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan).63 2. Unsur materiil adalah perbuatan atau ucapan yang menimbulkan kerugian kepada individu atau masyarakat. Contoh dalam jarimah zina unsur materiilnya adalah perbuatan yang merusak keturunan. Dalam jarimah qadzaf unsur materiilnya adalah perkataan yang berisi tuduhan zina. Dalam jarimah pembunuhan unsur materiilnya adalah perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan perkataan lain pengertian unsur materiil dari suatu jarimah adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagaiman dikutip oleh ahmad wardi muslich:: Artinya:”Melakukan perbuatan atau perkataan yang dilarang dan telah ditetapkan hukumannya yang dilaksanakan oleh pengadilan”. Di samping perbuatan-perbuatan tersebut adakalanya telah selesai dilakukan dan adakalanya tidak selesai karena ada sebab-sebab dari luar. Jarimah yang tidak selesai ini dalam hukum positif disebut perbuatan percobaan.64 63 Ibid, hlm. 29 64 Ibid, hlm .59.
  • 52. 37 3. Pertanggungjawaban pidana adalah pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya tersebut. Dalam syari’at Islam pertanggungjawaban itu didasarkan kepada tiga hal: a. Adanya perbuatan yang dilarang. b. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan c. Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu. Apabila ada tiga hal tersebut maka terdapat pula pertanggungjawaban. apabila tidak terdapat, maka tidak terdapat pula pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak dibawah umur, orang yang dipaksa dan yang terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada.65 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam Sedangkan jenis-jenis tindak pidana (jarimah) menurut tindak pidana Islam adalah dilihat dari segi berat ringannya hukuman jarimah dibagi menjadi tiga yaitu: a. Jarimah Hudud Kata hudud adalah bentuk jamak dari had yang artinya batas, menurut syara’ (istilah fiqh) artinya batas-batas (ketentuan-ketentuan) 65 Ahmad Wardi Muslich, op.cit., hlm. 74.
  • 53. 38 dari Allah tentang hukuman yang diberikan kepada orang-orang yang berbuat dosa.66 Macam dan jumlahnya telah ditentukan Allah. Dengan demikian hukuman tersebut tidak mengenal batas minimal dan batas maksimal serta tidak dapat ditambah dan dikurangi. Mengenai pembagian hudud ini terjadi perbedaan di kalangan ulama, menurut Imam Syafi’i tindakan jarimah yang wajib dihukum had ada 7 (tujuh), yaitu zina, qazaf (menuduh zina) sirqoh (pencurian), asyurbah (minuman keras), hirobah (perampokan) dan riddah (keluar dari Islam), baghyu (pemberontakan). Sedang menurut Imam Hanafi jarimah yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an, jarimah hudud hanya ada lima yaitu: zina, sariqoh (pencurian) syarbul khamer (minum khamer) qath’u thariq (perampokan), qazaf (menuduh zina).67 b. Jarimah Qishash Diyat 68 Menurut bahasa, qishash adalah bentuk masdar, sedangkan asalnya adalah qashasha yang artinya memotong. Atau berasal dari kata iqtashasha yang artinya mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si pelaku sebagai balasan atas perbuatannya. Sedangkan menurut istilah adalah pembalasan yang serupa dengan perbuatan atas pembunuhan atau melukai atau merusakkan 66 Imam Taqiyudin Abu Bakar, Kifayah Al-Akhyar, Beirut-Libanon, Darul Kutub Al-Alamiyah, t.t, hlm. 219 67 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al Fiqih ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Beirut-Libanon, Darrul Kurub Al Alaiyah, tt, hlm. 12 68 Qishas adalah hukuman yang berupa balasan setimpal, maksudnya hukum balas bunuh atas orang yang membunuh.
  • 54. 39 anggota badan atau menghilangkan manfaatnya, sesuai dengan (jinayaat) pelanggaran yang dibuatnya.69 Hukum qisas ada dua macam: 1) Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuh. 2) Qishash pelukaan, untuk tindak pidana menghilangkan anggota badan, kemanfaatan atau pelukaan anggota badan. Dasar hukum Qishash terdapat dalam al-Qur’an surah al- Baqarah ayat 178: Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaas berkenaan tentang dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengn orang merdeka,hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita, maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memeafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang member maaf) membayar (diat)70 kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. 69 H. Moh. Kasim Bakri, Hukum Pidana Dalam Islam, Surakarta: Ramadhani, 1958, hlm. 24. 70 Diyat adalah tuntutan ganti rugi, yaitu pemberian sejumlah harta dari pelaku terhadap si korban atau walinya melalui keputusan hakim.
  • 55. 40 Ada sebuah riwayat asbabun nuzulnya ayat di atas adalah ayat ini diterangkan dalam suatu riwayat: Diketengahkan oleh Ibnu Hatim dari Said bin Jubair, katanya, "Ada dua anak suku Arab yang telah berperang antara sesama mereka di masa jahiliah, tidak lama sebelum datangnya agama Islam. Di kalangan mereka banyak yang mati dan yang menderita luka, hingga mereka juga membunuh hamba sahaya dan golongan wanita. Akibatnya sampai mereka masuk Islam. Salah satu suku tadi membangga-banggakan kelebihannya terhadap yang lain, baik dalam banyaknya warga maupun harta. Mereka bersumpah tak akan rela sampai warga musuh yang merdeka dibunuh sebagai tebusan bagi budak mereka yang terbunuh, begitu pun warga musuh yang laki-laki, dibunuh sebagai kisah bagi warga mereka yang perempuan. Maka turunlah ayat, “Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.” (Q.S. Al- Baqarah 178). c. Jarimah Ta’zir Jarimah Ta’zir, yaitu jarimah setiap hukuman yang bersifat pendidikan atas setiap perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’. Dengan demikian, setiap perbuatan maksiat adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum syara’ dan merupakan jarimah yang harus dikenakan hukuman. Ulil Amri yang diberi wewenang untuk menetapkan jarimah dan hukuman ta’zir ini, tentu saja tidak diberi kebebasan yang mutlak yang dapat
  • 56. 41 menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal melainkan tetap harus berpegang kepada ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam nas-nas syara’ dan harus sesuai ruh syari’ah dan kemaslahatan umum.71 Setelah terwujudnya tindak pidana, maka akan dipertanggung jawabkan ke dalam hukum pidana, termasuk juga dalam hukuman (jarimah). Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana adalah kebebasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Sebagai salah satu unsur dalam terjadinya suatu jarimah, yaitu sebagai unsur moril, pertanggungjawaban pidana harus meliputi tiga hal: 1) Terdapatnya perbuatan yang dilarang. 2) Kebebasan dalam berbuat atau tidak berbuat. 3) Kesadaran bahwa perbuatan itu mempunyai akibat tertentu. Pertanggungjawaban pidana (al- mas’uliyyah al-jinaiyyah) hanya ada jika hal tersebut hadir dalam pribadi pembuat delik. Dan pertanggungjawaban pidana ini tidak hanya bagi orang, tetapi juga berlaku bagi badan hukum, namun dikarenakan badan hukum ini tidak berbuat secara langsung mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka pertanggungjawabannya dikenakan kepada orang yang mewakili badan hukum tersebut. 71 Wardi Muslich, op.cit., hlm. 41
  • 57. 42 Hukuman dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan terciptanya ketertiban dan ketenteraman masyarakat, untuk itu harus ada kesesuaian antara hukuman sebagai beban dengan kepentingan masyarakat. Besar kecilnya hukuman yang diberikan kepada pelaku jarimah, selain ditentukan oleh akibat yang ditimbulkan, juga ditentukan oleh hal-hal lain yang terdapat dalam diri pembuat tindak pidana. sebab adanya perbuatan melawan hukum adakalanya secara kebetulan kesepakatan bersama langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, dan lain-lain. Adanya perbedaan bentuk-bentuk perlawanan terhadap hukum mengakibatkan adanya tingkat-tingkat dalam pertanggungjawaban pidana.72 C. Tindak Pidana Perkosaan Dan Perkosaan Dalam Perkawinan (Marital Rape) 1. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan Tidak seorang pun diantara kita mau bermimpi menjadi korban perkosaan. Tidak terkecuali para korban yang telah ditimpa musibah perkosaan, sehingga mendorong kelompok perempuan diseluruh dunia telah memulai proses menuntut kembali seksualitas sebagai suatu kawasan dimana perempuan dapat menolak penindasan atas dirinya. Mereka sedang meneropong pemahaman tentang seksualitas perempuan yang telah diterima, yang mengaitkan subordinasi ekonomi dan sosial perempuan dengan subordinasi seksualnya. Dalam proses ini, muncul masalah 72 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm. 175.
  • 58. 43 identitas, kewajiban, kekuasaan, kesenangan, pilihan dan hati nurani, serta kesempatan perempuan untuk memiliki autonomi dalam kawasan intim dari hidupnya sendiri.73 Dalam membahas kekerasan seksual ini, menurut pasal 285 KUHP menjelaskan bahwa yang dimaksud pemerkosaan adalah: “barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan untuk bersetubuh dengan dia diluar perkawinan” dengan ancaman hukuman maksimum dua belas tahun penjara. Terjemahan dalam bahasa Indonesia dari kata verkrachting adalah “perkosaan” tetapi terjemahan ini, meskipun hanya mengenai nama suatu tindak pidana, tidak tepat karena diantara orang-orang Belanda verkrachting sudah merata berarti “perkosaan untuk bersetubuh”sedangkan dalam bahasa Indonesia kata “perkosaan” saja sama sekali belum menunjuk pada pengertian “ pengertian untuk bersetubuh”. Maka sebaiknya kualifikasi tindak pidana dari pasal 285 KUHP ini harus “ perkosaan untuk bersetubuh”.74 Mirip dengan tindak pidana ini ialah yang oleh pasal 289 dengan kualifikasi “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan” dirumuskan sebagai “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanya perbuatan cabul” dengan ancaman hukuman maksimum Sembilan tahun penjara. Menurut komentar 73 Julia Cleves Mosse, Half The Word, Half A Chance, tt, Hartian Silawati, Gender Dan Pengembangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 70. 74 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung: Eresco,1986, hlm. 117.
  • 59. 44 para penulis Belanda, perbuatan yang dipaksakan dalam pasal 289, perbuatan cabul, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus. Perbedaan lain dari kedua tindak pidana ini ialah bahwa: a. “Perkosaan untuk bersetubuh” hanya dapat dilakukan oleh laki-laki terhadap seorang perempuan, sedangkan “perkosaan untuk cabul” dapat juga dilakukan oleh seorang perempuan terhadap seorang laki- laki. b. “Perkosaan untuk bersetubuh” hanya dapat dilakukan di luar perkawinan sehingga seorang suami boleh saja memerkosa istrinya untuk bersetubuh, sedangkan “perkosaan untuk cabul” dapat dilakukan di dalam perkawinan, sehingga tidak boleh seorang suami memaksa istrinya untuk cabul atau seorang istri memaksa suaminya untuk cabul.75 Sebenarnya perbedaan sub ini tidak begitu logis, justru karena pengertian cabul lebih luas dari bersetubuh. Dengan demikian, seorang suami tidak boleh memaksa istrinya untuk misalnya, memegang kemaluan si suami, tetapi boleh memaksa istrinya untuk bersetubuh. Ini nampaknya dirasakan juga oleh Noyon- Langemeyer (jilid II halaman 522) yang mengatakan bahwa ada perbuatan yang hanya merupakan cabul apabila dilakukan di luar perkawinan, mungkin dianggap bukan cabul, sehingga 75 Ibid. hlm 118.
  • 60. 45 diperbolehkan, seperti bersetubuh. Kalau demikian, maka perumusan pasal 289 KUHP sebenarnya kurang tepat.76 Pengertian pemerkosaan juga disebutkan dalam pasal 285 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Yang diancam dengan pasal ini ialah pria yang memaksa wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan ancaman atau perkosaan, mengenai persetubuhan lihat penjelasan pasal 284 KUHP, mengenai kekerasan, lihat pasal 89 KUHP, memaksa untuk melakukan persetubuhan misalnya: merangkul wanita itu dengan keras, sehingga akhirnya dia tidak dapat melawan lagi dan menyerah untuk disetubuhi, untuk bisa dituntut dengan pasal ini, persetubuhan itu harus dilakukan sebagaimana sudah diterangkan dalam pasal 284 KUHP, yakni kelamin pria masuk ke dalam lubang kemaluan wanita, sehingga akhirnya mengeluarkan air mani. 2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan Dalam Perkawinan Berbicara tentang kekerasan, barangkali yang terlintas dalam pikiran kita adalah sebuah tindakan atau perlakuan kasar yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain atau satu pihak satu terhadap pihak 76 Ibid, hlm 118.