Makalah ini membahas delapan standar nasional pendidikan di Indonesia dan permasalahan dalam pencapaian standarnya, termasuk kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Problem Peningkatan Mutu Pendidikan
1. 1
MASALAH PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pemakalah:
Ella Tampubolon (20112506017)
Kuntum Trilestari (20112506002)
Landasan-landasan dan Problematika Kependidikan
Dosen Pengampu:
Dr. Effendi Nawawi, M.Si.
Dr. Sanjaya, M.Si.
Bidang Kajian Umum Bahasa Inggris
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2012
2. 2
MASALAH PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Abstrak
Dinamika dalam dunia pendidikan telah lama menjadi
pembahasan pemerintah agar dapat mendapatkan solusi
dari permasalahan-permasalahan yang timbul di dalamnya
salah satunya kendala dalam meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia. Salah satu upaya dalam
meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah Indonesia
telah menerapkan Standar Nasional Pendidikan yang
diatur dalam PP RI nomor 15 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Terdapat 8 standar yang menjadi
kriteria minimal yang harus dimiliki oleh setiap sekolah
agar dapat memenuhi standar nasional. Dalam
menerjemahkan kedelapan standar nasional pendidikan,
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah
menjabarkan kebijakan mengenai hal-hal terkait dengan
fungsi dan tujuan standar pendidikan.
Makalah ini akan menjabarkan apa saja kedelapan standar
nasional pendidikan serta permasalahan yang timbul
dalam pencapaian standar nasional. Lebih lanjut, dengan
adanya pembahasan permasalahan dalam meningkatkan
mutu pendidikan, makalah ini akan mencoba memberi
solusi dari setiap permasalahan yang timbul.
Kata kunci: PP RI no.15 tahun 2005, Standar Nasional
Pendidikan, BSNP.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa. Melalui pendidikanlah suatu
bangsa dapat menjadi bangsa yang bermartabat. Pendidikan di Indonesia ber-asas
pada falsafah bangsa, yaitu pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Jabaran UUD
1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan,
3. 3
"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab."
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah tentu selalu ada
hambatan dan dinamika yang membayangi. Permasalahan-permasalahan yang
melingkupi dunia pendidikan kita saat ini menurut Suryati Sidharto (Hadisusanto,
Sidharto, & Siswoyo, 1995), problem yang dihadapi bangsa Indonesia mencakup
lima pokok problem, yaitu: Pemerataan Pendidikan, Daya Tampung Pendidikan,
Relevansi Pendidikan, Kualitas/Mutu Pendidikan, dan Efisiensi & Efektifitas
Pendidikan.
Penulisan makalah ini membahas mengenai permasalahan dalam
meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia. Mendefinisikan
kualitas dan mutu adalah cara untuk menelaah apa yang menjadi tujuan utama dari
penulisan makalah. Zamroni berpendapat bahwa,
Mutu bisa diartikan ke arah kualitas input. Seperti, kualitas
kepala sekolah, guru, kurikulum, perpustakaan, dan
lingkungan baik fisik maupun sosial kultural. Mutu bisa
juga diartikan sebagai proses. Seperti, bagaimana kualitas
proses belajar mengajar, interaksi antara guru dengan
guru, guru dengan kepala sekolah, dan interaksi antar
komponen sekolah yang lain. Mutu juga dapat diartikan
sebagai kualitas lulusan, seperti nilai ujian nasional (UN),
prestasi peserta didik di berbagai bidang ilmu dan
keterampilan, baik buruknya watak perilaku peserta didik
dan sebagainya. (Zamroni, 2011, p. 1)
Menanggapi pendapat diatas, makna mutu dan kualitas dalam kaitannya dengan
pendidikan adalah dimana aspek prestasi, perangkat sekolah dan proses
4. 4
pendidikan menjadi suatu titik berat atau acuan dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
Ada tujuh permasalahan khusus dalam dunia pendidikan (Kasim, 2009),
yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Secara umum, permasalahan di atas telah diatur dalam 8 Standar Nasional
Pendidikan. Dengan demikian, pembahasan makalah akan dikaji apa saja
kedelapan standar nasional pendidikan di Indonesia serta permasalahan yang
timbul dalam mencapai standarisasi tersebut. Namun untuk mengawali
pembahasan, ada baiknya untuk membahas seperti apa sistem pendidikan
Indonesia.
Sistem Pendidikan Indonesia
Dalam dunia pendidikan, mutu merupakan produk dari suatu sistem
pendidikan yang ada. Tidak akan ada pendidikan bermutu yang lahir dari sistem
pendidikan yang tidak bermutu (Zamroni, 2011, p. 2). Dengan pernyataan seperti
itu, maka yang menjadi fokus pembahasan pertama adalah bagaimana ciri-ciri
sistem pendidikan di Indonesia. Apakah sistem pendidikan yang telah diterapkan
di Indonesia telah memenuhi syarat sebagai sistem yang berkualitas demi
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia?
Sistem pendidikan yang baik adalah sistem pendidikan yang tumbuh dari
falsafah bangsa, sesuai dengan kebutuhan, serta dapat memberikan arahan yang
menuju masa depan yang lebih baik (Zamroni, 2011, p. 2). Jelas bahwa sistem
5. 5
pendidikan suatu bangsa haruslah berlandaskan atas kepribadian bangsa. Artinya,
sistem yang diaplikasikan di Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Oleh karena itu, sistem pendidikan tidak begitu saja menganut, meniru atau
mengimpor dari bangsa lain, betapa pun baiknya sistem pendidikan bangsa lain
itu.
8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
(BSNP, 2012).
Fungsi dan Tujuan Standar (BSNP, 2012) :
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu
Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global.
Pemerintah menetapkan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia sebagai
pedoman bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini penjelasan 8 Standar
Nasional Pendidikan Indonesia (BSNP, 2012):
1. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
6. 6
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan
minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan
minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata
pelajaran.
2. Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi
minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan.
3. Standar Proses
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik
memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
4. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan
di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
7. 7
usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi
Profesional, dan Kompetensi Sosial.
Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan
Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga kependidikan
meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga
administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola
kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6. Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan
oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar
pengelolaan oleh Pemerintah.
7. Standar Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan
biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan
sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
8. 8
Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik,
dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan
pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-
masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masalah dalam Pencapaian Standar Nasional
Dalam pemenuhan standar nasional, terdapat kendala dan masalah yang
timbul baik dari aspek materi, proses serta pelaku pendidikan.
1. Masalah Kompetensi Lulusan
Pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik ditentukan
oleh pencapaian kompetensi baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar
mata pelajaran sesuai level sekolah yang telah di atur dalam kurikulum. Standar
nilai yang di capai akan mempunyai porsi yang berbeda sesuai dengan guru,
kebijakan sekolah atau daerah masing-masing. Angka 8 yang di dapat di kelas A
mungkin berbeda dengan kelas B karena guru yang berbeda dari mata pelajaran
tersebut. Tak menutup kemungkinan bahwa angka 6 di satu sekolah akan
sebanding dengan angka 7 di sekolah lain dengan standar porsi nilai yang lebih
rendah. Apakah standar penilaian tersebut dapat menjadi acuan dalam standar
kompetensi lulusan? Demikian pula dengan pencapaian kompetensi, apakah
evaluasi yang telah dilakukan telah mencapai standar dalam memutuskan siswa
telah memenuhi kompetensi yang diinginkan? Jika memang setiap guru telah
9. 9
menerapkan standar kompetensi lulusan, maka tidak akan ada jenjang perbedaan
nilai antar sekolah atau daerah.
2. Masalah Isi
Masalah yang timbul dalam standar isi adalah ketika lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal di tuangkan dalam penulisan sistematis
yaitu berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru.
Dalam mata kuliah Evaluasi, terdapat 13 jenis RPP Bahasa Inggris dari 13 sekolah
berbeda yang dievaluasi dan memberikan hasil akhir yang tidak memuaskan.
Secara umum, format penulisan tersebut sudah mengacu pada PERMENDIKNAS
nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses. Namun masih banyak kekurangan
dalam segi konten terutama materi ajar dan materi belajar. Sangat disayangkan
bila acuan proses pembelajaran menitik beratkan pada buku teks. Artinya,
kebanyakan guru hanya mengacu pada apa yang ada pada buku teks sehingga
melupakan hal utama yaitu pencapaian kompetensi. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar hanya berupa acuan dasar namun tidak sepenuhnya pada
praktiknya. Hal ini berdampak pada hasil akhir belajar siswa.
3. Masalah Proses
Berbicara mengenai proses, hal ini adalah aplikasi dari RPP yang telah
direncanakan guru. Yang menjadi masalah dalam pencapaian standar proses
adalah metode pembelajaran yang konvensional. Adapun metode „ceramah‟ yang
telah diterapkan selama ini lebih mendominasi proses pembelajaran di Indonesia.
Berbicara masalah metode pengajaran, tentu saja akan banyak
mendapatkan masalah, karena kebanyakan guru dalam menyampaikan materi
pelajaran kepada siswa hanya dengan metode yang klasik yaitu metode ceramah
dan tanya jawab saja. Akibatnya proses pembelajaran yang terjadi lebih terfokus
pada guru, sementara siswa kurang aktif. Guru selalu menjadi pusat dalam
pembelajaran yang dikenal dengan istilah teacher center. Dalam pelajaran Bahasa
Inggris, language skill yang dilatih terfokus pada kemampuan menulis dan
membaca. Sedangkan mendengar dan berbicara sangat jarang dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran. Guru berpendapat bahwa proses penjelasan merupakan
10. 10
pelatihan mendengar, sedangkan proses tanya jawab merupakan pelatihan
berbicara. Hal seperti ini menjadikan problem dalam pencapaian standar proses.
4. Masalah Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Sasaran utama peningkatan mutu adalah meningkatkan prestasi peserta
didik. Suka atau tidak suka, yang dimaksud dengan prestasi peserta didik tidak
lain yang paling utama adalah ditunjukkan oleh nilai rapor atau ujian nasional
(Zamroni, 2011, p. 227). Prestasi peserta didik ini didapat dari hasil proses
pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran di sekolah ini, ditentukan dari
kualitas guru, yaitu kemampuan dan kemauan (dedikasi guru). Dengan demikian,
jika kualitas pembelajaran ingin meningka salah satunya dengan meningkatkan
kualitas dan profesionalisme guru.
1. Problema dalam peningkatan kualitas guru
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas guru (Zamroni, 2011, p. 122)
antara lain:
a. Penguasaan guru atas bidang studi
b. Penguasaan guru atas metode pengajaran
c. Kualitas pendidikan guru
d. Rekruitmen guru
e. Kompensasi guru
f. Status guru di masyarakat
g. Manajemen sekolah
h. Dukungan masyarakat dan,
i. Dukungan pemerintah
Menurut data tahun 2007 (Zamroni, 2011, p. 50), sebanyak 687.906 guru
di Indonesia berasal dari lulusan SLTA, 106.117 guru lulusan D1, 664.861 lulusan
D2, 198.457 lulusan D3, dan 971.934 lulusan S1. Untuk data per provinsi tahun
2007, di Sumatera Selatan terdata 20.639 guru lulusan SLTA, 2.823 lulusan D1,
16.784 lulusan D2, 4.887 lulusan D3 dan 14.930 lulusan S1. Maka, pemerintah
11. 11
menerapkan sistem sertifikasi dimana salah satunya bertujuan untuk
meningkatkan latar belakang pendidikan guru menjadi Strata 1.
2. Profesionalisme Guru
Profesional terkait dengan kemampuan memahami tugas-tugas serta hal-
hal yang berkaitan dengan tugas-tugas tersebut serta lebih mendalam. Orang yang
profesional tidak hanya mampu melaksanakan tugas pokoknya, namun juga
mampu melaksanakan hal-hal yang terkait dengan keberhasilan tugas pokoknya
tersebut. Profesional juga dapat berarti memiliki karakteristik pemahaman teknik
pekerjaan yang lebih baik dan luas.
Seseorang dikatakan profesional apabila memiliki karakter sebagai berikut
(Lensiana, 2011):
1. Memiliki komitmen yang kuat dan berjangka panjang terhadap keahlian
mereka.
2. Memiliki loyalitas yang lebih tinggi terhadap pekerjaannya daripada
kepada pimpinannya.
3. Selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan
perkembangan zaman, dan
4. Dalam bekerja tidak terikat dengan jadwal regulernya.
Berbicara tentang profesional guru sangat komprehensif. Profesi guru
harus dilihat dari kemampuan menguasai kurikulum, materi pembelajaran, teknik
dan metode pembelajaran, kemampuan mengelola kelas, sikap komitmen pada
tugas, harus dapat menjaga kode etik profesi, di sekolah ia harus menjadi
“manusia percontohan” yang akan ditiru siswanya, di masyarakat menjadi teladan.
Beberapa hambatan menjadi guru yang profesional antara lain (Ananto,
2011) :
1. Gaji yang gajinya “terlalu pas-pasan” bahkan mungkin “kurang”. Hal ini
memaksa seorang guru mencari nafkah tambahan seusai jam kerja.
Kebiasaan ini berjalan sampai sekarang, akibatnya guru tidak memiliki
kesempatan untuk membuat persiapan mengajar dengan baik dan matang
12. 12
untuk pembelajaran di kelas, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi
tidak efektif.
2. Tugas – tugas administrasi guru yang dianggap memberatkan. Guru
beranggapan bahwa merasa cukup lama dan berpengalaman menjadi
guru, semuanya sudah dimengerti dan hapal di “luar kepala”. Akibatnya,
sebagian besar tugas administrasi dibuat dengan setengah terpaksa hanya
untuk menyenangkan hati atasan.
3. Minimnya niat guru untuk menjadi guru yang profesional (pasrah dengan
kemampuan dan keadaan). Ada anggapan bahwa guru berprestasi
maupun tidak berprestasi pun gajinya sama, inilah yang membuat
sebagian guru kurang termotivasi untuk meningkatkan kompetensi dan
kualitas pendidikannya.
4. Kurangnya memanfaatkan waktu di sekolah untuk bertukar pengalaman
dengan guru sejawat tentang pengalaman – pengalaman proses belajar
mengajar (PBM) yang baik. Guru beranggapan kewajiban atau tugasnya
hanya sekadar mengajar di kelas, tanpa mau mengembangkan aspek
lainnya yang berkaitan dengan peningkatan atau pengembangan kualitas
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan tanpa malu-
malu, kecenderungan guru kini ada kebiasaan yang kurang produktif di
ruang guru yaitu pada saat PBM di kelas berakhir sebagian guru
membahas atau bertukar pikiran tentang hal-hal yang tidak ada kaitannya
dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran melainkan membicarakan
hal-hal yang berkaitan dengan pola – pola kehidupan materialistis,
konsumtif, ngegosip, membicarakan kelemahan orang lain, dan
sejenisnya.
5. Kurangnya minat guru untuk berinovasi. Guru beranggapan bahwa apa
yang sudah dilakukan pada PBM di nilai masih baik dan tidak ada
kendala. Hal inilah yang membuat merasa nyaman dan tidak perlu “aneh-
aneh” dalam memberikan pendidikan pada siswa.
13. 13
6. Kurang tersedianya fasilitas pendidikan yang menunjang PBM.
Akibatnya pelaksanaan PBM berjalan tidak efektif dan cenderung
penyampaian materi bahan ajar dari guru tidak berkembang dengan
semestinya, yaitu dengan strategi pembelajarn yang inovati, bervariasi
dalam alat dan media, namun cenderung monoton.
5. Masalah Sarana dan Prasarana
Untuk sarana dan prasarana, banyak sekali sekolah yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak
lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya (Sudarmi, 2007).
Artikel pada koran Kompas, Rabu 23 Maret 2010 menyatakan bahwa
sampai saat ini 88,8 persen sekolah di indonesia mulai SD hingga SMA/SMK,
belum melewati mutu standar pelayanan minimal. Pada pendidikan dasar hingga
kini layanan pendidikan mulai dari guru, bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan
dan laboratorium, buku-buku pelajaran dan pengayaan, serta buku referensi masih
minim. Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) baru 3,29% dari 146.904 yang masuk
kategori sekolah standar nasional, 51,71% katekori standar minimal dan 44,84%
dibawah standar pendidikan minimal. pada jenjang SMP 28,41% dari 34.185,
44,45% berstandar minimal dan 26% tidak memenuhi standar pelayanan minimal.
Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan di indonesia tidak terpenuhi sarana
prasarananya (Sosiologimaexis, 2011).
6. Masalah Pengelolaan Pendidikan
Da
7. Masalah Pembiayaan Pendidikan
Pem
8. Masalah Penilaian Pendidikan
14. 14
Pen
Kesimpulan
Saran
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencoba untuk
memberikan saran dan solusi dari setiap masalah yang timbul dalam pencapaian
standar nasional pendidikan.
Standar Kompetensi Lulusan
Untuk mencapai standar kompetensi lulusan, setidaknya pemerintah harus
menyamaratakan penilaian yang ada di setiap sekolah karena hal tersebut
dapat berpengaruh pada nilai akhir siswa yang berbeda porsi pada setiap
sekolah. Evaluasi yang dilakukan dalam rangka pencapaian kompetensi
juga harus disesuaikan dengan apa yang siswa pelajari selama ini, bukan
dari apa yang telah ditetapkan oleh suatu instansi atau lembaga tertentu
yang menyebabkan ketidakrataan pendidikan.
Standar Isi
Untuk mensiasati agar standar isi terlaksana dengan baik, RPP yang telah
di atur dalam permendiknas nomor 41 tahun 2007 sudah cukup baik secara
umum. Namun pengertian tentang konten sangat kurang. Misalkan
membedakan antara tujuan pembelajaran dan indikator pembelajaran yang
sudah menjadi masalah umum dalam penulisan RPP di kalangan guru,
seharusnya ada penjabaran bagaimana membedakannya. Disamping itu,
pembedaan antara materi ajar dan materi belajar harus dicantumkan agar
guru tidak hanya fokus untuk memberi latihan kepada siswa melainkan
mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi pencapaian
kurikulum.
15. 15
Standar Proses
Dalam menjalankan RPP, standar proses yang berlaku belum memiliki
variasi metode pembelajaran yang baru. Adapun pendidikan berkarakter
yang sedang diterapkan masih sangat abstrak bagi guru untuk
melaksanakannya dalam kegiatan pembelajaran. Metode pembelajaran
juga masih mengandalkan metode konvensional sehingga situasi yang
terjadi selalu sama. Sebaiknya guru mempunyai inisiatif dan kreatif dalam
membentuk suasana belajar yang efektif dan efisien serta interaktif dan
edukatif.
Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Jika pendidik dan tenaga pendidik sendiri belum bisa memenuhi standar
nasional, sebaiknya pemerintah mencanangkan suatu program yang dapat
menanggulangi hal ini. Program sertifikasi sudah cukup baik bagi guru
untuk mencapai standar pendidikan. Namun tidak serta merta program
sertifikasi akan menghasilkan guru yang profesional pula. Pemerintah
telah menerapkan peraturan bahwa seluruh pendidik dan tenaga
kependidikan harus menyelesaikan pendidikan S1 sebagai syarat utama.
Namun program CPNS yang menyaring guru hanya melalui test cognitif
tidak bisa menjadi patokan bahwa sang guru profesional. Sebaiknya
diadakan test kompetensi dan performance untuk menilai cognitif dan
emotional apakah guru sudah dapat menguasai materi serta menguasai
situasi kelas yang sebenarnya.
Standar Sarana dan Prasarana
Bila pemerintah telah menerapkan standar untuk sarana dan prasarana, apa
saja yang telah di lakukan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan sarana
dan prasarana tersebut? Seharusnya pemerintah mendata berapa banyak
jumlah sekolah yang ada di daerahnya lalu mengevaluasi apa saja
16. 16
kekurangan yang ada pada sekolah tersebut. Memang memerlukan dana
yang tidak sedikit, namun dengan adanya peraturan standar sarana dan
prasarana sebaiknya pemerintah turut serta membantu terlaksananya
standar tersebut. Akan sangat memalukan bagi pemerintah bila bobroknya
sarana dan prasarana pendidikan diketahui oleh orang asing sehingga
sekolah atau daerah tersebut diberi bantuan dari orang luar seolah
pemerintah Indonesia tidak mampu mendanai kebutuhan rakyatnya
sendiri.
Standar Pengelolaan
Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, S. (2011, April 2). Tarsisius. Dipetik April 29, 2012, dari Sekolah
Tarsisius 2 Jakarta:
http://www.tarsisius2.sch.id/artikel/sd/profesionalisme-guru-hambatan-
dan-upaya-pemecahannya
Anonim. (2008). eprint. Dipetik April 30, 2012, dari pdf:
http://etd.eprints.ums.ac.id/13781/4/Bab_I.pdf
17. 17
BSNP. (2012). BSNP RSS. Dipetik April 28, 2012, dari BSNP-Indonesia:
http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=61
Hadisusanto, D., Sidharto, S., & Siswoyo, D. (1995). Pengantar ilmu pendidikan.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta.
Kasim, M. (2009, March 8). Wordpress. Dipetik April 27, 2012, dari
Meilanikasim's blog:
http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-
pendidikan-di-indonesia/
Lensiana. (2011). Scribd. Dipetik April 29, 2012, dari Scribd Inc:
http://www.scribd.com/doc/9742771/PENGARUH-KOMPETENSI-
GURU-DALAM-MENINGKATKAN-MUTU-LULUSAN-DI-SD-
NEGERI-RAYON-IV-KECAMATAN-ILIR-BARAT-I-PALEMBANG
Sosiologimaexis. (2011, May 11). wordpress.com. Dipetik April 29, 2012, dari
Sosiologimarxis:
http://sosiologimarxis.wordpress.com/2011/05/11/104/#_ftn3
Sudarmi. (2007, July 20). blogspot.com. Dipetik April 28, 2012, dari All about
pendidikan: http://darmi.blogspot.com/2007/07/peningkatan-kualitas-
mutu-pendidikan.html
Waspada. (2011). Portal Harian Waspada. Dipetik April 30, 2012, dari Waspada
medan.com:
http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&
id=3100:paradigma-baru-penerimaan-siswa-
baru&catid=59:opini&Itemid=215
Zamroni. (2011). Dinamika peningkatan mutu. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.