SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 20
Descargar para leer sin conexión
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Ganguan sensori persepsi merupakan gejala umum dari skizofernia
terdapat dua jenis utama masalah perseptual yaitu : halusinasi dan ilusi yang
didefinisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus
sensori. (Rasmun, 2001 : hal 23 )
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi dimana terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (cook & Fotaine, 1997 dalam
Dalami, 2009 : hal 19)
Beberapa klien mengalami halusinasi (persepsi sensori yang salah, atau
pengalaman persepsi yang sebenarnya tidak ada). Halusinasi dapat melibatkan
kelima indra dan sensasi pada tubuh. Halusinasi pendengaran (mendengarkan
suara-suara) adalah halusinasi yang paling banyak ditemukan dan halusinasi
penglihatan (melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada) merupakan jenis
halusinasi kedua

yang paling sering ditemukan. Klien pada awalnya

mempersepsikan halusinasi sebagai pengalaman yang nyata, tetapi pada tahap
sakit yang selanjutnya, mereka mengenalinya sebagai halusinasi (Sheila L.
Videbeck, 2001 : hal 204)

B. Psikodinamika
Menurut ( Nurjanah, 2005 : hal 1)
Ada beberapa penyebab seseorang yang mengalami halusinasi sebagai
berikut Penurunan sensori persepsi, ketidak seimbangan biokimia, kurangnya
stimulus lingkungan, stress psikologi penurunan /hambatan

neurotransmitter,

kurangnya rangsangan saat perkembangan, keseimbangan biokimia untuk sensori
yang keluar, keseimbangan elektrolit.
Halusinasi mungkin disebabkan oleh banyak faktor, tetapi kemungkinan
penyebab terjadinya halusinasi pada klien dengan masalah psikiatrik adalah
karena adanya stres psikologi (psychological stress) atau kurangnya stimulus dari
lingkungan (insufficient environmental stimull). Pada klien dengan masalah
psikiatrik, stress psikologi bisa menyebabkan klien berhalusinasi. Stress ini
mungkin berasal dari dalam dirinya sendiri misalnya klien berfikir negatif atau
menyalahkan dirinya sendiri, atau stress yang didapatkan dari luar yang bisa
berasal dari hubungan yang tidak menyenangkan dengan keluarga,teman atau
bahkan petugas kesehatan. Apabila klien berada dirumah sakit tentunya klien
berinteraksi dengan petugas kesehatan. Sikap verbal dan nonverbal petugas yang
tidak terapeutik bisa menyebabkan klien merasa terancam dan menyebabkan
halusinasi semakin kuat dan sering muncul.lingkungan dirumah sakit yang baru
dan asing juga bisa memicu klien untuk merasa cemas dan tertekan, dan apabila
hal ini tidak diantisipasi oleh petugas kesehatan maka mungkin akan memicu
halusinasi menjadi semakin kuat.
Kurangnya stimulus lingkungan juga akan menjadi penyebab terjadinya
halusinasi. Pada umumnya klien dengan masalah halusinasi diawali dengan
perasaan sedih/stress karena masalah tertentu dan kemudian klien menyendiri
dalam waktu yang cukup lama. Pada saat ini klien berada dalam kondisi dimana
stimulus dari lingkungan sangat kurang sementara stimulus dalam dirinya semakin
kuat. Apabila hal ini terjadi dalam waktu lama maka klien akan mulai
berhalusinasi.
1. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul karena halusinasi,
diantaranya adalah :
Munculnya perilaku untuk mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
yang diakibatkan dari persepsi sensori palsu tanpa adanya stimulus eksternal.
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi
halusinasi penglihatan dan pendengaran, Hambatan komunikasi yang
berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi pendengaran,
Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi
halusinasi : pengecapan dan penciuman
( Judith m, wilkinson, 2007 : hal 448 )
C. Rentang Respon
Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif






Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
Perilaku sosial
Hubungan sosial

Respon Maladaptif
 Pikiran kadang
menyimpang
 Ilusi
 Emosional berlebih
dengan pengalaman
kurang
 Perilaku ganjil
 Menarik diri

 Kelainan pikiran
 Halusinasi
 Tidak mampu
mengatur emosi
 Ketidakteraturan
 Isolasi sosial

(Stuart and Laraia, hal. 21-7)
Keterangan Gambar :
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif berupa :
a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati
sesuai dengan pengalaman.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Psikososial
Respon psikososial, antara lain :
a. Proses

pikir

terganggu

adalah

proses

pikir

yang

menimbulkan

kekacauan/mengalami gangguan.
b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain atau hubungan dengan orang lain.
3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Respon
maladaptif yang sering ditemukan meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di
terima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang
negatif mengancam.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sensori Persepsi
Halusinasi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau permasalahan klien.
Selain data demografi yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama dan status perkawinan. Pengelompokkan data pengkajian
kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme
koping dan manifestasi klinis yang dimiliki klien, cara ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi (Stuart and Laraia, 2001 : hal. 396 – 397)
Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan gangguan orientasi realita
adalah Aspek Biologis, Psikologis dan Sosial :
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan saraf pusat
dapat menimbulkan gangguan orientasi realitas (halusinasi) seperti
hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal dan
limbik. Gejala yang mungkin muncul adalah hambatan dalam belajar,
bicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau
kekerasan.
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dari lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realita adalah penolakan dan
kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu,
pengasuh atau teman yang bersikap cemas, tidak sensitif atau bahkan
terlalu melindungi. Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak
adekuat misalnya, tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada
kekerasan emosi, konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran
rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi
realitas.

3) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas, seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan,
kerusakan, kerawanan) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang
menumpuk.
b. Faktor Presipitasi (Stuart and Laraia, 2001 : hal. 400)
Faktor presipitasi dapat berasal dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain, stressor juga bisa menjadi salah satu penyebab.
Gangguan orientasi realita halusinasi yang meliputi biologis dan stressor
lingkungan.
1) Biologis
Stressor Biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik
yang maladaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak
yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Stressor Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.

c. Manifestasi Klinis
Menurut tahap-tahap halusinasi karakteristik dan perilaku yang
ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi sebagai berikut :
1) Halusinasi pengelihatan
a) Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang dibicarakan.
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang
sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang
yang tidak tampak.
d) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
2) Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati :
a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain,
benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
b) Tiba-tiba berlari keruangan lain.
3) Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat diamati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah :
a) Hidung yang dikerutkan seperti, mencium bau yang tidak enak.
b) Mencium bau tubuh.
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain.
d) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau
darah.
e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
4) Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi perabaan adalah :
a) Meludahkan makanan atau minuman
b) Menolak untuk makan, minum atau minum obat
c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
d. Fase Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2001 : hal 424)
1) Fase I
Pada fase ini individu mengalami rasa cemas (ansietas, stress,
perasaan terpisah dan kesepian). Klien mungkin melamun dan
memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan dan stress, cara ini menolong untuk sementara. Klien masih
dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal pemikiran ini sebagai
bagian dari dirinya meskipun intensitas resepsi meningkat.
2) Fase II
Ansetas meningkat berhubungan dengan penglaman eksternal dan
internal klien berada pada tingkat pendengaran halusinasinya
(listening). Pemikiran eksternal jadi lebih menonjol, gambaran
halusinasi berupa suara dan sensasi berupa bisikan yang tidak jelas,
akan tetapi klien merasa takut apabila ada orang lain yang mendengar
atau memperhatikannya. Perasaan klien tidak efektif untuk mengontrol
pemikiran tersebut. Klien berusaha untuk membuat jarak antara dirinya
dengan halusinasinya

dengan memproyeksikan pengalamannya,

sehingga seolah-olah halusinasinya datang dari orang lain atau tempat
lain.
3) Fase III
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol pemikiran
klien, klioen menjadi terbiasa oleh halusinasinya dan tidak berdaya
akan halusinasinya tersebut. Atau halusinasinya tersebut menjadi
kesenangan dan keamanan yang bersifat sementara.
4) Fase IV
fase ini tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi yang terjadi menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah, memarahi, menyerang. Klin tidak mampu berhubungan
dengan orang lain karena sibuk dengan khayalannya. Klien mungkin
berada pada dunia yang menakutkan dalam beberapa waktu yang
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini akan menjadi kronik
jika tidak dilakukan intervensi secepatnya.

e. Mekanisme Koping (Dalami 2009 : hal 27).
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis termasuk :
1) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk penanggulangan ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang
tertinggi untuk aktivitas hidup sehri-hari.

2) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya
untuk menjelaskan kerancuan persepsi)
3) Menarik diri.
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor
misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun, dll. Sedangkan
reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi
diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
f. Sumber Koping ( Majalah Bina Sehat, 1999 : hal 19)
mechanic mengemukakan 5 sumber koping yaitu : aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan individu, tehnik-tehnik pertahaan, dukungan
sosial dan dorongan motivasi.
Lazarus & Folkman, menambahkan sumber-sumber sebagai berikut :
keyakinan positif, keterampilan pemecahan masalah dan sosial serta
sumber-sumber sosial dan material.

g. Pohon Masalah (Dalami 2009 : hal 27)
Berdasarkan pengkajian diatas maka dapat disusun pohon masalahnya
sebagai berikut:

Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Isolasi Sosial

h. Masalah Keperawatan
Dari pohon masalah diatas dapat disimpulakn bahwa masalah keperawatan
yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsl sensori haluslnasi
adalah sebagal berikut :
1) Perubahan sensori Persepsi : Halusinasi
2) Isolasi sosial
3) Resiko prilaku kekerasan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori Persepsi : Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Resiko prilaku kekerasan

3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Perencanaan tindakan keperawatan
Adalah perencanaan dimana perawat akan menyusun rencana yang akan
di lakukan pada klien untuk mengatasi maslahnya, perencanaan disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan diagnosa satu atau masalah utamanya
adalah :
Diagnosa Keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi
Tujuan Umum : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tujuan khusus : TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling
percaya, Kriteria Evaluasi : Selama interaksi klien menunjukan tanda –
tanda percaya kepada perawat : ekspresi wajah bersahabat, meenunjukan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat,
bersedia mengungkapkan masalah yang di hadapi. Rencan Tindakan
Keperawatan : Bina hubungan saling percaya dengan mengungkappkan
prinsip komunikasi terapeutik : sapa klien dengan ramah baik verbal mau
pun non verbal, pekenalkan nama, nama panggilan, dan tujuan perawat
berkenalan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di
sukai klien buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati
janji setiap kali berinteraksi, tunjukan sikap empati dan menerima klien
apa adanya, beri perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien,
tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan
dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. TUK 2 : klien dapat
mengenal halusinasinya. Kriteria Evaluasi : klien menyebutkan : isi,
waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.
Rencana Tindakan Keperawatan : adakan kontak seringa dan singkat
secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
: ( dengar, lihat, penghidu, raba, kecap ) jika menemukan klien yang
sedang halusinasi : tnyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi,
dengar, lihat, pnghidup, raba, kecap ), jika klien menjawab ya, tanyakan
apa yang sedang di alaminnya, katakan bahwa perawat percaya klien
mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (
dengan nada bershabat tanpamenuduh atau menghakimi ), katakan bahwa
ada klien yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perwat akan
membantu klien jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi, diskusi dengan klien : isi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi ( pagi, siaang, sore, dan malam atau sering dan
kadang – kadang situasi dan kondisi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasin, Kriteria Evaluasi : klien menyatakan perasaan
dan responnya saat mengalami halusinasi : marah, takut, sedih, senang,
cemas, jengkel. Rencana Tindakan Kepeerawatan : diskusikan dengan
klien apa yang dirsakan jika terjadi haalusinasi dan beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya,

diskusikan dengan klien apa yang

dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusi tentang dampak
yang di akan alaminnya bila klien menikmati halusinasinya. TUK 3 :
klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria Evaluasi : klien
menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya, klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, klien
dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi ( dengar,
lihat, penghidu, raba, kecap) , klien melaksanakan cara yang telah di pilih
untuk mengendalikan halusinasinya, pertemuan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, Rencan tindakan keperawatan : identifikasi
bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasinya (
tidur, marah, menyibukan diri dll ), diskusi cara yang digunakan klien,
jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan
maladptif, diskusikan kerugian cara tersebut, diskusi cara baru untuk
memutus / mengontrol timbulnya halusinasi : katakan pada diri sendiri
bahwa ini tidak nyata ( saya tidak mau dengar, lihat, penghidu, raba,
kecap saat halusinasi terjadi ). Menemui orang lain ( perawat, teman,
anggota keluarga ) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat
dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari – hari yang telah disusun,
meminta keluarga, teman, perawat, menyapa jika sedang berhalusinasi,
bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk
mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang di pilih dan
dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan di latih, bila berhasil
beri pujian, anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi. TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga
dalam menontrol halusinasinya. Kriteria Evaluasi : pertemuan keluarga,
keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat,
keluarga menyebutkan pengertian, tanda, dan gejala proses terjadinya
halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya. Rencana
Tindakan Keperawatan : buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan
( waktu, tempat dan topik ), diskusi dengan keluarga ( pada saat
pertemuan keluarga / kunjungan rumah ), pengertian halusinasi, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan
klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi, obat – obatan
halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama,
memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi
halusinasi ), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana
cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat di atasi di rumah. TUK 5
: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria Evaluasi : klien
menyebutkan, manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama,
warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien mendemonstrasikan
pengunaan obat yang benar, menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter, Rencana Tindakan Keperawatan : diskusi
dengan klien tantang manfaat dan kerugian tidak minum obat, warna,
dosis, cara, efek terapi dan efek samping pengunaan obat, pantau klien
saat pengunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan
benar
b. Penatalaksanaan Medis
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi termasuk dalam kelompok
penyakit Skizoprenia, maka jenis penatalaksanaan yang bisa dilakukan
adalah :
1) Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah therapi dengan menggunakan obat, tujuannya
untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong
dalam pengobatan psikofarmaka adalah :
a) Clorpromazine (CPZ)
Aturan pakai

: 3 x 25 mg/hr kemudian dinaikan sampai batas
normal.

Indikasi

: Untuk pengobatan psikosa.

Efek samping : Hipotensi, Aritmia, Takikardi, Penglihatan kabur,
dan Sindrom Parkinson.

b) Trifluoperasin (Stelazine)
Aturan pakai

: 3 x 1 sampai 5 mg/hr dosis tertinggi 50 mg/hr.

Indikasi

: Di berikan kepada klien dengan gangguan mental
organik dan gejala psikotik yang menarik diri.

Efek samping : Efek Ekstrapiramidal.
c) Tiosidiasin (Melleril)
Aturan pakai

: Tergantung

pada

berat

ringannya

gejala,

gangguan yang ringan 50-70 mg/hr.
Indikasi

: Untuk keadaan psikosis, kecemasan, dan refleksi
cemas.

Efek samping : Hipotensi dan gangguan fungsi lever.
d) Diazepam (Valium)
Aturan pakai

: Dosis 5 atau 10 mg akan mengatasi gejala ansietas
akut dalam 1 jam dalam dosis teratur 2 sampai 20
mg/hr.

Indikasi

: Psikoneurosis Ansietas.

Efek samping : Pada awalnya timbul rasa ngantuk tetapi toleransi
timbul setelah beberapa hari.
e) Halloperidol (Haldol, Serenec)
Aturan pakai

: 5 sampai 10 mg secara Intra Muskular dan dapat di
ulang 2 sampai 4 jam. Dosis oral 5 sampai 20 mg/hr.

Indikasi

: Bukan saja untuk Mania tetapi juga pada
Skizoprenia.

f) Thrihexyfenidil (THP)
Aturan pakai

: Hari pertama diberi 1 mg, hari kedua menjadi 7
mg/hr minggu selanjutnya 6 sampai 10 mg/hr
yang diberikan 3 sampai 4 kali sesudah makan.

Indikasi

: Untuk berbagai bentuk Parkinson dan untuk
menghilangkan ekstrapiramidal akibat obat.

Efek samping : Mulut kering, pandangan kabur, takikardi.
2) Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
a) Elektro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik
dengan kekuatan 75-100 volt. Cara kerja ini belum diketahui secara
jelas,

namun

dapat

memperpendek

dikatakan

lamanya

bahwa

serangan

therapy

Skizofrenia

ini

dapat

dan

dapat

mempermudah kontak dengan orang lain.
b) Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei
pengekangan

dimana

klien

dapat

di

imobilisasi

dengan

membalutnya. Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai
menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah,
mengamuk
c) Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Cara
ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan perilaku
kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan
dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
3) Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang
sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan
meningkatkan harga diri seseorang. Therapy Okupasi menggunakan
pekerjaan atau kegiatan sebagai media pelaksana.
(Rasmun, 2000 hal 20)

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering kali pelaksanaan jauh bebeda
dengan rencana. Hal yang terjadi karna perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melaksanakan keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisi saat ini (Hear and Now) perawat juga
menilai diri sendiri, apakah mempunyai interpersonal serta dinilai kembali
apakah aman bagi klien.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawtan pada klien, evaluasi dilakukan terus – menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, hal yang
di harapkan dari klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi harus di
sesuaikan

dengan tujuan asuhan keperawatan yang di harapkan,

Mengidentifikasi jenis halunisasi pasien, mengidentifikasi isi halunisasi,
mengidentifikasi

waktu

halunisasi

pasien,

mengidentifikasi

frekuensi

halusinasi pasien, mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi,
mengidentifikasi

respon

pasien

terhadap

halusinasi,

melatih

pasien

mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain, ,
melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (
kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah ), memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan obat secara

teratur, menganjurkan pasien

memasukan kedalam jadwal kegiatan harian, Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut :
S

: Respon subyektif klien terhadap tindakan,dapat diukur dengan
menanyakan,

pertanyaan

sederhana

terkait

dengan

tindakan

keperawatan.
O : Respon obyek terhadap tindakan keperawatan yang di berikan dapat
diukur dengan mengobservasi prilaku klien padasaat tidakan dilakukan.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpelkan
apakah apakah masalah masih tetap muncul masalah baru atau ada data
yang kontra diksi dengan masalah yang ada dapat pula membandingkan
hasil dan tujuan
P

: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut .
( Dalami, 2009 : hal 33 )

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Kp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwa
Kp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwaKp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwa
Kp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwaAhmad Muhtar
 
Istilah spikologi
Istilah spikologiIstilah spikologi
Istilah spikologiMar Toro
 
3. psikiatri anak dan remaja
3. psikiatri anak dan remaja3. psikiatri anak dan remaja
3. psikiatri anak dan remajafikri asyura
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikLena Setianingsih
 
Laporan resume kuliah.bp.jalil
Laporan resume kuliah.bp.jalilLaporan resume kuliah.bp.jalil
Laporan resume kuliah.bp.jalilSiti Subekti
 
F 44 gangguan disosiatif (konversi)
F 44 gangguan disosiatif (konversi)F 44 gangguan disosiatif (konversi)
F 44 gangguan disosiatif (konversi)Elissa Lisencia
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 2
Psikologi klinis 2 pertemuan 2Psikologi klinis 2 pertemuan 2
Psikologi klinis 2 pertemuan 2Edo Sebastian Jaya
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 4
Psikologi klinis 2 pertemuan 4 Psikologi klinis 2 pertemuan 4
Psikologi klinis 2 pertemuan 4 Edo Sebastian Jaya
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriDhian Khikmah
 
Presentation Psikosis Akut
Presentation Psikosis AkutPresentation Psikosis Akut
Presentation Psikosis AkutDavid Edward
 
Jurnal Halusinasi
Jurnal HalusinasiJurnal Halusinasi
Jurnal Halusinasiimmachilles
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 5
Psikologi klinis 2 pertemuan 5 Psikologi klinis 2 pertemuan 5
Psikologi klinis 2 pertemuan 5 Edo Sebastian Jaya
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 3
Psikologi klinis 2 pertemuan 3 Psikologi klinis 2 pertemuan 3
Psikologi klinis 2 pertemuan 3 Edo Sebastian Jaya
 
Psikologi klinis 1 pertemuan 3
Psikologi klinis 1 pertemuan 3Psikologi klinis 1 pertemuan 3
Psikologi klinis 1 pertemuan 3Edo Sebastian Jaya
 

La actualidad más candente (20)

Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran AKPER PEMKAB MUNA
 
Presentation
Presentation Presentation
Presentation
 
Psikosis
PsikosisPsikosis
Psikosis
 
Kp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwa
Kp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwaKp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwa
Kp 3.1.24 klasifikasi gangguan jiwa
 
Istilah spikologi
Istilah spikologiIstilah spikologi
Istilah spikologi
 
3. psikiatri anak dan remaja
3. psikiatri anak dan remaja3. psikiatri anak dan remaja
3. psikiatri anak dan remaja
 
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan NeurotikPerbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
Perbedaan Gangguan Jiwa Psikotik dan Neurotik
 
Gangguan disosiatif-konversi
Gangguan disosiatif-konversiGangguan disosiatif-konversi
Gangguan disosiatif-konversi
 
Laporan resume kuliah.bp.jalil
Laporan resume kuliah.bp.jalilLaporan resume kuliah.bp.jalil
Laporan resume kuliah.bp.jalil
 
F 44 gangguan disosiatif (konversi)
F 44 gangguan disosiatif (konversi)F 44 gangguan disosiatif (konversi)
F 44 gangguan disosiatif (konversi)
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 2
Psikologi klinis 2 pertemuan 2Psikologi klinis 2 pertemuan 2
Psikologi klinis 2 pertemuan 2
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 4
Psikologi klinis 2 pertemuan 4 Psikologi klinis 2 pertemuan 4
Psikologi klinis 2 pertemuan 4
 
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatriwawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
wawancara-dan-pemeriksaan-psikiatri
 
Presentation Psikosis Akut
Presentation Psikosis AkutPresentation Psikosis Akut
Presentation Psikosis Akut
 
Jurnal Halusinasi
Jurnal HalusinasiJurnal Halusinasi
Jurnal Halusinasi
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 5
Psikologi klinis 2 pertemuan 5 Psikologi klinis 2 pertemuan 5
Psikologi klinis 2 pertemuan 5
 
Ppt abnormal
Ppt abnormalPpt abnormal
Ppt abnormal
 
Psikologi klinis 2 pertemuan 3
Psikologi klinis 2 pertemuan 3 Psikologi klinis 2 pertemuan 3
Psikologi klinis 2 pertemuan 3
 
Pengantar
PengantarPengantar
Pengantar
 
Psikologi klinis 1 pertemuan 3
Psikologi klinis 1 pertemuan 3Psikologi klinis 1 pertemuan 3
Psikologi klinis 1 pertemuan 3
 

Similar a TEORI HALUSINASI

Similar a TEORI HALUSINASI (20)

widya.pptx
widya.pptxwidya.pptx
widya.pptx
 
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaranGangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran
Gangguan persepsi sensor; halusinasi pendengaran
 
Maniac AKPER PEMKAB MUNA
Maniac AKPER PEMKAB MUNA Maniac AKPER PEMKAB MUNA
Maniac AKPER PEMKAB MUNA
 
Lp Halusinasi.docx
Lp Halusinasi.docxLp Halusinasi.docx
Lp Halusinasi.docx
 
Proposal
ProposalProposal
Proposal
 
Mania
ManiaMania
Mania
 
Halusinasi
HalusinasiHalusinasi
Halusinasi
 
5 kesehatan mental ok.pptx
5 kesehatan mental ok.pptx5 kesehatan mental ok.pptx
5 kesehatan mental ok.pptx
 
Halusinasi
HalusinasiHalusinasi
Halusinasi
 
Skizofrenia fix
Skizofrenia fixSkizofrenia fix
Skizofrenia fix
 
SCHIZOPHRENIA/SKIZOPRENIA
SCHIZOPHRENIA/SKIZOPRENIASCHIZOPHRENIA/SKIZOPRENIA
SCHIZOPHRENIA/SKIZOPRENIA
 
Tingkah laku menyimpang dan manajemen stres
Tingkah laku menyimpang dan manajemen stresTingkah laku menyimpang dan manajemen stres
Tingkah laku menyimpang dan manajemen stres
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN RAWAT DIRI PADA P...
 
idoc.pub_asuhan-keperawatan-teoritis-isolasi-sosial.pdf
idoc.pub_asuhan-keperawatan-teoritis-isolasi-sosial.pdfidoc.pub_asuhan-keperawatan-teoritis-isolasi-sosial.pdf
idoc.pub_asuhan-keperawatan-teoritis-isolasi-sosial.pdf
 
Psikologi di rsj bk
Psikologi di rsj bkPsikologi di rsj bk
Psikologi di rsj bk
 
Makalah sik odgj
Makalah sik odgjMakalah sik odgj
Makalah sik odgj
 
Makalah sik odgj
Makalah sik odgjMakalah sik odgj
Makalah sik odgj
 
Makalah ega
Makalah egaMakalah ega
Makalah ega
 
Makalah sik odgj dikonversi
Makalah sik odgj dikonversiMakalah sik odgj dikonversi
Makalah sik odgj dikonversi
 

Más de laksamana2014 (7)

Badak
BadakBadak
Badak
 
Arsip
ArsipArsip
Arsip
 
10
1010
10
 
0852
08520852
0852
 
7 days trips toraja trekking plus rafting and sengkang
7 days trips toraja trekking plus rafting and sengkang7 days trips toraja trekking plus rafting and sengkang
7 days trips toraja trekking plus rafting and sengkang
 
1
11
1
 
2
22
2
 

TEORI HALUSINASI

  • 1. BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Ganguan sensori persepsi merupakan gejala umum dari skizofernia terdapat dua jenis utama masalah perseptual yaitu : halusinasi dan ilusi yang didefinisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori. (Rasmun, 2001 : hal 23 ) Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (cook & Fotaine, 1997 dalam Dalami, 2009 : hal 19) Beberapa klien mengalami halusinasi (persepsi sensori yang salah, atau pengalaman persepsi yang sebenarnya tidak ada). Halusinasi dapat melibatkan kelima indra dan sensasi pada tubuh. Halusinasi pendengaran (mendengarkan suara-suara) adalah halusinasi yang paling banyak ditemukan dan halusinasi penglihatan (melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada) merupakan jenis halusinasi kedua yang paling sering ditemukan. Klien pada awalnya mempersepsikan halusinasi sebagai pengalaman yang nyata, tetapi pada tahap sakit yang selanjutnya, mereka mengenalinya sebagai halusinasi (Sheila L. Videbeck, 2001 : hal 204) B. Psikodinamika Menurut ( Nurjanah, 2005 : hal 1)
  • 2. Ada beberapa penyebab seseorang yang mengalami halusinasi sebagai berikut Penurunan sensori persepsi, ketidak seimbangan biokimia, kurangnya stimulus lingkungan, stress psikologi penurunan /hambatan neurotransmitter, kurangnya rangsangan saat perkembangan, keseimbangan biokimia untuk sensori yang keluar, keseimbangan elektrolit. Halusinasi mungkin disebabkan oleh banyak faktor, tetapi kemungkinan penyebab terjadinya halusinasi pada klien dengan masalah psikiatrik adalah karena adanya stres psikologi (psychological stress) atau kurangnya stimulus dari lingkungan (insufficient environmental stimull). Pada klien dengan masalah psikiatrik, stress psikologi bisa menyebabkan klien berhalusinasi. Stress ini mungkin berasal dari dalam dirinya sendiri misalnya klien berfikir negatif atau menyalahkan dirinya sendiri, atau stress yang didapatkan dari luar yang bisa berasal dari hubungan yang tidak menyenangkan dengan keluarga,teman atau bahkan petugas kesehatan. Apabila klien berada dirumah sakit tentunya klien berinteraksi dengan petugas kesehatan. Sikap verbal dan nonverbal petugas yang tidak terapeutik bisa menyebabkan klien merasa terancam dan menyebabkan halusinasi semakin kuat dan sering muncul.lingkungan dirumah sakit yang baru dan asing juga bisa memicu klien untuk merasa cemas dan tertekan, dan apabila hal ini tidak diantisipasi oleh petugas kesehatan maka mungkin akan memicu halusinasi menjadi semakin kuat. Kurangnya stimulus lingkungan juga akan menjadi penyebab terjadinya halusinasi. Pada umumnya klien dengan masalah halusinasi diawali dengan perasaan sedih/stress karena masalah tertentu dan kemudian klien menyendiri dalam waktu yang cukup lama. Pada saat ini klien berada dalam kondisi dimana stimulus dari lingkungan sangat kurang sementara stimulus dalam dirinya semakin kuat. Apabila hal ini terjadi dalam waktu lama maka klien akan mulai berhalusinasi.
  • 3. 1. Komplikasi Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul karena halusinasi, diantaranya adalah : Munculnya perilaku untuk mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang diakibatkan dari persepsi sensori palsu tanpa adanya stimulus eksternal. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi penglihatan dan pendengaran, Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi pendengaran, Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi : pengecapan dan penciuman ( Judith m, wilkinson, 2007 : hal 448 ) C. Rentang Respon Rentang Respon Neurobiologis Respon Adaptif      Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten Perilaku sosial Hubungan sosial Respon Maladaptif  Pikiran kadang menyimpang  Ilusi  Emosional berlebih dengan pengalaman kurang  Perilaku ganjil  Menarik diri  Kelainan pikiran  Halusinasi  Tidak mampu mengatur emosi  Ketidakteraturan  Isolasi sosial (Stuart and Laraia, hal. 21-7) Keterangan Gambar : 1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
  • 4. normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif berupa : a. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan. b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan. c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati sesuai dengan pengalaman. d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. 2. Psikososial Respon psikososial, antara lain : a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan kekacauan/mengalami gangguan. b. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera. c. Emosi berlebihan atau berkurang. d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. e. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau hubungan dengan orang lain. 3. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya. Respon maladaptif yang sering ditemukan meliputi :
  • 5. a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. c. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati. d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur. e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di terima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif mengancam. D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau permasalahan klien. Selain data demografi yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama dan status perkawinan. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme koping dan manifestasi klinis yang dimiliki klien, cara ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Faktor Predisposisi (Stuart and Laraia, 2001 : hal. 396 – 397) Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan gangguan orientasi realita adalah Aspek Biologis, Psikologis dan Sosial : 1) Biologis
  • 6. Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan orientasi realitas (halusinasi) seperti hambatan perkembangan otak khususnya kortek frontal, temporal dan limbik. Gejala yang mungkin muncul adalah hambatan dalam belajar, bicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau kekerasan. 2) Psikologis Keluarga, pengasuh dari lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realita adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya, tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekerasan emosi, konflik dan kekerasan dalam keluarga (pertengkaran rumah tangga) merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas. 3) Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas, seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusakan, kerawanan) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk.
  • 7. b. Faktor Presipitasi (Stuart and Laraia, 2001 : hal. 400) Faktor presipitasi dapat berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor juga bisa menjadi salah satu penyebab. Gangguan orientasi realita halusinasi yang meliputi biologis dan stressor lingkungan. 1) Biologis Stressor Biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. 2) Stressor Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku. c. Manifestasi Klinis Menurut tahap-tahap halusinasi karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi sebagai berikut : 1) Halusinasi pengelihatan a) Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang dibicarakan. b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
  • 8. c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak. d) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara. 2) Halusinasi pendengaran Adapun perilaku yang dapat teramati : a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak. b) Tiba-tiba berlari keruangan lain. 3) Halusinasi penciuman Perilaku yang dapat diamati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah : a) Hidung yang dikerutkan seperti, mencium bau yang tidak enak. b) Mencium bau tubuh. c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain. d) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah. e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan api. 4) Halusinasi pengecapan Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi perabaan adalah : a) Meludahkan makanan atau minuman b) Menolak untuk makan, minum atau minum obat c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
  • 9. d. Fase Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2001 : hal 424) 1) Fase I Pada fase ini individu mengalami rasa cemas (ansietas, stress, perasaan terpisah dan kesepian). Klien mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress, cara ini menolong untuk sementara. Klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal pemikiran ini sebagai bagian dari dirinya meskipun intensitas resepsi meningkat. 2) Fase II Ansetas meningkat berhubungan dengan penglaman eksternal dan internal klien berada pada tingkat pendengaran halusinasinya (listening). Pemikiran eksternal jadi lebih menonjol, gambaran halusinasi berupa suara dan sensasi berupa bisikan yang tidak jelas, akan tetapi klien merasa takut apabila ada orang lain yang mendengar atau memperhatikannya. Perasaan klien tidak efektif untuk mengontrol pemikiran tersebut. Klien berusaha untuk membuat jarak antara dirinya dengan halusinasinya dengan memproyeksikan pengalamannya, sehingga seolah-olah halusinasinya datang dari orang lain atau tempat lain. 3) Fase III Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol pemikiran klien, klioen menjadi terbiasa oleh halusinasinya dan tidak berdaya akan halusinasinya tersebut. Atau halusinasinya tersebut menjadi kesenangan dan keamanan yang bersifat sementara. 4) Fase IV
  • 10. fase ini tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang terjadi menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi, menyerang. Klin tidak mampu berhubungan dengan orang lain karena sibuk dengan khayalannya. Klien mungkin berada pada dunia yang menakutkan dalam beberapa waktu yang singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini akan menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi secepatnya. e. Mekanisme Koping (Dalami 2009 : hal 27). Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis termasuk : 1) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk penanggulangan ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggi untuk aktivitas hidup sehri-hari. 2) Proyeksi Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi) 3) Menarik diri. Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun, dll. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
  • 11. f. Sumber Koping ( Majalah Bina Sehat, 1999 : hal 19) mechanic mengemukakan 5 sumber koping yaitu : aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu, tehnik-tehnik pertahaan, dukungan sosial dan dorongan motivasi. Lazarus & Folkman, menambahkan sumber-sumber sebagai berikut : keyakinan positif, keterampilan pemecahan masalah dan sosial serta sumber-sumber sosial dan material. g. Pohon Masalah (Dalami 2009 : hal 27) Berdasarkan pengkajian diatas maka dapat disusun pohon masalahnya sebagai berikut: Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Isolasi Sosial h. Masalah Keperawatan Dari pohon masalah diatas dapat disimpulakn bahwa masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsl sensori haluslnasi adalah sebagal berikut : 1) Perubahan sensori Persepsi : Halusinasi
  • 12. 2) Isolasi sosial 3) Resiko prilaku kekerasan 2. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan sensori Persepsi : Halusinasi b. Isolasi sosial c. Resiko prilaku kekerasan 3. Rencana Tindakan Keperawatan a. Perencanaan tindakan keperawatan Adalah perencanaan dimana perawat akan menyusun rencana yang akan di lakukan pada klien untuk mengatasi maslahnya, perencanaan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan diagnosa satu atau masalah utamanya adalah : Diagnosa Keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi Tujuan Umum : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya Tujuan khusus : TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya, Kriteria Evaluasi : Selama interaksi klien menunjukan tanda – tanda percaya kepada perawat : ekspresi wajah bersahabat, meenunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang di hadapi. Rencan Tindakan Keperawatan : Bina hubungan saling percaya dengan mengungkappkan prinsip komunikasi terapeutik : sapa klien dengan ramah baik verbal mau pun non verbal, pekenalkan nama, nama panggilan, dan tujuan perawat
  • 13. berkenalan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang di sukai klien buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. TUK 2 : klien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria Evaluasi : klien menyebutkan : isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi. Rencana Tindakan Keperawatan : adakan kontak seringa dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : ( dengar, lihat, penghidu, raba, kecap ) jika menemukan klien yang sedang halusinasi : tnyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi, dengar, lihat, pnghidup, raba, kecap ), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang di alaminnya, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bershabat tanpamenuduh atau menghakimi ), katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perwat akan membantu klien jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusi dengan klien : isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siaang, sore, dan malam atau sering dan kadang – kadang situasi dan kondisi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasin, Kriteria Evaluasi : klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi : marah, takut, sedih, senang, cemas, jengkel. Rencana Tindakan Kepeerawatan : diskusikan dengan klien apa yang dirsakan jika terjadi haalusinasi dan beri kesempatan
  • 14. mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusi tentang dampak yang di akan alaminnya bila klien menikmati halusinasinya. TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria Evaluasi : klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi ( dengar, lihat, penghidu, raba, kecap) , klien melaksanakan cara yang telah di pilih untuk mengendalikan halusinasinya, pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, Rencan tindakan keperawatan : identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasinya ( tidur, marah, menyibukan diri dll ), diskusi cara yang digunakan klien, jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladptif, diskusikan kerugian cara tersebut, diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi : katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( saya tidak mau dengar, lihat, penghidu, raba, kecap saat halusinasi terjadi ). Menemui orang lain ( perawat, teman, anggota keluarga ) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari – hari yang telah disusun, meminta keluarga, teman, perawat, menyapa jika sedang berhalusinasi, bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang di pilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan di latih, bila berhasil beri pujian, anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi. TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga
  • 15. dalam menontrol halusinasinya. Kriteria Evaluasi : pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda, dan gejala proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya. Rencana Tindakan Keperawatan : buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan topik ), diskusi dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga / kunjungan rumah ), pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi, obat – obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi ), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat di atasi di rumah. TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria Evaluasi : klien menyebutkan, manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien mendemonstrasikan pengunaan obat yang benar, menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter, Rencana Tindakan Keperawatan : diskusi dengan klien tantang manfaat dan kerugian tidak minum obat, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping pengunaan obat, pantau klien saat pengunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar b. Penatalaksanaan Medis
  • 16. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi termasuk dalam kelompok penyakit Skizoprenia, maka jenis penatalaksanaan yang bisa dilakukan adalah : 1) Psikofarmaka Psikofarmaka adalah therapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam pengobatan psikofarmaka adalah : a) Clorpromazine (CPZ) Aturan pakai : 3 x 25 mg/hr kemudian dinaikan sampai batas normal. Indikasi : Untuk pengobatan psikosa. Efek samping : Hipotensi, Aritmia, Takikardi, Penglihatan kabur, dan Sindrom Parkinson. b) Trifluoperasin (Stelazine) Aturan pakai : 3 x 1 sampai 5 mg/hr dosis tertinggi 50 mg/hr. Indikasi : Di berikan kepada klien dengan gangguan mental organik dan gejala psikotik yang menarik diri. Efek samping : Efek Ekstrapiramidal. c) Tiosidiasin (Melleril) Aturan pakai : Tergantung pada berat ringannya gejala, gangguan yang ringan 50-70 mg/hr. Indikasi : Untuk keadaan psikosis, kecemasan, dan refleksi cemas. Efek samping : Hipotensi dan gangguan fungsi lever.
  • 17. d) Diazepam (Valium) Aturan pakai : Dosis 5 atau 10 mg akan mengatasi gejala ansietas akut dalam 1 jam dalam dosis teratur 2 sampai 20 mg/hr. Indikasi : Psikoneurosis Ansietas. Efek samping : Pada awalnya timbul rasa ngantuk tetapi toleransi timbul setelah beberapa hari. e) Halloperidol (Haldol, Serenec) Aturan pakai : 5 sampai 10 mg secara Intra Muskular dan dapat di ulang 2 sampai 4 jam. Dosis oral 5 sampai 20 mg/hr. Indikasi : Bukan saja untuk Mania tetapi juga pada Skizoprenia. f) Thrihexyfenidil (THP) Aturan pakai : Hari pertama diberi 1 mg, hari kedua menjadi 7 mg/hr minggu selanjutnya 6 sampai 10 mg/hr yang diberikan 3 sampai 4 kali sesudah makan. Indikasi : Untuk berbagai bentuk Parkinson dan untuk menghilangkan ekstrapiramidal akibat obat. Efek samping : Mulut kering, pandangan kabur, takikardi. 2) Therapy Somatik Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah : a) Elektro Convulsif Therapy Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt. Cara kerja ini belum diketahui secara
  • 18. jelas, namun dapat memperpendek dikatakan lamanya bahwa serangan therapy Skizofrenia ini dapat dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain. b) Pengekangan atau pengikatan Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya. Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk c) Isolasi Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya. 3) Therapy Okupasi Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media pelaksana. (Rasmun, 2000 hal 20) 4. Pelaksanaan Keperawatan Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
  • 19. tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering kali pelaksanaan jauh bebeda dengan rencana. Hal yang terjadi karna perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisi saat ini (Hear and Now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai interpersonal serta dinilai kembali apakah aman bagi klien. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawtan pada klien, evaluasi dilakukan terus – menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, hal yang di harapkan dari klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi harus di sesuaikan dengan tujuan asuhan keperawatan yang di harapkan, Mengidentifikasi jenis halunisasi pasien, mengidentifikasi isi halunisasi, mengidentifikasi waktu halunisasi pasien, mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien, mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi, melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan orang lain, , melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan ( kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah ), memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur, menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian, Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut : S : Respon subyektif klien terhadap tindakan,dapat diukur dengan
  • 20. menanyakan, pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan. O : Respon obyek terhadap tindakan keperawatan yang di berikan dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien padasaat tidakan dilakukan. A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpelkan apakah apakah masalah masih tetap muncul masalah baru atau ada data yang kontra diksi dengan masalah yang ada dapat pula membandingkan hasil dan tujuan P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut . ( Dalami, 2009 : hal 33 )