1. Makalah Dasar Teknologi Hasil Perairan
PENGOLAHAN TRADISIONAL PENGASAPAN
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)
Oleh:
Kelompok IV/Genap
Ayu Syahfitri Daulay 120302008
Hasnina Malasari Pasaribu 120302020
Erwin Kanisius 120302022
Tiur Natalia Manalu 120302028
Ely Ermayani 120302036
Fajar Prasetya Kembaren 120302048
Marco Brema Barus 120302064
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
2. 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan cakalang (Katsuwanus pelamis) merupakan salah satu ikan ekonomis penting di Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyebutkan target pertumbuhan ekspor mencapai 19% dimana posisi ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang sangat strategis dalam menghasilkan devisa negara, selain sebagai komoditas pencukupan sumber protein hewani untuk penduduk Indonesia. Laporan terkini menyebutkan bahwa kelompok TTC (Tuna Tongkol Cakalang) menyumbang sebanyak 12% dari total 40% ekspor produk perikanan. Untuk itu status perikanan cakalang di WPP menjadi sangat penting untuk diketahui. Analisa mengenai indeks musim penangkapan, dan perkembangan hasil tangkapan sangat diperlukan. Di daerah tropis seperti Indonesia, satu alat tangkap dapat menangkap banyak spesies ikan dengan karakteristik ikan yang sangat berbeda, seperti ikan demersal dan ikan pelagis.
Dikatakan ikan cakalang bernilai ekonomis tinggi karena spesies ikan ini digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti cakalang fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan masih banyak lagi. Ikan cakalang juga tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan. Dari kegiatan produk olahan yang menggunakan ikan cakalang sebagai bahan baku. Untuk mengolah berbagai produk tersebut memerlukan pula investasi untuk membangun kapal, pabrik pengolahan, pabrik es, gudang beku dan lembaga pemasaran. Ikan cakalang adalah nama dagang lokal daerah. Untuk wilayah pasar yang lebih luas dipakai skipjack tuna sebagai nama dagang internasional. Nama ini diambil dari bahasa Inggris, sedangkan nama ilmiah di sebut Katsuwonus pelamis di ambil dari bahasa Jepang yang artinya ikan keras.
Pengasapan ikan merupakan penggabungan dari proses penggaraman, pengeringan, dan pemberian asap untuk mencegah kerusakan ikan. Pengasapan memiliki beberapa keuntungan yaitu memberikan efek pengawetan, mempengaruhi citarasa, memanfaatkan hasil tangkap yang berlebih ketika
3. 3
tangkapan berlimpah, memungkinkan ikan untuk disimpan ketika musim paceklik, meningkatkan ketersediaan protein bagi masyarakat sepanjang tahun, membuat ikan lebih mudah dikemas, diangkut dan dipasarkan, biaya cukup murah dan peralatannya sederhana. Ikan asap menjadi awet karena adanya pengurangan kadar air akibat dari proses pemanasan dan adanya senyawa-senyawa kimia di dalam asap seperti golongan fenol yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan berperan sebagai antioksidan, walaupun begitu pengasapan ikan pada saat ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan warna, tekstur dan flavor yang khas.
Pengasapan bukan hanya merupakan metode pengawetan tetapi juga menghasilkan flavor asap yang menjadi atribut khas yang seringkali dicari oleh konsumen. Flavor merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi penerimaan suatu produk olahan perikanan. Flavor pada ikan asap tidak hanya dipengaruhi oleh senyawa fenol tetapi komponen-komponen ekstraktif seperti asam amino bebas yang terkandung dalam produk perikanan juga akan berperan dalam pemberian citarasa produk. Pengukuran kandungan senyawa-senyawa tersebut di dalam produk asap dapat memberikan informasi mengenai jenis asam amino yang berpengaruh pada pembentukan flavor ikan asap, selain itu proses penggaraman juga dapat mempengaruhi citarasa produk akhir tergantung dari waktu dan konsentrasi garam yang digunakan.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui cara pengolahan tradisional teknik pengasapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
2. Untuk mengetahui syarat-syarat lingkungan yang sesuai bagi pengasapan ikan cakalang yang lazimnya dilakukan (Katsuwonus pelamis).
3. Mampu mengaplikasikan kegunaan pengasaan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam kehidupan sehari-hari.
4. 4
BAB 2
ISI
2.1 Pengasapan tradisional ikan cakalang
Pengolahan secara tradisional memiliki beberapa kelemahan antara lain kemampuan pengetahuan pengolah rendah dengan keterampilan atau teknologi yang diperoleh secara turun-menurun, tingkat sanitasi dan higien terendah, umumnya tidak memiliki sarana air bersih, menggunakan bahan mentah dengan tingkat mutu atau kesegaran yang rendah, keamanan pangan tidak terjamin, permodalan sangat lemah, perusahaan dikelola oleh keluarga dengan tingkat kemampuan manajemen kurang memadai, peralatan yang digunakan sangat sederhana dan pemasaran produk hanya terbatas pada pasaran lokal. Ikan olahan tradisional, atau "traditional cured" menurut terminologi FAO adalah produk yang diolah secara sederhana dan umumnya dilakukan pada skala industri rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau ikan asin kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi, dan sejenisnya.
Adapun proses pengolahan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bahan mentah:
Ikan asap atau produk perikanan harus memiliki kualitas yang baik, dipersiapkan dengan baik dan dikemas sehingga tetap menarik dan aman untuk dikonsumsi. Bahan baku yang akan diolah menjadi ikan asap ialah ikan segar atau
ikan beku yang layak jual. Bahan baku dengan kualitas yang buruk akan menghasilkan produk pengasapan dengan kualitas yang buruk juga.
Bila mengunakan bahan baku ikan yang dibekukan, ikan dicairkan dulu pada air yang mengalir atau dalam suatu wadah air. Untuk proses pencairan ini, penting untuk menjaga ikan tetap dalam keadaan setengah beku untuk keperluan proses selanjutnya.
5. 5
Ikan dapat diasapi secara utuh, dipotong atau difillet. Semakin luas daerah permukaan ikan maka akan semakin banyak jumlah partikel asap yang dapat diserap selama pengasapan dan produk dapat kering dengan lebih baik.
Organ Tubuh
Ikan Segar
Ikan Yang Mulai Busuk
Mata
Tampak terang, jernih, menonjol/cembung
Tampak Pudar, berkerut, pupil mata kelabu, Cekuing
Sisik
Melekat kuat, mengkilat, dengan warna spesifik, tertutup lendir jernih
Mudah terlepas, tanda dan warna khusus memudar
Lendir
Terdapat lendir alami menutupi tubuh ikan yang baunya khas dengan warna yang cemerlang
Berubah kekuningan, dan berbau busuk
Ingsang
Bewarna merah cerah sampai merah tua, tertutup oleh lendir bening, berbau khas ikan
Bewarna coklat kelabu, tertutup lendir keruh dan berbau asam
Kulit
Warna kulit terang dan jernih, masih kuat mwmbungkus tubuh, tidak mudah sobek terutama pada bagian perut
Menggelembung, pucat, dan berlendir banyak, mulai terlihat mengendur/ lembek pada tempat tertentu/ pecah
Daging
Kenyal/padat, menandakan rigor mortis masih berlangsung, berbau segar, dan bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang, daging perut utuh dan kenyal.
Daging lunak, menandakan rigor mortis telah selesai, mulai berbau busuk, bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan,mudah lepas dari tulang, lembek dan isi perut sering keluar.
Tabel 1. Tanda-tanda ikan Cakalang yang segar dan mulai membusuk
2. Proses pengeluaran bagian dalam:
Pada dasarnya, proses ini sama untuk produk ikan yang diasinkan dan dikeringkan. Dalam mengeluarkan bagian dalam ikan, harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak penampilan fisik hasil produk. Ikan dibersihkan sesegera mungkin setelah ditangkap. Sisik ikan dipisahkan dan dibuang isi perutnya termasuk ginjal dan tulang rangka jangan buang agar bentuk tetap terjaga kecuali akan dibuat fillet.
6. 6
3. Perendaman dalam larutan garam:
Pada dasarnya, proses ini sama untuk produk ikan yang diasinkan dan dikeringkan. Khususnya bagi masyarakat Jepang, produk yang mengandung tingkat keasinan tinggi memiliki kecenderungan untuk tidak disukai. Oleh karena itu, perlu dibatasi tingkat keasinan produk akhir dalam rentang 2.0 - 2.5%. Garam dapat ditambahkan dengan cara injeksi, penggaraman kering atau rendaman. Dua cara penggaraman yang disebutkan terakhir merupakan cara yang paling banyak diadopsi oleh industri. Proses ini pada dasarnya sama dengan produk ikan yang diasinkan dan dikeringkan. Produk yang mengandung tingkat keasinan tinggi cenderung tidak disukai khususnya untuk masyarakat Jepang sehingga tingkat keasinan produk akhir perlu dibatasi dalam rentang 2,0-2,5% .
Proses penggaraman memegang peranan penting pada produk ikan asap. Garam dapat menyebabkan denaturasi permukaan protein dan bersama pengeringan, protein yang terdenaturasi membentuk lapisan seperti kulit pada permukaan produk yang disebut pellicle. Lapisan ini melindungi bagian dalam ikan dan menjaga agar aroma asap tetap berada di dalam ikan. Kelebihan air garam setelah penggaraman harus dipisahkan dengan cara menjaga asap agar tetap padat selama proses. Aliran udara dikendalikan dengan cara mengatur ventilasi atau dengan menambah dan mengurangi tutup pinggiran ruang pengasapan. Ikan dikeluarkan dari tempat pengasapan setelah pengasapan selesai dan dibiarkan sampai dingin. Selama pengasapan produk yang digantung tidak boleh saling bersentuhan karena asap tidak akan mencapai seluruh bagian dan produk tidak akan mengering dengan merata.
4. Pengeringan:
Ada kasus dimana proses pengeringan tidak diperlukan. Namun, dalam hal proses pengeringan diperlukan, bila permukaan ikan masih mengandung kadar air yang tinggi, akan membuat produk akhir tidak menghasilkan warna khas ikan yang diasap, atau warna kuning kecoklatan (amber). Untuk mengeringkan daging ikan, gunakan sebuah pengering udara dingin. Bila pengering seperti ini tidak ada, gantunglah daging ikan pada gantungan dalam ruangan ber-AC atau diangin- anginkan menggunakan kipas angin. Namun, untuk proses pengasapan dingin,
7. 7
tidak ada proses pemanasan (no heating) sama sekali, sehingga harus dihindari kerusakan yang mungkin timbul oleh serangga selama proses pengeringan.
5. Pengasapan:
Terdapat 3 metode pengasapan, yakni pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan hangat (warm smoking) dan pengasapan panas (hot smoking).
2.2 Proses Pengasapan:
Pengasapan bertujuan untuk mengeluarkan uap dari unsur-unsur senyawa Phenol atau Aldehid dari jenis kayu yang dilekatkan pada tubuh ikan atau untuk memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam tubuh ikan sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang khas, serta mengeringkan ikan sehingga didapat efek pengawetan yang diharapkan. Rasa lezat yang menjadi ciri khas produk ikan yang diasap, terutama dari senyawa Phenol dan Aldehid. Unsur Phenol meleleh pada lemak yang ada pada bagian kulit luar ikan dan mengendalikan oksidasi otomatis
Pada bagian berlemak ini, sehingga mencegah terjadinya perubahan warna kemerahan pada produk akhir. Unsur dalam asap, yang efektif untuk menahan berkembang biaknya mikro organisme adalah senyawa Aldehid, Phenol dan asam organik. Zat anti bakteri pada unsur Aldehid sangatlah kuat. Karena bumbu- bumbu yang terdapat di dalam asap yang mengandung zat anti bakteri ini tidak ikut masuk ke dalam produk ikan, maka efek anti pembusukan terdapat hanya di sekitar permukaan kulit ikan saja. Dengan kata lain, meningkatnya efek pengawetan pada produk akibat pengasapan dihasilkan dari proses pengeringan dan penggaraman, yang meresap masuk (infiltrate) ke dalam produk ikan. Seperti
yang dijelaskan dibawah ini, ada tiga jenis proses yaitu, pengasapan dingin-cold
smoking, pengasapan hangat-warm smoking dan pengasapan panas-hot smoking.
1. Proses Pengasapan Dingin- Cold smoking process:
Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat
8. 8
mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap.
Dalam proses ini, mula-mula ikan direndam dalam larutan garam; lalu diasap dengan suhu rendah berkisar 15-30oC dalam waktu yang lama (1-3 minggu). Daya simpan (storage ability) dari ikan yang diasap dengan proses dingin dapat meningkat tajam, atau produk dapat disimpan selama lebih dari 1 bulan. Secara umum kandungan air hasil pengasapan ini cukup rendah; sekitar 40%, atau produk akhirnya cukup keras.
2. Proses Pengasapan Hangat-Warm smoking process:
Bahan baku ikan, setelah direndam dalam larutan garam, diasap kering pada suhu awal sekitar 30oC kemudian, secara bertahap suhu dinaikkan. Bila telah mencapai suhu 90oC, proses pengasapan selesai. Proses ini menitikberatkan pada pentingnya aroma dan cita rasa produk dan bertujuan menghasilkan produk diasap yang lembut dengan kadar garam kurang dari 5% serta kadar air sekitar 50%. Produk yang dihasilkan dari proses ini mengandung kadar air yang relatife tinggi, sehingga mudah busuk, mutu produknya juga cepat menurun selama proses penyimpanan, sehingga harus disimpan dalam suhu rendah.
3. Proses Pengasapan Panas-Hot smoking process:
Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 70-100oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi.
Bahan baku ikan diasap pada suhu tinggi berkisar 120-140oC dalam tempo yang singkat (2-4 jam). Kadar air produknya cukup tinggi. Karena itu, hasil
9. 9
produknya tidak bisa disimpan untuk jangka waktu lama, atau dengan kata lain, harus dikonsumsi secepatnya.
Jenis pengasapan Temperetur Waktu Daya awet Pengasapan dingin 40-50°C 1-2 minggu 2-3 minggu sampai bulan Pengasapan panas 70-100°C Beberapa jam Beberapa hari
Tabel 2. Perbedaan pengasapan dingin dan pengasapan panas
4. Proses Pengasapan Cair-Liquid smoking process:
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan dikeringkan ditempat teduh. Senyawaan hasil pirolisa itudari asap cair merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat dimanfaatkan untuk pengawetan makanan.
Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah :
a) Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
b) Lebih intensif dalam pemberian aroma.
c) Kontrol hilangnya aroma lebih mudah.
d) Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
e) Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
f) Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
g) Polusi lingkungan dapat diperkecil.
10. 10
h) Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam makanan.
Dalam proses ini, aroma asap yang akan dihasilkan pada proses pengasapan didapat tanpa melalui proses pengasapan, melainkan melalui penambahan cairan bahan pengasap (smoking agent) ke dalam produk. Bahan baku ikan direndam dalam wood acid, yang didapat dari hasil ekstrak penguapan kering unsur kayu atau dari hasil ekstrak yang ditambahi pewangi kayu, yang hampir sama dengan aroma pada pengasapan, setelah itu ikan dikeringkan dan menjadi produk akhir. Metode penambahan bahan pengasap ke dalam ikan, dapat dilakukan melalui penuangan langsung, pengasapan, pengolesan atau penyemprotan. Melalui proses ini tidak diperlukan lagi ruang tempat pengasapan atau alat pengasap, yang menjadi keuntungan dari proses ini namun, aroma produk yang dihasilkan jauh dibawah dari aroma produk yang dilakukan dengan proses pengasapan sesungguhnya.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan
Agar proses pengolahan ikan asap berjalan dengan baik dan dapat menghasilkan produk akhir dengan karakteristik yang sesuai dengan tujuan produksi, maka sebaiknya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pengasapan harus diperhatikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu akhir produk asap dapat dikelompokkan menjadi:
1) Bahan bakar
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis separo kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
2) Mutu dan volume asap
Mutu dan volume asap tergantung dari jenis kayu yang digunakan. Sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan
11. 11
kandungan unsur fenol dan asam organik yang cukup tinggi dan lambat terbakar. Volume asap yang tinggi dapat mempengaruhi kemampuan asap yang bersifat bakterisidal dan asap yang dihasilkan harus bersih dari kotoran-kotoran.
3) Suhu ruang pengasapan
Suhu ruang pengasapan yang rendah akan menghasilkan asap yang ringan
sehingga volume asap yang melekat pada ikan menjadi lebih banyak dan merata. Jika suhu ruang pengasapan tinggi, maka permukaan terluar tubuh ikan akan menjadi cepat kering dan mengeras, sehingga penguapan air terhalang dan proses pembusukan masih mungkin terjadi pada bagian dalam daging ikan.
4) Kelembaban udara ruang pengasapan
Kelembaban dalam ruang tertutup akan meningkat seiring dengan semakin
lamanya waktu pengasapan. Kelembaban udara ruang pengasapan yang rendah akan menyebabkan cairan dalam tubuh ikan lebih mudah menguap, proses pengasapan lebih cepat sehingga aktivitas bakteri penyebab kebusukan dan ketengikan dapat segera dihambat. Kelembaban awal sebesar 90% akan memaksimalkan penyerapan asap, tetapi kelembaban akhir 70% banyak digunakan karena pada kondisi tersebut terjadi penyerapan asap yang maksimal dengan kejadian case harderning yang paling minimal.
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan suhunya sekitar 29°C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang
5) Sirkulasi udara
Sirkulasi udara yang baik dalam ruang pengasapan menjamin mutu ikan asap yang lebih sempurna, karena suhu dan kelembaban ruang tetap konstan selama proses pengasapan berlangsung. Aliran asap berjalan dengan lancar dan kontinyu sehingga partikel asap yang menempel menjadi lebih banyak dan merata.
6) Lama pengasapan
Lama pengasapan dapat mempengaruhi nilai gizi ikan dan umur simpannya. Proses pengasapan dan pengeringan dapat mengurangi kandungan
12. 12
beberapa vitamin dalam ikan seperti A, D, B dan juga mempengaruhi turunnya nilai ketersediaan asam amino. Ikan asap yang diasapi dengan metode pengasapan dingin menggunakan suhu 30 oC dan waktu pengasapan minimal 24 jam dapat disimpan selama dua minggu. Daya bakterisidal juga tergantung dari lama pengasapan yang dilakukan.
Parameter Diskripsi Mutu Ikan Asap Penampakan Warna Bau Rasa Tekstur - Permukaan ikan asap cerah, cemerlang, dan mengkilap. - Tidak tampak adanya kotoran berupaa darah yang mengering,sisa isi perut, abu, atau kotoran yang lainnya. - Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir. - Ikan asap bewarna coklat keemasan, coklat kekuning- kuningan, atau coklat agak gelap. - Bau asap lembut sampai cukup tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, tanpa bau apek. - Rasa lezat, enak, rasa asam tersa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, tidak berasa tengik. - Tekstur kompak, cukup elastik, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket.
Tabel 3. kriteria ikan asap yang baik
2.3 Penyimpanan
Ikan harus didinginkan dengan cepat dan merata setelah proses pengasapan selesai dan sebelum dikemas, jika tidak maka ikan asap akan menjadi lembek, lembab dan asam atau berjamur. Ikan asap sebaiknya simpan dalam lemari pendingin dengan suhu lebih rendah dari 2,22 oC dan konsumsi dalam waktu 14 hari setelah pengasapan. Ikan harus dibekukan segera mungkin setelah pengasapan agar dapat disimpan lebih lama. Ikan asap simpan dalam freezer tidak lebih dari dua bulan. Ikan yang telah diasapi dapat dikonsumsi ketika masih panas
13. 13
tidak lama setelah pengasapan dilakukan namun kebanyakan orang setuju bahwa citarasa ikan asap akan meningkat ketika ikan telah dingin. Citarasa ikan asap berkembang pada hari pertama atau kedua setelah pengasapan karena asap lebih menyerap ke dalam daging ikan. Pembungkus plastik atau alumunium foil dapat digunakan untuk menyimpan ikan.
Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat, higienis, dan menarik. Kotak kayu cocok sebagai kemasan. Pada dasar kotak kayu dialasi kertas yang bersih dan ikan asap disusun secara rapih didalamnya. Pengemasan dengan kertas dan kotak kayu yang diikuti dengan penyimpanan pada suhu ruang yang memadai akan lebih baik disimpan pada ruangan yang bersuhu rendah (3-10° C). Ikan asap yang berlemak sebaiknya disimpan pada suhu 3° C masih tetap kondisinya meskipun sudah tersimpan selama 6 hari, sedangkan ikan asap yang berdaging putih istilah lain untuk ikan yang berlemak rendah dapat bertahan hingga 8 hari. Selama pada penyimpan, suhu harus dipertahankan stabil rendah sehingga daya awet dan mutu ikan terjamin dan tidak mudah busuk.
2.4 Sanitasi dan Higien
Hal-hal yang periu diperhatikan dalam memelihara sanitasi dan hygiene adalah sebagai berikut :
a. Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan. Hindari adanya tempat - tempat yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi tempat akumulasi kotoran, sarang lalat,rodensia dan serangga lainnya.
b. Membatasi kesempatan bagi lalat,serangga lain, dan rodensia untuk masuk ke ruang pengolahan,misalnya dengan memasang kawat kasa pada pintu masuk dan jendela, memasang jeruji baja pada saluran pembuangan air, menutup tempat sampah,dan sebagainya.
c. Saluran pembuangan harus selalu lancar diperiksa setiap hari dan dibersihkan.
d. Semua wadah yang kontak langsung dengan ikan harus dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan.
e. Membiasakan diri untuk bekerja dengan baik dan disiplin mengikuti semua prosedur yang berlaku.
14. 14
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan makalah yang berjudul ‘’Pengolahan Tradisional Pengasapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)’’ adalah:
1. Ikan cakalang bernilai ekonomis tinggi karena spesies ikan ini digunakan sebagai bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti cakalang fufu, ikan kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan lain-lain.
2. Pengasapan bukan hanya merupakan metode pengawetan tetapi juga menghasilkan flavor asap yang menjadi atribut khas yang seringkali dicari oleh konsumen. Flavor merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi penerimaan suatu produk olahan perikanan.
3. Pengolahan secara tradisional memiliki beberapa kelemahan antara lain kemampuan pengetahuan pengolah rendah dengan keterampilan atau teknologi yang diperoleh secara turun-menurun, tingkat sanitasi dan higien terendah, umumnya tidak memiliki sarana air bersih, menggunakan bahan mentah dengan tingkat mutu atau kesegaran yang rendah dan lain-lain.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan adalah bahan bakar, mutu dan volume asap, suhu ruang pengasapan, kelembaban udara ruang pengasapan, sirkulasi udara, dan lama pengasapan.
5. Pengemasan dan penyimpanan ikan asap akan sangat berperan penting dalam distribusi dan pemasarannya, jika pengemasan dan penyimpanannya baik, maka ikan tidak akan rusak. Kemasan yang digunakan sebaiknya kuat, higienis, dan menarik
Saran
Dalam pengasapan ikan cakalang (Katsuwonus Pelamis) sebaiknya memperhatikan aspek kebersihan dan hiegenisasi selain cita rasa dan flavournya yang khas.
15. 15
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S. 2011. Potensi Perikanan Indonesia. http://repository.ipb.ac.id [20 November 2013].
Bahar, S., dan Priyanto R. Pengolahan tradisional Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis). Jurnal Pendidikan Perikanan Laut. Vol. X, No. 41 : 11-17. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Kekenusa, J. S., Victor, N. R., Watung, dan Djoni, H. Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Manado Sulawesi Utara). Jurnal Ilmiah Sains. Vol. XII, No. 2 : 2–17. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Lumi, K. W, Eddy, M., dan Max, W. Pengasapan Hasil Perikanan (Studi Kasus Ikan Cakalang, Katsuwonus pelamis). Jurnal Ilmiah Platax. ISSN: 2302- 3589. Vol. X, No. 3 :1-5. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Manik, N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan Dan Pulau Nusa Laut. Jurnal Oseanologi dan Limnologi. ISSN 0125 – 9830. Vol. XII, No. 33 : 17-25. Pusat Penelitian Oseanografi- LIPI, Jakarta.
Mukhlis. 2008. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Dan Tongkol (Euthynnus Affinis) Di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam. http://repository.ipb.ac.id [19 November 2013].
Rasyid, M. A. 2010. Sistem Pengolaha Ikan. http://fpik.bunghatta.ac.id [03 November 2013].
Wouthuyyzen, S., Teguh, P., dan Nardin, M. 2008. Makanan dan Aspek Reproduksi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda : Suatu Studi Perbandingan. http://coremap.or.id [13 November 2013].