1. www.pediatrik.com 6/10/10 6:56 PM
Campak
Widodo Darmowandowo, Parwati S. Basuki
BATASAN
Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit
ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya
ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne).
PATOFISIOLOGI
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring.
Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi
viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia
kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar
patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang
tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata
merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas,
batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak
dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga
pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun
dan hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi
desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan
perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
GEJALA KLINIK
· Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat ruam keluar
· Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat. Membaik dengan cepat pada
saat pans menurun.
· Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai dengan keradangan disertai
dengan keluhan fotofobia.
· Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas, mencapai puncak pada saat erupsi dan
menghilang setelah beberapa minggu.
· Munculnya Koplik’s spot umumnya pada sekitar 2 hari sebelum munculnya ruam (hari ke 3-4) dan
cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari. Koplik’s spot adalah sekumpulan noktah putih pada
daerah epitel bucal yang merah (a grain of salt in the sea of red), yang merupakan tanda klinik yang
pathognomonik untuk campak.
· Ruam makulopapular semula bewarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas
rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar ke arah perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya
saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan
rubella yang ruamnya discrete dan tidak mengalami desquamasi. Telapak tangan dan kaki tidak
mengalami desquamasi.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Adanya demam tinggi terus menerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah
dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam
kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami
kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas
atau dehidrasi.
Pemeriksaan fisik
Page 1 of 4
2. www.pediatrik.com 6/10/10 6:56 PM
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium :
· Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek,
farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya
enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik.
· Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari.
Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher,
dan akhirnya ke ekstrimitas.
· Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan
timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2
minggu.
· Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya komplikasi.
Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
· Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri
· Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
· Pemeriksaan untuk komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan
analisis gas darah
2. Enteritis : feses lengkap
3. Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan adanya :
Anamnesis, tanda klinik dan tanda yang patognomonik
pemeriksaan serologik atau virologik yang positif
DIAGNOSIS BANDING
Ruam kulit eksantema akut yang lain seperti :
· rubela,
· roseola infantum (eksantema subitum),
· infeksi mononukleosus,
· erupsi obat.
KOMPLIKASI
· Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih kecil
· Diare dapat diikuti dehidrasi
· Otitis media
· Laringotrakeobronkitis (croup)
· Bronkopneumonia
· Ensefalitis akut,
· Reaktifasi tuberkulosis
· Malnutrisi pasca serangan campak
· Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu proses degeneratif susunan syaraf pusat dengan
gejala karakteristik terjadi deteriorisasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang. Disebabkan oleh
infeksi virus yang menetap, timbul beberapa tahun setelah infeksi merupakan salah satu komplikasi
campak onset lambat.
PENATALAKSANAAN
Page 2 of 4
3. www.pediatrik.com 6/10/10 6:56 PM
· Tatalaksana medik
i. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan
adanya komplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
ii. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau
adanya komplikasi.
iii. Campak tanpa komplikasi :
1. Hindari penularan
2. Tirah baring di tempat tidur
3. Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan
tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi
iv. Campak dengan komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis
a. Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis
b. Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
c. Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit
2. Bronkopneumonia :
a. Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
b. Oksigen nasal atau dengan masker
c. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi).
4. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau
terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah
1-3 bulan penyembuhan.
5. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
· Tatalaksana Epidemiologik
Langkah Preventif
1. Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun 1982, angka cakupan
imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai daerah kantong risiko
tinggi transmisi virus campak.
2. Strategi reduksi campak terdiri dari :
a. Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A
b. Imunisasi campak
i. PPI : diberikan pada umur 9 bulan.
ii. Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12-15 bulan
iii. Mass campaign, bersamaan dengan Pekan Imunisasi nasional
iv. Catch-up immunization, diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6, disertai dengan
keep up dan strengthening.
c. Survailans
DAFTAR PUSTAKA
1. Parwati SB. Campak dalam perspektif perkembangan imunisasi dan diagnosis. Pediatri pencegahan
mutakhir I, CE IKA Unair, 2000 : 73-92.
Page 3 of 4
4. www.pediatrik.com 6/10/10 6:56 PM
2. Katz SL. Measles in Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ (eds). Krugman’s Infectious Diseases of
Children, 8th ed, St. Louis, Mosby, 1998 : 247-264.
3. Kristensen I, Aaby P, Jensen H, Routine vaccination and child survival : Follow up study in Guinea-
Bissou, West Africa. Br Med J. 2000 ; 321 : 1-8.
4. Joklik WK. Paramyxovirus in Joklik WK, Virology, 3rd ed. London, Prentice-Hall International Inc.,
1988 ; hal. 204-219.
5. Redd SC, Markowitz LE, Katz SL, Measles vaccine in Plotkin and Orenstein (eds), Vaccines, 3rd ed,
Philadelphia, WB Saunders, 1999 : 222-266.
6. Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella misdiagnosed as exanthema
subitum (roseola infantum) Br Med J, 1996 ; 312 : 101-2.
7. WHO. Manual for the laboratory diagnosis of measles virus infection. Geneva, 2000. WHO/V&B/00.
16.
8. Heifand RF, Health JL, Anderson LJ, Gonus D, Bellini WJ. Diagnosis of measles with an IgM-
captured EIA : the optimal timing of specimen collection after rash onset. J Infect Dis, 1997 ; 175 :
195-7.
9. Shann F. Meta analysis of trials of prophylactic antibiotics for children with measles : inadequate
evidence Br Med J, 1997 ; 314 : 334.
Page 4 of 4