Makalah ini membahas mengenai etik dan hukum dalam keperawatan dan kedokteran. Isinya mencakup pengertian etik dan hukum kesehatan, etik kedokteran seperti kode etik kedokteran Indonesia dan kewajiban-kewajiban umum dokter, serta undang-undang terkait praktik kedokteran di Indonesia.
1. Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunianya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat waktunya. Dalam makalah ini
kami membahas mengenai etik dan hukum pada keperawatan dan kedokteran.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kuliah yaitu mata kuliah Legal Ethic In
Nursing yang diberikan oleh dosen pengajar kami. Makalah yang kami buat memang masih jauh
dari kesempuranaan. Kami menyadari banyak keterbatasan ide dan gagasan, serta sistematika
penulisan dalam makalah ini. Dan juga kami menyadari banyak kesalahan-kesalahan dalam
penulisan makalah ini.
Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat memenuhi tugas yang diberikan dan
bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik dari pembaca kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Kediri, Mei 2014
Penulis
ii
2. DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................................................ ii
Daftar Isi ...................................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
I.2 Tujuan ......................................................................................................................... 1
I.3 Manfaat ....................................................................................................................... 1
BAB II Tinjauan Pustaka
II.1 Etik dan hukum dalam kesehatan .......................................................................... 2
II.2 Etik Kedokteran ....................................................................................................... 4
II.3 Malpraktik Medik .................................................................................................... 7
II.4 Etik Keperawatan .................................................................................................... 8
II.5 Konflik etis antara perawat, klien dan dokter ...................................................... 8
II.6 Kode Etik Keperawatan .......................................................................................... 8
II.7 Hak-hak Klien .......................................................................................................... 8
BAB III Pembahasan
III.1 Studi Kasus Etik .................................................................................................... 10
III.2 Tinjauan Kasus Berdasarkan Etik ...................................................................... 13
BAB IV Penutup
IV.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 15
IV.2 Saran ...................................................................................................................... 15
iii
3. BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan yang
telah dijamin. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat tersebut diatur dalam
perubahan keempat UUD 45 Ps 28 E ayat (3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Dan menyebabkan
perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.
Penyampaian dan penyebaran informasi melalui media cetak maupun elektronik sering
kali tidak mengikuti kaedah-kaedah yang berlaku di masyarakat yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman media masa juga dapat sebagai media penyebaran media masa seperti
contoh kasus prita daan RS. OMNI Internasional pada tahun 2008.
I.2 Tujuan
Mengetahui pasal dalam etik dan hukum pada kasus
Mengetahui etik dan hukum pada setiap profesi
I.3 Manfaat
Untuk meningkatkan dan membentuk pola pikir analistis dan sistematis bagi
mahasiswa kedokteran atau keperawatan dalam mencermati berbagai perkembangan yang
terjadi di bidang hukum terkait perkembangan IPTEK dan media masa utamanya, yang
membawa dampak dan perubahan besar bagi kehidupan manusia terutama dari segi
Hukum Pidana yang menyangkut dalam kehidupan Rumah Sakit yang menjadi tempat
daripada dokter dan perawat ntuk melakukan tindakan medis.
1
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Etik dan hukum dalam kesehatan
Etik dan hukum mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengatur tertib dan
tenteramnya pergaulan hidup dalam masyarakatn namun dalam pengertiannya tentu ada
perbedaan.
Etik berasal dari kata Yunani, yaitu ETHOS yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak,
perasaan, sikap,yang baik, yang layak. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (
Purwadarminta, 1953 ), etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas akhlak. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika
adalah:
Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan keawajiban moral.
Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Kamus Kedokteran ( Ramali dan Pamuncak,1987 ), Etika profesi merupakan
norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan
dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Istilah etik dan etika sering dipertukarkan pemakaiannya dan tidak jelas perbadaan
keduanya. Etika adalah ilmu yang mempelajari asas akhlak, sedangkan etik adalah
seperangkat asaa atau nilai yang berkaitan dengan akhlak seperti dalam kode etik.
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat dalam suatu kekuasaan dalam
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat. Terdapat 2 hukum di Indonesia yaitu hukum
perdata dan hukum pidana. Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum
Kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi
perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai penerima pelayanan kesehatan
maupun sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek, organisasi, sarana,
pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-
sumber hukum lainnya.
Persamaan etik dan hukum adalah :
Merupakan alat yang mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.
Objeknya adalah tingkah laku manusia.
Mengandung hak dan kewajiban anggota masyakat, agar tidak saling merugikan.
2
5. Menggugah kesadaran manusiawi.
Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman anggota para senior.
Perbedaan etik dan hukum adalah :
Etik untuk berlaku kalangan profesi, hukum berlaku untuk umum.
Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun oleh badan
pemerintah.
Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara terperinci dalam kitab undang-
undang dan lembaran/berita negara.
Sanksi terhadap pelanggaran berupa tuntunan, sanksi terhadap pelanggaran hukum
berupa tuntutan.
Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran ( MKEK ), yang
dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia ( IDI ) dan kalau perlu diteruskan Panitia
Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran ( P3EK ) yang dibentuk oleh
Departemen Kesehatan, pelanggaran hukum diselesaikan di pengadilan.
Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyelesaian pelanggaran
hukum memerlukan bukti fisik.
Sebagai warga negara yang bertugas di bidang kesehatan, perlu memahami dengan baik
beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
pelayanan kesehatan. Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan dan ketentuan hukum
dalam bidang kesehatan agar pelayanan dan pemeliharaan kesehatan dapat berjalan dengan baik.
Peraturan dan ketentuan hukum tidak saja di bidang kedokteran, tetapi mencakup seluruh bidang
kesehatan seperti farmasi, obat-obatan, rumah sakit, kesehatan jiwa, kesehatan masyarakat,
kesehatan kerja, kesehatan lingkungan,dan higiene. Semua kumpulan peraturan dan ketentuan
hukum disebut Hukum Kesehatan.
Semula Undang-Undang Kesehatan adalah ringkasan dari penyebutan Undang-Undang RI
No.23 tahun 1992 tentang kesehatan. Beberapa bagian dari undang-undang ini berisi tentang
rambu-rambu dalam pelayanan kesehatan yang harus diketahui dan dipahami oleh pelaku
pelayanan profesi kesehatan agar terhindar dari pelayanan kesehatan yang bermasalah.
Secara umum, yang diharapkan dari undang-undang ini adalah fungsinya sebagai berikut.
Alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang meliputi upaya kesehatan dan sumber daya.
Menjangkau perkembangan yang makin kompleks yang akn terjadi dalam kurun waktu
mendatang.
Pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan penerima jasa pelayanan
kesehatan.
Undang-Undang Kesehatan yang terdiri dari 12 bab dan 90 pasal mengatur tentang hak dan
kewajiban serta tugas dan tanggung jawab setiap orang. Upaya kesehatan dijabarkan mulai
kesehatan keluarga, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit, kesehatan
keluarga, sampai dengan upaya kesehatan matra.
3
6. Pada tahun 2004, pemerintah telah mengundangkan sebuah undang-undang di bidang
kesehatan, yaitu Undang-Undang RI no.29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK).
Dalam UUPK terdapat pemisahan yang jelas antara pelanggaran etik profesi dan disiplin dokter
dan dokter gigi. Pelanggaran etik profesi adalah pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran dan
Kedokteran Gigi yang disusun oleh IDI dan PDGI, sedangkan pelanggaran disiplin adalah
penyimpangan terhadap standar profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi dan prosedur
standar operasional yang ditentukan oleh sarana pelayanan kesehatan setempat.
II.2 Etik kedokteran
Etik kedokteran merupakan etik profesi yang tertua. Etik kedokteran merupakan prinsip-
prinsip moral atau asas-asas akhlak yang harus diterapkan oleh para dokter dalam hubungannya
dengan pasien, teman sejawat dan masyarakat umum, sedangkan etika kedokteran adalah
pengetahuan tentang perilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan
pekerjaannya.
Di Indonesia, kode etik kedokteran berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur
hubungan manusia yang mengandung asas-asas yang terdapat dalam falsafah Pancasila dan UUD
1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia ( KODEKI ) dibuat untuk mewujudkan secara nyata
kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran. Adapun rumusan pasal-pasal Kode Etik Kedoteran
Indonesia ( KODEKI ) sebagai berikut :
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.
Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 3. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi
Pasal 4. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik :
Setiap perbutan yang memuji diri sendiri.
Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuannya dan
keterampilan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi.
Menerima imbalan selain dari pada yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali
dengan keikhlasan, sepengetahuan dan atau kehendak penderita.
Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk
insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan penderita.
Pasal 6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan tekhnik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
Pasal 7. Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Pasal 7a. Seorang dokter harus dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan
medis yang kompeten dengan kebebasan tekhnis dan moral sepenuhnya disertai
kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
4
7. Pasal 7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 7d. Seorang dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan/
mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenarnya.
Pasal 9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat, harus memelihara saling pengertian sebaik-
baiknya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PENDERITA
Pasal 10. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup
makhluk insani.
Pasal 11. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka
ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam
penyakit tersebut.
Pasal 12. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa
dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau
dalam masalah lainnya.
Pasal 13. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Pasal 14. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu kemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWATNYA
Pasal 15. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 16. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya tanpa
persetujuannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 17. Setiap dokter harus memelihara kesehatnnya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 18. Setiap dokter hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.
5
8. Kewajiban dan larangan seorang dokter
Mengamalkan sumpah dokter.
Melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi.
Kebebasan dan kemandirian profesi.
Memberi surat keterangan dan pendapat sesudah memeriksa sendiri kebenarannya.
Rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya.
Menghormati hak-hak pasien, teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Melindungi hidup makhluk insani.
Memperhatikan kepentingan masyarakt dan semua aspek pelayanan kesehatan.
Tulus ikhlas menerapkan ilmunya. Bila tidak mampu merujuknya.
Merahasiakan segala sesuatau tentang pasiennya.
Memberi pertolongan darurat.
Memperlakukan sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Memelihara kesehatannya.
Mengikuti perkembanagn iptek kedokteran.
larangan-larangan
memuji diri sendiri.
Perbuatan atau nasihat yang melemahkan daya tahan pasien.
Mengumumkan dan menerapkan tekhnik atau pengobatan yang belum diuji kebenarannya.
Mengambil alih pasien sejawat lain tanpa persetujuannya.
Mengambil alih pasien sejawat lain tanpa persetujuannya.
Melepaskan kebebasan dan kemandirian profesi karena pengaruh sesuatu.
Etik murni dan etikolegal
Pelanggaran Etik Murni
Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari pasien atau menarik imbalan jasa dari
sejawat dan keluarga.
Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat.
Pelayanan kedokteran yang diskriminatif.
Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik.
Tidak mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
Dokter mengabaikan kesehatan sendiri.
Pelanggaran Etikolegal
Pelayanan kedokteran dibawah standar.
Menerbitkan surat keterangan palsu.
Melakukan tindak medik yang bertentangan dengan hukum.
Melakukan tindakan medik tanpa indikasi.
Pelecehan seksual.
Membocorkan rahasia pasien.
6
9. II.3 Malpraktik Medik
Malpraktik terdiri dari kata mal dan praktik. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti
buruk dan Praktik (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta 1976) berarti menjalankan
perbuatan tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi), jadi, malpraktik adalah
menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat.
Menurut WHO (1992), malpraktik medik melibatkan kegagalan seorang dokter agar
sesuai dengan standar perawatan untuk pengobatan kondisi pasien, atau kekurangan
keterampilan, atau penolakan dalam menyediakan perawatan untuk pasien, dimana secara
langsung menyebabkan kecelakaan/luka pada pasien.
Malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Kelalaian disini adalah sikap
kurang hati-hati yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.
Adapun unsur-unsur malpraktik medik adalah :
Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang sudah
berlaku umum di kalangan profesi kedokteran.
Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar (tidak lege artis)
Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat mencakup:
Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.
II.4 Etik keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang dalam kesejahteraan
manusia, yaitu dengan memberikan bantuan pada individu yang sehat maupun sakit untuk dapat
menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Fokus keperawatan adalah manusia, sehingga
diperlukan aturan yang menata hubungan antara manusia dan pasien mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi.
Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat dan pasien adalah etika. Dalam
falsafah istilah etika dan moral tidak memiliki perbedaan yang banyak (Ladd, 1978, lih. Pada
Megan, 1989), sehingga seringkali digunakan secara bergantian. Moral mempunyai arti tuntutan
perilaku dan keharusan masyarakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip di belakang
keharusan tersebut (Thompson dan Thompson, 1981 ; lih. Doheny, Cook, Stoper, 1982)
Masalah etika keperawatan yang sering ditemui dalam praktik keperawatan menurut
Ellis, Hartley (1980) meliputi evaluasi diri, evaluasi kelompok, tanggung jawab terhadap
peralatan dan barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi asuhan keperawatan
yang buruk, serta masalah peran merawat dan mengobati (Sciortino, 1991).
7
10. II.5 Konflik etis antara perawat, klien dan dokter
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerjasama yang bersifat kolaboratif, baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan holistik sesuai wewenang tanggung jawabnya (CSH, 1992).
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap profesi dituntut untuk mempertahankan kode etik profesi
masing-masing. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, hubungan kerjasama akan
terjalin dengan baik, walaupun pada pelaksanaanya sering juga terjadi konflik etis antara
perawat, klien, dan dokter.
II.6 Kode etik keperawatan
Kode etik merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi, yang memberikan arti penting dalam
penentuan, mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Apabila seorang anggota
melanggar kode etik profesi, organisasi profesi dapat memberi sanksi atau mengeluarkan anggota
tersebut. Secara umum tujuan kode etik keperawatan (Kozier, Erb, 1990) adalah :
Sebagai aturan dasar terhadap hubungan antara perawat, klien, tenaga kesehatan, dan profesi.
Sebagai standar untuk mengeluarkan perawat yang tidak menaati peraturan dan untuk
melindungi perawat yang menjadi pihak tertuduh secara tidak adil.
Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan untuk
mengorientasikan lulusan baru pendidikan keperawatan dalm memasuki jajaran praktik
keperawatan profesional.
Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan profesional.
II.7 Hak-hak klien
Hak klien pada dasrnya merupakan bagian dari konsep hak manusia. Hak merupakan
suatu tuntutan rasional yang berasal dari interpretasi konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi.
Manusiawi berarti rasional dan tergantung pada orang lain.
Pernyataan hak klien cenderung meliputi hak warga negara, hak hukum dan hak moral.
Hak-hak klien secara luas dikenal menurut Megan (1989) meliputi :
Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang adil, memadai dan berkualitas.
Hak untuk diberi informasi.
Hak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan.
Hak untuk memberikan informed consent.
Hak untuk menolak suatu consent.
Hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang menolong.
Hak untuk mempunyai pendapat kedua.
Hak untuk diperlakukan dengan hormat.
Hak untuk konfidensialitas (termasuk privasi)
Hak untu memilih integritas tubuh.
Hak untuk kompensasi terhadap cedera yang tidak legal.
Hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan), termasuk dying with dignity.
8
11. Malpratik dalam keperawatan
Sanksi administratif atau tindakan disiplin kepada tenaga kesehatan, termasuk tenaga
keperawatan, karena dianggap melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar
profesi dalam memberikan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.
PPNI sebagai organisasi profesi keperawatan yang bertanggung jawab terhadap
pembinaan anggota agar semakin berkualitas dalam memberikan pelayanan.
Tenaga perawat sangat berisiko melakukan malpraktik karena mereka diberi tanggung
jawab dan dipercaya sebagai tenaga profesional walaupun tidak didukung oleh kemampuan yang
memadai sebagai tenaga keperawatan yang profesional. Sebagian besar waktu perawat dalam
tatanan pelayanan khusunya di rumah sakit adalah mengerjakan pekerjaan yang tidak terkait
langsung dengan tugas pokoknya sebagai perawat.
Banyak tindakan-tindakan medis yang harus dikerjakan oleh perawat karena keterbatasan
tenaga dokter terutama di puskesmas/puskesmas pembantu. Risiko melakukan kesalahan sangat
besar karena perawat tidak siap melakukan tindakan tersebut secara tepat sesuai prosedur yang
berlaku. Perawat hanya diperkaya oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan kerjanya
sesama perawat dan tidak didukung oleh latar belakang pengetahuan yang tidak memadai.
Apabila tindakan medis perlu didelegasikan kepada perawat, sebaiknya dilakukan secara tertulis.
Saat ini telah tersusun algoritma klinik bagi perawat dan bidan di puskesmas yang
disusun oleh IDI dan PPNI bekerja sama dengan Depkes & Kessos. Algoritma klinik ini
dibuatagar jika terjadi kesalahan, tertera jelas siapa yang bertanggung jawab. Hal ini dibuat agar
tidak saling melempar tanggung jawab yang akan menyebabkan masalah menjadi berlarut-larut.
9
12. BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Studi Kasus Etik
Kasus etik merupakan kasus yang marak terjadi di masyarakat saat ini khususnya
dalambidang kesehatan. Sebagai contoh, kasus Prita Mulyasari dan RS. Omni yang melanggar
kode etik dalam bidang kesehatan. Berikut kami paparkan kronologi kasus Prita Mulyasari dan
RS. Omni :
Inilah kronologi lengkap kasus yang menimpa Prita Mulyasari mulai dari awal dia berobat ke RS
Omni International sampai kemudian digugat secara perdata dan pidana lalu dipenjara selama
tiga minggu lamanya. Saya hanya bisa bilang, “Cukup Prita yang mengalami kejadian seperti
ini”:
7 Agustus 2008, 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing
kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39
derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif
demam berdarah.
8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat banyak
suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta dihentikan
infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.
9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus
dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang sesak
nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia memaksa agar
infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.
10 Agustus 2008
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait revisi
thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk
keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta.
Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi
thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya
dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang
tidak valid.
10
13. Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus
yang menular.
15 Agustus 2008
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke
customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS
Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.
30 Agustus 2008
Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.
5 September 2008
RS Omni mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
22 September 2008
Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya.
8 September 2008
Kuasa Hukum RS Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita
yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.
24 September 2008
Gugatan perdata masuk.
11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita terbukti
melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni. Prita divonis membayar kerugian
materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk
kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding.
13 Mei 2009
Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni.
2 Juni 2009
Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari
Kepala Lapas Wanita Tangerang.
3 Juni 2009
Megawati dan JK mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan
tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.
Statusnya diubah menjadi tahanan kota.
4 Juni 2009
Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di PN Tangerang.
11
14. NB: Kejadian di RS Omni International berdasarkan email/surat pembaca yang dibuat Prita.
==================================================
ISI BANTAHAN YANG DIMUAT DI HARIAN KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA:
PENGUMUMAN & BANTAHAN
Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI,
berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL,
SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N;
Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA
MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail
from: prita.mulyasari@yahoo.com) kepada customer_care @banksinarmas.com, dan telah
disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul ‘PENIPUAN OMNI
INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG’;
Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan
pihak ketiga, ‘BANTAHAN kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut :
1. BAHWA ISI SURAT ELEKTRONIK (E-MAIL) TERBUKA TERSEBUT TIDAK BENAR
SERTA TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI (TIDAK ADA
PENYIMPANGAN DALAM SOP DAN ETIK), SEHINGGA ISI SURAT TERSEBUT TELAH
MENYESATKAN KEPADA PARA PEMBACA KHUSUSNYA PASIEN, DOKTER, RELASI
OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, RELASI Dr. HENGKY GOSAL,
SpPD, DAN RELASI Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MASYARAKAT LUAS
BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR NEGERI.
2. BAHWA TINDAKAN SAUDARI PRITA MULYASARI YANG TIDAK
BERTANGGUNG-JAWAB TERSEBUT TELAH MENCEMARKAN NAMA BAIK OMNI
INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr.
GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MENIMBULKAN KERUGIAN BAIK MATERIL
MAUPUN IMMATERIL BAGI KLIEN KAMI.
3. BAHWA ATAS TUDUHAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN TIDAK
BERDASAR HUKUM TERSEBUT, KLIEN KAMI SAAT INI AKAN MELAKUKAN
UPAYA HUKUM TERHADAP SAUDARI PRITA MULYASARI BAIK SECARA HUKUM
PIDANA MAUPUN SECARA HUKUM PERDATA.
Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk
tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan
berisi kebohongan tersebut.
Jakarta, 8 September 2008, Kuasa Hukum
12
15. OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,
Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N
RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS.
Ttd. Ttd.
Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.
Advokat & Konsultan HKI. Advokat.
Ttd. Ttd.
Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H.
Advokat. Advokat.
http://hukum.kompasiana.com/2009/06/03/kronologi-kasus-prita-mulyasari-13940.html
III.2 Tinjauan Kasus berdasarkan Etik
Kasus Prita Mulyasari dan RS. Omni telah melanggar hukum dan kepercayaan jika
ditinjau dari segi etik dan hukum yang berlaku di masyarakat khususnya dalam bidang
kesehatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Undang-Undang RI No.23 tahun 1992
tentang kesehatan. Beberapa bagian dari undang-undang ini berisi tentang rambu-rambu dalam
pelayanan kesehatan yang harus diketahui dan dipahami oleh pelaku pelayanan profesi kesehatan
agar terhindar dari pelayanan kesehatan yang bermasalah. Salah satu tujuan dari undang-undang
tersebut adalah sebagai pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan
penerima jasa pelayanan kesehatan.
Undang-Undang Kesehatan yang terdiri dari 12 bab dan 90 pasal mengatur tentang hak dan
kewajiban serta tugas dan tanggung jawab setiap orang. Upaya kesehatan dijabarkan mulai
kesehatan keluarga, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit, kesehatan
keluarga, sampai dengan upaya kesehatan matra. Pada tahap ini seseorang atau instansi memiliki
wewenang untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi klien tersebut dalam hal
ini, RS Omni tidak kompeten terhadap apa yang telah dilakukan. Terbukti dengan adanya
kronologi kasus pada tanggal 11 Agustus 2008, Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit
27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil
lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak
diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Hal ini membuktikan bahwa data yang
didapat tidak akurat dan seharusnya RS Omni meninjau lebih jauh sebelum memutuskan untuk
merawat inap pasien tersebut.
13
16. Kasus Prita dan RS Omni juga melanggar PerMenKes RI No 585/ Menkes/ PER/ IX/ 1989
tentang persetujuan tindakan medik/ informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap
pasien tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan kronologi kasus dari tanggal 8 - 10 Agustus
2008. Prita meminta tenaga kesehatan dalam hal ini RS. Omni untuk meleps infus dan
menghentikan suntikan karena terjadi pembengkakan pada daerah tangan kanan, leher serta
matanya.Namun, tenaga kesehatan tidak memperdulikan permintaan pasien sehingga bisa
disebut tidak terjadi informed consent pada saat itu.
Berdasarkan tinjauan serta bukti diatas, dapat disimpulkan bahwa kasus Prita mulyasaridan
RS. Omni terjadi akibat tidak adanya Informed Consent serta tenaga kesehatan yang tidak
kompeten sehingga melanggar kode etik dan hukum yang berlaku dalam dunia kesehatan
khususnya.
Berdasarkan kode etik medis, pihak dokter telah melanggar kode etik pasal 5, 7c,7d, 10, 11
dan terjadi malpraktik karena penanganan dokter menyebabkan luka pada Prita serta terjadi
pelanggaran hak pasien. Dari segi keperawatan, terjadi pelanggaran yaitu perawat tidak
melindungi hak-hak pasien/klien dan tidak adanya fingsi perawat sebagai advokasi dan teacher.
14