SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Download to read offline
PATOFISIOLOGI
EDEMA CEREBRI
DISUSUN OLEH:
Caesario Arlingga
Ernawati
Imelda Wijayanti
Intan Kataliya D
Kukuh Prakosa
Muhamad Suryo N
Ninik Retno Sudaryanti
Novi Dwi Afita S
Nurhayati
Nurul Ekayanti
Pradika Sangga Pramana
Prajatiya Harwoko
Puput Riana Sari
Putik Kusumasari
Riana Puspita Sari
Sugiyarto
Tatik Sugiyanti
Tri Rahmawati
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
DIV KEPERAWATAN
2011
TINJAUAN KONSEP
1. PENGERTIAN
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya
akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak.
Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah
substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume
air dalam jaringannya (Miller, 1976).
Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri
Substansi grisea Substansi alba Total
Otak normal 80 70 77
Edema serebri 82 76 79
2. ETIOLOGI
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:
a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral,
trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat,
hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada
opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema
(HACE).
3. KLASIFIKASI
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :
a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia
grisea
b. Berdasarkan patofisiologi
1). Edema serebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood
brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler
meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler
masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah.
Dugaan bahwa serotonin memegang peranan penting pada perubahan
permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak,
hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang
merusak pembuluh darah otak
2). Edema serebri sitotoksik
Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron,
glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik,
sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan
osmotik intraseluler yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel
makin lamamakin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat
pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia
otakmakin hebat karena perfusi darah terganggu.
Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada
kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti
trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/
anoksia (cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi
zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-samadengan edema serebri
vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri)
dan meningitis
3). Edema serebri osmotic
Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic
antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).
4). Edema serebri hidrostatik/interstisial
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi
terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel,
meningkatkan volume ruang ekstraseluler.
Pembagian edema serebri menurut Groningen
Edema Serebri
Problem
Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik
Gangguan primer Blood brain –
sodium barrier
Gangguan
pump-cell
Obstruksi
osmotik
Sirkulasi
Lokalisasi :
Bag. Putih otak
Bag. Kelabu otak
+ +
+
+
+
+
Permeabilitas
vaskuler
Bertambah Normal Normal Normal
Ultrastruktur :
Ekstraseluler
Infraseluler
+
+
+
+
+
Komposisi cairan Filtrat plasma
(protein)
Plasma Hanya kadar
air bertambah
Air + Na
Terapi Dexametason ? Bahan
osmotik
Operasi
4. PATOFISIOLOGI DENGAN PATHWAYS
a. Vasogenic edema
Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel
yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic.
Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak
karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga
ekstraseluler juga meningkat.
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema
vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus,
potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.
b. Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel,
yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara
normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat
dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia.
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea
menyerap air dan membengkak.
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat
sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering.
Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan
dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis,
metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol,
isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat.
c. Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan
dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada
edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan
membran sel.
d. Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat.
Pathway
perubahan pola
pernapasan
Non neorologis
Cedera primer/langsung Cedera sekunder/
tak langsung
Luka tembus,
luka lecet
Laserasi Kerusakan syaraf otakKerusakan jaringan kulit
kepala
Risiko tinggi infeksi
Asam laktat meningkat
Vasodilatasi cerebral
Aliran darah ke otak
bertambah
Penekanan pembuluh darah dan
jaringan cerebral
Gangguan
persepsi-sensori
Aliran darah ke otak menurun
Suplai nutrien ke otak menurun
(O2,glukosa)
Perubahan metabolisme aerob menjadi
anaerob
Hipoksia
Oedema Jaringan otak
TIK meningkat
Nyeri kepala
Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Metabolisme Asidosis
Peningkatan
asam laktat
Depresi sistem pernapasan
Pola nafas
tak efektif
(Doengoes,2000)
(Hudak dan Gallo,1996)
(Brunner dan Suddarth,2001)
Produksi ATP berkurang
Energi berkurang
Lemah,lesu
Gangguan mobilitas
fisik/intoleran aktivitas
Gangguan
perfusi serebral
Fraktur tulang tengkorak
Reflek batuk
menurun
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Mual, muntah, nafsu
makan turun
Risiko kurang nutrisi
dari kebutuhan
Neorologis
Kurang Perawatan Diri
5. MANIFESTASI KLINIK
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan
meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah
kapiler serebral oleh edema.
e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat
dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial (TIK)
yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak,
timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian
timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan
kematian.
f. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang
tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat
etiologi dan luas edema serebri.
Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan
radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift
dan desakan serta distorsi ventrikular.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena
jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan
dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat
mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala
30°.
b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi
meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan
untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT
harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang
sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat,
benzodiazepin, dan propofol.
c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus
dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan
penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK,
terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal.
Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi
pada pasien edema otak buruk.
d. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat
menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini
dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik
(balans —200 ml).
e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal
dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma,
tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan
darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi
tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70
mmHg pascatrauma otak.
f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, de-mam, dan
hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga
harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan
antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu
tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
Terapi Osmotik
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.
a. Manitol
b. Efek Ostnotik
c. Efek Hemodinamik
d. Efek Oxygen Free Radical Scavenging
Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-
0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit
pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.
Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas
serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal
ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg
depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.
Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya
kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.
Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai
tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan.
Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat
buruk pada pasien iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang
sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4
mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol
normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun
pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi,
hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah
penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus diturunkan secara bertahap
(tape* off) untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu
edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita
meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6
jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis
pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik (lihat
bab meningitis bakterialis).
Hiperventilasi
Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan
vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.
Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien
cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya
digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun
penanganan TIK dengan pembedahan.
Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah terbukti
berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan efek
manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko terjadinya
kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid,
penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada
pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi pada
pasien. dengan lesi serebral akut.
8. KOMPLIKASI
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow
(CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada
sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri
dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil
edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan
tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi
struktur yang tertekan.
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.
b. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan
aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak
dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme
otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung
apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.
c. Kenaikan Tekanan Intrakranial
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem
vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah
menimbulkan kenaikan TIK yang hebat
d. Herniasi Jaringan Otak
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.
1). Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya
bangunan-bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III,
A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi
akibat herniasi ini ialah :
a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan
pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya
negatif.
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan
gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis.
Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri
posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.
2). Herniasi foramen magnum
Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong
tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya
pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan
kardiovaskuler.
TINJAUAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian pola fungsional menurut Doenges (2001) :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah
dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi
yang diselingi dengan bradikardi, disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang
atau dramatis).
Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan inpulsif.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda: Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, fotofobia. Gangguan pengecapan
dan juga penciuman.
Tanda: Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,
pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti. Kehilangan pengindraan, seperti:
pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah
tidak simetris. Genggaman lemah, tidak
seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau
lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia.
Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat
sensitive terhadap sentuhan dan gerakan.
Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak.
Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena
respirasi).
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti
“raccoon eye”, Tanda battle disekitar telinga
(merupakan Tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria, anomia.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan alkohol/obat lain
Pertimbangan rencana pemulangan:
Membutuhkan bantuan pada perawatan diri,
ambulasi, transportasi, menyiapkan makan,
belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas
rumah tangga, perubahan tata ruang, atau
penempatan fasilitas lainnya dirumah.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas
dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya
sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intracranial
2. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan
dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat
trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Pola nafas
dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi
a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
b. Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari
memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila
ada cedera vertebra.
c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada
sekret segera lakukan pengisapan lendir.
d. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
e. Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi
dan tinggikan 15 – 30 derajat.
f. Pemberian oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi
Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline”
untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,
valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau
suction, perkusi). tekanan pada vena leher pembalikan posisi dari samping
ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan
pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).  Berikan pelembek tinja
untuk mencegah adanya valsava maneuver.
a. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang,
gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
b. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
c. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
d. Monitor intake dan out put.
e. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
f. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi
dan pemenuhan nutrisi.
g. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran. Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi
yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan
penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada
iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
a. Bantu anak dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian,
BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan
perseorangan.
b. Berikan makanan via
parenteral bila ada indikasi. Perawatan kateter bila terpasang.
c. Kaji adanya
konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan
BAB.
d. Libatkan orang tua
dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit
baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi :  Kaji intake
dan out put.  Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa,
dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.  Berikan cairan intra
vena sesuai program.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau
meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri. Intervensi :  Kaji status neurologis
anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya
refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang. 
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS Monitor tanda-tanda vital anak
setiap jam atau sesuai dengan protokol.  Berikan istirahat antara
intervensi atau pengobatan.  Berikan analgetik sesuai program.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala Tujuan : Anak akan merasa
nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Intervensi :  Kaji keluhan nyeri dengan
menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya,
peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin. 
Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri. 
Kurangi rangsangan.  Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.  Berikan
sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri. Tujuan : Anak akan
terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit
dalam batas normal. Intervensi :  Kaji adanya drainage pada area luka.
 Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.  Lakukan perawatan luka
dengan steril dan hati-hati.  Kaji tanda dan gejala adanya meningitis,
termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.
8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala. Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas
berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat
mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan
anak. Intervensi :  Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur
yang akan dilakukan, dan tujuannya.  Anjurkan orang tua untuk selalu
berada di samping anak.  Ajarkan anak dan orang tua untuk
mengekspresikan perasaan.  Gunakan komunikasi terapeutik.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang
ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi :  Lakukan latihan
pergerakan (ROM).  Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai. 
Rubah  Kaji area kulit: adanya lecet.  Lakukan “back rub” setelah
mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar
tidak menimbulkan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Benyamin Chandra.1979. Diagnostik dan Penanggulangan Penderita dalam Coma
Cermin Kedokteran
Berkow R. Talbott JH. 1977. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 13th
ed. New York: Merck & Co Rahway
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC
Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi
6, Jakarata: EGC
Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 ,
Jakarta: EGC.
Fisman R. 1984. Steroid in the Treatment of Brain Edema (Abstract) Medical
Currents
Krupp MA, Chatton MJ. 1976. Current Medical Diagnosis and Treatment, 13th
ed., Los Altos, California: Lange Medical Publications..
Lumbantobing SM. 1981. Edema Otak dalam Kedaruratan dan Kegawatan Medik
Editor: Arjatmo Tjokronegoro dan H. Ahmad Husen Markum FK-UI
Jakarta.
Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media
Aesculapis FKUI
Markam, S.(1999). Cedera tertutup kepala. Jakarta : FKUI
Menkes JH. 1980.Texbook of Child Neurology 2nd ed., Philadelphia: Lea &
Febiger.
Miller JD. 1976.Cerebral Oedema Rassegna Medics, LIII.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika : Jakarta
Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia :
Yogyakarta
Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera
Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta :
Ardana Media.
Shirkey HC. 1972.Pediatric Therapy 4th ed. Saint Louis: CV Mosby Co,.
Wilkinson, Juditth M. , 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC
.........2007. DIAGNOSA NANDA NIC NOC.
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George
Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr.
Yuda Turana, SpS

More Related Content

What's hot

Balans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitBalans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitAzis Aimaduddin
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisSeascape Surveys
 
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu HatiAspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hatiandikabudiarto
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikAulia Amani
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialisfikri asyura
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilAgus Gunardi
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisTenri Ashari Wanahari
 
Patofisiologi dhf
Patofisiologi dhfPatofisiologi dhf
Patofisiologi dhfDwi Andini
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusAris Rahmanda
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Aulia Amani
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataSK Sulistyaningrum
 

What's hot (20)

Keseimbangan cairan & elektrolit
Keseimbangan cairan & elektrolitKeseimbangan cairan & elektrolit
Keseimbangan cairan & elektrolit
 
Balans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolitBalans cairan & elektrolit
Balans cairan & elektrolit
 
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan NeurologisMengenal Lokasi Gangguan Neurologis
Mengenal Lokasi Gangguan Neurologis
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu HatiAspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
Aspek Anamnesis Pasien Nyeri Ulu Hati
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Shock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi CairanShock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi Cairan
 
Parese nervus fasialis
Parese nervus fasialisParese nervus fasialis
Parese nervus fasialis
 
Mekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektilMekanisme muntah proyektil
Mekanisme muntah proyektil
 
PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura
 
Tamponade Jantung
Tamponade JantungTamponade Jantung
Tamponade Jantung
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
 
Patofisiologi dhf
Patofisiologi dhfPatofisiologi dhf
Patofisiologi dhf
 
Presentasi Tekanan Intrakranial
Presentasi Tekanan IntrakranialPresentasi Tekanan Intrakranial
Presentasi Tekanan Intrakranial
 
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi KasusOrkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
Orkitis (Orchitis) - Presentasi Kasus
 
Overview syok
Overview syokOverview syok
Overview syok
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
Benjolan pada leher Onko
Benjolan pada leher OnkoBenjolan pada leher Onko
Benjolan pada leher Onko
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminata
 

Viewers also liked

Kb 1 pemberian cairan infus
Kb 1 pemberian cairan infusKb 1 pemberian cairan infus
Kb 1 pemberian cairan infuspjj_kemenkes
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemikgustians
 
Asuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteral
Asuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteralAsuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteral
Asuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteralOkta-Shi Sama
 

Viewers also liked (9)

Cbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sriCbd kd dr.sri
Cbd kd dr.sri
 
Bab ii fix
Bab ii fixBab ii fix
Bab ii fix
 
Kb 1 pemberian cairan infus
Kb 1 pemberian cairan infusKb 1 pemberian cairan infus
Kb 1 pemberian cairan infus
 
Pathway aneurisma
Pathway aneurisma Pathway aneurisma
Pathway aneurisma
 
Kateterisasi
KateterisasiKateterisasi
Kateterisasi
 
teknik pemasangan Kateter
teknik pemasangan Kateterteknik pemasangan Kateter
teknik pemasangan Kateter
 
Syok hipovolemik
Syok hipovolemikSyok hipovolemik
Syok hipovolemik
 
Brain edema
Brain edemaBrain edema
Brain edema
 
Asuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteral
Asuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteralAsuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteral
Asuhan keperawatan nutrisi enteral dan parenteral
 

Similar to EDEMA SREBR

Askep cedera otak berat
Askep cedera otak beratAskep cedera otak berat
Askep cedera otak beratf' yagami
 
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar Syarifha Ningsih Al-aidid
 
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptxRefresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptxhamdhaniWs
 
Askep cedera kepala
Askep cedera kepalaAskep cedera kepala
Askep cedera kepalafienndhut
 
peningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdf
peningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdfpeningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdf
peningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdfssusere31356
 
ASKEP CEDERA OTAK BERAT.doc
ASKEP CEDERA OTAK BERAT.docASKEP CEDERA OTAK BERAT.doc
ASKEP CEDERA OTAK BERAT.docNsBahagiaHasbi
 
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfdoku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfikhsan1611
 
Cva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomyCva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomyDheaPermatasariIskan
 
Laporan pendahuluan
Laporan pendahuluanLaporan pendahuluan
Laporan pendahuluannervaeria
 
SEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptx
SEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptxSEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptx
SEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptxSallyYaman
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Aulia Amani
 

Similar to EDEMA SREBR (20)

Cidera kepala
Cidera kepalaCidera kepala
Cidera kepala
 
Askep cedera otak berat
Askep cedera otak beratAskep cedera otak berat
Askep cedera otak berat
 
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
Kelompok 1 strok akademi keperawatan makassar
 
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptxRefresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
Refresh Ilmu tgl 27 Bu Y.pptx
 
Askep cedera kepala
Askep cedera kepalaAskep cedera kepala
Askep cedera kepala
 
Case neuro
Case neuroCase neuro
Case neuro
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
peningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdf
peningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdfpeningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdf
peningkatan-tekanan-intra-kranial_compress (1).pdf
 
ASKEP CEDERA OTAK BERAT.doc
ASKEP CEDERA OTAK BERAT.docASKEP CEDERA OTAK BERAT.doc
ASKEP CEDERA OTAK BERAT.doc
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfdoku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
 
Askep stroke
Askep strokeAskep stroke
Askep stroke
 
Cva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomyCva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomy
 
440097912-ppt-herniasi.pptx
440097912-ppt-herniasi.pptx440097912-ppt-herniasi.pptx
440097912-ppt-herniasi.pptx
 
Askep ckr
Askep ckrAskep ckr
Askep ckr
 
Laporan pendahuluan
Laporan pendahuluanLaporan pendahuluan
Laporan pendahuluan
 
SEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptx
SEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptxSEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptx
SEMINAR KASUS RSUD BUDI ASIH.pptx
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 

EDEMA SREBR

  • 1. PATOFISIOLOGI EDEMA CEREBRI DISUSUN OLEH: Caesario Arlingga Ernawati Imelda Wijayanti Intan Kataliya D Kukuh Prakosa Muhamad Suryo N Ninik Retno Sudaryanti Novi Dwi Afita S Nurhayati Nurul Ekayanti Pradika Sangga Pramana Prajatiya Harwoko Puput Riana Sari Putik Kusumasari Riana Puspita Sari Sugiyarto Tatik Sugiyanti Tri Rahmawati POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN DIV KEPERAWATAN 2011
  • 2. TINJAUAN KONSEP 1. PENGERTIAN Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air dalam jaringannya (Miller, 1976). Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri Substansi grisea Substansi alba Total Otak normal 80 70 77 Edema serebri 82 76 79 2. ETIOLOGI Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis: a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak. b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE). 3. KLASIFIKASI Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu : a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak 1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba 2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea b. Berdasarkan patofisiologi
  • 3. 1). Edema serebri vasogenik Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan ber-bagai penyakit yang merusak pembuluh darah otak 2). Edema serebri sitotoksik Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik intraseluler yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otakmakin hebat karena perfusi darah terganggu.
  • 4. Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik. Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-samadengan edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis 3). Edema serebri osmotic Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). 4). Edema serebri hidrostatik/interstisial
  • 5. Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler. Pembagian edema serebri menurut Groningen Edema Serebri Problem Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik Gangguan primer Blood brain – sodium barrier Gangguan pump-cell Obstruksi osmotik Sirkulasi Lokalisasi : Bag. Putih otak Bag. Kelabu otak + + + + + + Permeabilitas vaskuler Bertambah Normal Normal Normal Ultrastruktur : Ekstraseluler Infraseluler + + + + + Komposisi cairan Filtrat plasma (protein) Plasma Hanya kadar air bertambah Air + Na Terapi Dexametason ? Bahan osmotik Operasi 4. PATOFISIOLOGI DENGAN PATHWAYS a. Vasogenic edema
  • 6. Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat. Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema. Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral. b. Edema Sititoksik Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada membrane sel glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap air dan membengkak. Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic), intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada sindrom reye, Hipoksia Berat. c. Edema Osmotic
  • 7. Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel. d. Edema Interstitial Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat.
  • 8. Pathway perubahan pola pernapasan Non neorologis Cedera primer/langsung Cedera sekunder/ tak langsung Luka tembus, luka lecet Laserasi Kerusakan syaraf otakKerusakan jaringan kulit kepala Risiko tinggi infeksi Asam laktat meningkat Vasodilatasi cerebral Aliran darah ke otak bertambah Penekanan pembuluh darah dan jaringan cerebral Gangguan persepsi-sensori Aliran darah ke otak menurun Suplai nutrien ke otak menurun (O2,glukosa) Perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob Hipoksia Oedema Jaringan otak TIK meningkat Nyeri kepala Gangguan rasa nyaman: nyeri Metabolisme Asidosis Peningkatan asam laktat Depresi sistem pernapasan Pola nafas tak efektif (Doengoes,2000) (Hudak dan Gallo,1996) (Brunner dan Suddarth,2001) Produksi ATP berkurang Energi berkurang Lemah,lesu Gangguan mobilitas fisik/intoleran aktivitas Gangguan perfusi serebral Fraktur tulang tengkorak Reflek batuk menurun Bersihan jalan nafas tidak efektif Mual, muntah, nafsu makan turun Risiko kurang nutrisi dari kebutuhan Neorologis Kurang Perawatan Diri
  • 9. 5. MANIFESTASI KLINIK Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa: a. Nyeri kepala hebat. b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak. c. Penglihatan kabur. d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh edema. e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian. f. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi dan luas edema serebri. Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift dan desakan serta distorsi ventrikular. 7. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu
  • 10. diubah harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala 30°. b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT harus diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin, dan propofol. c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk. d. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans —200 ml). e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma otak. f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, de-mam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.
  • 11. Terapi Osmotik Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik. a. Manitol b. Efek Ostnotik c. Efek Hemodinamik d. Efek Oxygen Free Radical Scavenging Manitol Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25- 0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam. Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L. Salin Hipertonik Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik. Steroid Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien iskemi otak. Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus diturunkan secara bertahap
  • 12. (tape* off) untuk menghindari komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal. Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik (lihat bab meningitis bakterialis). Hiperventilasi Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral. Barbiturat Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan. Furosemid Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna. Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut. 8. KOMPLIKASI Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil
  • 13. edema. Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang tertekan. a. Fungsi Otak Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak. b. Aliran Darah ke Otak Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg. Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali. Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak, perdarahan, iskemia dan hipoksia. c. Kenaikan Tekanan Intrakranial Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena, maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat
  • 14. d. Herniasi Jaringan Otak Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum. 1). Herniasi tentorium serebelum Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunan-bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat herniasi ini ialah : a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan pada hiatus. b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif. Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri posterior menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.
  • 15. 2). Herniasi foramen magnum Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan kardiovaskuler.
  • 16.
  • 17. TINJAUAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian Pengkajian pola fungsional menurut Doenges (2001) : a. Aktivitas/Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (tauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik. b. Sirkulasi Gejala: Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia). c. Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis). Tanda: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan inpulsif. d. Eliminasi Gejala: Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi. e. Makanan/Cairan Gejala: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera. Tanda: Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia). f. Neurosensori Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada
  • 18. ekstermitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia. Gangguan pengecapan dan juga penciuman. Tanda: Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan, seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris. Genggaman lemah, tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparase, quadreplegia. Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. g. Nyeri/kenyamanan Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. h. Pernafasan Tanda: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena respirasi).
  • 19. i. Keamanan Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan. Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan. Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye”, Tanda battle disekitar telinga (merupakan Tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS). Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. j. Interaksi Sosial Tanda: Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria, anomia. k. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Penggunaan alkohol/obat lain Pertimbangan rencana pemulangan: Membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang, atau penempatan fasilitas lainnya dirumah. B. Diagnosis Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
  • 20. 4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. 5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. C. Intervensi Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal. Intervensi a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi. b. Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra. c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir. d. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas. e. Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat. f. Pemberian oksigen sesuai program. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
  • 21. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi). tekanan pada vena leher pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher). Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).  Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver. a. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional. b. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program. c. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral. d. Monitor intake dan out put. e. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi. f. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi. g. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu. Intervensi : a. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
  • 22. b. Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. Perawatan kateter bila terpasang. c. Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB. d. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak. 4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi :  Kaji intake dan out put.  Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.  Berikan cairan intra vena sesuai program. 5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Anak terbebas dari injuri. Intervensi :  Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.  Kaji tingkat kesadaran dengan GCS Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.  Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.  Berikan analgetik sesuai program. 6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi :  Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.  Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.  Kurangi rangsangan.  Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
  • 23.  Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.  Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi. 7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri. Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal. Intervensi :  Kaji adanya drainage pada area luka.  Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.  Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.  Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang. 8. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala. Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak. Intervensi :  Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.  Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.  Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.  Gunakan komunikasi terapeutik. 9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi. Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi :  Lakukan latihan pergerakan (ROM).  Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.  Rubah  Kaji area kulit: adanya lecet.  Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.
  • 24. DAFTAR PUSTAKA Benyamin Chandra.1979. Diagnostik dan Penanggulangan Penderita dalam Coma Cermin Kedokteran Berkow R. Talbott JH. 1977. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 13th ed. New York: Merck & Co Rahway Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi 6, Jakarata: EGC Doenges M.E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 , Jakarta: EGC. Fisman R. 1984. Steroid in the Treatment of Brain Edema (Abstract) Medical Currents Krupp MA, Chatton MJ. 1976. Current Medical Diagnosis and Treatment, 13th ed., Los Altos, California: Lange Medical Publications.. Lumbantobing SM. 1981. Edema Otak dalam Kedaruratan dan Kegawatan Medik Editor: Arjatmo Tjokronegoro dan H. Ahmad Husen Markum FK-UI Jakarta. Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media Aesculapis FKUI Markam, S.(1999). Cedera tertutup kepala. Jakarta : FKUI Menkes JH. 1980.Texbook of Child Neurology 2nd ed., Philadelphia: Lea & Febiger. Miller JD. 1976.Cerebral Oedema Rassegna Medics, LIII.
  • 25. Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika : Jakarta Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia : Yogyakarta Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta : Ardana Media. Shirkey HC. 1972.Pediatric Therapy 4th ed. Saint Louis: CV Mosby Co,. Wilkinson, Juditth M. , 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC .........2007. DIAGNOSA NANDA NIC NOC. Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS