Strategi Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Tomohon Menuju Pembangunan Yang Berkelanjutan
1. STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA
TOMOHON MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN
Oleh:
Dr. Ir. Markus T. Lasut, M.Sc
(Dosen Fak. Perikanan & Ilmu Kelautan, UNSRAT)
PENDAHULUAN
Menghadapi peningkatan penduduk yang cepat dan kebutuhan akan kesejahteraan hidup
dengan standar (mutu) kehidupan yang lebih baik maka pembangunan terus ditingkatkan di
segala bidang, dan hal ini sedang dilakukan di semua daerah di negara ini. Pembangunan
tersebut tentunya bertujuan antara lain untuk melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan
memberikan harapan yang lebih baik di masa yang akan datang, dan sekaligus dapat
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Namun tidak jarang terjadi,
pembangunan justru sebagai pemicu bagi timbulnya permasalahan yang baru sehingga tujuan
yang hendak dicapai semakin jauh dari yang diinginkan. Salah satu permasalahan yang sering
muncul seiring dengan peningkatan pembangunan adalah permasalahan lingkungan hidup.
Dewasa ini, pertimbangan aspek lingkungan hidup selalu diabaikan dalam program-
program perencanaan pembangunan. Beberapa indikasi akan hal itu antara lain adalah
semakin berkurangnya sumberdaya air untuk kebutuhan masyarakat; pencemaran lingkungan
air, tanah dan udara. Program pembangunan yang mengarah pada eksploitasi sumberdaya
alam, pada kenyataannya, dapat merusak tatanan sosial dan keseimbangan kemanusiaan,
merusak kehidupan masyarakat, menimbulkan penyakit, merusak sumberdaya hutan dan
tanah; dan menurunkan sumberdaya perikanan dan laut. Semua dampak tersebut pada
akhirnya akan merusak pembangunan ekonomi dan sosial. Gambaran tentang pembangunan
dan lingkungan hidup seperti ini, juga akan dialami oleh Kota Tomohon.
Kota Tomohon, mau atau tidak, dalam upaya meningkatkan pembangunan untuk
kesejahteraan masyarakatnya akan menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Salah satu
tantangan yang akan dihadapi adalah tantangan di bidang lingkungan hidup. Tantangan ini
apabila tidak dikelola dengan baik sedini mungkin maka akan menjadi suatu hambatan dan
menjadi pemicu masalah baru yang memerlukan upaya (dana dan waktu) untuk
menyelesaikannya.
Oleh karena itu, tulisan ini mencoba memberikan gambaran dan pembahasan yang
singkat mengenai alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lingkungan
hidup di Kota Tomohon dalam upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
MASALAH LINGKUNGAN DAN PENATAAN INSTITUSI
Masalahan lingkungan hidup merupakan suatu hal yang spesifik di mana keberadaannya
berbeda-beda berdasarkan kondisi alamiah, bentuk, skala, besaran, dan waktu (durasi).
Sebagai contoh, misalnya di lingkungan perkotaan, masalah lingkungan yang dihadapi oleh
Kota Jakarta berbeda dengan yang sedang dihadapi oleh Kota Manado, dan tentunya berbeda
dengan yang akan di hadapi oleh Kota Tomohon.
Masalah lingkungan yang muncul di suatu daerah selalu sejalan dengan isu lingkungan
yang muncul di daerah tersebut di mana isu lingkungan tersebut akan menjadi suatu masalah
apabila isu tersebut tidak dikelola dengan baik sebagaimana mestinya.
Pengelolaan yang baik sebagaimana mestinya yang disebutkan di atas tidak terlepas
dari penataan yang tepat bagi institusi/kelembagaan pemerintah dan peraturan-peraturan yang
2. mengatur akan hal itu; ini merupakan dua hal penting dalam usaha pengelolaan lingkungan
hidup.
Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa institusi/kelembagaan lingkungan
pemerintah yang kita miliki saat ini, selain keberadaannya tidak memadai juga mengalami
kekurangan staf yang berpengalaman dan profesional. Ditambah pula akan kurangnya
efisiensi dalam pelaksanaan dan penguatan perundang-undangan yang sudah ada; cenderung
mengadopsi dan men’jiplak’ model dari daerah lain, negara lain yang mempunyai
permasalahan lingkungan yang berbeda dengan daerah kita; serta mengalami kekurangan
dana/biaya dalam operasionalnya.
PENGEMBANGAN SISTEM PENILAIAN DAMPAK LINGKUNGAN
Dewasa ini, perlindungan lingkungan hidup sudah menjadi suatu komponen dari perangkat
pemerintah, khususnya secara administrasi, perencanaan, legislatif dan eksekutif. Oleh karena
itu dalam upaya perlindungan lingkungan hidup maka komponen-komponen tersebut semakin
ditingkatkan kemampuan dan penggunaannya. Salah satu alat dalam komponen perlindungan
lingkungan yang mencakup aspek-aspek di atas yang populer saat ini adalah Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Sampai saat ini, masih sering terjadi di mana tindakan perlindungan lingkungan
(environmental protection) memberikan konotasi negatif terhadap konservasi dan
memberikan gambaran betapa mahalnya suatu usaha perlindungan lingkungan, serta dapat
menimbulkan konflik dalam penggunaan sumberdaya alam untuk pembangunan. Oleh karena
itu, perlindungan lingkungan selalu dipandang oleh para perencana pembangunan sebagai
suatu hal yang tidak harus dilakukan dan mahal biayanya. Konflik seperti ini sering terjadi
antara kelompok orang yang memandang bahwa penggunaan (eksploitasi) sumberdaya adalah
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan kelompok orang yang memandang bahwa
terjadi penggunaan yang berlebihan terhadap sumberdaya tersebut untuk kebutuhan di masa
depan.
Metoda yang akurat, dan sistem informasi yang terorganisir secara baik, lengkap dan
ditampilkan dalam bentuk format yang berguna akan sangat membantu bagi para pengambil
keputusan dalam mempertimbangkan suatu kegiatan eksploitasi sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhan saat ini dan kebutuhan di masa yang akan datang. Metoda seperti ini dikenal
sebagai studi AMDAL.
Menurut PP Republik Indonesia, No. 27 Tahun 1999, AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL yang
dimaksud di atas merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan
dan hasilnya digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Oleh karena
pentingnya kegiatan AMDAL dilakukan bagi setiap usaha dan/atau kegiatan maka AMDAL
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan.
Hubungan AMDAL dengan Perencanaan Pembangunan Wilayah
Idealnya, AMDAL menjadi bagian dari perencanaan pembangunan wilayah secara
keseluruhan yang mencakup pembangunan aspek ekonomi di mana hal ini dimaksudkan
untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
3. ? Perencanaan tersebut adalah benar-benar perencanaan yang mempertimbangan aspek
ekonomi dan lingkungan secara bersama-sama (economic-cum-environmental), di mana
aspek ekonomi dan konservasi sumberdaya alam adalah merupakan 2 aspek dalam satu-
kesatuan yang saling menunjang,
? Perencanaan dari suatu proyek pembangunan sesuai dengan dasar perencanaan
pembangunan yang bersifat economic-cum-environmental.
Dengan demikian, perencanaan pembangunan yang bersifat economic-cum-
environmental (ECE) untuk suatu daerah sebaiknya dibuat terlebih dahulu sebelum kegiatan-
kegiatan lainnya diadakan, sehingga AMDAL kegiatan-kegiatan tersebut akan mengacu pada
perencanaan ECE yang telah ada.
PRASYARAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Banyak pengalaman menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan selalu berada pada
prioritas yang terendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya sumberdaya yang diperlukan
untuk maksud tersebut, seperti dana (biaya), waktu, dan sumberdaya manusia yang akan
terlibat di dalamnya.
1. Biaya dan Waktu
Dalam hubungannya dengan AMDAL, secara umum, studi AMDAL bervariasi
berdasarkan skope, kualitas dan tingkatan keahlian yang digunakan pada saat
mempersiapkannya. Biaya yang diperlukan untuk suatu studi AMDAL sangat tergantung dari
hal-hal di atas.
Selain itu, waktu yang diperlukan untuk penyusunan suatu studi AMDAL juga
bervariasi berdasarkan skope, kualitas dan tingkatan keahlian seperti disebutkan di atas.
Namun demikian, waktu yang diperlukan untuk suatu studi AMDAL baik untuk kegiatan
penyusunan, penilaian, dan lain-lain sebagainya telah diatur di dalam PP RI, No. 27, 1999.
2. Sumberdaya Manusia (SDM)
Dalam pengelolaan lingkungan (environmental management), yang di dalamnya
mencakup penilaian lingkungan (environmental assessment), memerlukan kelompok orang
(tim) yang ahli dari berbagai disiplin-keilmuan (multidisciplinar). Misalnya, para insinyur
sudah diperlengkapi dengan pengetahuan tentang melaksanakan operasional kerja/tugas dan
dampak utama dari proyek yang ditangani, para ilmuan (bidang biologi, kimia, ekologi dan
lainnya) adalah paling cocok dalam meneliti dan menyelidiki dampak sekunder dan dampak
tidak langsung dari suatu kegiatan proyek yang akan diadakan. Selanjutnya, masukan dan
saran dari para ahli ekonomi sangat diperlukan dalam merubah suatu penilain lingkungan ke
dalam cost and benefit dari kegiatan proyek tersebut.
Pengadaan sumberdaya manusia yang terlatih dengan keahlian profesional adalah
merupakan satu masalah utama dalam melakukan pengelolaan lingkungan yang efektif.
Transfer teknologi yang tepat-guna melalui penggunaan para tenaga ahli, baik yang diambil
dari dalam maupun luar daerah, adalah sangat membantu dalam pengembangan
profesionalisme sumberdaya manusia. ‘Lerning by doing’ (belajar sambil mengerjakan)
sebaiknya dilakukan dalam pengembangan sumberdaya manusia.
Keterlibatan para ahli dari berbagai bidang ilmu dalam suatu proyek pembangunan
yang berhubungan erat dengan lingkungan semakin hari semakin meningkat. Namun, tidak
jarang pula kita jumpai penggunaan orang-orang yang, baik tidak/kurang profesional maupun
yang bukan bidang keahliannya dalam bidang pengembangan lingkungan hidup yang
4. digunakan dan dilibatkan dalam suatu proyek pembangunan demi untuk penggunaan biaya
yang sedikit dengan alasan keterbatasan dana yang tersedia.
3. Institusi dan Legislasi untuk Pengelolaan Lingkungan
Sejalan dengan ditetapkannya persyaratan AMDAL untuk setiap proyek pembangunan
yang akan dilakukan, diperlukan institusi/lembaga lingkungan di dalam institusi pemerintah
yang secara khusus menangani dan meninjau AMDAL yang telah dilakukan. Tentu saja
dalam institusi tersebut ditempatkan/ dilibatkan staf yang berkualitas dan berpengalaman
untuk hal yang berhubungan dengan analisis dampak lingkungan.
Selain itu, sangat diperlukan bantuan dalam bentuk perundang-undangan lingkungan
yang mengatur prosedur dan tata-cara dalam melakukan kajian lingkungan bagi suatu proyek
pembangunan.
BEBERAPA STRATEGI DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Pada bagian selanjutnya saya akan menampilkan strategi dalam pengelolaan lingkungan
hidup. Namun, saya tidak menampilkan dan membahas semua strategi yang dapat dilakukan
dalam pengelolaan lingkungan, melainkan saya menampilkan beberapa di antaranya yang
saya pikir cocok dan dapat diadopsi serta dikembangkan untuk pengelolaan lingkungan hidup
di Kota Tomohon.
1. Baku Mutu Lingkungan yang tepat
Pembuatan baku mutu lingkungan (environmental quality standard) merupakan tugas
pokok dari institusi/badan yang berhubungan dengan lingkungan di suatu lembaga
pemerintahan. Kadang-kadang pekerjaan ini menjadi sangat repot, susah dan
membingungkan, karena hal ini memerlukan tahapan-tahapan sebagai berikut: (i) meninjau
criteria dan standar yang digunakan oleh negara-negara lain; (ii) menyesuaikannya dengan
situasi dan standar yang ada di tingkat propinsi dan tingkat nasional; (iii) mensyahkannya
secara resmi melalui peraturan perundang-undangan; dan (iv) melakukan penguatan dan
pemantauan dalam pelaksanaannya.
Pembuatan standar atau criteria yang cocok sebagai dasar dari perencanaan dan
perancangan proyek-proyek pembangunan pada kenyataannya masih sangat sulit dilakukan.
Sebagai contoh, standar mutu buangan limbah (effluent quality standard) untuk buangan
indutsri, standard mutu bahan dan sistem pemipaan untuk suplai air bersih, standar mutu
untuk sistem geothermal, dan standar untuk proyek-proyek pengembangan lainnya.
Namun sayangnya, walaupun telah banyak dipopulerkan mengenai perlunya
penggunaan teknologi yang tepat-guna di negara-negara sedang berkembang, termasuk
Indonesia, hanya sedikit yang telah dilakukan dalam hubungannya dengan standar dan criteria
lingkungan hidup. Tentu saja terdapat berbagai alasan mengapa hal ini terjadi.
2. Struktur Institusi/Lembaga Lingkungan yang tepat dan Penguatan Kemampuan
Kelembagaannya
Ada suatu kecenderungan bahwa negara-negara sedang berkembang membuat
instansi/badan (agency) lingkungannya secara sendiri-sendiri dalam anggapan bahwa
instansi/badan (agency) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan perencanaan
pembangunan sering mengabaikan aspek lingkungan dalam suatu kegiatan pembangunan. Hal
ini sebagian disebabkan oleh kurangnya kebijakan perencanaan lingkungan pada tingkatan
nasional dan adanya biaya tambahan dalam tahap-tahapan perencanaan, perancangan, dan
pelaksanaan.
5. Selain itu, sangatlah penting bahwa kemampuan instansi/badan lingkungan harus terus
dibangun dan dikuatkan dalam rangka memfasilitasi proses adopsi program-program
pembangunan yang ada. Untuk membantu proses ini, cukup penting dipertimbangkan bahwa
instansi lingkungan ditempatkan di tingkatan tertinggi, misalnya pada tingakatan suatu negara
ditempatkan pada kantor kepresidenan, pada tingkat propinsi pada kantor gubernur, dan pada
tingkat kota/kabupaten pada kantor walikota/bupati. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
koordinasi dengan instansi lainnya dan akan membantu meningkatkan kemampuan
lingkungan dari instansi-instasi tersebut.
Operasional dan kerdibilitas instansi lingkungan hidup sering mengalami masalah
yang diakibatkan oleh ketidak-mampuan secara kelembagaan dan kurangnya sumberdaya
manusia yang terampil dan profesional di dalam instansi lingkungan tersebut. Dengan
demikian, pengembangan staf yang profesional harus terus dilakukan.
3. Kebijakan Pengawasan Pencemaran secara Ekonomi
Slogan yang menyatakan ‘yang mencemarilah yang membayar’ (polluters pay) adalah
sebagai bukti dari suatu pendekatan yang efektif. Insentif seperti yang tergambar dari slogan
di atas dapat dilakukan dalam bentuk ‘pembayaran atas bayar buangan’ (effluent charge),
pajak, dan sebagainya, dan dapat dimasukkan ke dalam kebijakan ekonomi untuk memberikan
‘peringatan’ kepada pihak yang menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Secara ringkas
sistem insentif tersebut adalah sebagai berikut:
Pembayaran atas buangan (effluent charge)
Pembayaran atas buangan (effluent charge) adalah tindakan yang dilakukan untuk
meringankan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi pembuangan limbah. Pada prinsipnya,
dalam sistem ini pihak yang membuang limbah harus mengeluarkan biaya tambahan atas
buangan limbahnya di perairan umum sebesar biaya yang diperlukan oleh pihak tersebut
apabila mengolah limbahnya sendiri.
Pajak
Sistem pajak dapat meningkatkan alokasi sumberdaya dalam 2 cara, yaitu (1) secara
langsung, dengan cara menyediakan insentif untuk pengawasan pencemaran; dan (2) secara
tidak langsung, dengan cara menyediakan hasil (revenue).
Lain-lain
Alat-alat (instrument) lainnya dari kebijakan lingkungan dari aspek ekonomi adalah:
Menjual hak pencemaran: kalau suatu perusahaan ingin membuang limbahnya dan
menimbulkan pencemaran, maka perusahaan tersebut harus membeli hak tersebut. Para
korban dapat mencegah pencemaran dengan cara memberikan harga atas pencemaran
yang yang dilakukan oleh perusahaan tadi.
Tindakan dari pemerintah: pemerintah dapat mengambil-alih aktifitas yang menimbulkan
pencemaran, seperti aktifitas kelistrikan, melakukan tindakan-tindakan anti-
pencemaran, atau menyediakan pelayanan lingkungan seperti pengolahan limbah,
penjernihan air, dan sebagainya.
Perlindungan korban: Sebagai contoh, dalam kasus pencemaran yang disebabkan oleh debu,
jika rumah-rumah di sekat maka dampak dapat dikurangi.
6. PENDIDIKAN DAN PROGRAM PENYADARAN LINGKUNGAN
Dalam perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup, kesadaran lingkungan (environmental
awareness) adalah salah satu faktor yang penting di mana usaha pengelolaan tidak akan
tercapai apabila kesadaran lingkungan masyarakat rendah. Penyadaran lingkungan hendaknya
dilakukan dalam kombinasi dari 2 sisi, yaitu dari atas ke bawah (top-down) dan dari bawah ke
atas (bottom-up). Usaha dari atas ke bawah (top-down) dapat dilakukan dengan cara memberi
pengertian dan keyakinan kepada para ‘pengambil-keputusan’ yang paling atas, dan
bersamaan dengan itu usaha dari bawah ke atas (bottom-up) dilakukan dengan cara
meningkatkan pendidikan lingkungan dan program penyadaran lingkungan pada akar rumput
(grass-root).
Berhubungan dengan usaha penyadaran lingkungan dari bawah ke atas (bottom-up),
pendidikan lingkungan melalui jalur formal (sekolah dasar, sekolah tingkat pertama, sekolah
tingkat atas, dan perguruan tinggi) adalah suatu cara yang efektif dan tersistimatis, di mana
masyarakat dalam hal ini peserta didik akan dengan sendirinya terbina dan diberikan
pengetahuan tentang lingkungan hidup bersama-sama dengan pengetahuan lainnya.
PENUTUP
Pengelolaan lingkungan hidup memerlukan suatu strategi dan semakin baik strategi
pengelolaan tersebut, baik secara konseptual maupun operasionalnya, maka tujuan dari
pengelolaan lingkungan hidup akan lebih mudah dicapai. Strategi pengelolaan lingkungan di
tingkat Nasional Indonesia maupun tingkat Propinsi Sulawesi Utara telah disusun dan
dirumuskan dalam Agenda 21 Nasional dan Agenda 21 Propinsi. Namun, berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang telah dibahas di atas maka tidak menutup kemungkinan
bahwa strategi pengelolaan lingkungan dapat selanjutnya dijabarkan dalam bentuk yang detail
di tingkat kota (dalam hal ini Kota Tomhon). Potensi untuk hal ini dapat lebih terwujud
dengan adanya UU No. 22, 1999 tentang Otonomi Daerah, di mana setiap daerah
kota/kabupaten mempunyai otoritas dalam mengelola lingkungan hidup yang ada di
daerahnya masing-masing.
Terlepas dari semua itu, disadari bahwa pemerintah mempunyai peranan yang besar
dalam pengelolaan lingkungan, baik peranannya dalam menetapkan strategi pengelolaan, pada
tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan (bersama-sama dengan masyarakat) di
mana ‘kemauan secara politik’ (political will) dari pemerintah sangatlah diharapkan dalam
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di Kota Tomohon.