1. PSIKOLOGI KOGNITIF
OLEH :
KELOMPOK 3
1. MADE MARTIN RUSMAJA 1329041146
2. I PUTU INDRALOKA 1329041150
KELAS A
SEMESTER I
PROGRAM PASCASARJANA ( S2 )
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
2014
2. PSIKOLOGI KOGNITIF
A. Sejarah Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif adalah ilmu yang menyelidiki pola pikir manusia,
sesunguhnya psikologi kognitif meliputi segala hal yang kita lakukan.
Sejarah dari psikologi kognitif berawal pada saat Plato (428-348SM) dan
muridnya Aristoteles (384-322SM) memperdebatkan mengenai cara manusia
memahami pengetahuan maupun dunia serta alamnya. Plato berpendapat bahwa
manusia memperoleh pengetahuan dengan cara menalar secara logis, aliran ini disebut
sebagai rasionalis. Lain halnya dengan Aristotle yang menganut paham empiris dan
mempercayai bahwa manusia memperoleh pengetahuannya melalui bukti-bukti
empiris.
Perspektif empiris memandang bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman
sepanjang hidup. Sedagkan perspektif nativis menyatakan bahwa pengetahuan
didasarkan pada karakteristik genis dalam otak. Dengan kata lain, menurut pandangan
nativis, manusia dilahirkan dengan pengetahuan yang sudah tersimpan dalam otaknya.
Perdebatan ini masih berlangsung seperti pertentangan Rasionalis dari
Perancis, Rene Descartes (1596-1650), dan Empiris dari Inggris, John Locke (1632-
1704), dengan tabularasa-nya. Seorang fisuf Jerman, Immanuel Kant, pada abad 18
berargumentasi bahwa baik rasionalisme maupun empirisme harus bersinergi dalam
membuktikan pengetahuan. Perdebatan ini meletakkan landasan dan memengaruhi
cara berpikir di bidang ilmu psikologi maupun cabang ilmu lainnya. Saat ini ilmu
pengetahun mendasarkan paham empiris untuk pencarian data dan pengolahan dan
analisis data menggunakan kerangka pikir rasionalis.
B. Definisi Psikologi Kognitif
Psikologi Kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum yang
mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental atau psikis yang
berkaitan dengan cara manusia berfikir, seperti dalam memperoleh pengetahuan,
mengolah kesan yang masuk melalui penginderaan, menghadapi masalah atau
problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan
dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tunututan hidup sehari-hari.
Cabang ilmu psikologi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang
bersifat kognitif dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, yang memiliki
hubungan erat dengan psikologi belajar, psikologi pendidikan dan psikologi
3. pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak hanya
menerangkan mengapa siswa berhasil dalam proses balajar, tetapi juga membantu
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam prose situ dan sekali terjadi
kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya.
Kehidupan mental atau psikis mencakup gejala-gejala kognitif, efektif, konatif
sampai pada taraf psikomotis, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun
dengan orang lain. Gejala-gejala mental-psikis ini dapat dibedakan dengan yang lain
dan dijadikan objek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan
secara total yang satu dari yang lainnya. Oleh karena itu, psikologi kognitif tidak
hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang khas kornitif, tetapi juga meninjau aspek
kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti apa penafsiran dan pertimbangan yang
menyertai reaksi perasaan (afektif) dan keputusan kehendak (konatif). Siswa disekolah
berperasaan sambil belajar dan berkehendak serta bermotivasi sambil belajar, dapat
diselidiki dengan cara bagaimana berfikir dalam berbagai wujudnya ikut megnambil
bagian dalam berperasaan dan berkehendak. Namun, dalam bagian ini tekanan
diberikan pada analisis tentang cara berfikir itu sendiri karena perilaku internal inilah
yang paling mendasar dalam belajar di sekolah.
C. Tahap Perkembangan Psikologi Kognitif
Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980) dalam buku Life
Span Development: Perkembangan Masa Hidup, oleh John W. Santrok pada tahun
2002, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka
sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk
menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah
pemahaman mereka terhadap dunia.
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita
diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang
telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam
pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika
individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
4. Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang
gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang
harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda
ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi).
Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku
tersebut bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian
kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap
dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri
dari cara berpikir yang berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:
Tahap Usia/Tahun Gambaran
Sensori-motor 0 – 2
Bayi bergerak dari tindakan refleks
instinktif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu
pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik
Pra Operasional 2 – 7
Anak mulai mempresentasikan dunia
dengan kata-kata dan gambar-gambar ini
menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan
informasi sensor dan tindak fisik.
Kongrit Operasional 7 – 11
Pada saat ini anak dapat berfikir secara
logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkrit dan mengklasifikasikan benda-
benda kedalam bentuk-bentuk yang
berbeda.
Formal operational 11 – Dewasa
Anak remaja berfikir dengan cara yang
lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih
idealistik.
Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, mengemukakan 4 (empat) tahapan
perkembangan kognitif individu, yaitu:
1. Tahap Sensori-Motor (0-2)
5. Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical
intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum
mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap
ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk
menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum
usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang
tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun
sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object
permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object
permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya
suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia
tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan
terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori
motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai
oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk
mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa,
dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-
kalimat pendek tetapi efektif.
3. Tahap konkret-operasional (7-11)
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system
of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan
pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada
dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama
dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas
dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir
sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
4. Tahap formal-operasional (11-dewasa)
6. Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya
dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan
dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip
abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.Dengan menggunakan
hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal
Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan
bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja,
setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir.
Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau
(mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
D. Aliran – aliran Psikologi Kognitif
Beberapa aliran yang terkait pada psikologi kognitif menurut Zuhairini,
sebagai berikut :
a. Aliran Progresivisme
Aliran ini mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam
sebuah realita kehidupan agar manusia bisa bertahan dalam menghadapi semua
tantangan hidup.
Aliran ini dinamakan Instrumentalisme, Eksperimentalisme dan
Environmentalisme karena ketiganya berkaitan satu sama yang lainnya. Sifat-sifat
umum lainnya ini dikelompokkan menjadi dua keyakinan yakni:
1. Sifat-sifat positif.
2. Sifat-sifat negatif.
Pandangan filosofisnya berakal dari pragmatisme William James dan John
Dewey.
b. Aliran Esensialisme
7. Aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada
ketertarikan dengan doktrin tertentu, aliran memandang bahwa “ pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan
kestabilan dan nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Beberapa tokoh aliran ini adalah: De iderius Erasmus, Jokana Amos Comenius,
John locke, Johann henrich pestalozzi, Johane Friederich Frobel, Johann Friederich
Herert dan william T. Harris.
c. Aliran Perennialisme
Aliran berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang lebih
jelas merupakan tugas yang utama dari kehidupan.
Pengaruh tokoh aliran ini adalah Plato dan Thomas Aquinus.
d. Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini tidak jauh beda dengan aliran Perennialisme.
e. Aliran Eksisttensialisme
Tokoh aliran ini adalah Martin Heidegger, J.P. Sartre dan Gabriel Marcel.
Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak dan tidak
logis. Dengan demikian, aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan
pengalaman dan situasi sejarah yang ia alami dan tidak mau terikat dengan hal-hal
yang abstrak. Baginya segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan
yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai
keyakinan hidupnya.
E. Implementasi Psikologi Kognitif dalam Kehidupan Sehari – hari dan
Pembelajaran
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungandengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara