1. BIMBINGAN DAN KONSELING
JENIS-JENIS MASALAH SISWA DI SEKOLAH MENENGAH
KELOMPOK LIMA
ANGGOTA :
MAWAR DEFI ANGGRAINI 4101412007
JEANET EVA CHRISNA 4101412041
PRAWITA NINGRUM 4101412074
YULIA PURNAWATI 41014120
CATUR KHASNAWATI 5401412005
CINTIA AGTASIA PUTRI 4201412030
AHMAD JALU WIJAYANTO 6101410038
ROMBEL 59 (JUMAT, 407)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2013
2. KATA PENGANTAR
Segala puji kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat, karunia,
dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Umum
Bimbingan dan Konseling dengan judul “Jenis-jenis Masalah Siswa di Sekolah Menengah”
dengan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Umum
Bimbingan dan Konseling guna menambah wawasan kami tentang masalah-masalah yang terjadi
di sekolah menengah sebagai bekal kami. Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan agar kami
dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas lagi.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Dan kami berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi
kami dan Anda yang membacanya. Amin.
Semarang, Oktober 2013
Penulis
3. DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN …….…………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 1
1.3 Tujuan ……………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………… 2
2.1 Pengertian dan Ciri-Ciri Masalah……. ……………………………… 2
2.2 Kriteria Masalah……………………………………………………… 2
2.3 Jenis-Jenis Masalah……………………….………………………….. 5
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………..
3.1 Simpulan ………………………………………………………….. 8
3.2 Saran ………………………………………………………………… 8
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 9
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Kesempurnaan manusia tidak
dapat dipisahkan dari masalah. Peran manusia sebagai makhluk social dan makhluk individu
sering kali menciptakan masalah, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya,
termasuk siswa.
Siswa di sekolah menengah berada pada masa puber atau masa mencari jati diri. Di masa
itulah siswa rentan mengalami masalah. Egoisme yang tinggi, merasa sudah dewasa sehingga
bisa mengatasi masalahnya sendiri. Namun sebenarnya mereka masih memerlukan
bimbingan dari orangtua, guru dan masyarakat.
Kita sebagai calon seorang guru harus mengetahui jenis-jenis masalah yang di hadapi
siswa, terutama siswa di sekolah menengah yang rentan dengan masalah. Hal ini bertujuan
agar kita memperoleh gambaran secara rinci mengenai berbagai permasalahan siswa usia
SLTP dan SLTA dengan mengaitkan ciri-ciri perkembangan yang terjadi pada remaja awal
hingga akhir. Sehingga kita mengetahui apa yang harus kita lakukan dan kita berikan ke
siswa- siswi kita nantinya.
Bimbingan dan konseling diharapkan mampu membantu siswa untuk mandiri sehingga
dia mampu untuk mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalahnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dan ciri-ciri masalah?
2. Bagaimana kriteria-kriteria masalah?
3. Apa saja jenis-jenis masalah yang dihadapi siswa di sekolah menengah?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini agar mahasiswa kependidikan mempunyai pemahaman tentang
masalah siswa di sekolah menengah.
5. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dan Ciri-Ciri Masalah
Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin menemui
berbagai permasalahan, baik oleh individu secara perorangan maupun kelompok.
Permasalahan yang dihadapi individu sangat dimungkinkan selain berpengaruh pada dirinya
sendiri juga berpengaruh pada orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Pada hakekatnya proses pengembangan manusia seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-
pribadi yang matang, dengan kemampuan sosial yang baik, kesusilaan yang tinggi, serta
keimanan dan ketakwaan.
Ketidakmampuan individu untuk mewujudkan perkembangan yang optimal pada
keempat dimensi (individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas) tersebut dikarenakan
oleh berbagai permasalahan yang dialami selama proses perkembangannya.
Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan.
Masalah yang dibiarkan berkembang dan tidak segera dipecahkan dapat mengganggu
kehidupan dirinya sendiri maupun orang lain. Adapun ciri-ciri masalah dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das Sollen) dan kenyataan (das
sein).
b. Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.
c. Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda.
d. Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri
maupun oleh lingkungan.
e. Masalah muncul akibat dari proses belajar yang keliru.
f. Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar ( Basic Question) yang perlu dijawab
g. Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.
2.2 Kriteria Masalah
Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Namun, tidak semua masalah perlu ditangani melalui pendekatan konseling. Suatu masalah
6. perlu ditangani melalui konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah
tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius, cukup mengguncangkan pribadi
konseli, masalah tersebut senantiasa mencekam sehingga pikiran dan perasaan konseli tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan berpengaruh terhadap perubahan fisiologik
tubuh. Disisi lain, masalah tersebut sudah berada diluar jangkauan konseli untuk mereda,
menghalau ataupun untuk menyelesaikannya sendiri. Sementara itu, bila masalah tersebut
tidak diatasi maka akan merugikan diri sendiri maupun pihak lain, terjadinya hambatan
perkembangan, penyimpangan sikap dan perilaku, salah perilaku dan inadekuat lain.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain untuk menghadapi,
mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada di luar kemampuannya. Jadi, masalah
tersebut perlu digarap dengan cara-cara khusus, cara-cara yang memadai. Dengan kata lain,
masalah tersebut diatasi dengan bantuan orang lain yang memiliki kompetensi atau keahlian
sesuai dengan karakteristik dan kadar permasalahanya perlu penanganan secara profesional.
Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik, menimbulkan ketegangan,
kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik namun masalah tersebut masih dalam
jangkauan profesi bimbingan dan konseling, masih dalam kategori “normal”, belum termasuk
“abnormal”. Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar
jangkauan konselor, maka perlu di “referal” kepada psikologis klinis. Terlebih-lebih bila
diagnosa masalah mengidentifikasi adanya simtoma abnormalitas atau psikosis, maka
merupakan kewenangan psikiater untuk menanganinya.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip, antara lain:
a. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong
serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial
maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu
mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.
b. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan, serta
masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau menyelesaikan
sendiri. Masalah tersebut adalah suatu masalah dimana konseli sudah merasa
tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan dirinya sendiri.
Maka, disini konseli membutuhkan bantuan dari konselor untuk membantu salam
upaya pemecahan masalahnya tersebut.
7. c. Bila masalah tersebut tak terpecahkan ataupun tak terselesaikan, maka akan
mengakibatkan kerugian bagi subjek maupun pihak lain yang boleh jadi
berdampak memunculkan masalah baru. Jika suatu masalah yang dihadapi oleh
konseli tidak segera terpecahkan atau terselesaikan, maka masalah tersebut dapat
memunculkan suatu masalah yang baru dan akan mengganggu kehidupan dari
konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah yang dihadapi oleh konseli harus
secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.
d. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi yang
“balance”, produktif dan sehat. Konseli akan selalu membutuhkan pertolongan
bantuan dari seorang konselor dalam upaya pemecahan masalah yang sedang
dihadapi. Setelah memperoleh bantuan dari konselor, maka diharapkan konseli
mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, serta dapat
hidup dengan seimbang, produktif, dan sehat.
e. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh figur
yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan yang
dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang yang
profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Jika dalam
menangani suatu masalah itu tidak ditangani oleh orang yang sudah profesional,
maka akan menjadi ketakutan, apabila pemecahannya tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh konseli atau tidak sesuai dengan tugas perkembangan dari
konseli yang bersangkutan.
f. Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup kewenangan
konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang normal. Seorang
konselor hanya akan membantu memecahkan masalah dari konseli yang masih
dalam keadaan normal, atau tidak sedang mengalami gangguan jiwa (abnormal).
Jika konseli sudah berada dalam suatu keadaan yang abnormal, maka hal itu
sudah tidak menjadi kewenangan dari seorang konselor. Dengan kata lain,
masalah itu bisa dialih tangankan kasus ke orang yang lebih ahli, misalnya
seorang psikiater.
8. 2.3 Jenis-Jenis Masalah
Ada pendapat yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung resiko.
Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyata tidak mulus, banyak
mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Terlebih bagi siswa sekolah menengah yang
berada dalam fase perkembangan remaja, masa dimana individu mengalami berbagai
perubahan baik secara fisik maupun secara psikis.
Hurlock (1980:192) menuliskan berbagai perubahan sikap dan perilaku sebagai akibat
dari perubahan yang terjadi pada masa puber, yaitu:
a. Ingin menyendiri. Jika perubahan pada masa puber sudah mulai terjadi, anak-anak
biasanya mulai menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga, juga
sering bertengkar dengan sesama teman bermain. Anak puber lebih sering melamun, dan
mulai bereksperimen seks melalui masturbasi.
b. Bosan. Dengan datangnya masa puber, anak mulai merasa bosan dengan sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan atau hobi yang dilakukan pada masa sebelumnya. Pada
masa puber ini biasanya terjadi penurunan prestasi belajar.
c. Inkoordinasi. Anak akan mengalami ketidakseimbangan gerakan.
d. Antagonisme sosial. Anak puber sering tidak mau kerja sama, sering membantah dan
menentang. Permusuhan terbuka antara dua seks yang berlainan. Pada umumnya
diungkapkan dengan kritik dan komentar-komentar yang cenderung merendahkan.
e. Emosi yang meninggi. Kemurungan, merajuk, ledakan amarah yang berlebihan hanya
dikarenakan oleh hal-hal sepele. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah, sedih,
cepat tersinggung, dan cepat marah.
f. Hilangnya kepercayaan diri. Sebagai akibat terjadinya perubahan fisik pada diri anak
pada masa puber ini mengakibatkan anak merasa rendah diri, lebih-lebih bagi anak yang
sering mendapat kritik yang bertubi-tubi tentang dirinya.
Sikap dan perilaku anak yang berada dalam masa puber tersebut sering mengganggu
tugas-tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu pada masa remaja, dan sebagai
akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan pada masa remaja.
Beberapa masalah yang dialami oleh remaja:
2.3.1 Masalah Emosi
9. Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang tampak
irasional.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
membantu subjek didik menuju ke arah kedewasaan yang optimal harus mempunyai
langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalah emosional ini. Dalam
layanan bimbingan dan konseling kelompok anak dapat berlatih bagaimana cara menjadi
pendengar yang baik, bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana cara
mengendalikan diri. Melalui wahan kelompok siswa dapat berlatih mengendalikan diri.
2.3.2 Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
membuat banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih banyak diluar rumah
bersama teman-temannya sebagai kelompok, maka pengaruh teman sebaya dalam segala
pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari
keluarga. Dalam keadaan demikian, remaja cenderung mengikutinya tanpa
memperdulikan berbagai akibat yang akan menimpa dirinya. Kebutuhan akan penerimaan
dirinya dalam kelompok sebaya merupakan kebutuhan yang dianggap paling penting.
Untuk itu, maka sekolah harus ikut membantu tugas-tugas perkembangan remaja
tersebut agar mereka tidak mengalami kesalahan dalam penyesuaian dirinya. Melalui
penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan bakat dan minat yang baik,
lewat kegiatan kurikuler maupun kokurikuler di sekolah, untuk mencegah dan mengatasi
kesalahan pergaulan.
2.3.3 Masalah Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja sehubungan dengan
kematangan seksualitasnya adalah pembentukan hubungan yang lebih matang dengan
lawan jenis dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini remaja
sudah mulai tertarik pada lawan jenis, mulai bersifat romantis, yang diikuti oleh
keinginan yang kuat unuk memperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis, sebagai
akibatnya, remaja mempunyai minat yang tinggi pada seks. Seharusnya mereka mencari
10. atau memperoleh informasi mengenai seluk beluk seks dari orang tua, tetapi
kenyataannya mereka lebih banyak mencari informasi dari sumber-sumber yang kadang
tidak dapat dipertanggunggjawabkan yang kadang lebih menjurus ke pornografi. Sebagai
akibatnya, dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila ditinjau dari segi moral
dan kesehatan tidak layak untuk dilakukan, seperti ciuman, bercumbu, masturbasi, dan
bersenggama. Bahkan hubungan seks di luar nikah dianggap “benar” apabila orang-orang
yang terlibat saling mencintai dan saling merasa terikat. (Hurlock, 1980:229).
11. BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada hakekatnya, setiap manusia senantiasa ingin mewujudkan kebahagiaan dalam
hidupnya. Akan tetapi pada kenyataannya, manusia sangat mungkin menemui berbagai
permasalahan yang dapat menghambat dan menggangu tercapainya kebahagaiaan tersebut.
Demikian juag bagi subjek didik yang berada pada tingkat pendidikan sekolah menengah
yang sedang berada dalam fase masa perkembangan remaja juga mengalami berbagai
permasalahan hidup, yang apabila dibiarkan akan mengganggu dan menghambat tercapainya
tujuan pendidikan yang sedang dilaluinya. Terdapat berbagai jenis masalah yang dialami oleh
siswa sekolah menengah, diantaranya adalah masalah yang berhubungan dengan dimensi-
dimensi kehidupan remaja, yaitu masalah yang bersifat individualitas, sosialitas moraritas,
dan keagamaan serta ketakwaan. Dengan demikian, kehadiran layanan bimbingan dan
konseling (BK) dalam sekolah, khususnya pada sekolah menengah ini sangat bermanfaat
demi tercapainya kehidupan peserta didik yang lebih baik dan agar peserta didik mampu
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Namun, kewenangan seorang konselor untuk
membantu konselinya dalam menyelesaikan masalah berada dalam kriteria masalah yang
masih normal, bukan kriteria masalah yang sudah abnormal.
3.2 Saran
Sebagai seorang guru harus memahami jenis-jenis masalah yang dihadapi siswa di
sekolah menengah agar mampu membantu siswa dalam menyelesaikan masalahnya.
Harapanya bimbingan dan konseling yang diberikan kepada siswa mampu menjadikan siswa
untuk berperilaku mandiri, sehingga siswa tidak senantiasa menggantukan dirinya kepada
orang lain.
12. DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru. 2011. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Pusat Pengembangan
MKU/MKDK-LP3 UNNES.
Supriyo dkk. 2003. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Perc. Swadaya Manunggal
Semarang.