SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT
                                            BAB I

                                  RINGKASAN MATERI

        Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human
dignity) selalu berusaha ―memeluk‖ suatu kebenaran.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :

   1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang
       dialami manusia

   2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
       diolah pula dengan rasio

   3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
       semakin tinggi nilainya

   4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
       dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

   Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
   asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan
   pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
   mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu
   yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan
   manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu
   ditunjukkan oleh kebanaran.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence    menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti
       benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat
       dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.

2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran.
       Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu
penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain
       dalam waktu dan tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme    Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra
       pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran.
       Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang
       ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di
       dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama
       pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia
       harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.

4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan
       individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia,
       karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang
       disampaikan melalui wahyu.

                                            BAB II

                                       PEMBAHASAN

Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama
untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua
orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran
adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi
rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu
berusaha ―memeluk‖ suatu kebenaran.

Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan
manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah
hakekat kebenaran itu?

Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk
melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa
melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut
bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada
kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran
illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan
kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :

   5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang
       dialami manusia

   6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara,
       diolah pula dengan rasio

   7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu
       semakin tinggi nilainya

   8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan
       dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

   Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses
   dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang
   dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada
   tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.

   Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu,
   membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.

   Ukuran Kebenarannya :

   - Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran

   - Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain

   - Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran

   Jenis-jenis Kebenaran :

   1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)

   2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)

   3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)

   Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat
   asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan
   pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan
   mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu
   yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan
manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu
   ditunjukkan oleh kebanaran.

   Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani
   merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal
   dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran
   ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki
   status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh
   tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada
   puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup
   manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.

B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence

Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi,
      fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide
      atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka
      sesuatu itu benar.

Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau
       sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
       suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau
       pendapat tersebut.

Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang
      serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :

       1. Statemaent (pernyataan)

       2. Persesuaian (agreemant)

       3. Situasi (situation)

       4. Kenyataan (realitas)

       5. Putusan (judgements)

           Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan).
       Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan
       lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel
       pada abad moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori
       kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan
       moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah
       merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan
       sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

           Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai
       moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di
       dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak
       sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku.
       Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan
       dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.

2. Teori Consistency

       Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan
       eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik
       bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam
       waktu dan tempat yang lain.

       Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas
       hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek
       (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya.
       Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin
       sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.

       Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di
       dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.

       Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini
       lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti
       dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran.
       Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.

       Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di
       dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan
       sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap
       benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan
       pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.

       Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A
       = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini
       menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga
       benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.

       Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza
       dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar
       dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan
       teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.

3. Teori Pragmatisme

Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode
      project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar
      hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu
      benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa
      persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu
      ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian
      dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.

Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih
      jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.

Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang
        dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).

Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil
       itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.

Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan
      (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu
      tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan
      akibatnya.

Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :

       1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan

       2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen

       3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)

          Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya
       adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey
       (1852-1859).
Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada
       konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak
       di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah
       dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi)
       atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi).
       Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.

4. Kebenaran Religius

Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan
      realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.

Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat
      objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara
      antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat
       superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah
       kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah,
       kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :

Agama sebagai teori kebenaran

Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai
       landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan.
       Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran
       melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren
       dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab
       suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk
       kebenaran.

                                             BAB III

                                        KESIMPULAN

Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas.
Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu
itu.

Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang
sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai
(norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang
mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah,
jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r
asio, intelektual).

Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam
semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.

Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana
masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.

                                                BAB IV

                                         DAFTAR BACAAN

Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
      Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional

Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius

Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

http://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/



                         KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU
                                     (Pendekatan Teoritik)
                                              Oleh Imam Mawardi
       Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri
sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk
mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
          Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada.
Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan
mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang
mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
           Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri
sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa
ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak
diteliti(begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata
cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan sistem (Wibisono, 1982).
Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan
pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau
tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran
manusia.
Pengertian Kebenaran
          Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah
berkata: ―Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley
menjawab; ―Kebenaran itu adalah kenyataan‖, tetapi bukanlah kenyataan(dos sollen) itu tidak selalu yang
seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan).
Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan
kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995).
           Dalam bahasan ini, makna ―kebenaran‖ dibatasi pada kekhususan makna ―kebenaran keilmuan
(ilmiah)‖. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif),
sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan (Wilardo, 1985:238-239). Kebenaran intelektual
yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan.
Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara
netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril.
Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap
berakarnya kebenaran (Daldjoeni, 1985:235).
         Selaras dengan Poedjawiyatna (1987:16) yang mengatakan bahwa persesuaian antara
pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan
aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
           Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat
akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal
ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu
bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran
yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia.
Teori-Teori kebenaran
         Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar
kepada 3 cara untuk menguji kebenaran, yaitu koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori
koherensi atau konsistensi, dan teori pragmatis.
Teori Korespondensi
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok
realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective
reality).Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara
pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena
kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang
sesuatu (Titus, 1987:237).
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah
benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan
obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa
mengatakan ―kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa‖ maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan
itu dengan obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau
Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa ―kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra‖ maka
pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut.
Dalam hal ini maka secara faktual ―kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau
Jawa‖.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap
kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yag sudah
ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar,
jika tidak, maka pertimbangan itu salah(Jujun, 1990:237).
Teori Koherensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinya pertimbangan
adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima
kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa ―semua manusia pasti akan mati‖ adalah suatu pernyataan yang
benar, maka pernyataan bahwa ―si Hasan seorang manusia dan si Hasan pasti akan mati‖ adalah benar
pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa
koherensi yang sempurna merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat
dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik,
dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan
sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita
menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang
menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas
prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan
tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan
memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus, 1987:239). Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan
dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu
situasi lingkungan tertentu.
Teori Pragmatik
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada
tahun 1878 yangberjudul ―How to Make Ideals Clear‖. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa
ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910),
John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis (Jujun, 1990:57)
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian
kebenaran adalah manfaat (utility),kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan
(Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-
akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana
kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis (Hadiwijono, 1980:130) dalam kehidupan manusia.
Kriteria pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam
prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin
tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama
pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya
pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan
pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun, 1990:59), demikian seterusnya. Tetapi kriteria
kebenaran cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang
memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang
benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran
(koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling
bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran
adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam
seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah
pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap
sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis (Titus, 1987:245).


DAFTAR PUSTAKA

Awing, A.C., The Fundamental Questions of Philosophy, London: Routledge and Kegan Paul, 1951.

Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, cet. iii, 1995.

Butler, J. Donald, Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion, New York: Horper and
Brothers, 1951.

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Inu kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Jakarta: Bina Aksara.1987.

Jujun S. Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985.

———-, Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata: Pustaka Sinar harapan, 1990.

Kneller, George F., Movement of Thought in Modern Education, New York: John Witey and Sound, 1984

Koento Wibisono, Arti Perkemabangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Yogyakarta: Gadjah Mada
Univercity Press, cet. ke 2, 1982.

———–, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Budaya, makalah Pengantar kuliah Filsafat Ilmu, (t.t., t.tp.).

Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: kanisius, 1996
http://mawardiumm.wordpress.com/2008/06/02/kebenaran-dalam-perspektif-filsafat-ilmu/

PENDAHULUAN

        Manusia selalu berusaha menemukankebenaran. Banyak cara telah ditempuh untuk
memperoleh kebenaran, antara laindengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atauempiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkanprinsip-prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, kejadian-
kejadianyang berlaku di alam itu dapat dimengerti.

         Struktur pengetahuan manusiamenunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal
menangkap kebenaran. Setiap tingkatpengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan
tingkat kebenaran yang berbeda.Pengetahuan inderawi merupakan struktur yang terendah.
Tingkat pengetahuan yanglebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat
yang lebihrendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan
padaumumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebabitulah
pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataanpengetahuannya agar
terstruktur dengan jelas.

          Metode ilmiah yang dipakai dalamsuatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang
bersangkutan. Macam-macam objek ilmuantara lain fisiko-kimia, mahluk hidup, psikis, sosio
politis, humanistis danreligius. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu
ontologi,epistemologi dan aksiologi.

Ontologimembahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu
pengetahuan,filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek
ilmupengetahuan. Epistemologis membahasmasalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam
ilmu pengetahuan modern, jalan bagidiperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah
dengan pilar utamanyarasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan
diciptakannya ilmupengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis.
Kerangka filsafatdi atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai
ilmu dalammencari kebenaran.

Apakah Kebenaran?

Tentangkebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktuyang
tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran ituadalah
kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yangseharusnya (dos
sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentukketidakbenaran (keburukan). Jadi
ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaranyang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak,
dan kebenaran dalam arti lawandari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995).

Dalamteori keilmuan (ilmiah) kebenaran tidak bersifat mutlak ataupun langgeng,melainkan
bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakanpendekatan (Wilardo,
1985:238-239).

Selarasdengan Poedjawiyatna (1987:16) yang mengatakan bahwa persesuaian
antarapengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan
ituharus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar
adalahpengetahuan obyektif.
Meskipundemikian, apa yang dewasa ini kita yakini sebagai suatu kebenaran mungkin
suatusaat akan hanya merupakan pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang
lebihsejati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan
keberadaanmanusia yang transenden, dengan kata lain, pencarian kebenaran suatu
ilmubertalian erat dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari siniterdapat
petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti darikebenaran itu
terdapat diluar jangkauanmanusia.

KESIMPULAN

         Bahwa kebenaran itu sangatditentukan oleh potensi subyek serta tingkatan
validitasnya. Kebenaranditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam
penghayatan atassesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman
(comprehension)subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar
subyekitu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.

Bahwakebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pulayang
mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupapenghayatan lahiriah,
jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkanpemahaman potensi subjek
(mental, rasio, intelektual).

Bahwasubstansi kebenaran adalah di dalam intaraksi kepribadian manusia dengan
alamsemesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek
yangmenjangkaunya. Semua teori kebenarn itu ada dan dipraktekkan manusia di
dalamkehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam
kehidupanmanusia.

DaftarPustaka

JujunS. Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985.

I.R.Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Jakarta:Bina
Aksara.1987.

SumantriSurya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
SinarHarapan

www.filsafat-ilmu.blogspot.com

www.kabarindonesia.com

More Related Content

What's hot

Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Nick V
 
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Universitas Muhammadiyah Tangerang
 
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi  integrasi iman, ilmu, dan amalPresentasi  integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Rizqy Putra
 

What's hot (20)

Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan IlmuPancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
 
ilmu dan pengetahuan
ilmu dan pengetahuanilmu dan pengetahuan
ilmu dan pengetahuan
 
epistemologi
epistemologiepistemologi
epistemologi
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
 
Power point filsafat tp
Power point filsafat tpPower point filsafat tp
Power point filsafat tp
 
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
 
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaanHubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
 
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwiSoal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
Soal dan jawaban filsafat ilmu dari semua materi.docx alwi
 
Etika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafatEtika sebagai cabang filsafat
Etika sebagai cabang filsafat
 
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
 
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.pptFilsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.ppt
 
Kel.4 pancasila sebagai ideologi bangsa 222
Kel.4 pancasila sebagai ideologi bangsa 222Kel.4 pancasila sebagai ideologi bangsa 222
Kel.4 pancasila sebagai ideologi bangsa 222
 
Aksiologi ppt
Aksiologi pptAksiologi ppt
Aksiologi ppt
 
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5
Pancasila sebagai sistem filsafat kel.5
 
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuanFilsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan
 
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
Proposisi adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan...
 
Teori falsifikasi karl
Teori falsifikasi karlTeori falsifikasi karl
Teori falsifikasi karl
 
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi  integrasi iman, ilmu, dan amalPresentasi  integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
 
MAKALAH “PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA...
MAKALAH “PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA...MAKALAH “PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA...
MAKALAH “PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA...
 

Viewers also liked

Filsafat Ilmu.Teoi-teori Kebenaran
Filsafat Ilmu.Teoi-teori KebenaranFilsafat Ilmu.Teoi-teori Kebenaran
Filsafat Ilmu.Teoi-teori Kebenaran
Nurul Insani
 
Teori-teori Kebenaran
Teori-teori KebenaranTeori-teori Kebenaran
Teori-teori Kebenaran
Hidayahilya
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Dedi Yulianto
 
Pengertian ilmu,pengetahuan dan filsafat
Pengertian ilmu,pengetahuan dan filsafatPengertian ilmu,pengetahuan dan filsafat
Pengertian ilmu,pengetahuan dan filsafat
ghilmannafadza
 
ilmu pengetahuan (filsafat sains)
ilmu pengetahuan (filsafat sains)ilmu pengetahuan (filsafat sains)
ilmu pengetahuan (filsafat sains)
Dina Amalina
 
Dasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar PengetahuanDasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar Pengetahuan
Muhammad Ihsan
 
filsafat-pengetahuan-epistemologi
filsafat-pengetahuan-epistemologifilsafat-pengetahuan-epistemologi
filsafat-pengetahuan-epistemologi
Capung Humve
 
Makalah dasar dasar filsafat
Makalah dasar dasar filsafatMakalah dasar dasar filsafat
Makalah dasar dasar filsafat
Grunge Cobain
 
Makalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publikMakalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publik
Mohammad Nawawi
 
Asmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-Akhir
Asmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-AkhirAsmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-Akhir
Asmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-Akhir
lucyous maji
 

Viewers also liked (20)

Filsafat Ilmu.Teoi-teori Kebenaran
Filsafat Ilmu.Teoi-teori KebenaranFilsafat Ilmu.Teoi-teori Kebenaran
Filsafat Ilmu.Teoi-teori Kebenaran
 
Dasar filsafat (1)
Dasar filsafat (1)Dasar filsafat (1)
Dasar filsafat (1)
 
Teori-teori Kebenaran
Teori-teori KebenaranTeori-teori Kebenaran
Teori-teori Kebenaran
 
Dasar filsafat
Dasar filsafatDasar filsafat
Dasar filsafat
 
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
Sikap ilmiah dalam kehidupan sehari (full)
 
Metode Penelitian Kualitatif untuk Riset Berkualitas
Metode Penelitian Kualitatif untuk Riset BerkualitasMetode Penelitian Kualitatif untuk Riset Berkualitas
Metode Penelitian Kualitatif untuk Riset Berkualitas
 
Manusia dan kebenaran
Manusia dan kebenaranManusia dan kebenaran
Manusia dan kebenaran
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
 
Filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuanFilsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan
 
Pengertian ilmu,pengetahuan dan filsafat
Pengertian ilmu,pengetahuan dan filsafatPengertian ilmu,pengetahuan dan filsafat
Pengertian ilmu,pengetahuan dan filsafat
 
Sumber Pengetahuan
Sumber PengetahuanSumber Pengetahuan
Sumber Pengetahuan
 
hubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafathubungan ilmu & filsafat
hubungan ilmu & filsafat
 
ilmu pengetahuan (filsafat sains)
ilmu pengetahuan (filsafat sains)ilmu pengetahuan (filsafat sains)
ilmu pengetahuan (filsafat sains)
 
Dasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar PengetahuanDasar-Dasar Pengetahuan
Dasar-Dasar Pengetahuan
 
Model Konsep dan Teori Keperawatan
 Model Konsep dan Teori  Keperawatan Model Konsep dan Teori  Keperawatan
Model Konsep dan Teori Keperawatan
 
filsafat-pengetahuan-epistemologi
filsafat-pengetahuan-epistemologifilsafat-pengetahuan-epistemologi
filsafat-pengetahuan-epistemologi
 
Makalah dasar dasar filsafat
Makalah dasar dasar filsafatMakalah dasar dasar filsafat
Makalah dasar dasar filsafat
 
filsafat
filsafat filsafat
filsafat
 
Makalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publikMakalah kebijakan publik
Makalah kebijakan publik
 
Asmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-Akhir
Asmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-AkhirAsmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-Akhir
Asmaul husna : Al-Hakim, Al-Wakil, Al-Mukmin, Al-Adl, Al-Akhir
 

Similar to Teori filsafat ilmu

Bab ii landasan teori
Bab ii landasan teoriBab ii landasan teori
Bab ii landasan teori
Cindar Tyas
 
Ppt filsafat realisme
Ppt filsafat realismePpt filsafat realisme
Ppt filsafat realisme
Pamela Natasa
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptx
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptxPENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptx
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptx
dwijunianto8
 

Similar to Teori filsafat ilmu (20)

Filsafat ilmu
Filsafat ilmuFilsafat ilmu
Filsafat ilmu
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Bab ii landasan teori
Bab ii landasan teoriBab ii landasan teori
Bab ii landasan teori
 
Filsafat 5
Filsafat 5Filsafat 5
Filsafat 5
 
Makalah filsafat
Makalah filsafatMakalah filsafat
Makalah filsafat
 
TEORI KEBENARAN.pptx
TEORI KEBENARAN.pptxTEORI KEBENARAN.pptx
TEORI KEBENARAN.pptx
 
Kebenaran ilmiah 2
Kebenaran ilmiah 2Kebenaran ilmiah 2
Kebenaran ilmiah 2
 
Ppt filsafat realisme
Ppt filsafat realismePpt filsafat realisme
Ppt filsafat realisme
 
Ppt teori kebenaran filsafat pendidikan kelompok 1
Ppt teori kebenaran filsafat pendidikan kelompok 1Ppt teori kebenaran filsafat pendidikan kelompok 1
Ppt teori kebenaran filsafat pendidikan kelompok 1
 
Soal filsafat ilmu 26 02-2021 UAS R . Adhi Indra Kurnia
Soal filsafat ilmu 26 02-2021  UAS R . Adhi Indra KurniaSoal filsafat ilmu 26 02-2021  UAS R . Adhi Indra Kurnia
Soal filsafat ilmu 26 02-2021 UAS R . Adhi Indra Kurnia
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Fpi aliran-aliran filsafat-4192
Fpi  aliran-aliran filsafat-4192Fpi  aliran-aliran filsafat-4192
Fpi aliran-aliran filsafat-4192
 
[PPT] Filsafat Ilmu dan Etika - Ukuran Kebenaran
[PPT] Filsafat Ilmu dan Etika - Ukuran Kebenaran[PPT] Filsafat Ilmu dan Etika - Ukuran Kebenaran
[PPT] Filsafat Ilmu dan Etika - Ukuran Kebenaran
 
Makalah tentang "Kebenaran Keras apa yang lebih suka anda abaikan"
Makalah tentang "Kebenaran Keras apa yang lebih suka anda abaikan"Makalah tentang "Kebenaran Keras apa yang lebih suka anda abaikan"
Makalah tentang "Kebenaran Keras apa yang lebih suka anda abaikan"
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptx
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptxPENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptx
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN.pptx
 

Teori filsafat ilmu

  • 1. TEORI-TEORI KEBENARAN FILSAFAT BAB I RINGKASAN MATERI Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha ―memeluk‖ suatu kebenaran. A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi : 1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia 2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio 3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya 4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran. B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat 1. Teori Corespondence menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. 2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu
  • 2. penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. 3. Teori Pragmatisme Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. 4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. BAB II PEMBAHASAN Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha ―memeluk‖ suatu kebenaran. Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu? Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal. A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
  • 3. Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi : 5. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia 6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio 7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya 8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra. Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya. Ukuran Kebenarannya : - Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran - Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain - Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran Jenis-jenis Kebenaran : 1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan) 2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan) 3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata) Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan
  • 4. manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran. Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia. B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat 1. Teori Corespondence Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar. Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu : 1. Statemaent (pernyataan) 2. Persesuaian (agreemant) 3. Situasi (situation) 4. Kenyataan (realitas) 5. Putusan (judgements) Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.
  • 5. Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya. Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar. 2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain. Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan. Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi. Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
  • 6. Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya. 3. Teori Pragmatisme Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah. Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran). Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah : 1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan 2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen 3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada) Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
  • 7. Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving. 4. Kebenaran Religius Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar. Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini : Agama sebagai teori kebenaran Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran. BAB III KESIMPULAN Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
  • 8. Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual). Bahwa substansi kebenaran adalah di dalam antaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia. BAB IV DAFTAR BACAAN Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan http://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/ KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU (Pendekatan Teoritik) Oleh Imam Mawardi Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya. Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti(begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan sistem (Wibisono, 1982). Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan
  • 9. pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia. Pengertian Kebenaran Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: ―Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; ―Kebenaran itu adalah kenyataan‖, tetapi bukanlah kenyataan(dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995). Dalam bahasan ini, makna ―kebenaran‖ dibatasi pada kekhususan makna ―kebenaran keilmuan (ilmiah)‖. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan (Wilardo, 1985:238-239). Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran (Daldjoeni, 1985:235). Selaras dengan Poedjawiyatna (1987:16) yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia. Teori-Teori kebenaran Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar kepada 3 cara untuk menguji kebenaran, yaitu koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori koherensi atau konsistensi, dan teori pragmatis. Teori Korespondensi Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective reality).Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237). Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan
  • 10. obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan ―kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa‖ maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa ―kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra‖ maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual ―kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa‖. Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah(Jujun, 1990:237). Teori Koherensi Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Misalnya, bila kita menganggap bahwa ―semua manusia pasti akan mati‖ adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ―si Hasan seorang manusia dan si Hasan pasti akan mati‖ adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama. Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja. Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus, 1987:239). Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan tertentu. Teori Pragmatik Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul ―How to Make Ideals Clear‖. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis (Jujun, 1990:57)
  • 11. Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility),kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan (Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat- akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis (Hadiwijono, 1980:130) dalam kehidupan manusia. Kriteria pragmatisme juga diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun, 1990:59), demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis (Titus, 1987:245). DAFTAR PUSTAKA Awing, A.C., The Fundamental Questions of Philosophy, London: Routledge and Kegan Paul, 1951. Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, cet. iii, 1995. Butler, J. Donald, Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion, New York: Horper and Brothers, 1951. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Yogyakarta: Kanisius, 1980. Inu kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta: Bumi Aksara, 1995. I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Jakarta: Bina Aksara.1987. Jujun S. Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985. ———-, Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata: Pustaka Sinar harapan, 1990. Kneller, George F., Movement of Thought in Modern Education, New York: John Witey and Sound, 1984 Koento Wibisono, Arti Perkemabangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press, cet. ke 2, 1982. ———–, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Budaya, makalah Pengantar kuliah Filsafat Ilmu, (t.t., t.tp.). Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: kanisius, 1996
  • 12. http://mawardiumm.wordpress.com/2008/06/02/kebenaran-dalam-perspektif-filsafat-ilmu/ PENDAHULUAN Manusia selalu berusaha menemukankebenaran. Banyak cara telah ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara laindengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atauempiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkanprinsip-prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, kejadian- kejadianyang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Struktur pengetahuan manusiamenunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkatpengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.Pengetahuan inderawi merupakan struktur yang terendah. Tingkat pengetahuan yanglebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebihrendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan padaumumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebabitulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataanpengetahuannya agar terstruktur dengan jelas. Metode ilmiah yang dipakai dalamsuatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang bersangkutan. Macam-macam objek ilmuantara lain fisiko-kimia, mahluk hidup, psikis, sosio politis, humanistis danreligius. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi,epistemologi dan aksiologi. Ontologimembahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan,filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmupengetahuan. Epistemologis membahasmasalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagidiperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanyarasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmupengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Kerangka filsafatdi atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai ilmu dalammencari kebenaran. Apakah Kebenaran? Tentangkebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktuyang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran ituadalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yangseharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentukketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaranyang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawandari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995). Dalamteori keilmuan (ilmiah) kebenaran tidak bersifat mutlak ataupun langgeng,melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakanpendekatan (Wilardo, 1985:238-239). Selarasdengan Poedjawiyatna (1987:16) yang mengatakan bahwa persesuaian antarapengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan ituharus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalahpengetahuan obyektif.
  • 13. Meskipundemikian, apa yang dewasa ini kita yakini sebagai suatu kebenaran mungkin suatusaat akan hanya merupakan pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebihsejati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaanmanusia yang transenden, dengan kata lain, pencarian kebenaran suatu ilmubertalian erat dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari siniterdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti darikebenaran itu terdapat diluar jangkauanmanusia. KESIMPULAN Bahwa kebenaran itu sangatditentukan oleh potensi subyek serta tingkatan validitasnya. Kebenaranditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atassesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension)subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyekitu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum. Bahwakebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pulayang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupapenghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkanpemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual). Bahwasubstansi kebenaran adalah di dalam intaraksi kepribadian manusia dengan alamsemesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yangmenjangkaunya. Semua teori kebenarn itu ada dan dipraktekkan manusia di dalamkehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupanmanusia. DaftarPustaka JujunS. Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985. I.R.Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Jakarta:Bina Aksara.1987. SumantriSurya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka SinarHarapan www.filsafat-ilmu.blogspot.com www.kabarindonesia.com