1. Murad Hoffman, Mualaf :
Tuduhan Islam Tidak Peduli
Lingkungan ? No Way
Murad wilfried hoffman seorang penulis berkebangsaan Jerman kelahiran 1931, ia
adalah seorang muallaf yang sebelumnya berkerja sebagai Direktur Informasi untuk
NATO dan pernah pula menjabat sebagai Duta besar Jerman untuk Nigeria dan
Maroko. Karena kepekaannya terhadap kebenaran yang ia kritisi ketika ia masih
dengan keyakinan Kristen sebelumnya akhirnya ia kemudian menjadi pemerhati dunia
Islam, banyak menulis tentang Islam , salah satu naskahnya adalah The Alternative,
yang membuat kalangan Barat menolaknya, sebagaimana mereka menolak islam
sebagai alternatif bahkan satu-satunya jalan bagi sebagian besar permasalahan
2. kehidupan duniawi. Berikut ini adalah cuplikan tulisannya dari Bukunya berjudul 20
Alasan Barat Membenci Islam. Islam dan Lingkungan hidup dibawah ini adalah
salah satu bahasan di antara bahasan lain seperti Ekonomi Pasar Islam, Islam Agama
Yang sempurna , hak Asasi Manusia, wanita dalam Masyarakat , Ketika Fitnah
menjadi tradisi, semuanya adalah sub judul dalam buku tersebut.
________________________________________________________________________
Dunia Islam bukannya tidak punya perhatian terhadap masalah lingkungan, tetapi Barat
dengan segala kebencian, kepongahan dan kedengkiannya memandang sebelah mata .
Bahkan terkesan hanya negara dengan teknologi yang sudah tinggi yang mampu memberikan
pengawasannya kepada masalah lingkungan. Proyek-proyek mahal dari negara-negara Barat
untuk melindungi bumi dalam skala golobal di mata mereka tampak sebagai kemewahan
yang hanya dapat dibiayai oleh negara dunia pertama yang telah maju industrinya. Disini
mereka membanggakan dirinya sebagai orang-orang dalam lingkaran environ romantisme.
Sebenarnya hanya sedikit saja kebenaran disitu , tetapi lebih banyaknya adalah pada
semangat moral sebagai misionaris lingkungan , bahkan neo-kolonialisme masuk melalui
pintu belakang ini (ekologi).
Seperti bangsa Jerman pada umumnya , maka demiikian pula kaum muslim Jerman,
Ahmad von denffer, Harun Behr dan Axel Kohler telah berusaha untuk meletakkan dasar-
dasar etika lingkungan sejak terjadinya kejutan kenyataan pertama mengenai kehancuran
lingkungan . Para ilmuwan Muslim telah menggelar diskusi mengenai “ Masalah Lingkungan
dan Islam “ sebagai tema utama dalam peringatan ulang tahun ke 25 pusat Islam di Aachen
pada 17 Mei 1989.
Masalah-masalah penting dalam politik Islam untuk menyelamatkan bumi dapat diringkas
sebagai berikut :
Pertama, Penyebab yang sesungguhnya dari bencana kehancuran lingkungan adalah
kepongahan manusia modern yang tidak bertuhan, yang percaya bahwa dirinyalah penguasa
lingkungan yang kekuasaannya tak kenal batas dan yang mengumbar nafsu hedonistik yang
tak terkendali atas alam seakan-akan alam tidak punya hak untuk tetap hidup dan utuh. Kaum
Muslim sebaliknya, tahu bahwa tidak ada yang menjadi miliknya sebab segala sesuatu itu
milik Allah , bahwa dia tidak tinggal di bumi untuk menguasainya seperti juga dikemukakan
dalam Bibel, melainkan untuk memanfaatkannya secara bertanggung jawab dalam arti bahwa
dia berhak untuk menggunakan dan menikmatinya tanpa merugikan atau merusaknya.
Kedua, Allah menganjurkan setiap muslim untuk tidak berlebihan dalam segala hal dan tidak
menyia-nyiakannya dalam keadaan bagaimanapun
“Sesungguhnya dia tidak menyukai orang yang berlebihan”.. (6 : 141)
Secara khusus ayat ini mengungkapkan anjuran untuk menghindari kemewahan dan
kemegahan dan dalam prinsip untuk berhenti ketika makan kenyang.. Secara umum ini
mengacu pula pada prinsip mempertahankan keseimbangan ekologi, seperti terungkap dalam
ayat Al Qur‟an :
3. “ Maka janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ini setelah (diciptakan)
dengan baik…”(QS Al A‟raf : 56)
Untuk menjaga tatanan alam yang telah dirancang dengan baik, kaum muslim hendaklah
berdiri sebagai pelindungnya, meskipun tidak ada bencana yang mengancam. Bahkan
Rasulullah Saw sendiri memaklumatkan larangan bagi pasukannya untuk merusak tanaman
ketika mereka sedang menyerang suatu daerah agar tunduk kepada Islam. Perhatikan pula
dalam fiqih ibadah haji, membunuh hewan ataupun mencabuti pohon rumput, bisa
menjadikan yang melakukannya tidak sempurna dalam berhaji.
Selain itu Al qur‟an sendiri penuh dengan gambaran mengenai alam yang tujuannya adalah
memasukan ke dalam hati manusia , rasa hormat pada ciptaan Tuhan yang dipandang sebagai
bukti paling nyata mengenai keberadaaan Tuhan. Bagi kaum muslim, seluruh kosmos (alam
raya) merupakan komunitas yang bersatu dalam memuja dan memuliakan Allah.
Maka jelaslah kedudukan halnya bintang buas bukanlah obyek hidup yang tak
bertuan seperti yang dimaksudkan dalam Hukum Perdata Barat , sama halnya seperti
binatang piaraan mereka adalah anggota suatu Ummah !, Persis seperti orang Muslim yang
menajdi anggota ummah Islam . Karena terdorong semangat ini Nabi Muhammad sering
turun membela binatang yang disiksa atau kelaparan bahkan burung kecil. Ini bukan berarti
bahwa manusia tidak berhak mengambil manfaat dari binatang , tetapi membunuh binatang
semata-mata demi kesenangan adalah dilarang. Azab akhirat sudah menanti bagi orang yang
gemar menzalimi makhluk „kecil ciptaan Allah ini.
Ketiga, Alqur‟an juga banyak memuat mengenai fenomena alam, lautan, gunung, tumbuhan,
luar angkasa dan hal-hal yang belakangan ini terjadi pada lingkungan seperti, meletusnya
gunung berapi , banjir, kekeringan dan lain-lain yang disebabkan oleh ulah manusia.
Yang sangat penting bagi dunia ekologi adalah “ kebersihan adalah bagian dari iman”
Bukankah kehancuran lingkungan sering dimulai dengan polusi ?
Orang-orang yang memeperhatikan semua ini tidak akan menemukan pemecahan bagi
masalah lingkungan kita seperti Holgerschleip dalam sebuah agama “kembali ke alam” yang
baru dan tentu saja bukan sekedar dalam romantisme alam „hijau‟ yang sekarang ini sedang
digembar-gemborkan. Mengidolakan alam tidak dapat mengubah konsekuensi-konsekuensi
lingkungan yang ditimbulkan oleh sikap penyangkalan terhadap Tuhan.
Banyak generasi muda di lingkungan hijau yang telah menyadari ini dan bahkan dituduh
telah tenggelam dalam “grenolatry” Mereka telah sadar bahwa pandangan mengenai dunia
ini tidak dapat diubah dengan pembatasan diri secara sengaja . Kenyataannya, alam tidak
dapat diselamatkan oleh apapun kecuali perubahan revolusioner dalam sikap manusia Barat
sebagai konsumen. Hanya jika dia memandang dirinya sebagai „abd (hamba tuhan) ,
seperti yang diyakini musllim barulah revolusi itu akan terjadi.
Maka, banyak kalangan masyarakat „hijau‟ menemukan jalan mereka menuju Islam setelah
mereka mengikuti alternatif yang keliru. Sebagian diantara mereka sebelumnya tenggelam
dalam kekawatiran akan resiko eksistensial dalam kehidupan. Pada mulanya , ketakutan
mereka semata-mata merupakan gejala krisis nilai di dalam masyarakat barat. Selanjutnya ,
ketakutan yang sama ini menjadi impuls yang kuat untuk mencari dan menemukan
kedamaian dalam penyerahan diri kepada tuhan. Itulah islam.