Makalah ini membahas tentang penyakit Minamata yang disebabkan oleh pembuangan limbah pabrik yang mengandung logam berat seperti raksa ke perairan. Penyakit ini menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti kelumpuhan pada korban. Hukum Indonesia mengatur pembuangan limbah industri dan memberikan sanksi bagi pelanggar.
1. Makalah Hukum Lingkungan]: Penyakit
Minamata dan Pembuangan Limbah Pabrik
December 30, 2012
burgerawa Bahan-bahan, tugas, dan materi kuliah Hukum Lingkungan, Limbah
Pabrik, Penyakit Minamata Leave a comment
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Sumber daya air Indonesia termasuk salah satu sumber daya air yang terkaya di dunia. Karena sumber daya air
Indonesia sangat luas, masyarakat pun juga mengambil manfaat dari air seperti laut, sungai, dan danau untuk kehidupan
sehari-hari. Para nelayan menangkap ikan sebagai pendapatan ekonomi dan untuk menafkahi keluarga mereka, sumber
mata air di gunung dan di sungai menjadi sumber air minum alami bagi masyarakat desa, dan di danau masyarakat juga
bisa menangkap ikan air tawar yang dapat dimakan.
Tetapi akhir-akhir ini, beberapa perusahaan negeri maupun swasta menempatkan diri dan membangun kawasan industri
dekat dengan sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan perusahaan tersebut membuang limbah yang dapat
merusak dan mencemarkan lingkungan sekitar, terutama sumber mata air. Konsekuensi dari pembuangan limbah tersebut
sangat merugikan masyarakat, pembuangan limbah beracun dan toxik dapat merusak ekosistem dalam air, mencemari
makhluk-makhluk hidupyang tinggal di air, dan memberikan penyakit bagi masyarakat yang menggunakan air tersebut.
Dalam makalah ini, penulis akan lebih membahas tentang penyakit yang dapat dikenai oleh masyarakat dalam
pencemaran sumber mata air, khususnya pada penyakit Minamata. Penyakit Minamata adalah penyakit yang disebabkan
oleh pencemaran limbah logam berat dan raksa dalam air. Air yang tercemari oleh raksa akan mencemari makhluk hidup
sekitar seperti ikan, ikan yang tercemari akan ditangkap oleh masyarakat untuk dimakan, dan orang yang makan ikan
tersebut kemungkinan besar akan kena penyakit minamata. Cara masyarakat mendapatkan penyakit tersebut tidak hanya
dengan memakan ikan yang tercemari oleh raksa, tetapi dengan meminum air yang terkontaminasi oleh raksa atau logam
berat juga bisa mendapatkan penyakit tersebut.
Pencemaran sumber air dengan limbah logam berat dan raksa (mercury) menjadi permasalahan yang sangat serius bagi
masyarakat Indonesia, karena menyebabkan timbulnya penyakit minamata yang dapat melumpuhkan, membuat gila, dan
membunuh manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menentukan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit minamata dan asal-usulnya dalam lingkungan?
2. Apa dampak dari penyakit minamata dalam kehidupan masyarakat?
3. Bagaimana hukum positif mengatur tentang pembuangan limbah berbahaya khususnya dalam sumber air Indonesia
serta sanksi & tanggung jawab bagi pihak yang melanggar?
4. Solusi preventif apa saja yang dapat mencegah terjadinya pencemaran raksa dan logam berat di perairan Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah sebagai tugaskuliah paruh kedua pada mata kuliah Hukum
Lingkungansemester genap 2011/2012. Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan serta memberikan telaah materi pada mata kuliah Hukum Lingkungan.
2. BAB II
POSISI KASUS
Minamata, Kasus Pencemaran Limbah Merkuri
indosiar.com, Jakarta - Pencemaran akibat limbah merkuri pernah terjadi di kawasan Teluk Minamata Jepang tahun 1950
an lalu. Sekitar 3 ribu warga menjadi korban dan mengalami berbagai penyakit aneh yang kemudian disebut sebagai
penyakit Minamata.
Minamata adalah sebuah teluk dengan kota kecil di Jepang. Kota Nelayan menghadap ke laut Siranul, Jepang ini, menjadi
terkenal ke seluruh dunia. Karena lebih dari 3 ribu warga kota ini pernah menderita penyakit yang diakibatkan pencemaran
logam raksa atau merkuri.
Limbah merkuri di Perairan Minamata berasal dari perusahaan Nippon Mitrogen Vertilaser yang merupakan cikal bakal Ciso
Go LTD dengan produksi utama pupuk Urea.
Akibat limbah merkuri tersebut, warga menderita penyakit dengan ciri-ciri sulit tidur, kaki dan tangan merasa dingin,
gangguan penciuman, kerusakan pada otak, gagap bicara, hilangnya kesadaran, bayi-bayi yang lahir cacat hingga
menyebabkan kematian.
Penyakit aneh ini kemudian dikenal dunia dengan nama Penyakit Minamata. Penyakit Minamata tidak hanya menyerang
manusia. Tetapi juga binatang yang mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar merkuri atau menghirup udara yang
mengandung merkuri.
Parahnya, penyakit Minamata tidak ada obatnya. Tahun 1956, kecurigaan mulai muncul setelah Direktur Rumah Sakit Ciso
melaporkan ke Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata. Atas masuknya gelombang pasien dengan gejala sama, kerusakan
sistem syaraf.
Namun penyakit Minamata ini, amat lambat penanganannya oleh Pemerintah Jepang. Baru 12 tahun, yakni pada tahun
1968, pemerintah Jepang mengakui, penyakit aneh ini bersumber dari limbah Ciso yang dibuang ke Perairan
Minamata. (Tim Liputan/Sup)
BAB III
PEMBAHASAN
2.1. Asal Usul Penyakit Minamata
Penyakit minamata ditemukan pertama kali pada tahun 1958 di Kota Minamata, Prefektur Kumamoto, Jepang. Pada waktu
itu, terjadi wabah penyakit yang menyebabkan ratusan masyarakat Kota Minamata meninggal dunia, dengan gejala
penyakit berupa kelumpuhan syaraf. Mengetahui adanya kejanggalan-kejanggalan pada wabah masyarakat minamata ini,
para Ahli Kesehatan Jepang melakukan pengamatan tentang gejala-gejala, serta kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat Jepang, khususnya Masyarakat Minamata. Di dalam pengamatan-pengamatan yang dilakukan oleh para ahli
kesehatan, ditemukan kenyataan bahwa makanan yang biasanya dikonsumsi Masyarakat Minamata, yaitu ikan yang
berasal dari Teluk Minamata, telah mengandung logam berat (methyl mercury). Logam berat (methyl mercury) yang berasal
dari pabrik batu baterai Chisso, terakumulasi dalam ikan dan shellfishes.
Merkuri dibuang ke Teluk Minamata masih tetap ada dan, untuk penghapusan, reklamasi dan pengerukan dilakukan sangat
terlambat karena 15 tahun setelah penemuannya.
Kasus yang berkaitan dengan logam berat (methyl mercury) yang dihasilkan dalam proses produksi asetaldehid,
menggunakan merkuri sebagai katalis. Kasus dari keracunan dengan keracunan merkuri organik adalah yang pertama kali
terjadi di dunia melalui transfer rantai makanan dari pencemaran lingkungan. Kasus keracunan merkuri organik yang telah
dikenal sebelum Penyakit Minamata terjadi sebagai akibat dari keracunan langsung dari mereka yang terlibat dalam
organik-merkuri pekerjaan penanganan atau mereka yang sengaja mengambil ( Hunter D et al, 1940 , Lundgren KD dkk;
1949 ).
2.1 Dampak Penyakit Minamata
Masalah utama dari dampak adanya penyakit minamata terhadap masyarakat adalah korban Minamata dikucilkan dan tidak
dapat berbaur dengan masyarakat yang takut tertular penyakit. walaupun telah ada himbauan dari pemerintah setempat
3. bahwa penyakit minamata ini tidak menular, namun masyarakat tetap mengabaikan himbauan dari pemerintah tersebut
mengingat kembali penyakit minamata merupakan penyakit yang tidak biasa dan mereka takut tertular dari penyakit
tersebut sehingga sebagian besar pengidap penyakit minamata dikucilkan oleh masyarakat, melihat fakta tersebut banyak
penderita Minamata tidak memberitahu orang lain bahwa ia menderita Minamata bahkan kepada keluarganya sendiri.
Namun ada penderita lainnya yang terbuka, dengan menceritakan perasaannya dan penderitaan yang dialami sebagai
korban Minamata, dengan harapan tragedi Minamata tidak akan terjadi lagi. Tidak hanya itu saja penderita penyakit
minamata juga pada umumnya dilarang pergi tempat umum dan sukar mendapatkan pasangan hidup sehingga sangat
mempengaruhi faktor psikoligis seorang dalam melanjutkan masa depannya.
Namun dampak dari penyakit minamata tidak hanya itu, salah satunya adalah limbah yang menyebabkan penyakit
minamata ini dirasa sangat mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat setempat, karena penyakit minamata berasal dari
sumber air terutama sungai, masyarakat setempat menjadi ragu-ragu dalam memanfaatkan sumber air untuk digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dan juga sebagai sumber makanan terutama ikan, sehingga timbul keragu-raguan dalam
memanfaatkan sumber daya alam setempat terutama di daerah orang-orang yang mengidap penyakit minamata.
Meskipun penyakit minamata ini tidak menular terhadap orang lain namun penyakit ini memiliki efek terhadap keturunan,
dimana penyakit ini sangat beresiko kepada ibi-ibu yang sedang mengandung atau hamil karena akan menderita cognetial
yaitu bayi yang lahir cacat karena menyerap metil merkuri dalam rahim ibunya yang banyak mengkonsumsi ikan yang
terkontaminasi metil merkuri. Ibu yang mengandung tidak terserang penyakit Minamata karena metil merkuri yang masuk ke
tubuh ibu akan terakumulasi dalam plasenta dan diserap oleh janin dalam kandungannya.
Hal ini juga merupakan salah satu dampak psikologis yang dirasakan seorang ibu terhadap dampak penyakit minamata di
masyarakat, selain akan dikucilkan oleh masyarakat, bayi yang akan lahir cacat ini akan lebih parah penyakit nya ketimbang
orang- orang dewasa yang sudah terkena penyakit minamata karena dalam diri bayi yang sedang dalam masa
pertumbuhan disulitkan dengan tidak berfungsi dengan sempurnanya indra pada bayi.
Berita buruknya lagi adalah tidak ada pengobatan tuntas bagi korban Minamata penderita ke rumah sakit hanya untuk
mengutangi gejala dan melakukan rehabilitasi. Penderita yang dapat menggerakkan badannya diberi kesempatan untuk
melakukan apa yang dapat dilakukannya Meskipun pekerjaan seperti berkebun dan mencari ikan adalah pekerjaan yang
cukup berat, penderita dapat melakukannya setelah menjalani rehabilitasi.
2.3 Tinjauan Yuridis terhadap Hukum Positif dan Korelasinya dengan Faktor Penyebab Penyakit Minamata
Penyakit Minamata yang disebabkan oleh pembuangan limbah pabrik yang tidak benar, dalam hukum positif Indonesia
secara tegas akan dikenai sanksi. Larangan pembuangan limbah ke dalam sumber-sumber air, yang menjadi faktor utama
penyebab timbulnya penyakit Minamata ini dimuat dalam Pasal 10 Peraturan Menteri No. 45 Tahun 1990.Pembuangan
limbah selain limbah padat ke dalam sumber-sumber air harus mendapat izin terlebih dahulu dari pihak yang berwenang
sesuai dengan peratuan perundang-undangan yang berlaku. tata cara dan persyaratan pemberian izin pembuangan limbah
ke dalam sumbersumber air sendiri mengikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24
PP Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, beserta peraturan pelaksanaannya.
Pembuangan limbah sebagaimana dimaksud harus diolah terlebih dahulu agar menimalisir adanya dampak negatif.
Pengaturan mengenai pembuangan limbah tentunya tidak hanya berlaku bagi pabrik-pabrik saja, tetapi juga adanya
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembuangan limbah masyarakat yang tentunya juga berpotensi
untuk membuang limbah yang akan menyebabkan penyakit timbul. Hal ini tertera dalam Pasal 35 PP No. 22 Tahun 1982
yaitu,
“ Masyarakat dilarang melaksanakan kegiatan dalam hubungannya dengan penggunaan tanah yang mengakibatkan
kerusakan terhadap kelangsungan fungsi air dan/atau sumber air.”
Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran, pemberian sanksi kepada pihak yang telah melanggar ketentuan-ketentuan
mengenai pembuangan limbah dapat dikenakan Peraturan Menteri No. 45 Tahun 1990, sebagai berikut:
4. Pasal 12
(2) Dalam hal penurunan mutu air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini melewati ambang batas, maka pihak
yang berwenang dapat mengambil tindakantindakan dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam izin penggunaan air dan atau sumber air , serta izin pembuangan limbah yang telah dikeluarkan.
dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, ancaman
pidananya penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500. 000. 000,- (lima ratus juta rupiah)
(pasal 41 UULH) karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100. 000. 000,-
(seratus juta rupiah) (pasal 42 UULH)
Selain adanya peraturan menteri yang mengatur perihal sanksi, PP nomor 82 tahun 2001 secara tegas juga mengatur
sanksi bagi pihak-pihak yang melanggarnya.
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar
ganti kerugian dan aatau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan
pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut.
Sanksi dalam Peraturan Pemerintah ini berbeda tergantung pada hasil pembuktiannya, apakah pihak yang melanggar itu
secara sengaja melakukan hal tersebut ataukah pelanggaran itu disebabkan karena kealpaan, yang tentunya perbuatan
melawan hukum yang dilakukan secara sengaja akan mempunyai sanksi yang lebih berat daripada yang lain. Hal ini tertera
dalam Pasal 41-46 Peraturan Pemerintah tersebut.
Selain adanya sanksi pidana, PP ini juga mengatur adanya tindakan-tindakan tegas dari pihak yang berwenang
berhubungan dengan tindakan tata tertib terhadap pelanggar.
Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang ini,
terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
(1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
(2) penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
(3) perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
(4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
2.4. Solusi preventif
Solusi preventif merupakan sebuah solusi untuk melakukan pencegahan sebelum terjadinya suatu pencemaran. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pencegahan terhadap suatu pencemaran, namun khusus untuk pencemaran
raksa dan logam berat tentunya dari banyak cara tersebut hanya beberapa cara saja yang dapat diterapkan untuk
mencegah pencemaran tersebut.
Cara-cara tersebut diantaranya adalah :
1. Mengatur pembuangan limbah industri sehingga tidak mencemari lingkungan, dengan mengatur tata cara pembuangan
limbah industri terutama untuk limbah raksa dan logam berat maka seharusnya tidak terjadi pencemaran di perairan
Indonesia. Namun hal yang terjadi adalah perusahaan melakukan pembuagan limbah dengan tidak mengikuti aturan
untuk pembuangan limbah sehingga limbah dari perusahaan mencemari perairan Indonesia dan merugikan warga yang
berada di sekitar daerah pembuangan limbah.
5. 2. Menempatkan industri atau pabrik terpisah dari kawasan permukiman penduduk, hal ini berguna agar limbah hasil dari
operasional pabrik tidak langsung pada penduduk yang ada di sekitar pabrik, dan bila terjadi pengolahan limbah secara
tidak sempurna maka efeknya tidak akan langsung mengenai para penduduk karena daerah permukimannya yang
terpisah dari pusat industri atau pabrik tersebut.
3. Melaksanakan audit lingkungan, berguna untuk mengevaluasi ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap persyaratan hukum dan kebijakan, dalam hal ini adalah kebijakan terhadap pembuangan limbah hasil industri
terutama limbah raksa dan logam berat.
4. Memberikan sanksi atau hukuman secara tegas terhadap pelaku kegiatan yang mencemari lingkungan, artinya bahwa
pemerintah sebagai regulator harus tegas untuk menindak pelanggar pencemaran lingkungan, dalam penegakannya-
pun tidak boleh pandang bulu, siapa yang salah harus bertanggung jawab baik pelakunya perusahaan multinasional
maupun pelaku perusahaan nasional.
BAB IV
PENUTUP
Dengan pengalaman kerusakan akibat bencana dari kasus penyakit Minamata ini menjadi awal sebagai titik balik untuk
mengemban langkah-langkah dalam melindungi lingkungan telah mengalami kemajuan yang signifikan.
Karena terjadi bencana inilah, masyarakat Minamata dan kalangan industri di Jepang dapat memetik hikmah dari
pencemaran lingkungan tersebut. Secara bersama-sama masyarakat Minamata, kalangan industri, pemerintah kota dan
pemerintah Jepang melakukan perbaikan lingkungan dengan upaya terpadu. Secara konsisten, seluruh industri diharuskan
mengolah limbah. Peraturan disusun dan dilaksanakan secara konsisten. Pada saat bersamaan pemulihan lingkungan teluk
Minamata dilakukan, sehingga kualitas air di teluk Minamata kembali seperti sebelum pencemaran. Limbah rumah tangga
dari seluruh bangunan diolah secara sungguh-sungguh, sehingga tidak ada lagi limbah industri dan limbah rumah tangga
yang mencemari perairan kota Minamata. Sejarah kemudian mencatat, bahwa Minamata yang semula tercemar berat, kini
menjadi kota kualitas lingungannya baik, kota yang nyaman dan aman untuk ditinggali.
Kini masyarakat kota Minamata sangat terkenal dengan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan. Para stakeholder
kota Minamata, tidak mau mengulang sejarah buruk yang pernah terjadi. Kota yang kini berpenduduk sekitar 28.400 orang
itu, secara terus menerus meningkatkan upaya pengelolaan lingkungan. Salah satu keberhasilan kota Minamata adalah
dalam pengelolaan sampah yang melibatkan ibu rumahtangga. Yang luar biasa adalah bahwa saat ini masyarakat
Minamata telah berhasil melakukan pemilahan sampah menjadi 22 jenis dengan kualitas yang baik. Masing-masing jenis
sampah dikelola sesuai dengan pengolahan lanjutan mulai dari pengomposan, daur ulang dan pengolahan lainnya.
Pemilahan menjadi sejumlah itu, termasuk prestasi yang luar biasa.
Selain itu, kota Minamata saat ini mengkampanyekan pengurangan pemakaian kantong plastik dengan melibatkan ibu-ibu
rumahtangga. Para ibu rumah tangga mendatangi supermarket untuk melakukan kampanye pengurangan kantong plastik.
Para ibu rumah tangga membentuk kelompok-kelompok dan mereka melakukan diskusi dan seminar untuk mengurangi
kantong plastik. Bersamaan dengan itu mereka juga melakukan pengurangan (reduksi) sampah. Masyarakat dilatih
bagaimana menghindari terjadinya sampah.
Untuk meningkatkan upaya penglolaan lingkungan di kota Minamata berbagai upaya dilakukan. Masyarakat dan pemerintah
memberikan penghargaan kepada sejumlah orang yang secara nyata melakukan upaya pengelolaan lingkungan. Sebanyak
28 orang (dari 28.400 total penduduk kota) diberi penghargaan sebagai “Environmental Master“, mereka adalah pribadi-
pribadi yang secara sungguh-sungguh mendedikasikan dirinya untuk melakukan tindakan nyata meningkatkan kualitas
lingkungan dan mengajak masyarakat ikut bersama mereka menjadi kader lingkungan.
Kesungguhan para stakeholder di Minamata, dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja untuk ikut bersama masyarakat dunia
menyelamatkan lingkungan. Belajar dari kasus Minamata ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran yang tinggi untuk
menyadari lagi bagaimana pertimbangan kepada lingkungan adalah penting dan bahwa upaya-upaya akan dilakukan untuk
6. mencegah pencemaran lingkungan tanpa pengalaman bencana polusi. Dari pengalaman yang terjadi di Jepang dapat
dijadikan sebagai pelajaran bagi negara-negara lain untuk lebih waspada dan peduli akan lingkungan.
Pada kasus minamata Pemerintah Jepang mengawasi dengan ketat tentang pembuangan limbah dari industri yang dapat
berdampak mencemari lingkungan dan mahluk hidup yang ada disekitarnya serta menindak dengan tegas apabila ada
industri yang nakal agar tidak terjadi bencana pada kasus minamata tersebut. Pada industri-industri yang menggunakan
bahan baku air raksa dan merkuri sebisa mungkin mengganti bahan baku tersebut dengan bahan baku pengganti yang
aman untuk kesehatan dan lingkungan hidup sekitaranya.
Pemilihan bahan baku yang ramah lingkungan sangat diperlukan. Selain itu tata cara pembuangan limbah berbahaya harus
dipatuhi.
Saat ini, dukungan dan pengajaran terhadap hak masyarakat untuk ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan yang
dapat menimbulkan efek kepada lingkungan dirasa masih sangat kurang. Begitu juga judicial Indonesia masih dirasa kurang
bisa menerapkan dan memberlakukan sanksi-sanksi kepada pabrik-pabrik yang telah melanggarnya, yang menimbulkan
tidak adanya standar yang jelas dalam penerapan sanksi bagi mereka yang telah melanggarnya. Tidak adanya standar
yang jelas dapat menimbulkan terjadi kurang pekanya dan ketidak takutan pabrik-pabrik untuk melanggar ketentuan-
ketentuan pemerintah tersebut.
Maka dari itu semua unsur harus secara sinkron dan bersamaan mendukung peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Peraturan perundang-undangan tidak akan bisa berlaku tanpa adanya sinkronisasi dan dukungan dari semua aspek negara
baik masyarakat, pemerintah dan para pelaksana kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Danusaputro, Munadjat. Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Bandung. 1981,
Hamid, Hamrat dan Bambang Pramudyanto, Pengawasan Industri DalamPengendalian Pencemaran Lingkungan, Edisi I,
Granit, Jakarta, 2007.
Rangkuti, Siti Sundari. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan LingkunganNasional, Airlangga University Press,
Surabaya, 1996
R.M. Gatot P. Soemartono. Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996
Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga, Jakarta, 2002