4. DARI KENAMPAKAN URUTAN LITOLOGI DI ATAS, MS HANYA DAPAT DILAKUKAN PADA KEMIRINGAN PERLAPISAN YANG SEARAH, HINDARI LINTASAN YANG AKAN MELEWATI ADANYA SESAR.
5. TUJUAN UMUM :
Mendapatkan data litologi terperinci dari urut- urutan perlapisan dapat menentukan satuan stratigrafinya (satuan batuan, kelompok, formasi, anggota).
Mendapatkan ketebalan yang teliti dari satuan stratigrafi
Mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan dan urut-urutan sedimentasinya secara vertikal dapat menafsirkan lingkungan pengendapannya.
6. PERENCANAAN LINTASAN
Perhatikan kedudukan bidang perlapisan, curam, landai, vertikal atau horizontal usahakan lintasan tegak lurus jurus, untuk menghindari koreksi-koreksi yang rumit.
Perhatikan kedudukan bidang perlapisan menerus tetap atau berubah-ubah akibat perlipatan/sesar penting untuk menentukan urutan stratigrafi yang benar.
Penerapan hukum superposisi, perhatikan struktur sedimennya.
Catat tentang keberadaan „key-bed‟ untuk titik ikat (to tie in) stratigrafi secara regional yang resmi.
Dalam pengamatan batuan di lapangan, sebaiknya tidak dilakukan interpretasi, terutama pada macam batuannya dan struktur sedimennya harus sesuai dengan kenyataan di lapangan. Jika lapuk/soil, dianggap tidak terdeterminasi („blank‟).
7. CARA PENGUKURAN
Banyak cara/metoda yang dapat dilakukan, tergantung pada perlengkapan yang tersedia. Salah satu yang sering dilakukan dengan peralatan pita ukur dan kompas dilakukan oleh sedikitnya 2 orang.
1.Mulai pengukuran pada dasar penampang (satuan yang tua ke arah yang muda).
2.Tetapkan satuan batuan yang akan diukur, beri tanda patok/tanda lainnya pada batas tsb.
3.Jika kedudukan bidang perlapisan berubah-ubah, dapat dilakukan rata-rata kedudukan bidang perlapisan alas dan atap perlapisannya.
4.Atau diambil pengukuran pada alas perlapisan, untuk menghitung perlapisan/satuan yang ada di atas bidang yang diukur.
8. 5. Azimut/arah lintasannya, kemiringan lereng / slope (perhatikan +/-).
6. Baca jarak terukur, hitung jarak jurus (tebal semunya).
7. Determinasi/perikan litologinya, keada an perlapisan, struktur sedimennya.
8. Jika ada sisipan, tentukan jarak dari alas satuan.
9. Titik pengamatan, lokasi pengambilan conto batuan harus terukur secara pasti, tidak dibenarkan untuk diperkirakan.
10.Jika satuan litologi tebal 5 m atau lebih, maka pengukuran pada tiap satuan, dari alas satuan hingga atap satuan. Tapi jika < 5 m, atau berupa perulangan yang menerus, akan lebih praktis jika pita dibentangkan sepanjang-panjangnya.
9. PENGHITUNGAN KETEBALANTEBAL LAPISAN : ADALAH JARAK TERPENDEK ANTARA DUA BIDANG SEJAJAR, YG MERUPAKAN BTS BWH DAN ATS LAPISAN TSB. PERHITUNGAN KETEBALAN : HRS DILAKUKAN DLM BDG YG TGK LURUS JURUSJIKA PNGUKURAN TDK TGK LURUS JURUS, MAKA : JARAK TERUKUR ( d‟ ) HRS DIKOREKSI ( d ) SUDUT LERENG TERUKUR ( β‟ ) HRS DIKOREKSI ( β).
10. PENGHITUNGAN KETEBALAN: A. LANGSUNGB. TIDAK LANGSUNG
A. LANGSUNG : 1
2
3
1.Lapisan horizontal, lereng vertikal
2.Lapisan vertikal, lereng datar
3.Menggunakan Jacob‟s Staff/tongkat Jacob (t = t1 + t2 + …… dst) t = tebal lapisan
11. t = d sin
B. PENGUKURAN TIDAK LANGSUNG :
1. UNTUK TOPOGRAFI DATAR
II
It
d
Keterangan :
t = Tebal lapisan batuan.
d = Jarak tegak lurus jurus lapisan batuan.
=Kemiringan lapisan batuan (dip)
I = Stasiun atau patok 1.
II = Stasiun atau patok 2.
13. Ingat-ingat kembali, rumus penghitungan untuk :
1.daerah yang datar, slope = 0o
2.jika STA/LP berikutnya lebih tinggi elevasinya, maka slopenya + dan sebaliknya.
3.daerah miring, kemiringan lereng searah maupun berlawanan dengan kemiringan bidang perlapisan
4.slope > atau < dari besarnya kemiringan bidang perlapisan
5.dan lain-lain.
14. Koreksi Jarak.
Apabila arah pengukuran tidak tegak lurus terhadap jurus perlapisan batuan, maka Jarak Terukur di lapangan (d‟), dan Sudut Lerengatau “Slope” yang terukur di lapangan (‟), harus dikoreksi. JURUS PERLAPISAN
JURUS PERLAPISANARAH LINTASAN
d‟
III dd’ cos ataud d’ sin
15. B. PENGHITUNGAN TEBAL TIDAK LANGSUNG
Tebal adalah jarak terpendek antar bidang alas (bottom) dengan bidang atap (top) harus bidang perlapisan. Jika pengukuran tidak penghitungan menggunakan dalil Phitagoras.
d=D(jarakterukur)xsin
d=Jarakjurusbidangperlapisan
D=Jarakterukurdilapangan
=Sudutyangdibentukantarajurus
denganarahlintasan(azimuth).
16. t = d sin ( )
B. UNTUK TOPOGRAFI MIRING III
t
d
Keterangan :
t = Tebal lapisan batuan.
d = Jarak tegak lurus jurus lapisan batuan.
=Kemiringan lapisan batuan (dip)
=Sudut lereng atau kemiringan lereng (slope) tegak lurus jurus lapisan batuan.
I = Stasiun atau patok 1.
II = Stasiun atau patok 2.
17. 2. Jika Dipdan SlopeBerlawanan Arah :
(Dip Slope) 90o t d sin ( )
(Dip Slope) 90o , t d
(Dip Slope) 90o , 90o
t d sin 180o ( )
1.Jika Dipdan SlopeSearah: Dip Slope ()t d sin ( ) Dip Slope()t d sin ( )
18. 3. Lapisan Horizontal dan Vertikal :
Lapisan Horizontal (0o) t = d sin
Lapisan Vertikal (90o) t = d cos
ataut = d sin ( 90o)
Keterangan :
t = Tebal tegak lurus jurus lapisan batuan.
d = Jarak atau lebar singkapan tegak lurus jurus lapisan batuan.
= Dipatau kemiringan lapisan batuan.
= Slopeatau sudut lereng atau kemiringan lereng tegak lurus jurus lapisan batuan.
19. B. Topografi Miring. d’ cos ’ sin d cos Keterangan : d= Jarak tegak lurus jurus lapisan batuan. d‟ = Jarak terukur di lapangan, tidak tegak lurus jurus lapisan batuan. = Sudut lereng tegak lurus jurus lapisan batuan. ‟ = Sudut lereng terukur dilapangan, tidak tegak lurus jurus lapisan batuan. = Sudut antara arah pengukuran dan jurus lapisan batuan. = Sudut antara arah pengukuran dan arah tegak lurus jurus lapisan batuan.
20. 2. TOPOGRAFI MIRING. A. KOREKSI JARAK : d’ Cos ’ Sin d Cos Keterangan : d = Jarak tegak lurus jurus lapisan batuan. d’ = Jarak terukur di lapangan, tidak jurus lapisan batuan. = Sudut lereng tegak lurus jurus lapisan batuan. ’ = Sudut lereng terukur dilapangan, tidak jurus lpsn btn. = Sudut antara arah pengukuran dan jurus lapisan batuan. = Sudut antara arah pengukuran dan arah jurus lpsn btn.
21. B. KOREKSI SUDUT LERENG (SLOPE)
SUDUT LERENG DPT DIKOREKSI DGN
“ALIGMENT DIAGRAMS”, ATAU MENGGUNAKAN RUMUS SBB:
Tan β’
β= Arc Tan ---------
Sin
22.
23.
24.
25.
26. PENGAMATAN UNTUK MS
Setiap litologi harus diperikan secara detil dan terperinci.
Satuan stratigrafi/satuan sedimentasi dapat terdiri atas satu macam litologi atau dapat perselang-selingan beberapa lapisan batuan. Atau dapat berupa satu litologi utama dengan beberapa sisipan.
Sedapat mungkin kondisi litologi/satuan stratigrafi di lapangan dapat tergambar meskipun tidak memenuhi skala.
27. Pertanyaan yang harus muncul adalah :
Apakah terdiri atas satu macam litologi atau lebih.
Jika lebih, apakah :
1.Ada batuan yang dominan dan ada batuan lain yang berupa sisipan, berapa tebal rata-rata sisipannya.
2.Atau berupa perulangan beberapa macam batuan yang menerus
Bagaimanakah sifat perselingannya, atau sifat sisipannya dari bawah ke atas (dari tua ke muda), menebal ke atas („thickening upward sequence‟) atau sebaliknya („thinning upward sequence‟) terutama pada batupasirnya.
28.
29. SIFAT DARI LAPISAN MAUPUN BATUAN UTAMANYA
Jika batuan utama atau sisipannya berupa klastika kasar, atau batuan karbonat maka perhatikan :
Apakah lapisannya bersifat masif, tebal/ tipis atau laminasi
Bagaimanakah batasnya,
a.Batas berangsur,
b.Batas tegas,
c.Batas erosi
Sifat teksturnya, terutama besar butir, terutama dalam urutan vertikalnya, apakah :
a.Seragam (tanpa perubahan),
b.Menghalus ke atas (finning upward sequence)
c.Mengkasar ke atas (coarsening upward sequence)
30.
31. PEMERIAN LITOLOGI
1.Warna, baik warna segar maupun warna lapuk. Ingat kondisi basah atau kering sering memberikan warna yang berlainan.
2.Besar butir, gunakan skala Wenworth, untuk batupasir yang umum adalah :
–Berbutir sangat kasar (bsk)(2-1mm)
–Berbutir kasar (bk) (1-1/2mm)
–Berbutir sedang (bs)(1/2-1/4mm)
–Berbutir halus (bh)(1/4-1/8mm)
–Berbutir sangat halus (bsh)(1/8-1/16mm)
3.Fragmen pembentuk, untuk tiap batuan berlainan, conto
Konglomerat, breksi, aglomerat : sebutkan macam batuannya (andesit, basalt, batupasir, blp, kuarsa dsb)
Batupasir, sebut susunan mineral utama yang menyolok, seperti kuarsa, felspar, fragmen batuan, gloukonit dan lainnya.
Tufa, keadaan butir/kristal/gelas atau fragmen batuan atau batuapung. Petrologi/ mineraloginya (andesit, basalt, hornblende dsb)
Karbonat, batugamping dan dolomit. Kerangka (skeletal), fragmental, cocquina, oolit, kristalin atau sebutkan macam kerangka fosilnya : koral, foram, ganggang dsb.)
4.Semen atau masa dasar (matriks)
32. LINGKUNGAN PENGENDAPAN: DEFINISI : Tempat dimana material sedimen diendapkan, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi (faktor) fisika, faktor kimia dan faktor biologi.
ASPEK FISIKA
ASPEK KIMIA
ASPEK BIOLOGI