SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 12
PAPER 
KONFLIK KEPENTINGAN 
MASYARAKAT DENGAN PEMERINTAH DALAM UU OTONOMI KAMPUS 
LATAR BELAKANG MASALAH 
Pada tanggal 13 Juli 2012, pemerintah mengesahkan sebuah UU yang mengatur pengelolaan 
pendidikan tinggi di Indonesia: UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi 
(selanjutnya disebut UU Dikti). UU yang telah dibahas sejak 2010 (setelah UU Nomor 9 
Tahun 2009 tentang Badan Hukum, selanjutnya disebut UU BHP Pendidikan dibatalkan) ini 
akhirnya disahkan, walau menghadapi berbagai penolakan publik, terutama dari civitas 
perguruan tinggi. 
Pemerintah mengklaim bahwa UU Pendidikan Tinggi dibuat untuk memulihkan kondisi 
perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang telah memiliki otonomi. Dalam naskah 
akademik Rancangan UU tersebut, pemerintah menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya 
saing dalam interaksi global, perlu adanya perguruan tinggi yang sehat, bermutu, otonom, dan 
maju. Untuk itulah, UU Pendidikan Tinggi diperlukan agar pendidikan tinggi dapat 
memenuhi keinginan pemerintah sebagai ‘sumber inovasi dan solusi bagi pertumbuhan dan 
pengembangan bangsa. 
Namun banyak yang menilai bahwa isi dari UU tersebut lebih kepada sebuah tindakan 
komersialisasi kampus serta pendiskriminasian terhadap mahasiswa miskin Hal ini terkait isi 
dari pasal 65 dan 74. Dimana dalam pasal 65 secara garis besar menjabarkan bahwa 
Perguruan Tinggi boleh mendirikan sebuah badan hukum dengan pemberian kewenangan 
pengelolaan dana secara mandiri hal ini menimbulkan prespektif bahwa perguruan tinggi 
sudah sebanding dengan perusahaan niralaba yang semata-mata hanya mencari keuntungan. 
Selain itu dalam pasal 74 ayat (1) yang berbunyi : PTN wajib mencari dan menjaring calon 
Mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan 
calon Mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 
20% (dua puluh persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada 
semua Program Studi. Ada sebuah kejanggalan dari Kata-kata “memiliki potensi akademik 
tinggi” dimana hal tersebut tidak mudah untuk ditafsirkan indikatornya dan bagaimana pula 
akses untuk mahasiswa yang kemampuan akademiknya “biasa saja” namun tidak mampu 
secara ekonomi? Apakah pemerintah sedang menerapkan asas yang miskin biarkan tetap
miskin, kecuali yang pintar baru bisa kuliah? Jelas ini bertentangan dengan mengenai Hak 
Ekonomi Sosial Budaya yang telah diratifikasi pemerintah dengan UU No 11 tahun 2005, 
menyebutkan bahwa Pemerintah harus mengupayakan akses pendidikan tinggi secara gratis 
bagi setiap warganya. Hal inilah yang kemudian menjadi pemicu aksi dari sejumlah 
mahasiswa di berbagai daerah. 
Permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ke 
Mahkamah Konstitusi (MK) yang disahkan Juli lalu sudah mulai diajukan masyarakat. 
Menghadapi ancaman uji materi ke MK ini, pemerintah dan DPR meyakini nasib UU PT 
tidak akan seperti UU Badan Hukum Badan Pendidikan yang dibatalkan MK1. 
Tujuh pimpinan perguruan tinggi negeri menyampaikan pernyataan sikapnya terkait uji 
materi Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang- 
Undang Dasar Tahun 1945 yang diajukan Mahkamah Konstitusi RI. Pernyataan sikap itu 
disampaikan terkait penilaian adanya kekeliruan pemahaman konsep sebagian kalangan 
masyarakat mengenai substansi undang-undang pendidikan tinggi tersebut. 
Pernyataan bersama tujuh pimpinan perguruan tinggi negeri menyebutkan2 bahwa mereka 
mencermati perkembangan proses uji materi ("judicial review") UU Nomor 12 Tahun 2012 
tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang diajukan ke 
Mahkamah Konstitusi RI. Disebutkan bahwa unsur pimpinan Universitas Indonesia, 
Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas 
Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga, menyatakan 
keprihatinannya. 
Mereka menyatakan keprihatinan atas adanya kekeliruan pemahaman sebagian kalangan 
masyarakat mengenai substansi UU Nomor 12 Tahun 2012 khususnya konsep otonomi 
perguruan tinggi yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan tinggi. 
Dikatakan bahwa otonomi perguruan tinggi yang meliputi otonomi akademik dan otonomi 
nonakademik bersifat kodrati bagi perguruan tinggi. Otonomi akademik merupakan prasyarat 
untuk melaksanakan tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian 
kepada masyarakat) dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang unggul, bermutu 
dan mampu berkontribusi bagi kesejahteraan umat manusia dan peradaban dunia. Selain itu, 
1 http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/25/19393329/Gugatan.UU.PT.Diajukan.ke.MK 
2 http://antarabogor.com/index.php/detail/4571/pernyataan-sikap-7-ptn-terkait-otonomi -pt#.UVjhNZEaySM
otonomi nonakademik merupakan prasyarat untuk mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi 
yang baik (good university governance). Ketiadaan otonomi non akademik akan meniadakan 
otonomi akademik. 
Direktur Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. 
Djoko Santoso, M.Sc, menyatakan bahwa3 “Pemberian otonomi kepada kampus akan 
meningkatkan mutu pendidikan perguruan tinggi semakin baik, kita ambil contoh dari negara 
tetangga bagaimana keberhasilan singapura terkait penerapan sistem otonomi kampus 
menempatkan 2 perguruan tingginya berada posisi 5 besar sebagai perguruan tinggi terbaik 
se-Asia. 
RUMUSAN MASALAH 
Berangkat dari latar belakang masalah diatas setidaknya ada dua kubu yang memiliki 
pandangan yang berbeda dimana pemerintah tetap pada pendirian untuk mempertahankan UU 
tersebut mengingat konsep yang ditawarkan mendapatkan banyak persetujuan dari kalangan 
akedemisi. Namun disisi lain para mahasiswa beserta masyarakat menilai UU tersebut adalah 
sebuah kebijakan yang semata-mata untuk menjatuhkan mahasiswa miskin. Hal ini yang 
kemudian menjadi sebuah pertanyaan besar sebenarnya 
 Kepentingan siapa yang diutama kan dalam UU tersebut ? 
 Bentuk Konflik apa yang terjadi dalam kasus tersebut ? 
TUJUAN PENULISAN 
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam 
rumusan masalah. Selian itu paper ini memberikan kontribusi terhadap penulis dalam 
menganalisis permasalahan konflik didalam UU nomor 12 tahun 2012. 
KAJIAN TEORI 
3 Kompas Cetak, Selasa, 25 Juni 2013, halaman 7
TEORI KONFLIK 
Konflik merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Istilah konflik 
sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti bersama dan figure yang 
berarti benturan atau tabrakan. Adanya benturan atau tabrakan dari setiap keinginan atau 
kebutuhan, pendapat, dan keinginan yang melibatkan dua pihak bahkan lebih. Menurut 
Degenova (2008) konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan, dimana 
dua orang tidak pernah selalu setuju pada suatu keputusan yang dibuat. Lewin (dalam 
Lindzey & Hall, 1985) menjelaskan bahwa konflik adalah keadaan dimana dorongan-dorongan 
di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya. Menurut 
Richard E. Crable (1981) “conflict is a disagreement or a lack of harmony ”. Kalimat tersebut 
dapat diartikan dengan konflik merupakan ketidaksepahaman atau ketidakcocokan. Weiten 
(2004) mendefenisikan konflik sebagai keadaan ketika dua atau lebih mot ivasi atau dorongan 
berperilaku yang tidak sejalan harus diekspresikan secara bersamaan. 
Hal ini sejalan dengan defenisi yang diuraikan oleh Plotnik (2005) bahwa konflik sebagai 
perasaan yang dialami ketika individu harus memilih antara dua atau lebih pilihan yang tidak 
sejalan. Lewis A. Coser ingin membangun suatu teori yang didasarkan pada 
pemikiranGeorge Simmel. Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah 
perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa 
dan sumber -sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi 
antarindividu, antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok. Berdasarkan beberapa 
defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan yang terjadi 
karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon stimulus-stimulus yang muncul 
akibat adanya dua motif yang saling bertentangan dimana antara motif yang satu akan 
menimbulkan frustasi pada motif yang lain. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam 
konflik, Stonerdan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi 6 (enam) macam, yaitu: 
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), 
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals) 
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups) 
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the 
same organiz ation) 
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations)
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in 
different organizations). 
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadihanya satu pihak yang sadar dan 
memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya 
pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif(Robbins, 1993). Konflik 
merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan 
kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya 
perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & 
Faules, 1994:249). 
TEORI AKTOR DALAM KEBIJAKAN PUBLIK 
Menurut Howlet dan Ramesh, aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu 
sebagai berikut: 
1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative; 
2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai asisten birokrat,biasanya 
menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses kebijakan atau subsistem 
kebijakan; 
3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), Pemerintah dan politikus 
seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-kelompok 
kepentingan guna efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk menyerang oposisi 
mereka; 
4) Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, 
kelompok ahli atau konsultan kebijakan; 
5) Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara 
Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan 
permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis 
aktiv sebagai advokasi solusi. 
Long & Long (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perumusan kebijakan publik 
yang partisipatif, interaksi aktor harus berlangsung secara setara, intersif dan interface. Model 
inilah yang oleh kedua penulis disebut sebagai model orientasi aktor. Sementara de Zeeuw 
(2001), seorang psikolog menyimpulkan bahwa perumus kebijakan publik seharusnya 
memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat anggota kolektivitas secara keseluruhan
sehingga kebijakan yang ditentukan tidak memihak dan dapat diakses oleh seluruh aktor 
yang terlibat dalam kolektivitas tersebut. 
Harmon (1969) meneliti tentang kepentingan publik yang merupakan konsekuensi yang 
muncul dalam proses formulasi kebijakan publik yang ditentukan oleh orientasi dan 
kepentingan aktor yang terlibat di dalamnya, baik aktor pemerintah (administrator) maupun 
aktor masyarakat yang terdiferensiasi berdasar kelompok-kelompok kepentingan yang ada di 
dalam komunitas masyarakat. Dari berbagai sifat kepentingan publik yang diuraikan tersebut, 
Harmon membuat model gaya atau karakter kebijakan publik yang mempertemukan antara 
tingkat responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) dengan tingkatdukungan kebijakan 
(policy advocacy) dalam proses formulasi kebijakannya. Almond & Verba (1985) meneliti 
perbandingan orientasi aktor yang disebut sebagai budaya politik di berbagai negara 
menyimpulkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara penampilan rezim politik yang 
tergambar dalam model-model dan sifat kebijakan yang dibuatnya dengan tipologi budaya 
politik masyarakatnya. 
Sinclair (2002) dalam penelitiannya di Brazilia menekankan pentingnya peran dan 
keterlibatan masyarakat dalam segala proses pembangunan. Dalam model yang disebut 
“Manitoba Approach”ini disimpulkan bahwa, konsultasi masyarakat merupakan bagian 
integral yang harus dilakukan dalam setiap tahapan pembangunan, baik proses perencanaan, 
pelaksanaan maupun pelestarian keberlangsungan hasil pembangunan (Sustainable 
development). Analisis kebijakan publik dengan menggunakan pendekatan orientasi aktor ini 
memiliki asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: 
(1) logika yang mendasarinya adalah setiap individu memperoleh kemampuan dan 
kesempatan berperan dalam proses kemasyarakatan dan kehidupan. Dalam konteks 
pembangunan ini bermakna sebagai pembangunan yang partisipatif 
(2) dalam model ini, pembangunan berarti untuk semua (semua kelompok sasaran seperti 
wanita, anak-anak, penduduk miskin dan lainnya) dan pembangunan bermakna 
pemerataan 
(3) pembangunan didasarkan pada logika keseimbangan ekologi lingkungan,yang berarti 
tidak hanya mementingkan generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang; dalam 
konteks ini berarti bermakna pembangunan yang berkelanjutan (sustainable 
development).
Pendekatan ini memberikan makna bahwa persoalan bersama termasuk di dalamnya adalah 
persoalan perencanaan, pelaksanaan dan pelestarianpembangunan harus merupakan hasil 
orientasi masing-masing aktor, karena tidak bisa aktortertentu seperti negara sebagai 
misalnya dengan begitu saja mengatas namakan masyarakat sebagai pihak yang pasti 
memahami dan menerima perencanaan pembangunan yang dilaksanakan. 
MODEL-MODEL PERUMUSAN PUBLIK 
MODEL INSTITUSIONAL (kebijakan adalah hasil dari lembaga) 
Yaitu hubungan antara kebijakan (policy) dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu 
kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik kecuali jika diformulasikan, serta 
diimplementasi oleh lembaga pemerintah. Menurut Thomas dye: dalam kebijakan publik 
lembaga pemerintahan memiliki tiga hal, yaitu : 
a) Legitimasi 
b) Universalitas 
c) Paksaan. 
Lembaga pemerintah yang melakukan tugas kebijakan-kebijakan adalah: lembaga legislatif, 
eksekutif dan judikatif. Termasuk juga didalamnya adalah lembaga pemerintah daerah dan 
yang ada dibawahnya. 
Masyarakat harus patuh karena adanya legitimasi politik yang berhak untuk memaksakan 
kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut kemudian diputuskan dan dilaksanakan oleh institusi 
pemerintah. Undang-undanglah yang menetapkan kelembagaan negara dalam pembuatan 
kebijkaan. Oleh karenanya pembagaian kekuasanaan melakukan checks dan balances. 
Otonomi daerah juga memberikan nuansa kepada kebijakan publik. 
KERANGKA BERFIKIR 
PEMERINTAH INGIN 
MEMBUAT SEBUAH UU 
PENINGKATAN KUALITAS 
PERGURUAN TINGGI
MELIBAT SEBAGIAN AKTOR 
ANTARA LAIN REKTOR 
4 APRIL 2012 DRAFT UU 
SUDAH TERSEBAR DI 
MASYARAKAT 
SUDAH ADA PENOLAKAN 
DARI SEBAGIAN KALANGAN 
TERUTAMA MAHASISWA 
FINAL, 12 JULI PRESIDEN 
MENGESAHKAN UU NOMOR 
12 TAHUN 2012 (UU DIKTI) 
SEBELUMNYA DIBUAT 
UU BHP 
NAMUN DI TOLAK MK 
KEINGINAN PARA REKTOR 
TENTANG OTONOMI 
KAMPUS 
ADANYA PERTENTANGAN 
PENDAPAT KELOMPOK PRO 
DAN KONTRA 
ANALISIS SESUAI KAJIAN 
TEORI 
MAHASISWA, LSM, SERTA 
AKTIVIS LAINNYA MENUNTUT 
PENCABUTAN UU TERSEBUT
ANALISIS 
AKTOR-AKTOR YANG TERLIBAT DI DALAM UU NOMOR 12 TAHUN 2012 
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari 
kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap 
kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan 
menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Hal ini 
berlaku sama terhadap setiap kebijakan, jugakepada kebijakan Rancangan Undang Undang 
Pertembakauan. Kebijakan ini sudah menuai pro dan kontra bahkan sebelum dia ada. 
Ketika Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi (UU PT) disahkan 
oleh Presiden 12 Agustus 2012 muncul penolakan dari berbagai pihak, mulai dari kalangan 
pengamat pendidikan, mahasiswa, Perguruan Tinggi Swasta, hingga Lembaga Swadaya 
Masyarakat (LSM). Penolakan itu merupakan rentetan keberatan sejak UU PT itu masih 
dalam bentuk Draft, 4 April 2012. Beberapa keberatan itu antara lain indikasi bahwa UU PT 
merupakan hasil “kloning” dari Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), 
indikasi Liberalisasi Pendidikan Tinggi dan “sengketa” kewenangan dalam otonomi 
pendidikan tinggi. 
Dengan ini, dapat dilihat bahwa hampir seluruh elemen masyarakat memiliki perhatian yang 
besar terhadap proses pembuatan kebijakan ini. Merunut kepada teori Howlet dan Ramesh 
mengenai aktor-aktor dalam kebijakan, maka dalam perumusan kebijakan UU nomor 12 
tahun 2012 terdiri lima kategori aktor, yaitu sebagai berikut: 
1. Aparatur yang dipilih (elected official). Aparatur terpilih dalam kasus ini adalah 
DPR RI dengan perwakilan Badan Legislasi DPR RI. Selain itu adanya masukan 
dari kalangan akademisi terhadap penetapan UU tersebut. 
2. Aparatur yang ditunjuk (appointed official), dalam hal ini UU nomor 12 tahun 2012 
dirumuskan bersama dengan Kementeria Pendidikan dan kebudayaan 
(KEMENDIKBUD). 
3. Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), Mahasiswa menginginkan 
peratuaran tersebut diganti. Mereka berharap agar tidak ada pendiskriminasian 
terhadap suatu golongan. Sementara banyak kalangan akademisi universitas 
menganggap kebijakan tersebut adalah tetap. Oleh karena itu ada 2 kepentingan 
didalam formulasi kebijakan publik.
4. Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, 
kelompok ahli atau konsultan kebijakan. Dalam kasus ini, terdapat berbagai Badan 
Eksekutif Mahasiswa yang juga memberikan masukan dan pandangan terhadap 
kasus ini. 
5. Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara 
dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan 
yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktif sebagai 
advokasi solusi. Terdapat berbagai media yang memberitakan mengenai kasus ini, 
mulai dari berita di televisi nasional hingga di mediaonline. 
KONFLIK KEPENTINGAN 
Berdasarkan kepada pendapat Stoner dan Freeman (1989:393), pihak-pihak yang terlibat di 
dalam konflik terbagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu: Konflik dalam diri individu (conflict 
within the individual), Konflik antar-individu (conflict among individuals), Konflik antara 
individu dan kelompok (conflict among individuals and groups), Konflik antar kelompok 
dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization), Konflik antar 
organisasi (conflict among organizations), Konflik antar individu dalam organisasi yang 
berbeda (conflict amongindividuals in different organizations). Berdasarkan hasil temuan dari 
Badan Legislasi, muncul beberapa bentuk permasalahan atau konflik yang harus dikaji 
kembali demi tercapainya UU nomor 12 tahun 2012, yaitu: 
 Konflik antar organisasi (conflict among organizations), Jika ditinjau dari 
permasalahan maka saya menggolongkan konflik tersebut terbagi atas dua kubu yang 
berlawanan. Dimana Pemerintah serta para Akademisi Universitas menyambut baik 
adanya UU tersebut. Sementara kubu lain yaitu Mahasiswa serta Sebagian 
Masyarakat menunjukan sikap penolakan terhadap permasalahan tersebut.
KESIMPULAN 
Pemerintah berniat untuk meningkatkan kualitas pendidikan oleh karena itu Pemerintah 
membuat sebuah UU tentang pemberian otonomi kepada kampus, otonomi tersebut diyakini 
akan membuat keluluasaan terhadap kampus dalam mengatur tentang hak serta kewajiban 
universita yang nantinya akan mencapai tujuan dari pemerintah. 
Namun disisi lain banyak sebagian kalangan terutama mahasiswa menilai UU tersebut 
hanyalah sebuah kedok terhadap sebuah pencarian profit semata didalam kampus. Selain itu 
mereka menilai UU tersebut membuat adanya pendiskriminasian terhadap calon mahasiswa. 
Oleh karena itu kebijakan tersebut semula memihak pada kepentingan pihak Universitas. 
SARAN 
Untuk kemudian hari tidak terjadi konflik yang berkepanjangan maka ada sebaiknya 
pemerintah melakukan sebuah penyelesaian dengan menggunakan metode penyelesaian 
Stoner dan Freeman (1989) dimana pemirintah melakukan sebuah diplomasi kepada pihak 
yang tidak sependapat lalu membujuk agar meminimalisir ketidaksesuaian pemahaman. Lalu 
pemerintah harus membuktikan bahwa keputusan tersebut tepat dengan peningkatan mutu 
pendidikan. 
Selain itu untuk menjawab segala tuduhan dari pihak kontra maka pemerintah kedepannya 
perlu melakukan sebuah pengawasan di beberapa kampus. Pengawasan tersebut melibatkan 
seluruh elemen masyarakat terutama mahasiswa terkait implementasi dari UU tesebut.
DAFTAR PUSTAKA 
WEBITE 
http://hukum.kompasiana.com/2013/08/31/mk-menolak-pengujian-uu-no12-tahun-2012-tentang-pemilu- 
489895.html 
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU12-2012/Sikap7PTN.html 
KORAN 
Kompas Cetak, Selasa, 25 Juni 2013, halaman 7 
BUKU 
Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Jakarta : Alfabeta. 
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Jakarta : Kompas Gramedia 
Kusumanegara, Solahudin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. 
Yogyakarta : Gava Media

Más contenido relacionado

Destacado (20)

Email Awards 09 Juradosyspeakers
Email Awards 09 JuradosyspeakersEmail Awards 09 Juradosyspeakers
Email Awards 09 Juradosyspeakers
 
de cora
de corade cora
de cora
 
Axicon Verifier 2009
Axicon Verifier 2009Axicon Verifier 2009
Axicon Verifier 2009
 
Decreto De Cataluna
Decreto De CatalunaDecreto De Cataluna
Decreto De Cataluna
 
dia de la constitucion
dia de la constituciondia de la constitucion
dia de la constitucion
 
Ruben Capizzano - DG Mediamind - Online Marketing Day 2013
Ruben Capizzano - DG Mediamind - Online Marketing Day 2013Ruben Capizzano - DG Mediamind - Online Marketing Day 2013
Ruben Capizzano - DG Mediamind - Online Marketing Day 2013
 
Felicidad tiempo
Felicidad tiempoFelicidad tiempo
Felicidad tiempo
 
Politica publicawaner
Politica publicawanerPolitica publicawaner
Politica publicawaner
 
Final Pymes
Final PymesFinal Pymes
Final Pymes
 
The ultrastructure of the stomochord in Pterobranchia
The ultrastructure of the stomochord in PterobranchiaThe ultrastructure of the stomochord in Pterobranchia
The ultrastructure of the stomochord in Pterobranchia
 
25 Noviembre 2009
25 Noviembre 200925 Noviembre 2009
25 Noviembre 2009
 
CONFERENCIA SOBRE EOES EN LA UMA
CONFERENCIA SOBRE EOES EN LA UMACONFERENCIA SOBRE EOES EN LA UMA
CONFERENCIA SOBRE EOES EN LA UMA
 
EL PRODUCTO
EL PRODUCTOEL PRODUCTO
EL PRODUCTO
 
La Amistad y el Tiempo
La Amistad y el TiempoLa Amistad y el Tiempo
La Amistad y el Tiempo
 
Vertigo 1
Vertigo 1Vertigo 1
Vertigo 1
 
Chude01
Chude01Chude01
Chude01
 
Los vehiculos solares
Los vehiculos solaresLos vehiculos solares
Los vehiculos solares
 
Sifat Koligatif
Sifat KoligatifSifat Koligatif
Sifat Koligatif
 
Facebook apps
Facebook appsFacebook apps
Facebook apps
 
EL RETRATO PICTORICO
EL RETRATO PICTORICOEL RETRATO PICTORICO
EL RETRATO PICTORICO
 

Similar a Public policy

Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1eli priyatna laidan
 
Tata Kelola Demokrasi Pembangunan
Tata Kelola Demokrasi PembangunanTata Kelola Demokrasi Pembangunan
Tata Kelola Demokrasi Pembangunanadetriputra3
 
TEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptx
TEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptxTEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptx
TEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptxNabilaNuzulRamadhani
 
56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf
56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf
56-Article Text-85-2-10-20190418.pdfssuser5713c0
 
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdfPAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdfLiraAgustriani
 
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia EkaMaisaraAmalia
 
Tugas tik topik 6 (2) 1
Tugas tik topik 6 (2) 1Tugas tik topik 6 (2) 1
Tugas tik topik 6 (2) 1raihanacamilia
 
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...norma 28
 
Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...
Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...
Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...faridhadymusri
 
POWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN
POWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKANPOWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN
POWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKANYompa Muda
 
Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...
Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...
Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...Abdau Qur'ani
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politiknorma 28
 
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islamcaturprasetyo11tgb1
 

Similar a Public policy (20)

Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 3 pertemuan 1
 
Tata Kelola Demokrasi Pembangunan
Tata Kelola Demokrasi PembangunanTata Kelola Demokrasi Pembangunan
Tata Kelola Demokrasi Pembangunan
 
TEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptx
TEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptxTEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptx
TEMA DEMOKRASI PROJEK KUMER KELAS 11.pptx
 
56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf
56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf
56-Article Text-85-2-10-20190418.pdf
 
sosiologi.pptx
sosiologi.pptxsosiologi.pptx
sosiologi.pptx
 
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdfPAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
 
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
Makalah ppkn Hak Asasi Manusia
 
Tugas tik topik 6 (2) 1
Tugas tik topik 6 (2) 1Tugas tik topik 6 (2) 1
Tugas tik topik 6 (2) 1
 
PENDIDIKAN DI INDONESIA
PENDIDIKAN DI INDONESIAPENDIDIKAN DI INDONESIA
PENDIDIKAN DI INDONESIA
 
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
Nilai-nilai Dari Macam-macam Ideologi di Dunia Yang Menjadi Dasar Berkesinamb...
 
Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...
Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...
Manajemen konflik,m12,farid hady musri,18101155310586,marta widian sari,se,mm...
 
POWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN
POWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKANPOWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN
POWER POINT "KONFLIK SOSIAL MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN
 
Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...
Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...
Upaya mengatasi pertikaian antar etnis/ras di Indonesia dalam perspektif ilmu...
 
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika PolitikMacam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
Macam-macam Ideologi Dunia Sebagai Etika Politik
 
Masyarakat sipil
Masyarakat sipilMasyarakat sipil
Masyarakat sipil
 
Natural aceh
Natural acehNatural aceh
Natural aceh
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
 
Makalah dasar dasar politik
Makalah dasar dasar politikMakalah dasar dasar politik
Makalah dasar dasar politik
 

Public policy

  • 1. PAPER KONFLIK KEPENTINGAN MASYARAKAT DENGAN PEMERINTAH DALAM UU OTONOMI KAMPUS LATAR BELAKANG MASALAH Pada tanggal 13 Juli 2012, pemerintah mengesahkan sebuah UU yang mengatur pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia: UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (selanjutnya disebut UU Dikti). UU yang telah dibahas sejak 2010 (setelah UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum, selanjutnya disebut UU BHP Pendidikan dibatalkan) ini akhirnya disahkan, walau menghadapi berbagai penolakan publik, terutama dari civitas perguruan tinggi. Pemerintah mengklaim bahwa UU Pendidikan Tinggi dibuat untuk memulihkan kondisi perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang telah memiliki otonomi. Dalam naskah akademik Rancangan UU tersebut, pemerintah menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing dalam interaksi global, perlu adanya perguruan tinggi yang sehat, bermutu, otonom, dan maju. Untuk itulah, UU Pendidikan Tinggi diperlukan agar pendidikan tinggi dapat memenuhi keinginan pemerintah sebagai ‘sumber inovasi dan solusi bagi pertumbuhan dan pengembangan bangsa. Namun banyak yang menilai bahwa isi dari UU tersebut lebih kepada sebuah tindakan komersialisasi kampus serta pendiskriminasian terhadap mahasiswa miskin Hal ini terkait isi dari pasal 65 dan 74. Dimana dalam pasal 65 secara garis besar menjabarkan bahwa Perguruan Tinggi boleh mendirikan sebuah badan hukum dengan pemberian kewenangan pengelolaan dana secara mandiri hal ini menimbulkan prespektif bahwa perguruan tinggi sudah sebanding dengan perusahaan niralaba yang semata-mata hanya mencari keuntungan. Selain itu dalam pasal 74 ayat (1) yang berbunyi : PTN wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon Mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada semua Program Studi. Ada sebuah kejanggalan dari Kata-kata “memiliki potensi akademik tinggi” dimana hal tersebut tidak mudah untuk ditafsirkan indikatornya dan bagaimana pula akses untuk mahasiswa yang kemampuan akademiknya “biasa saja” namun tidak mampu secara ekonomi? Apakah pemerintah sedang menerapkan asas yang miskin biarkan tetap
  • 2. miskin, kecuali yang pintar baru bisa kuliah? Jelas ini bertentangan dengan mengenai Hak Ekonomi Sosial Budaya yang telah diratifikasi pemerintah dengan UU No 11 tahun 2005, menyebutkan bahwa Pemerintah harus mengupayakan akses pendidikan tinggi secara gratis bagi setiap warganya. Hal inilah yang kemudian menjadi pemicu aksi dari sejumlah mahasiswa di berbagai daerah. Permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang disahkan Juli lalu sudah mulai diajukan masyarakat. Menghadapi ancaman uji materi ke MK ini, pemerintah dan DPR meyakini nasib UU PT tidak akan seperti UU Badan Hukum Badan Pendidikan yang dibatalkan MK1. Tujuh pimpinan perguruan tinggi negeri menyampaikan pernyataan sikapnya terkait uji materi Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang diajukan Mahkamah Konstitusi RI. Pernyataan sikap itu disampaikan terkait penilaian adanya kekeliruan pemahaman konsep sebagian kalangan masyarakat mengenai substansi undang-undang pendidikan tinggi tersebut. Pernyataan bersama tujuh pimpinan perguruan tinggi negeri menyebutkan2 bahwa mereka mencermati perkembangan proses uji materi ("judicial review") UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi RI. Disebutkan bahwa unsur pimpinan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga, menyatakan keprihatinannya. Mereka menyatakan keprihatinan atas adanya kekeliruan pemahaman sebagian kalangan masyarakat mengenai substansi UU Nomor 12 Tahun 2012 khususnya konsep otonomi perguruan tinggi yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan tinggi. Dikatakan bahwa otonomi perguruan tinggi yang meliputi otonomi akademik dan otonomi nonakademik bersifat kodrati bagi perguruan tinggi. Otonomi akademik merupakan prasyarat untuk melaksanakan tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang unggul, bermutu dan mampu berkontribusi bagi kesejahteraan umat manusia dan peradaban dunia. Selain itu, 1 http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/25/19393329/Gugatan.UU.PT.Diajukan.ke.MK 2 http://antarabogor.com/index.php/detail/4571/pernyataan-sikap-7-ptn-terkait-otonomi -pt#.UVjhNZEaySM
  • 3. otonomi nonakademik merupakan prasyarat untuk mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi yang baik (good university governance). Ketiadaan otonomi non akademik akan meniadakan otonomi akademik. Direktur Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, M.Sc, menyatakan bahwa3 “Pemberian otonomi kepada kampus akan meningkatkan mutu pendidikan perguruan tinggi semakin baik, kita ambil contoh dari negara tetangga bagaimana keberhasilan singapura terkait penerapan sistem otonomi kampus menempatkan 2 perguruan tingginya berada posisi 5 besar sebagai perguruan tinggi terbaik se-Asia. RUMUSAN MASALAH Berangkat dari latar belakang masalah diatas setidaknya ada dua kubu yang memiliki pandangan yang berbeda dimana pemerintah tetap pada pendirian untuk mempertahankan UU tersebut mengingat konsep yang ditawarkan mendapatkan banyak persetujuan dari kalangan akedemisi. Namun disisi lain para mahasiswa beserta masyarakat menilai UU tersebut adalah sebuah kebijakan yang semata-mata untuk menjatuhkan mahasiswa miskin. Hal ini yang kemudian menjadi sebuah pertanyaan besar sebenarnya  Kepentingan siapa yang diutama kan dalam UU tersebut ?  Bentuk Konflik apa yang terjadi dalam kasus tersebut ? TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah. Selian itu paper ini memberikan kontribusi terhadap penulis dalam menganalisis permasalahan konflik didalam UU nomor 12 tahun 2012. KAJIAN TEORI 3 Kompas Cetak, Selasa, 25 Juni 2013, halaman 7
  • 4. TEORI KONFLIK Konflik merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Istilah konflik sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti bersama dan figure yang berarti benturan atau tabrakan. Adanya benturan atau tabrakan dari setiap keinginan atau kebutuhan, pendapat, dan keinginan yang melibatkan dua pihak bahkan lebih. Menurut Degenova (2008) konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan, dimana dua orang tidak pernah selalu setuju pada suatu keputusan yang dibuat. Lewin (dalam Lindzey & Hall, 1985) menjelaskan bahwa konflik adalah keadaan dimana dorongan-dorongan di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya. Menurut Richard E. Crable (1981) “conflict is a disagreement or a lack of harmony ”. Kalimat tersebut dapat diartikan dengan konflik merupakan ketidaksepahaman atau ketidakcocokan. Weiten (2004) mendefenisikan konflik sebagai keadaan ketika dua atau lebih mot ivasi atau dorongan berperilaku yang tidak sejalan harus diekspresikan secara bersamaan. Hal ini sejalan dengan defenisi yang diuraikan oleh Plotnik (2005) bahwa konflik sebagai perasaan yang dialami ketika individu harus memilih antara dua atau lebih pilihan yang tidak sejalan. Lewis A. Coser ingin membangun suatu teori yang didasarkan pada pemikiranGeorge Simmel. Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber -sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antarindividu, antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok. Berdasarkan beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan yang terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon stimulus-stimulus yang muncul akibat adanya dua motif yang saling bertentangan dimana antara motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain. Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stonerdan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi 6 (enam) macam, yaitu: 1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), 2) Konflik antar-individu (conflict among individuals) 3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups) 4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organiz ation) 5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations)
  • 5. 6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadihanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif(Robbins, 1993). Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249). TEORI AKTOR DALAM KEBIJAKAN PUBLIK Menurut Howlet dan Ramesh, aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori, yaitu sebagai berikut: 1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative; 2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai asisten birokrat,biasanya menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses kebijakan atau subsistem kebijakan; 3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), Pemerintah dan politikus seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-kelompok kepentingan guna efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk menyerang oposisi mereka; 4) Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok ahli atau konsultan kebijakan; 5) Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktiv sebagai advokasi solusi. Long & Long (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perumusan kebijakan publik yang partisipatif, interaksi aktor harus berlangsung secara setara, intersif dan interface. Model inilah yang oleh kedua penulis disebut sebagai model orientasi aktor. Sementara de Zeeuw (2001), seorang psikolog menyimpulkan bahwa perumus kebijakan publik seharusnya memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat anggota kolektivitas secara keseluruhan
  • 6. sehingga kebijakan yang ditentukan tidak memihak dan dapat diakses oleh seluruh aktor yang terlibat dalam kolektivitas tersebut. Harmon (1969) meneliti tentang kepentingan publik yang merupakan konsekuensi yang muncul dalam proses formulasi kebijakan publik yang ditentukan oleh orientasi dan kepentingan aktor yang terlibat di dalamnya, baik aktor pemerintah (administrator) maupun aktor masyarakat yang terdiferensiasi berdasar kelompok-kelompok kepentingan yang ada di dalam komunitas masyarakat. Dari berbagai sifat kepentingan publik yang diuraikan tersebut, Harmon membuat model gaya atau karakter kebijakan publik yang mempertemukan antara tingkat responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) dengan tingkatdukungan kebijakan (policy advocacy) dalam proses formulasi kebijakannya. Almond & Verba (1985) meneliti perbandingan orientasi aktor yang disebut sebagai budaya politik di berbagai negara menyimpulkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara penampilan rezim politik yang tergambar dalam model-model dan sifat kebijakan yang dibuatnya dengan tipologi budaya politik masyarakatnya. Sinclair (2002) dalam penelitiannya di Brazilia menekankan pentingnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam segala proses pembangunan. Dalam model yang disebut “Manitoba Approach”ini disimpulkan bahwa, konsultasi masyarakat merupakan bagian integral yang harus dilakukan dalam setiap tahapan pembangunan, baik proses perencanaan, pelaksanaan maupun pelestarian keberlangsungan hasil pembangunan (Sustainable development). Analisis kebijakan publik dengan menggunakan pendekatan orientasi aktor ini memiliki asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: (1) logika yang mendasarinya adalah setiap individu memperoleh kemampuan dan kesempatan berperan dalam proses kemasyarakatan dan kehidupan. Dalam konteks pembangunan ini bermakna sebagai pembangunan yang partisipatif (2) dalam model ini, pembangunan berarti untuk semua (semua kelompok sasaran seperti wanita, anak-anak, penduduk miskin dan lainnya) dan pembangunan bermakna pemerataan (3) pembangunan didasarkan pada logika keseimbangan ekologi lingkungan,yang berarti tidak hanya mementingkan generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang; dalam konteks ini berarti bermakna pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
  • 7. Pendekatan ini memberikan makna bahwa persoalan bersama termasuk di dalamnya adalah persoalan perencanaan, pelaksanaan dan pelestarianpembangunan harus merupakan hasil orientasi masing-masing aktor, karena tidak bisa aktortertentu seperti negara sebagai misalnya dengan begitu saja mengatas namakan masyarakat sebagai pihak yang pasti memahami dan menerima perencanaan pembangunan yang dilaksanakan. MODEL-MODEL PERUMUSAN PUBLIK MODEL INSTITUSIONAL (kebijakan adalah hasil dari lembaga) Yaitu hubungan antara kebijakan (policy) dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik kecuali jika diformulasikan, serta diimplementasi oleh lembaga pemerintah. Menurut Thomas dye: dalam kebijakan publik lembaga pemerintahan memiliki tiga hal, yaitu : a) Legitimasi b) Universalitas c) Paksaan. Lembaga pemerintah yang melakukan tugas kebijakan-kebijakan adalah: lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Termasuk juga didalamnya adalah lembaga pemerintah daerah dan yang ada dibawahnya. Masyarakat harus patuh karena adanya legitimasi politik yang berhak untuk memaksakan kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut kemudian diputuskan dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah. Undang-undanglah yang menetapkan kelembagaan negara dalam pembuatan kebijkaan. Oleh karenanya pembagaian kekuasanaan melakukan checks dan balances. Otonomi daerah juga memberikan nuansa kepada kebijakan publik. KERANGKA BERFIKIR PEMERINTAH INGIN MEMBUAT SEBUAH UU PENINGKATAN KUALITAS PERGURUAN TINGGI
  • 8. MELIBAT SEBAGIAN AKTOR ANTARA LAIN REKTOR 4 APRIL 2012 DRAFT UU SUDAH TERSEBAR DI MASYARAKAT SUDAH ADA PENOLAKAN DARI SEBAGIAN KALANGAN TERUTAMA MAHASISWA FINAL, 12 JULI PRESIDEN MENGESAHKAN UU NOMOR 12 TAHUN 2012 (UU DIKTI) SEBELUMNYA DIBUAT UU BHP NAMUN DI TOLAK MK KEINGINAN PARA REKTOR TENTANG OTONOMI KAMPUS ADANYA PERTENTANGAN PENDAPAT KELOMPOK PRO DAN KONTRA ANALISIS SESUAI KAJIAN TEORI MAHASISWA, LSM, SERTA AKTIVIS LAINNYA MENUNTUT PENCABUTAN UU TERSEBUT
  • 9. ANALISIS AKTOR-AKTOR YANG TERLIBAT DI DALAM UU NOMOR 12 TAHUN 2012 Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas dari kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada setiap kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan akan menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin dijalankan. Hal ini berlaku sama terhadap setiap kebijakan, jugakepada kebijakan Rancangan Undang Undang Pertembakauan. Kebijakan ini sudah menuai pro dan kontra bahkan sebelum dia ada. Ketika Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi (UU PT) disahkan oleh Presiden 12 Agustus 2012 muncul penolakan dari berbagai pihak, mulai dari kalangan pengamat pendidikan, mahasiswa, Perguruan Tinggi Swasta, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penolakan itu merupakan rentetan keberatan sejak UU PT itu masih dalam bentuk Draft, 4 April 2012. Beberapa keberatan itu antara lain indikasi bahwa UU PT merupakan hasil “kloning” dari Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), indikasi Liberalisasi Pendidikan Tinggi dan “sengketa” kewenangan dalam otonomi pendidikan tinggi. Dengan ini, dapat dilihat bahwa hampir seluruh elemen masyarakat memiliki perhatian yang besar terhadap proses pembuatan kebijakan ini. Merunut kepada teori Howlet dan Ramesh mengenai aktor-aktor dalam kebijakan, maka dalam perumusan kebijakan UU nomor 12 tahun 2012 terdiri lima kategori aktor, yaitu sebagai berikut: 1. Aparatur yang dipilih (elected official). Aparatur terpilih dalam kasus ini adalah DPR RI dengan perwakilan Badan Legislasi DPR RI. Selain itu adanya masukan dari kalangan akademisi terhadap penetapan UU tersebut. 2. Aparatur yang ditunjuk (appointed official), dalam hal ini UU nomor 12 tahun 2012 dirumuskan bersama dengan Kementeria Pendidikan dan kebudayaan (KEMENDIKBUD). 3. Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), Mahasiswa menginginkan peratuaran tersebut diganti. Mereka berharap agar tidak ada pendiskriminasian terhadap suatu golongan. Sementara banyak kalangan akademisi universitas menganggap kebijakan tersebut adalah tetap. Oleh karena itu ada 2 kepentingan didalam formulasi kebijakan publik.
  • 10. 4. Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok ahli atau konsultan kebijakan. Dalam kasus ini, terdapat berbagai Badan Eksekutif Mahasiswa yang juga memberikan masukan dan pandangan terhadap kasus ini. 5. Media massa (mass media), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktif sebagai advokasi solusi. Terdapat berbagai media yang memberitakan mengenai kasus ini, mulai dari berita di televisi nasional hingga di mediaonline. KONFLIK KEPENTINGAN Berdasarkan kepada pendapat Stoner dan Freeman (1989:393), pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik terbagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu: Konflik dalam diri individu (conflict within the individual), Konflik antar-individu (conflict among individuals), Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups), Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization), Konflik antar organisasi (conflict among organizations), Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict amongindividuals in different organizations). Berdasarkan hasil temuan dari Badan Legislasi, muncul beberapa bentuk permasalahan atau konflik yang harus dikaji kembali demi tercapainya UU nomor 12 tahun 2012, yaitu:  Konflik antar organisasi (conflict among organizations), Jika ditinjau dari permasalahan maka saya menggolongkan konflik tersebut terbagi atas dua kubu yang berlawanan. Dimana Pemerintah serta para Akademisi Universitas menyambut baik adanya UU tersebut. Sementara kubu lain yaitu Mahasiswa serta Sebagian Masyarakat menunjukan sikap penolakan terhadap permasalahan tersebut.
  • 11. KESIMPULAN Pemerintah berniat untuk meningkatkan kualitas pendidikan oleh karena itu Pemerintah membuat sebuah UU tentang pemberian otonomi kepada kampus, otonomi tersebut diyakini akan membuat keluluasaan terhadap kampus dalam mengatur tentang hak serta kewajiban universita yang nantinya akan mencapai tujuan dari pemerintah. Namun disisi lain banyak sebagian kalangan terutama mahasiswa menilai UU tersebut hanyalah sebuah kedok terhadap sebuah pencarian profit semata didalam kampus. Selain itu mereka menilai UU tersebut membuat adanya pendiskriminasian terhadap calon mahasiswa. Oleh karena itu kebijakan tersebut semula memihak pada kepentingan pihak Universitas. SARAN Untuk kemudian hari tidak terjadi konflik yang berkepanjangan maka ada sebaiknya pemerintah melakukan sebuah penyelesaian dengan menggunakan metode penyelesaian Stoner dan Freeman (1989) dimana pemirintah melakukan sebuah diplomasi kepada pihak yang tidak sependapat lalu membujuk agar meminimalisir ketidaksesuaian pemahaman. Lalu pemerintah harus membuktikan bahwa keputusan tersebut tepat dengan peningkatan mutu pendidikan. Selain itu untuk menjawab segala tuduhan dari pihak kontra maka pemerintah kedepannya perlu melakukan sebuah pengawasan di beberapa kampus. Pengawasan tersebut melibatkan seluruh elemen masyarakat terutama mahasiswa terkait implementasi dari UU tesebut.
  • 12. DAFTAR PUSTAKA WEBITE http://hukum.kompasiana.com/2013/08/31/mk-menolak-pengujian-uu-no12-tahun-2012-tentang-pemilu- 489895.html http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU12-2012/Sikap7PTN.html KORAN Kompas Cetak, Selasa, 25 Juni 2013, halaman 7 BUKU Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Jakarta : Alfabeta. Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Jakarta : Kompas Gramedia Kusumanegara, Solahudin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gava Media