SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 72
Asuhan Keperawatan Lansia dengan Reumatoid Artritis

         DAFTAR ISI


        KATA PENGANTAR
        DAFTAR ISI


        BAB I IPENDAHULUAN.........................................................................                        1
        BAB 2 TINJAUAN TEORI.......................................................................                        2
2.1      TINJAUAN TEORITIS MEDIS.......................................                                   2
2.1.1 Definisi...................................................................................          2
2.1.2 Etiologi...................................................................................          2
2.1.3 Patofisiologi............................................................................            3
2.1.4 Manifestasi Klinis...................................................................                5
2.1.5 Komplikasi..............................................................................             6
2.1.6 Kriteria Diagnostik.................................................................                 6
2.1.7 Penatalaksanaan......................................................................                7
2.2.... TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN....................                                                 8
2.2.1 Pengkajian..............................................................................             8
2.2.2 Diagnosa/Intervensi................................................................                  10
        BAB 3 Kesimpulan dan Saran....................................................................                         19
                      3.1 Kesimpulan...............................................................................        19
                      3.2 Saran.........................................................................................   19
        DAFTAR PUSTAKA
BAB I
      PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang
           Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
      meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua
      organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua system
      musculoskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa
      golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut
      yang menimbulkan gangguan musculoskeletal terutama adalah atritis rheumatoid. Kejadian
      penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
           Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot
      pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Arthritis rheumatoid
      memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi
      lansia dengan arthritis rheumatoid terutama dalam keluarga.
           Asuhan keperawatan harus didasarkan pada kepercayaan bahwa pemeliharaan mobilitas
      merupakan hal yang kritis untuk kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup. Perawat juga
      memainkan suatu peran penting dalam mengenali dan mengajarkan kepada orang lain tentang
      kerentanan lansia karena perpaduan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan
      usia dan kemungkinan adanya faktor iatrogenic yang terjadi pada lansia yang dirawat di rumah
      sakit kerena gangguan mobilitas mereka.




      BAB II
      TINJAUAN TEORITIS


2.1     TINJAUAN TEORITIS MEDIS
2.1.1 Definisi
                  Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua,
         itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid
         arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki)
         mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
         menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
                  Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui
         penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membrane synovial yang
         menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.
                  AR adalah suatu penyakit kronis, seistemik, yang secara khas berkembang perlahan-lahan
         dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial dan struktur
         yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis, neuropati,
         skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periode-periode remisi
         dan bertambah parahnya penyakit.


2.1.2 Etiologi
                  Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
         predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi
         virus.
                  Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan
         mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
    1.    Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
    2.    Endokrin
    3.    Autoimun
    4.    Metabolik
    5.    Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
                  Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
         Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena
         virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen
         dari tulang rawan sendi penderita.
2.1.3 Patofisiologi
            Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi
       dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
       enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan
       akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan
       erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
       sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
       dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
            Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa
       serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama
       dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang
       cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus
       (Long, 1996).
2.1.4 Manifestasi Klinis
         Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok.
    ü Kelompok 1 adalah RA klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat.
         Terdapat faktor rheumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid sering terjadi. Penyakit dalam
         kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
    ü Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari American Rheumatologic Association
         untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
         melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
    ü Kelompok 3, sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan penggul.
         Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan
         pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan
         genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat
         sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis
         rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.
         Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap.
    1.    Terapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan kelebihan produksi cairan
         synovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis
         mungkin ada.
    2.    Secara radiologis, keruakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin
         mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.
    3.    Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi.
         Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan
         deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
    4.    Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat mengakibatkan terjadinya
         imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak sepewrti
         nodula-nodula mungkin terjadi.
2.1.5 Komplikasi
             Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
        merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat
        pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi
        faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
             Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan
        antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
        ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.


2.1.6 Kriteria Diagnostik
             Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar
        pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
        Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
   1.    Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
   2.    Arthritis pada tiga atau lebih sendi
   3.    Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
   4.    Arthritis yang simetris
   5.    Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
   6.    Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh
       kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung
       sekurang-kurangnya 6 minggu.


2.1.7 Penatalaksanaan
             Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk
       dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan
       menggunakan agens antiinflamasi, obat yang dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek
       antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per hari, yang dapat
       menyebabkan gejala system gastrointestinal dan system saraf pusat. Obat anti-inflamasi non
       steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan
       oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati perlu dilakukan.
             Terapi kortikosteroid yang di injeksikan melalui sendi mungkin di gunakan untuk infeksi
       di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan
       kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diulangi
       lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6
       minggu.
             Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis
       dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien
       harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,mereka
       harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu
       program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan
       tekanan pada sendi.




 2.2     TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
             Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ
       lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
       remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
 1.        Aktivitas/ istirahat
Gejala
                Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan
       pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
       Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
       Tanda
     § Malaise
                Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2.          Kardiovaskuler
       Gejala
                Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian
       kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3.          Integritas ego
       Gejala
     § Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
     § Faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
     § Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang
       lain).




4.          Makanan/ cairan
       Gejala
     § Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
     § Kesulitan untuk mengunyah
       Tanda
                Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.
5.          Hygiene
       Gejala
                Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
6.          Neurosensori
       Gejala
                Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
7.           Nyeri/ kenyamanan
         Gejala
                  Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi
         ).
 8.           Keamanan
         Gejala
                  Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan
         dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada
         mata dan membran mukosa.
 9.           Interaksi sosial
         Gejala
                  Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.




2.2.2 Diagnosa
 1.           Nyeri (akut )
         Berhubungan dengan
                  Agen pencedera : distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau proses inflamasi destruksi
         sendi.
         Ditandai dengan
      § Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, kelelahan
      § Berfokus pada diri/penyempitan focus
      § Perilaku distraksi/respon autonomic
      § Perilaku berhati-hati atau melindungi
         Kriteria hasil/ kriteria evaluasi
      § Menunjukkan nyeri hilang/terkontrol
      § Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan
      § Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
      § Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program control/nyeri
         Tindakan Keperawatan
          Tindakan/intervensi                            Rasional
Mandiri
1.    Kaji keluhan nyeri, kukalitas, lokasi,      Membantu menentukan kebutuhan
     intensitas (skala 0-10), dan waktu. Catat    manajemen nyeri dan keefektifan
     faktor yang mempercepat dan tanda rasa       program
     sakit nonverbal
2.    Berikan matras/kasur lembut dan bantal      Matras lembut dan bantal kecil
     kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai   mencegah pemeliharaan kesejajaran
     kebutuhan                                    tubuh yang tepat, mengistirahatkan
                                                  sendi yang sakit. Peninggian linen
                                                  tempat tidur menurunkan tekanan
                                                  sendi yang terinflamasi/nyeri
3.    Berikan posisi nyaman waktu                 Penyakit berat/eksaserbasi, tirah
     tidur/duduk di kursi. Tingkatkan istirahat   baring diperlukan untuk membatasi
     di tempat tidur sesuai indikasi              nyeri atau cedera sendi
4.    Pantau penggunaan bantal, karung            Mengistirahatkan sendi yang sakit dan
     pasir, bebat, dan brace                      mempertahankan posisi netral. Catatan
                                                  : penggunaan brace menurunkan
                                                  nyeri, dan mengurangi kerusakan
                                                  sendi.
5.    Anjurkan mandi air hangat/pancuran          Panas meningkatkan relaksasi otot dan
     pada waktu bangun. Sediakan waslap           mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
     hangat untuk mengompres sendi yang           kekakuan di pagi hari. Sensitivitas
     sakit beberapa kali.                         pada panas dapat hilang dan luka
                                                  dermal. Dapat sembuh
6.    Berikan massase yang lembut                 Meningkatkan relaksasi atau
                                                  mengurangi ketegangan otot.
7.    Gunakan teknik manajemen stress,            Meningkatkan relaksasi, memberikan
     missal, relaksasi progresif dan distraksi,   rasa control, dan meningkatkan
     sentuhan terapeutik, biofeedback,            kemampuan koping.
     visualisasi, pedoman imajinasi, hipnotis
     diri dan pengendalian napas.
8.     Libatkan dalam aktivitas hiburan yang    Memfokuskan kembali
          sesuai situasi individu                    perhatian,memberikan stimulasi,
                                                     meningkatkan rasa percaya diri dan
                                                     perasaan sehat.
          Kolaborasi
     9.     Berikan obat sesuai petunjuk
     -       Asetilsalisilat (Aspirin)               ASA bekerja antiinflamasi dan efek
                                                     analgesic ringan mengurangi kekakuan
                                                     dan meningkatkan mobilitas.
     -       NSAID lainnya ; ibuprofen,              Digunakan bila tidak ada efek
          naproksen, piroksikam, fenoprefen          terhadap aspirin
     -       D-penisilamin ( cuprimine )
                                                     Mengontrol efek sistemik rematoid
                                                     arthritis jika terapi lainnya tidak
     -       Antasida                                berhasil
                                                     Diberikan dengan agen NSAID untuk
                                                     meminimalkan iritasi atau
     -       Produk kodein                           ketidaknyaman lambung.
                                                     Narkotik umumnya kontraindikasi
                                                     karena sifat kronis dari kondisi.
     10. Bantu dengan terapi fisik, missal sarung    Member dukungan panas untuk sendi
          tangan parafin                             yang sakit
     11. Siapkan intervensi operasi                  Penangkatan sinovium yang meradang
          ( sinovektomi )                            mengurangi nyeri dan membatasi
                                                     progresif perubahan degenerative.


2.           Kerusakan mobilitas fisik
          Berhubungan dengan
     § Deformitas skeletal
     § Nyeri, ketidaknyamanan
     § Intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Ditandai dengan
§ Keengganan untuk mencoba bergerak atau ketidakmampuan untuk bergerak dalam lingkungan
     fisik
§ Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/kontroldan
     massa (tahap lanjut).
     Kriteria hasil/kriteria evaluasi
§ Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
§ Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/atau kompensasi bagian tubuh
§ Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.




     Tindakan Keperawatan
      Tindakan/intervensi                          Rasional
      Mandiri
 1.    Evaluasi pemantauan tingkat                 Tingkat aktivitas atau latihan
      inflamasi/rasa sakit pada sendi              tergantung dari perkembangan proses
                                                   inflamasi
2.      Pertahankan tirah baring.duduk. jadwal     Istirahat sistemik dianjurkan selama
      aktivitas untuk memberikan periode           eksaserbasi akut dan seluruh fase
      istirahat terus-menerus dan tidur malam      penyakit untuk mencegah kelelahan,
      hari                                         mempertahankan kekuatan.
3.      Bantu rentang gerak aktif/pasif, latihan   Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan
      resistif dan isometrik                       otot dan stamina
4.      Ubah posisi dengan sering                  Menghilangkan tekanan jaringan dan
                                                   meningkatkan sirkulasi
5.      Posisikan dengan bantal, kantung pasir,    Meningkatkan stabilitas jaringan
      bebat, dan brace                             (mengurangi risiko cedera),
                                                   mempertahankan posisi sendi yang
                                                   diperlukan dan kesejajaran tubuh,
                                                   mengurangi kontraktur.
6.      Gunakan bantal kecil/tipis di bawah        Mencegah fleksi leher
leher
     7.      Dorong klien memeprtahankan postur      Memaksimalkan fungsi sendi,
           tegak dan duduk tinggi, berdiri, serta    mempertahankan mobilitas
           berjalan
     8.      Berikan lingkungan aman, misal          Menghindari cedera akibat
           menaikkan kursi, menggunakan              kecelakaan/jatuh
           pegangan tangga pada bak/pancuran dan
           toilet, penggunaan alat bantu mobilitas
           atau kursi roda
           Kolaborasi
      9.     Konsul dengan ahli terapi fisik atau    Memformulasikan program latihan
           okupasi dan spesialis vokasional          berdasarkan kebutuhan individual
                                                     dang mengindentifikasi bantuan
                                                     mobilitas.
     10.     Berikan matras busa atau pengubah       Menurunkan tekanan pada jaringan
           tekanan                                   yang mudah pecah dan mengurangi
                                                     risko imobilitas dan dekubitus.
     11.     Berikan obat sesuai indikasi :
          - Agen antireumatik, misal emas, natrium   Krisoterapi (garam emas)
           tiomelat (myochrysin) atau auranofin      menghasilkan remisi terus-menerus,
           (ridaura)                                 tetapi mengakibatkan inflamasi
                                                     rebound bila terjadi penghentian/efek
                                                     samping, mis pusing, penglihatan
                                                     kabur, syok anafilaksis.
          - Steroid                                  Menekan inflamasi sistemik.


3.            Gangguan Gambaran Diri
           Berhubungan dengan
     § Perceptual kognitif
     § Psikososial
     § Perubahan kemampuan untuk melakukan tugas umum
§ Peningkatan penggunaan energy, ketidakseimbangan mobilitas
  Ditandai dengan
§ Respon verbal terhadap perubahan struktur atau fungsi dari bagian tubuh yang sakit
§ Bicara negative tentang diri sendiri, focus pada kekuatan/fungsi masa lalu, dan penampilan
§ Perubahan gaya hidup/kemampuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, dan
  ketergantungan pada orang terdekat
§ Perubahan padea keterlibatan social, rasa terisolasi
§ Perasaan tidak brdaya, putus asa
  Kriteria hasil/kriteria evaluasi
§ Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit,
  perubahan gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan
§ Menerima perubahan gaya tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep diri
§ Menyusun tujuan/rencana realitas untuk masa depan
§ Mengembangkan keterampilan perawatan diri agar dapat berfungsi dalam masyarakat.
  Tindakan Keperawatan
      Tindakan/intervensi                       Rasional
      Mandiri
 1.    Dorong pengungkapan mengenai proses      Berikan kesempatan mengidentifikasi
      penyakit dan harapan masa depan           rasa takut/kesalahan konsep dan
                                                menghadapi secara langsung
 2.    Diskusikan persepsi klien mengenai       Isyarat verbal atau nonverbal keluarga
      bagaimana keluarga menerima               berpengaruh pada bagaimana klien
      keterbatasan                              memandang dirinya
 3.    Bantu klien mengekspresikan perasaan     Untuk mendapatkan dukungan proses
      kehilangan                                berkabung yang adaptif
 4.    Perhatikan perilaku menarik diri,        Menunjukkan emosional/metode
      penggunaan menyangkal/terlalu             koping maladaptive sehingga
      memperhatikan tubuh                       membutuhkan intervensi lebih
                                                lanjut/dukungan psikologis.
 5.    Bantu klien mengidentifikasi perilaku    Membantu mempertahankan control
      positif yang membantu koping              diri dan meningkatkan harga diri.
6.    Ikutkan klien dalam merencanakan        Meningkatkan perasaan kompetisi atau
           perawatan dan membuat jadwal aktivitas   harga diri, mendorong kemandirian,
                                                    dan partisipasi terapi.
      7.    Berikan bantuan positif                 Memungkinkan klien merasa senang
                                                    terhadap dirinya; menguatkan perilaku
                                                    positif;serta meningkatkan percaya diri
           Kolaborasi
      8.    Rujuk pada konselling psikiatri         Klien/keluarga membutuhkan
                                                    dukungan selama berhadapan dengan
                                                    proses jangka panjang
      9.    Berikan obat sesuai indikasi (missal    Dibutuhkan saat munculnya depresi
           antiansietas)                            hebat sampai klien dapat
                                                    menggunakan kemampuan koping
                                                    efektif.


4.             Kurang Perawatan Diri
       Berhubungan dengan
     § Kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, dan nyeri pada waktu bergerak
     § Depresi
     § Pembatasan aktivitas
       Ditandai dengan
     § Ketidakmampuan mengatur aktivitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi, berpakaian, dan
       eliminasi).
       Kriteria hasil/kriteria evaluasi
     § Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
       individual
     § Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan
       diri
     § Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan
       diri.
       Tindakan Keperawatan
Tindakan/intervensi                        Rasional
           Mandiri
     1.     Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4)      Melanjutkan aktivitas dengan
           sebelum timbul penyakit                    beradaptasi pada keterbatasan saat ini
     2.     Kaji respons emosional klien terhadap     Perubahan kemampuan merawat diri
           merawat kemampuan merawat diri yang        dapat membangkitkan perasaan cemas
           menurun dan beri dukungan emosional.       dan frustasi, dimana dapat
                                                      mengganggu kemampuan lebih lanjut
     3.     Pertahankan mobilitas, control terhadap   Mendukung kemandirian fisik atau
           nyeri dan program latihan                  emosional
     4.     Kaji hambatan terhadap partisipasi        Meningkatkan kemandirian yang akan
           dalam perawatan diri. Identifikasi         meningkatkan harga diri
           modifikasi lingkungan.
     5.     Beri dorongan agar berpartisipasi         Partisipasi klien dalam merawat diri
           dalam merawat diri. Aktivitas yang         meningkatkan harga diri dan
           terjadwal memungkinkan waktu untuk         menurunkan perasaan ketergantungan.
           merawat diri.
     6.     Biarkan klien mengontrol lingkungan       Memberi kesempatan mengontrol
           sebanyak mungkin, bantu klien hanya        dapat meningkatkan harga diri dan
           jika diminta.                              menurunkan perasaan ketergantungan.
     7.     Jelaskan berapa lama kemampuan            Dapat mengurangi ketakutan akan
           merawat diri yang menurun diharapkan       ketergantungan jangka panjang atau
           untuk bertahan, jika diketahui.            permanen.
           Kolaborasi
      8.    Konsultasi dengan ahli terapi okupasi     Menentukan alat bantu memenuhi
                                                      kebutuhan individu.


5.            Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), mengenai Kondisi, Prognosis, dan Pengobatan
          Berhubungan dengan
     § Kurangnya pemajanan/mengingat
     § Kesalahan interpretasi informasi
Ditandai dengan
§ Pertanyaan atau permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep
§ Tidak dapat mengikuti instruksi atau terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
      Kriteria hasil/kriteria evaluasi
§ Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan perawatan
§ Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten
      dengan mobilitas atau pembatasan aktivitas.
      Tindakan Keperawatan
       Tindakan/intervensi                          Rasional
       Mandiri
 1.      Tinjau proses penyakit, prognosis, dan     Memberikan pengetahuan dimana
       harapan masa depan                           klien dapat membuat pilihan
                                                    berdasarkan informasi.
 2.      Diskusikan kebiasaan klien dalam           Tujuan control penyakit adalah untuk
       penatalaksanaan proses sakit melalui diet, menekan inflamasi atau jaringan lain
       obat, latihan dan istirahat.                 untuk mempertahankan fungsi sendi
                                                    dan mencegah deformitas
 3.      Bantu dalam merencanakan jadwal            Memberikan struktur dan mengurangi
       aktivitas terintegrasi yang realitas,        ansietas pada waktu menangani proses
       istirahat, perawatan pribadi, pemberian      penyakit kronis kompleks.
       obat, terapi fisik dan manajemen stress.
 4.      Tekankan pentingnya melanjutkan            Keuntungan dari terapi obat
       manajemen farmakoterapeutik                  tergantung pada ketepatan dosis,
                                                    missal aspirin diberikan secara regular
                                                    untuk mendukung kadar terapeutik
                                                    darah 18-25 mg.
 5.      Rekomendasikan penggunaan aspirin          Preparat bersalut dicerna dengan
       bersalut atau salisilat nonasetil            makanan, meminimalkan iritasi gaster,
                                                    mengurangi risiko perdarahan.
 6.      Anjurkan mencerna obat dengan              Membatasi iritasi gaster. Pengurangan
       makanan, susu, atau antasida pada            nyeri dapat meningkatkan tidur dan
sebelum tidur                              kadar darah serta mengurangi
                                                 kekakuan pada pagi hari.
7.      Tinjau pentingnya diet yang seimbang     Meningkatkan perasaan sehat dan
      dengan makanan yang banyak                 perbaikan atau regenerasi jaringan.
      mengandung vitamin, protein, dan zat
      besi.
8.      Dorong klien obesitas untuk              Penurunan berat badan mengurangi
      menurunkan berat badan dan berikan         tekanan pada sendi, terutama pinggul,
      informasi penurunan berat badan sesuai     lutut, pergelangan kaki, dan telapak
      kebutuhan                                  kaki.
9.      Berikan informasi mengenai alat bantu,   Mengurangi paksaan untuk
      missal tongkat atau palang keamanan.       menggunakan sendi dan
                                                 memungkinkan klien ikut serta seecara
                                                 lebih nyaman dalam aktivitas yang
                                                 dibutuhkan.
10. Diskusikan teknik menghemat energy,          Mencegah kepenatan, memberikan
      misal, duduk daripada berdiri untuk        kemudahan perawatan diri, dan
      mempersiapkan makanan dan mandi            kemandirian.
11. Dorong mempertahankan posisi tubuh           Mekanika tubuh yang baik harus
      yang benar pada saat istirahat dan waktu   menjadi bagian dari gaya hidup klien
      melakukan aktivitas, misal, menjaga agar   untuk mengurangi tekanan sendi dan
      sendi tetap meregang, tidak fleksi         nyeri.




     BAB III
     PENUTUP


     3.1      Kesimpulan
RA adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kroni yang tidak diketahui penyebabnya,
       dikarakteristikkan oelh kerusakan dan poriliferasi membrane synovial yang menyebabkan
       kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.
             Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang
       jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang
       progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon
       sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas
       penyakit ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.


       3.2   Saran
             Penyakit musculoskeletal bukan merupakan suatu konsekuensi penuaan yang tidak dapat
       dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit spesifik, tidak hanay
       sebagai akibat penuaan. Sebagai seorang perawat , untuk mengatasi terjadinya cedera sebagai
       akibat efek perubahan postur tubuh sebagai seorang perawat kita harus dapat menjadi perawat
       yang terpercaya untuk meningkatkan kesehatan merekan sendiri dan melakukan latihan yang
       teratur, postur tubuh dan diet yang benar setiap hari dalam kehidupan mereka sendiri, kemudian
       dalam merawat lansia yang mengalami masalah musculoskeletal kita harus dapat memahami
       suatu pemahaman terkait masalah tersebut, agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik.




       DAFTAR PUSTAKA


Azizah,Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta. 2011
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/rheumatoid-artritis.html. Askep Muskuloskeletal. dipostkan Tyo di
       07.56 PM ( Diakses tanggal 11 April 2012)
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta. 2010
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi. Salemba Medika.
       Jakarta. 2011
Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih.
       Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006
Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Salemba
       Medika. Jakarta. 2011



       GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA LANSIA

          12:28    KTI kebidanan

       PENDAHULUAN
       Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan
       ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
       Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang
       ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan
       pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat
       menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Di
       daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem
       musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.


       Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai
       berikut :
       1. Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal
       2. Metabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget
       3. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati
       4. Radang : polymyalgia rheumatica, temporal (giant cell) arthritis, gout
       5. Pengaruh obat


       Dari sekian banyak jenis gangguan sistem muskuloskelatal, dalam pembahasan refarat ini akan
       dibahas lebih lanjut beberapa yang paling sering terjadi pada lansia seperti osteoarthritis, arthritis
       rheumatoid, arthritis gout, osteoporosis dan amiloidosis.
IV.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem
ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan – jaringan khusus
yang menghubungkan struktur tersebut.


A.Sendi


Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai
cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot.


Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.




A.1. Sendi fibrosa ( Sinarthroidal )
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya terdapat pada
sutura tulang-tulang tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis, dan terdiri dari suatu
membrane interosseus atau suatu ligament antara tulang. Hubungan ini memungkinkan sedikit
gerakan, tetapi bukan gerakan sejati. Contohnya ialah perlekatan tulang tibia dan fibula bagian
distal.




A.2. Sendi kartilaginosa ( amphiarthroidal )


Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana ujung – ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin
dan disokong oleh ligamen, sehingga hanya memungkinkan suatu gerakan yang terbatas. Ada
dua tipe sendi kartilaginosa.


Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin
Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang-
tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago, dan selapis tipis tulang rawan hialin yang
menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung adalah
contoh-contohnya.


A.3. Sendi sinovial ( diarthroidal )
Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga
sendi dan permukaan rongga sendi dilapisi tulang rawan hialin.


Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk
dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium yang membentuk suatu
kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi.
Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian
membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul.


Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan
sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada
tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma.
Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial.
Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan sendi
tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri dari
kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal dari sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang
ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik sehingga memungkinkan tulang rawan
tersebut menerima beban yang berat.


Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, atau persarafan.
Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang
rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah
cedera atau usia yang bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk
kolagen tipe I yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan
hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.


Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi pada
cairan interstitial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan
pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke
depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian
akan bergerak kebelakang ke bagian tulang rawan ketika tekanan berkurang. Tulang rawan sendi
dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan ini.
Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu
banyak.


Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui
tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian sinovium yang
menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan di dalam plasma
berdifusi dengan mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di
sinovium karena di dalam daerah tersebut banyak mengandung aliran darah, dan disamping itu
juga terdapat banyak sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk
merangsang dan memperkuat respons peradangan.


Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan sinovium. Saraf-
saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-struktur ini terhadap posisi dan
pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul, ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat
sensitif terhadap peregangan dan perputaran. Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium
cenderung difus dan tidak terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang
menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri yang berasal dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada
sendi yang lainnya, misalnya nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut.




B.Jaringan Penyambung


Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang berdekatan terutama adalah
jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang
ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada
pada jaringan penyambung seperti pada sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan
peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit rheumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan
penyambung ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan, seperti kondrosit, fibroblas, dan
osteoblas. Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari substansi dasar dan
membuat tiap jenis jaringan penyambung memiliki susunan sel yang tersendiri.


Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah kolagen dan elastin. Setidaknya
terdapat 11 bentuk kolagen yang dapat diklasifikasikan menurut rantai molekul, lokasi dan
fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Enzim proteolitik ini membuat
molekul stabil berubah menjadi molekul tidak stabil pada suhu fisiologik dan selanjutnya
dihidrolisis oleh proses lain. Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada orang-orang
yang usianya makin lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase terlihat pada bentuk-bentuk
penyakit reumatik yang diperantarai oleh imunitas seperti pada arthritis reumatoid.


Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini didapat dalam ligamen, dinding
pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah-pecah oleh enzim yang disebut elastase.
Elastase dapat menjadi penting pada proses pembentukan arteriosklerosis dan emfisema. Ada
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem kardiovaskuler karena penuaan,
dapat terjadi oleh karena peningkatan pemecahan serat elastin
.
Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang ditemukan dalam substansi dasar.
Proteoglikan adalah molekul besar terbuat dari rantai polisakarida panjang yang melekat pada
pusat polipeptida. Proteoglikan pada tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan pada sendi
sehingga sendi dapat menahan beban-beban fisik yang berat. Hubungan proteoglikan dan dengan
proses imunologi dengan proses peradangan adalah kompleks. Limfokin dapat menginduksi sel-
sel jaringan penyambung untuk memproduksi proteoglikan baru, menghambat produksi, atau
meningkatkan pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi fokus aksi autoimun pada gangguan
seperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah proteoglikan di dalam tulang rawan,
proteoglikan ini akan kurang melekat satu dengan lainnya dan berinteraksi dengan kolagen.
Perubahan fungsional dan struktural utama yang menjadi bagian dari proses penuaan normal
menyebabkan perubahan biokimia dari jaringan penyambung dan terjadi terutama pada serat dan
proteoglikan.




Evaluasi Cairan Sinovial
Tiap-tiap gangguan rheumatik dapat mempengaruhi perubahan cairan sinovial secara berbeda-
beda. Uji beku musin dilakukan dengan menambahkan asam asetat pada cairan sinovial. Zat ini
akan membentuk presipitasi karena berinteraksi dengan asam hialuronat. Uji ini akan
memberikan hasil yang semakin tidak akurat dengan semakin banyaknya cairan peradangan,
karena asam hialuronat telah dipecahkan oleh enzim-enzim lisosomal sehingga jumlahnya tidak
cukup lagi untuk membentuk presipitasi ketika ditetesi asam asetat. Kejernihan cairan sinovial
normal akan menghilang dengan peningkatan sel-sel dan protein pada keadaan patologik.


IV.3. OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang yang
berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran
sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku, khususnya setelah melakukan
aktivitas yang lama akan menyertai perubahan degeneratif tersebut.


A. Insidens, Etiologi dan Patologi
Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling sering ditemukan. Diperkirakan ⅓
dari orang berusia >35 tahun, menunjukkan bukti radiografik yang memperlihatkan penyakit
osteoarthritis dengan prevalensi yang terus meningkat sampai 80 tahun. Meskipun mayoritas
pasien, khususnya yang berusia muda, menderita penyakit ringan dan relatif asimptomatik,
osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas
orang yang berusia > 65 tahun.


Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan beberapa penyakit yang semuanya
memperlihatkan gambaran klinis dan patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua perubahan
morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan
tulang baru pada dasar lesi tulang rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian
menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal proses
patologis osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa peningkatan aktivitas
enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan
proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga kadar
air tulang rawan sendi juga berkurang.


Hal tersebut diatas membuat tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa. Permukaan tulang
rawan sendi menjadi tidak homogen, terpecah-pecah dan timbul robekan-robekan. Dalam hal
inilah, diduga pembentukan tulang baru yaitu osteofit adalah merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk memperbesar permukaan tulang dibagian inferior tulang rawan sendi yang telah
rusak tersebut. Dengan menambah luas permukaan tulang dibawahnya diharapkan distribusi
beban yang ditanggung persendian tersebut dapat merata.




Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini. Penambahan usia semata tidak
menyebabkan osteoarthritis, sekalipun perubahan selular atau matriks pada kartilago yang terjadi
bersamaan dengan penuaan kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami
osteoarthritis. Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah obesitas, trauma,
kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus) dan kelainan primer persendian (misalnya
arthritis inflamatorik).


B.Keluhan dan Gejala
Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama dan intensitas
penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Pada umumnya pasien
osteoartritis mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang
secara perlahan-lahan.


Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1. Subklinis.
Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru terbatas pada
tingkat seluler dan biokimiawi sendi.
2. Manifest.
Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi bertambah luas
disertai reaksi peradangan.
3. Dekompensasi
Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan kontraktur. Pada tahap ini
biasanya diperlukan tindakan bedah.


Keluhan-keluhan umum yang sering dirasakan penderita osteoartritis adalah sebagai berikut :
•     Nyeri Sendi
Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien datang ke dokter.Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.Beberapa gerakan tertentu
menimbulkan rasa sakit yang berlebih dibanding gerakan lain. Pada osteoartritis terdapat
hambatan sendi yang biasanya bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri. Asal nyeri dapat dibedakan, yaitu :
- Peradangan
Nyeri yang berasal dari peradangan biasanya bertambah pada pagi hari atau setelah istirahat
beberapa saat dan berkurang setelah bergerak. Hal ini karena sinovitis sekunder, penurunan pH
jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang menimbulkan pembengkakan dan
peregangan simpai sendi. Semua ini menimbulkan rasa nyeri.
- Mekanik
Nyeri akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu
istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan
sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya terlokalisasi hanya pada sendi yang terkena, tetapi dapat
juga menjalar


•                              Kaku Sendi
Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan osteoartritis yang tidak begitu berat.
Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi dapat timbul setelah istirahat beberapa saat misalnya
sehabis duduk lama atau bangun tidur. Berlawanan dengan penyakit inflamasi sendi seperti
artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid kekakuan sendi pada pagi hari berlangsung
lebih dari 1 jam,maka pada osteoartritis kekakuan sendi jarang melebihi 30 menit.


•           Pembengkakan Sendi
Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi. Biasanya teraba
panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi yang terkena akan terlihat deformitas yang
disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi peradangan pada sendi (nyeri
tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada
osteoartritis karena adanya sinovitis.


•                              Perubahan Gaya Jalan
Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah adanya perubahan gaya
jalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis, pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggulnya
berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain
merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien lanjut usia.


•                              Gangguan Fungsi
Timbul karena ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi. Adanya kontraktur, kemungkinan
adanya osteofit, nyeri dan bengkak merupakan penyebab yang menimbulkan gangguan fungsi.
Pada osteoartritis tidak terdapat gejala-gejala sistemik seperti kelelahan, penurunan berat badan
atau demam.
C. Pemeriksaan Penunjang
         Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk menyingkirkan penyakit sendi lain, karena tidak ada
satupun yang spesifik untuk osteoartritis. Pemeriksaan hematologis umumnya normal, jumlah
leukosit dan laju endap darah normal, kecuali jika disertai infeksi lain. Cairan sendi dapat
diambil dari sendi manapun yang bengkak dan tindakan ini dapat mengurangi rasa nyeri
penderita. Pada osreoartritis, cairan sendi akan meningkat jumlahnya, berwarna kuning
transparan, kental, terdapat gumpalan musin, jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 dengan
proporsi sel normal (25% PMN). Mungkin ditemukan kristal kalsium pirofosfat dan hidroksi-
apatit sebagai penyebab reaksi peradangan. Dapat juga ditemukan serpihan tulang rawan pada
tingkat lanjut penyakit.


         Radiologis
Pemeriksaan radiologis membantu diagnosis osteoartritis, tetapi adanya kelainan radiologis tidak
terlalu berarti bahwa ini sebagai penyebab satu-satunya keluhan penderita. Kriteria radiologis
osteoartritis adalah sebagai berikut :
     Osteofit pada tepi sendi atau tempat melekatnya ligamen
     Adanya periartikuler ossicle terutama pada DIP dan PIP
     Penyempitan celah sendi disertai sklerosis jaringan tulang subkondrial
     Adanya kista dengan dinding yang sklerotik pada daerah subkondrial
     Perubahan bentuk tulang, misal pada caput femur.


Kriteria diagnosis radiologis, yaitu :
1. Meragukan : bila ditemukan 1 dari 5 kriteria diatas
2. Osteoartritis ringan : bila ditemukan 2 dari 5 kriteria diatas
3. Osteoartritis moderate : bila ditemukan 3 dari 5 kriteria diatas
4. Osteoartritis berat : bila ditemukan 4 dari 5 kriteria diatas


D. Diagnosis
Diagnosis osteoartritis ditegakkan berdasarkan anannesis, pemeriksaan jasmani, radiologis, dan
bila perlu dengan pemeriksaan laboratorium tertentu. Diagnosis bandingnya terutama dengan
penyakit sendi yang sering ditemui dalam praktek sehari-hari, yaitu artritis gout dan artritis
rheumatoid.


E. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Stadium awal osteoarthritis paling baik bila ditangani dengan tindakan konservatif, termasuk
pengobatan dengan obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti preparat piroxicam
10mg 2x1 hari, preparat naproxen 250-500 mg 2x1 hari,tetapi harus mewaspadai efek yang
timbul di lambung dan reaksi alergi.Dapat juga dengan latihan-latihan fisioterapi atau tanpa
pengobatan sama sekali. Intervensi pembedahan merupakan tindakan yang terlambat setelah
terjadi perkembangan penyakit yang berarti.


Penggunaan injeksi sodium hyaluronate yang berfungsi sama seperti cairan sinovial pada rongga
sendi dapat juga digunakan. Dosis yang dipakai adalah 1 X 2 ml/minggu selama 5 minggu
berturut-turut.


Indikasi bedah dilakukan bila nyeri dan pengurangan fungsi masih ada setelah pemberian obat-
obat anti inlamasi non steroid, suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan bidai kecil.
Osteoarthritis lanjut pada persendian perifer sering memerlukan pembedahan untuk meringankan
rasa nyeri dan memperbaiki fungsi sendi, misalnya tindakan menyatukan sendi atau arthroplasti
reseksi untuk menyumbat rongga sendi, osteotomi untuk menghasilkan kembali keseimbangan
berbagai gaya mekanis, atau artroplasti penggantian sendi secara total untuk membentuk kembali
permukaan artikulasi sendi.


Selain dari pengobatan medis seperti diatas, dapat juga disertai dengan penatalaksanaan lain
seperti sebagai berikut :
•              Meyakinkan penderita bahwa penyakitnya tidak progresif karena biasanya penderita
takut sekali menjadi lumpuh atau cacat. Rencana pengobatan selanjutnya dijelaskan dan
disesuaikan dengan keadaan umum penderita, sendi-sendi yang terkena, keluhan dan sikap hidup
sehari-hari.
•              Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena
•           Koreksi semua faktor-faktor yang menimbulkan stress berlebihan pada rawan sendi.
Tindakan ini bukan saja akan mengurangi beban pada rawan sendi, tetapi juga memperlambat
proses degenerasi sehingga akan lebih memberi kesempatan proses regenerasi berlangsung.
•           Diet, selain untuk mengurangi berat badan, tidak ada bukti bahwa diet berperan
langsung terhadap pengobatan osteoartritis. Dengan menghilangkan kegemukan penderita
osteoartritis sendi penyokong berat badan maka akan mengurangi keluhan.
•           Fisioterapi, terutama pemanasan dan latihan yang adekuat. Pemanasan badan (moist
health) lebih nyaman daripada pemanasan kering. Massage, penggunaannya sangat terbatas
karena hanya berefek pada otot yang melingkupi sendi, sedang sendinya sendiri tidak dapat
dicapai. Massage berguna untuk mengurangi nyeri karena spasme otot.
•           Alat bantu, misalnya traksi atau pemakaian soft collar untuk spondilosis leher, korset
untuk spondilosis lumbal, tongkat untuk osteoartritis lutut atau pinggul.


Berdasarkan perkembangan penelitian tentang osteoartritis, untuk pengobatan terbaru
osteoartritis dapat dipakai kombinasi Chondroitin Sulfate (CS) dan Glucosamine Sulfate (GS).
Dengan kombinasi ini sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pada osteoartritis juga nyeri
pada artritis rheumatoid.
Glucosamine adalah bentuk polisakarida terbuat dari kulit kerang yang merupakan bahan dasar
pembentuk tulang rawan sendi. Cara kerjanya menstimulasi fungsi dan kerja sendi sehingga
dapat terjadi regenerasi sel rawan sendi secara berkesinambungan. Zat tersebut disisipkan
melalui pergesekan sendi ke dalam rawan sendi untuk membentuk sel-sel rawan. Chondroitin
sulfat terbuat dari tulang rawan ikan hiu dan paus. Khasiatnya adalah antiinflamasi (peradangan)
dan penghilang rasa sakit. Zat itu juga bisa menetralisasi perusakan enzim dan meningkatkan
kualitas cairan sendi. Kombinasi preparat Glocosamine HCL 250 mg dengan Chondroitin
Sulphate 200 mg dengan dosis 3x1.


Obat-obatan golongan terbaru pada pengobatan osteoartritis:
Golongan cox-2 inhibitors berperan dalam menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi
mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin yang berperan dalam timbulnya inflamasi dan
nyeri sehingga mengurangi terjadinya perdarahan lambung dan gangguan pada ginjal.
Contoh obatnya : Celecoxib 100mg 2x1 hari, Valdecoxib 10-20mg 1x1 hari, tidak boleh
diberikan pada orang dengan alergi NSAID, asma.


IV.4. ARTHRITIS RHEUMATOID
Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi yang mengenai jaringan ikat
sendi, bersifat progresif, simetrik, dan sistemik serta cenderung menjadi kronik. Atau arthritis
reumatoid adalah kelainan sistemik dengan manifestasi utama pada persendian yang berkembang
secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu.
A. Insidens, Etiologi dan Patogenesis


Jaringan sinovia menjadi hiperplastik dan mengalami infiltrasi oleh limfosit serta sel-sel plasma.
Sejumlah zat pengantar inflamasi, termasuk interleukin 1, prostaglandin, dan imunoglobulin
ditemukan dalam cairan sinovia.


B. Keluhan dan gejala
Sebagian besar pasien arthritis reumatoid yang berusia lanjut menderita penyakit tersebut sebagai
suatu proses yang tengah berlangsung dan sudah dimulai.Kalau arthritis reumatoid baru terjadi
ketika seseorang sudah berusia lanjut, onsetnya dapat timbul perlahan atau terjadi secara akut.
Pada kebanyakan pasien, keadaan artritis disertai dengan gejala konstitutional yang ringan atau
sedang.




Biasanya arthritis reumatoid terutama ditemukan pada persendian yang kecil pada tangan (yaitu
di artikulasio interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal), kemudian kaki (pada artikulasio
metatarsofalangeal, interfalangeal) dan pergelangan tangan, baru kemudian penyakit ini
mengenai persendian yang besar (misalnya sendi siku, bahu, lutut). Kalau onsetnya terjadi secara
tiba-tiba selama waktu beberapa hari saja, pasien sering mengalami gejala malaise, anoreksia,
penurunan berat badan dan depresi. Gejala panas dan perspirasi malam hari kadang-kadang
dikemukakan. Pada akhirnya, arthritis reumatoid akan menjadi penyakit tambahan yang simetris
persendian seperti halnya arthritis reumatoid pada pasien yang berusia muda.


C. Hasil Laboratorium


Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis arthritis
reumatoid. Sekitar 85% penderita arthritis reumatoid mempunyai autoantibodi didalam serumnya
yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin
(IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya
dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.
Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan
faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid arthritis. Hasil yang
positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus
sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal
memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan
bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki
faktor reumatoid dalam titer yang rendah.


Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada
arthritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti
bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit.


Arthritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya
pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan
dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai
akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons
terhadap pemberian besi.


Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari
200/mm3. Pada arthritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel
darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak
jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah.


D. Kriteria Diagnostik
Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada
evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.


Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)


Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh
kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung
sekurang-kurangnya 6 minggu.


E. Pengobatan


Terapi farmakologis yang utama untuk artritis reumatoid adalah penggunaan obat anti inflamasi
non steroid (AINS). Obat anti inflamasi non steroid umumnya diberikan kepada arthritis
reumatoid sejak masa dini penyakit ini dimaksudkan untuk mengatasi rasa nyeri sendi akibat
inflamasi. Keterbatasan dalam penggunaan AINS adalah toksisitasnya. Toksisitas AINS yang
paling sering dijumpai adalah efek sampingnya pada gastrointestinal, terutama jika AINS
digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam keadaan stress. Usia juga
merupakan faktor resiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat AINS. Bagi
pasien yang sensitif dapat digunakan preparat AINS dalam bentuk supositoria, enteric coated.
Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh dalam mukosa lambung dibandingkan dengan
preparat biasa. Pada pihak lain, walaupun AINS dalam bentuk ini seringkali dianggap kurang
menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan mukosa
gastroduodenal, umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama menekan
sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati terutama pada
pasien yang telah memiliki gangguan gastoduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai
pada pengobatan AINS antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan
ginjal serta penekanan sistem hematopoetik.


Selain AINS pengobatan arthritis rematoid juga dilakukan dengan terapi fisik dan okupasional
yang harus dilakukan bersama-sama dengan exercise serta pemakaian peralatan penopang dan
mungkin pula cara-cara jasmaniah untuk meringankan rasa nyeri (misalnya kompres hangat atau
dingin pada tempat yang sakit). Meskipun istirahat perlu dianjurkan pada saat-saat kambuhnya
penyakit, immobilitas irreversibel dapat terjadi jika seorang pasien lanjut usia dibiarkan tirah
baring dalam waktu yang lama.


Jika pasien tidak memperlihatkan respon yang memuaskan terhadap pengobatan dan terapi fisik
dalam waktu 6 hingga 12 minggu, terapi pilihan kedua (second line therapy) harus segera
dimulai. Banyak pasien dengan inflamasi yang aktif pada persendian memberikan respon
terhadap terhadap preparat kortikosteroid sistemik (misalnya pemberian prednison selama 1
bulan yang dimulai dengan takaran 25 mg/hari dan kemudian diturunkan secara perlahan-lahan
dengan cara tappering-off menjadi 5 hingga 10 mg/hari). Efek jangka panjang (osteoporosis,
katarak, kesembuhan luka yang jelek, hiperglikemia, hipertensi dan peningkatan resiko infeksi)
harus seimbang dengan manfaat yang diberikan oleh pengobatan ini. Pemberian preparat steroid
intra artikular dapat membantu mengatasi inflamasi rheumatoid akut yang mengenai satu sendi.




IV.5. ARTHRITIS GOUT
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada
jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).


A. Insidens dan Patogenesis
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat
proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.




Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi-
sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk jarum ini mengakibatkan reaksi
peradangan yang bila berlanjut akan mengakibatkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan
gout.. Jika tidak diobati endapan kristal akan menyebabkan kerusakan hebat pada sendi dan
jaringan lunak




Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah pubertas. Pada wanita
kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi
asam urat melalui ginjal. Setelah menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria.


Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout dapat ditemukan
di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang
mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya
mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.


B. Gambaran Klinis
Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout yang tidak diobati. Tahap pertama
adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak menunjukkan gejala-gejala
selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari penderita hiperurisemia asimptomatik
yang menjadi serangan gout akut.
Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan mendadak dan nyeri
yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan metatarsofalangeal. Arthritis bersifat
monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan
peningkatan jumlah sel darah putih. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-
obatan, alkohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari
pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata
kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi
dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari.


Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai
berikut. Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti
oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat
setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sesudah
trauma lokal atau ruptura dari tofi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan
cepat dari konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini
dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan
asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons fagositik oleh
leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respons
peradangan lainnya. Respons peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya
timbunan kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari
penambahan timbunan kristal dari serum
.
Pembengkakan tangan kiri pada penderita gout


Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritical. Tidak terdapat gejala-gejala
pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang
mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.


Tahap keempat adalah tahap gout kronik dimana timbunan urat terus bertambah dalam beberapa
tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat
menyebabkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan dari sendi yang bengkak.
Serangan akut dari artritis gout dapat terjadi pada tahap ini. Tofi terbentuk pada masa gout
kronik akibat insolubilitas realtif dari urat. Bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan
ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat yang sering
dihinggapi tofi.




C. Diagnosis
Diagnosis artritis gout didasarkan pada kriteria American Rheumatism Association (ARA), yaitu
:
•            Terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan atau
•            Bila ditemukan 6 dari 12 kriteria tersebut dibawah ini :
1. Inflamasi maksimum pada hari pertama
2. Serangan artritis akut lebih dari satu kali
3. artritis nonartikuler
4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal
6. Serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Adanya fokus
9. Hiperurisemia
10. Pada foto sinar-x tampak pembengkakan sendi asimetris
11. Pada foto sinar-x tampak kista subkortikal tanpa erosi
12. kultur bakteri cairan sendi negatif


Diagnosa banding terutama dengan penyakit artritis monoartikular dan artritis yang timbulnya
akut, yaitu pseudogout, artritis piogenik, demam reumatik, artritis reumatoid, artritis virus dan
lain-lain. Dalam praktek sehari-hari ada dua jenis penyakit sendi yang harus dibedakan dengan
penyakit pirai sendi yaitu pseudogout dan artritis piogenik.
D. Penatalaksanaan


Penatalaksanaan terapi artritis gout sebaiknya mengikuti pedoman terapi sebagai berikut :
•           Hentikan serangan nyeri yang hebat pada serangan artritis gout akut
•           Berikan kolkisin sebagai pencegahan terhadap serangan berulang dari artritis gout
•           Evaluasi kadar asam urat dalam urine selama 24 jam setelah terapi nonfarmakologi
diberikan yaitu diet rendah purin dijalankan
•           Penanggulangan untuk artritis gout kronis


Adapun pengobatan artritis gout dibagi atas:


1. Serangan akut
Cara yang efektif dan sederhana mengatasi serangan artritis gout yang akut adalah penggunaan
obat-obat anti inflamasi non-steroid. Kesembuhan akan terlihat dalam waktu 24 jam dan
gejalanya menghilang setelah 3 hari. Preparat colchicine IV dengan takaran 1 sampai 2 mg yang
diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% dan disuntikkan selama waktu 20 menit merupakan
preparat yang sangat efektif untuk meredakan gejala yang akut. Preparat colchicine oral dengan
takaran 0,5 mg 2 X sehari hingga 4 X sehari selama 2 sampai 3 hari mungkin diperlukan untuk
kesembuhan total. Namun karena efek sampingnya yaitu timbulnya gejala toksisitas
gastrointestinal, pengobatan ini sudah mulai ditinggalkan.
Tindakan efektif lainnya yaitu dengan cara pungsi cairan sinovia dan penyuntikan deposteroid
dengan dosis 40 mg (triamsinolon). Tindakan ini efektif terutama pada pasien yang tidak
mendapat pengobatan per oral atau tidak dapat mentolerir pemakaian NSAID ataupun colchicine.


Preparat urikosurik dan alopurinol harus dihindari selama serangan akut. Insidensi terjadinya
artritis gout akut yang rekuren dapat diturunkan dengan pemberian colchicine 2 X 0,5 mg/hari
dalam jangka waktu lama.


2. Tindakan untuk menurunkan kadar asam urat serum
Tindakan untuk menurunkan kadar asam urat serum dapat diberikan preparat urikosurik yang
salah satunya adalah probenesid dengan dosis 500 mg tiap 12 jam dan dapat ditingkatkan hingga
mencapai 3 gram/hari untuk kadar sama urat serum sampai 6 mg/dl.. Alternatif lain dapat
diberikan sulfinpirazon yang relatif bekerja singkat dan harus diberikan tiap 6 jam dengan dosis
terbagi yang berkisar dari 300 – 1000 mg/hari.


Allopurinol merupakan preparat urikosurik yang sangat efektif bekerja dengan menyekat lintasan
metabolik yang memproduksi asam urat, khususnya dengan menghambat kerja enzim xantin
oksidase. Dosis sebesar 2 X 100 mg/hari dapat ditingkatkan hingga mencapai dosis 600 mg/hari
untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Pada penyakit gout dengan tofus yang berat, preparat
alopurinol dapat digunakan bersama-sama preparat urikosurik lainnya.




VI.6. AMILOIDOSIS


Amiloidosis adalah suatu sindroma klinis yang ditandai penumpukan protein amiloid yang
berbentuk fibrin pada jaringan tubuh. Penumpukan ini disebabkan oleh produksi yang berlebihan
dan pengeluaran yang menurun. Protein ini memiliki sifat biokimiawi yang unik. Ia dapat
tertumpuk secara setempat, tidak mempunyai arti klinis, atau secara klinis, atau secara nyata
mengenai sistem organ manapun dalam tubuh, yang menyebabkan perubahan patofisiologi yang
berat, atau penyakit ini dapat berupa pertengahan di antara keduanya. Bagi pasien dan
keluarganya, amiloidosis adalah suatu hal yang menakutkan, karena itu pencegahan dan
pengobatan yang efektif adalah penting.


A. Klasifikasi


Fibril amiloid dibentuk dari prekursor protein dengan berat molekul besar. Sebagai pengecualian
adalah tipe amiloid yang berkaitan dengan hemodialisis, di mana ß2 mikroglobulin dapat terlibat.
Bila amiloid sudah terbentuk, ia memiliki resistensi terhadap enzim proteolitik.Dalam bentuk
sekunder ( AA ), perubahan dari penyakit inflamasi atau stimulus imunologis kadang – kadang
diikuti dengan resorpsi komplet.
Amiloidosis terdapat dalam berbagai macam bentuk yang berbeda secara klinis dan biokimiawi,
yang dikelompokkan berdasarkan susunan fibrin yang dimilikinya. Fibril amiloid memiliki
komposisi kimiawi bervariasi dan berdasarkan hubungannya dengan sindroma klinisnya, ada tiga
jenis amiloid yang dominan. Amiloid AA, biasanya berhubungan dengan penyakit inflamasi
yang lama, amiloid AL yang berhubungan dengan produksi yang berlebihan dari
immunoglobulin rantai pendek, dan amiloid ß2 mikroglobulin yang berhubungan dengan
hemodialisis.


Selain tiga jenis amiloid tadi juga terdapat amiloid ASc yang biasa ditemukan pada pasien di atas
umur 60 tahun, dengan penyakit jantung. Juga terdapat amiloid tipe AF yang menyertai tipe
klinis dari amiloidosis familial


Tipe amiloidosis yang paling umum adalah :
1.. Amiloidosis primer, biasanya berhubungan dengan kelainan sel plasma,
multipel myeloma dan disebabkan amiloid tipe AL yang diproduksi berlebihan.
2. Amiloidosis sekunder, berhubungan dengan penyakit inflamasi kronis,seperti rheumatoid
arthritis, osteomyelitis, malaria, tuberkulosis, lepra, dan demam mediteranea familial, dan
disebabkan fibril amiloid tipe AA, yang disintesis berlebihan.
3. Amiloidosis familial (herediter), berhubungan dengan neuropathy, cardiomyopathy familial,
disebabkan protein transthyretin abnormal yang diproduksi di hepar.
4. Amiloidosis hemodialisis, yang berhubungan dengan hemodialisis ginjal, disebabkan ß2
mikroglobulin yang tidak dapat dikeluarkan ginjal pada waktu hemodialisis.




Selain itu juga terdapat penggolongan lain adalah penggolongan yang secara klinis:
1. Amiloidosis (tanpa bukti akan atau sedang timbulnya penyakit) primer
(tipe AL)
2. Amiloid yang berkaitan dengan multiple mieloma (juga tipe AL)
3. Amiloidosis sekunder atau yang reaktif (tipe AA) yang berkaitan dengan penyakit infeksi
kronis (misalnya osteomielitis, tuberkulosis, lepra) atau penyakit radang kronik (misalnya
arthritis rheumatoid)
4. Amiloidosis heredofamilial, jenis kelainan neuropati [tipe AF transtiretin (praalbumin)],
ginjal, kardiovaskuler, dan gejala lainnya, serta amiloidosis yang berkaitan dengan demam
Mediteranea yang bersifat familial (tipe AA)
5. Amiloidosis setempat (fokal, seringkali menyerupai tumor, penumpukan timbul pada organ
yang terisolasi, seringkali kelenjar endokrin, tanpa tanda terserang secara sistemik)
6. Amiloidosis yang berkaitan dengan usia, terutama pada jantung dan dalam otak
7. Amiloidosis yang berkaitan dengan hemodialisis yang telah berlangsung lama
B. Manifestasi klinis


Amiloid dapat menyerang persendian secara langsung dengan keberadaanya di membran sinovial
dan cairan sinovial atau di tulang rawan sendi. Arthritis amiloid dapat menyerupai beberapa
penyakit rheumatik karena timbul sebagai arthritis simetris pada persendian kecil dengan nodul,
kekakuan sendi pada pagi hari dan kelelahan.Banyak pasien dengan arthropati amiloid ternyata
menderita multiple mieloma. Cairan sinovial biasanya mengandung sedikit sel darah putih,
bekuan musin yang baik sampai tingkat menengah, predominansi sel mononuclear, dan tanpa
kristal. Penelitian dari contoh pembedahan dengan angka kejadian yang mencolok menunjukkan
terdapatnya amiloid di tulang rawan, kapsul dan sinovial pada osteoarthritis. Penyebaran amiloid
di otot dapat mengakibatkan pseudomiopati.


Amiloidosis pada endokardium atrial kiri


Gejala klinis lainnya tergantung dari sistem organ yang terkena. Bila mengenai paru – paru dapat
timbul dyspneu, penyakit paru interstitial. Akibat infiltrasi amiloid pada miokard dan endokard,
dapat timbul kardiomyopathi, aritmia, angina pektoris, gagal jantung kongestif. Pada ginjal dapat
timbul sindroma nefrotik dan gagal ginjal. Bila terdapat di otak, dapat timbul gejala demensia,
sehingga dianggap berperan dalam penyakit Alzheimer.


Amiloidosis primer pada ginjal
( Amiloidosis primer pada ginjal )


C. Diagnosis
Diagnosis spesifik amiloid bergantung kepada pengumpulan spesimen jaringan melalui biopsi
dan penemuan amilod melalui pewarnaan yang tepat. Bila seorang pasien menderita penyakit
kronik yang mengarah ke amiloid seperti arthritis rheumatoid, tuberkulosis, paraplegia, multiple
mieloma, bronkiektasis, atau lepra yang disertai hepatomegali, splenomegali, malabsorpsi,
gangguan jantung atau yang paling penting proteinuria, pikirkanlah kemungkinan amiloid
sekunder. Bila diagnosis sudah terarah lakukanlah aspirasi pada lemak abdomen atau biopsi
rectum. Semua jaringan yang terkumpul harus diberi pewarnaan congo red dan diperiksa
menggunakan mikroskop polarisasi untuk mencari sinar birefringence hijau.


Potongan melintang amiloid pada miokardium dengan pewarnaan Lugol


D.Prognosis dan Terapi


Bila amiloidosis timbul pada pasien dengan arthritis rheumatoid, hal ini jarang diketahui bila
arthritisnya kurang dari 2 tahun.Waktu rata – rata arthritis sebelum menjadi amiloidosis adalah
16 tahun.


Berbagai lembaga telah melaporkan amiloidosis yang menyertai infeksi yang dapat diterapi,
seperti osteomielitis, setidaknya remisi sebagian terjadi setelah penyakit primer diterapi.
Amiloidosis generalisata biasanya merupakan penyakit yang berjalan perlahan dan mematikan
dalam beberapa tahun, tetapi prognosisnya lebih baik daripada yang terdahulu. Angka rata – rata
lama hidup pada kelompok adalah 1- 4 tahun, tetapi pada beberapa pasien amiloid , dapat
mencapai 5 – 10 tahun bahkan lebih.


Tidak ada terapi spesifik untuk semua jenis amiloidosis. Terapi yang rasional adalah berupa :
1. Mengurangi rangsangan antigen yang menghasilkan amiloid.
2. Menghambat sintesis dan penumpukan fibril amiloid ekstraseluller.
3. Memacu lisis atau mobilisasi penumpukan amiloid yang telah ada.


Percobaan baru – baru ini menunjukkan bahwa ini pemberian prednisone (melphalan) atau
prednisone / melphalan / kolkisin dapat memperpanjang harapan hidup


IV.7. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian hingga dapat
menimbulkan patah tulang dengan trauma yang minimal. Definisi menurut WHO adalah
penurunan massa tulang > 2,5 kali standard deviasi massa tulang rata-rata dari populasi orang
muda, kerusakan arsitektur tulang, dan meluasnya kerapuhan tulang sehingga menurunkan
kekuatan tulang dan dicapainya ambang patah tulang. Penurunan massa tulang ini terjadi sebagai
akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari
keduanya. Penurunan masa tulang antara 1-2,5 standar deviasi dari rata-rata usia muda disebut
osteopenia. Karakteristik dari tulang yang mengalami osteoporosis:
•             Massa tulang menurun, terjadi perubahan susunan dan komposisi pada tulang.
•             Penurunan densitas tulang karena toleransi tekanan yang maksimal, elastisitas dan
absorpsi energi menurun.
•             Perubahan pada mikroarsitektur yang mempengaruhi kerangka trabekulum sehingga
ketahanan terhadap tekanan menurun.
•             Perubahan pada makroarsitektur, diantaranya cortex menipis, kanalis medularis
membesar, rasio korteks-medulla menurun
A.Klasifikasi
1. Osteoporosis Primer
Merupakan osteoporosis yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit lain, dibedakan atas :
    Osteoporosis tipe I (pasca menopause) : kehilangan tulang terutama dibagian trabekula.
    Osteoporosis tipe II (senilis): terutama kehilangan massa tulang daerah korteks.
    Osteoporosis Idiopatik : terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tak jelas.
2. Osteoporosis Sekunder
Terjadi akibat penyakit lain (hiperparatiroid, gagal ginjal kronis).


Tabel Perbedaan osteoporosis tipe pasca menopause dan tipe senilis
Tipe pasca menopause Tipe senilis
Usia terjadinya (tahun) 51-75 >70
Rasio jenis kelamin (W:P) 6:1 2:1
Hilangnya tulang Terutama trabekuler Trabekuler dan kortikal
Derajat hilang tulang Dengan percepatan Tanpa percepatan
Leta fraktur Vertebral dan radius Vertebral dan pinggul
Penyebab utama Berhubungan dengan menopause Berhubungan dengan proses menua.


B. Penyebab osteoporosis
Imobilisasi Defisiensi vitamin D Tirotoksikosis
Menopause Defisiensi vitamin C Gastrektomi
Berhubungan dengan usia Defisiensi florida Alkoholisme
Defisiensi kalsium Kelebihan steroid Merokok
Defisiesi protein Artritis reumatoid Penyakit hati lanjut
Hiperparatiroidisme Diabetes melitus Pengobatan dengan heparin


C. Gejala Klinik
Gejala osteoporosis pada lanjut usia (terutama osteoporosis primer)bervariasi. Sesuai dengan
dinyatakan kejadian osteoporosis adalah silent disease dimana tulang digerogoti massanya
sampai pada ambang patah tulang tanpa keluhan-keluhan klinis (tidak menunjukkan gejala).
Seringkali juga menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, nyeri pada lutut terutama
sehabis sholat atau duduk bersila. Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress fisik, akan hilang
dengan sendirinya setelah 4-6 minggu.penderita lain mungkin datang dengan gejala patah tulang,
turunnya tinggi badan, bungkuk punggung ( Dowager's hump). Perlu ditanyakan hal-hal yang
menunjang terjadinya osteoporosis, seperti : apakah tinggi badan menurun, bagaimana asupan
kalsiumnya, apakah ada aktivitas olahraga, diluar rumah (pajanan matahari yang cukup), dan
gaya hidup merokok atau alkohol berlebihan serta pemakaian obat-obatan yang menurunkan
pembentukan tulang. Untuk yang wanita perlu ditanya tentang haidnya apakah teratur atau tidak
dan barapa lama. Mereka yang termasuk rawan yaitu mereka yang punya tubuh kecil(kurang
gizi), pecandu rokok, kopi, alkohol, mereka yang mempunyai otot kurang terbentuk karena
kurang latihan, yang sudah mengalami oovektomi, yang mempunyai sindroma
malabsorbsi(penyerapan yang kurang baik), uremic bone disease(gangguan fungsi ginjal), selain
itu pemakaian obat-obat seperti Glucokortikoid, Anticonvulsant, Antasid pengikat fosfat, obat
GnRH-agonist therapy, Tetrasiklin,Isoniazid meningkatkan insiden terjadinya osteoporosis.


D. Pemeriksaan Penunjang
•              Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak banyak membantu. Sering kali kadar
kalsium dan fosfat serum/urin normal.
•              Pemeriksaan osteokalsin serum dan pirilodin cross link urin yang menggambarkan
aktivitas pembentukan dan pengrusakan tulang.
•              Penilaian Bone Mass sangat berguna untuk mendiagnosis osteoporosis secara dini
dan secara cepat menilai hasil pengobatan.
•              Ct scan
•              Biopsi tulang walaupun memberikan gambaran yang baik tetapi tidak disukai karena
menggunakan cara invasif yang menggandung resiko.


E. Penatalaksanaan
    Tindakan Dietetik : diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-lain). Hindari makanan tinggi
protein, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum kopi
Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan. Pada usia lanjut harus diberikan
bersama jenis terapi yang lain.
    Olahraga
Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban (weight bearing), misalnya jogging,
berjalan cepat, dan lain-lain. Lebih baik dilakukan dibawah sinar matahari pagi karena
membantu pembuatan vitamin D.
    Obat-obatan
Yang membantu pembentukan tulang (steroid anabolik, fluorida)
Yang mengurangi perusakan tulang (estrogen, kalsium, difosfonat, kalsitonin).
•              Terapi pengganti hormon berupa estrogen untuk osteoporosis pasca menopause.
Osteoporosis Pada Wanita
Pada wanita yang telah mengalami menopause karena berkurangnya hormon estrogen maka yang
terjadi adalah:
          Osteoblast mempunyai reseptor estrogen sehingga berkurangnya kadar estrogen
menyebabkan berkurangnya fungsi osteoblast.
        Estrogen menghambat fungsi osteoklas, sehingga berkurangnya kadar estrogen
menyebabkan peningkatan fungsi osteoklas.
        Estrogen merangsang sekresi kalsitonin, kalsitonin melindungi kerangka terhadap
resorbsi kalsium yang berlebihan, berkurangnya kadar estrogen menyebabkan pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif.
Osteoporosis disadari setelah tulang mengalami kelainan seperti fraktur karena beban mininal
sekalipun.
Gejala-gejala yang sering didapatkan:
1. Suatu saat penderita merasa nyeri pada tulang belakang secara mendadak.
2. Mereka bisa menunjukan darimana asal nyeri, gerak apa yang membuat nyeri.
3. Nyeri akan terasa hebat bila dipakai duduk dan berdiri.
4. Nyeri akan kambuh jika bersin atau buang air besar.
5. Bila patah di daerah punggung penderita akan bongkok dan tinggi badan berkurang serta
perasan tidak enak disekitar tulang iga. Patah tulang ini sering terjadi pangkal paha, iga dan
pergelangan tangan,


Penanganan osteoporosis untuk mempertahankan masa tulang:
1. Pemberian diet yang baik pada pertumbuhan anak sehingga terbetuk tulang yang prima.
2. Mengatur makan dan kebiasaan gaya hidup.
3. Untuk wanita post menopause diberi diet tinggi kalsium dan preparat estrogen, vit D3 dan
ajuran agar melakukan latihan fisik.


IV.8. KESIMPULAN
Sejumlah gangguan muskuloskeletal dapat timbul pada lansia. Beberapa diantaranya merupakan
kelanjutan dari penderitaan sebelum usia lanjut dan sering menimbulkan kecacatan. Dengan
meningkatnya populasi lansia, meningkat pula prevalensinya pada lansia akibat proses
degeneratif. Dan tak jarang pula gangguan muskuloskeletal pada lansia menimbulkan
kemunduran fisik dan disabilitas yang sangat berpengaruh dalam hidup lansia. Diantara
banyaknya penyebab gangguan muskuloskeletal pada lansia, osteoarthritis merupakan salah satu
dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun.
Selain osteoartritis, gangguan lain pada muskuloskeletal yang juga sering dapat menimbulkan
disabilitas yaitu artritis rheumatoid, artritis gout, osteoporosis juga amiloidosis. Untuk
memulihkan penderita dari disabilitas akibat gangguan muskuloskeletal diperlukan tindakan
rehabilitasi yang merupakan gabungan pengobatan medis dan fisioterapi, bila perlu tindakan
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA


Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC. 2000.


Dambro. Griffith's 5 – Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001.


Hazzard, W.R. et al. Principles of Geriatrtrics Medicine and Gerontology, Second Edition. USA:
MC Graw Hill.1996.


Lonergen, Edmund T. A Lange Clinical Manual Geriatrics, First Edition. London: Prentice –
Hall International.1996.


Noer, HM S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.1996.


Price, S A and Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku Kedua,
Edisi Kempat. Jakarta: EGC.1995.


R.Boedhi-Darmojo. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : FKUI. 1999.


Smith, A.N. Exton M.D. and P.W. Overstall MB; Guidelines an Medicine Geriatrics Volume 1;
University Park Press; Baltimore, 1979.


NN. UV Intensity May Affect Autoimmune Disease, available from
http://www.ehp.niehs.nih.gov/docs


http://www.google.com

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA)
17 April 2010 yha_princess Tinggalkan Komentar Go to comments

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :

   1. Pensiunan dan masalah-masalahnya
   2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
   3. Meningkatnya jumlah lanjut usia
4. Pencemaran pelayanan kesehatan
    5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
    6. perkembangan ilmu
    7. Program PBB
    8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
    9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
    10. Mahalnya obat-obatan

BAB II

PEMBAHASAN

    1. A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia

Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti.

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:

1     Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri
termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat
tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.

2     Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
dengan bertambahnya usia, antara lain:

   1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
   2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
   3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
         rapuh
   4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

   1. B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
             1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami
klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian
yaitu:

   1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
         bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
         sendiri.
   2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
         mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
         lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
         untuk mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu
para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk,
merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan
O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus
disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang
berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana
tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah
dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.

   1. Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi
Askep lansia dg ra&terapi

Más contenido relacionado

La actualidad más candente (20)

Catatan pbl 2
Catatan pbl 2Catatan pbl 2
Catatan pbl 2
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
 
Modul nyeri-sendi
Modul nyeri-sendiModul nyeri-sendi
Modul nyeri-sendi
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Rheumatoid factor
Rheumatoid factorRheumatoid factor
Rheumatoid factor
 
Kelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doa
Kelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doaKelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doa
Kelompok 11 dr. atthariq muskulo jadi+doa
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoid
 
Rhematoid Arthritis
Rhematoid ArthritisRhematoid Arthritis
Rhematoid Arthritis
 
nyeri sendi
nyeri sendinyeri sendi
nyeri sendi
 
Laporan modul 2
Laporan modul 2Laporan modul 2
Laporan modul 2
 
Chronic pain management
Chronic pain managementChronic pain management
Chronic pain management
 
Osteoartritis
OsteoartritisOsteoartritis
Osteoartritis
 
dislokasi
dislokasidislokasi
dislokasi
 
Dislokasi Sendi
Dislokasi SendiDislokasi Sendi
Dislokasi Sendi
 
Osteoatritis irahmal
Osteoatritis irahmalOsteoatritis irahmal
Osteoatritis irahmal
 
Osteo artritis
Osteo artritisOsteo artritis
Osteo artritis
 
Makalah osteomalasitis
Makalah osteomalasitisMakalah osteomalasitis
Makalah osteomalasitis
 
Ra
RaRa
Ra
 
DISLOKASI ARTICULATIO GLENOHUMERALE
DISLOKASI ARTICULATIO GLENOHUMERALEDISLOKASI ARTICULATIO GLENOHUMERALE
DISLOKASI ARTICULATIO GLENOHUMERALE
 
Diagnosis dan manajemen cedera olahraga
Diagnosis dan manajemen cedera olahragaDiagnosis dan manajemen cedera olahraga
Diagnosis dan manajemen cedera olahraga
 

Similar a Askep lansia dg ra&terapi

ASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxRidoniJoy
 
Artritis Reumatoid
Artritis ReumatoidArtritis Reumatoid
Artritis ReumatoidAmee Hidayat
 
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptxKEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptxmonakhusnul1
 
Apakah rheumatoid arthritis
Apakah rheumatoid arthritisApakah rheumatoid arthritis
Apakah rheumatoid arthritis252515
 
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptxkel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptxchifuyuyuppie
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitisKANDA IZUL
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletalpjj_kemenkes
 
pptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguy
pptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguypptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguy
pptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguyIllonaSahara1
 
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptxFARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptxRodhiRestino
 
PPT tugas artritis Reumatoid.pptx
PPT tugas artritis Reumatoid.pptxPPT tugas artritis Reumatoid.pptx
PPT tugas artritis Reumatoid.pptxGuruhPrayudi
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoidarozi14
 
reumatoid
 reumatoid reumatoid
reumatoidarozi14
 

Similar a Askep lansia dg ra&terapi (20)

ASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptxASKEP Gerontik.pptx
ASKEP Gerontik.pptx
 
Artritis Reumatoid
Artritis ReumatoidArtritis Reumatoid
Artritis Reumatoid
 
264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx
 
264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx264904680-Lp-RematiK.docx
264904680-Lp-RematiK.docx
 
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptxKEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
KEL 4 RHEUMATOID ARTHRITIS.pptx
 
Asuhan gangguan muskuloskeletal
Asuhan gangguan muskuloskeletalAsuhan gangguan muskuloskeletal
Asuhan gangguan muskuloskeletal
 
Apakah rheumatoid arthritis
Apakah rheumatoid arthritisApakah rheumatoid arthritis
Apakah rheumatoid arthritis
 
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptxkel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
kel 11 (rheumatoid arthritis) biomedik 2.pptx
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitis
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
Asuhan Keperawatan Akibat Peradangan Muskuluskeletal
 
pptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguy
pptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguypptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguy
pptjbugyugygjbjkjkbjgyftyftyfhvhjbjkbkjkguy
 
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptxFARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
 
370504081-Lp-Rematik.docx
370504081-Lp-Rematik.docx370504081-Lp-Rematik.docx
370504081-Lp-Rematik.docx
 
PPT tugas artritis Reumatoid.pptx
PPT tugas artritis Reumatoid.pptxPPT tugas artritis Reumatoid.pptx
PPT tugas artritis Reumatoid.pptx
 
Yataba askep osteomilitis dan borsistis
Yataba askep osteomilitis dan borsistisYataba askep osteomilitis dan borsistis
Yataba askep osteomilitis dan borsistis
 
Spektrum klinis artritis reumatoid
Spektrum klinis artritis reumatoidSpektrum klinis artritis reumatoid
Spektrum klinis artritis reumatoid
 
Arhtritis reumatoid
Arhtritis reumatoidArhtritis reumatoid
Arhtritis reumatoid
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoid
 
reumatoid
 reumatoid reumatoid
reumatoid
 

Askep lansia dg ra&terapi

  • 1. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Reumatoid Artritis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I IPENDAHULUAN......................................................................... 1 BAB 2 TINJAUAN TEORI....................................................................... 2 2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS....................................... 2 2.1.1 Definisi................................................................................... 2 2.1.2 Etiologi................................................................................... 2 2.1.3 Patofisiologi............................................................................ 3 2.1.4 Manifestasi Klinis................................................................... 5 2.1.5 Komplikasi.............................................................................. 6 2.1.6 Kriteria Diagnostik................................................................. 6 2.1.7 Penatalaksanaan...................................................................... 7 2.2.... TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN.................... 8 2.2.1 Pengkajian.............................................................................. 8 2.2.2 Diagnosa/Intervensi................................................................ 10 BAB 3 Kesimpulan dan Saran.................................................................... 19 3.1 Kesimpulan............................................................................... 19 3.2 Saran......................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua system musculoskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan musculoskeletal terutama adalah atritis rheumatoid. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Arthritis rheumatoid memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk itu perlu perawatan dan perhatian khusus bagi lansia dengan arthritis rheumatoid terutama dalam keluarga. Asuhan keperawatan harus didasarkan pada kepercayaan bahwa pemeliharaan mobilitas merupakan hal yang kritis untuk kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup. Perawat juga memainkan suatu peran penting dalam mengenali dan mengajarkan kepada orang lain tentang kerentanan lansia karena perpaduan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan usia dan kemungkinan adanya faktor iatrogenic yang terjadi pada lansia yang dirawat di rumah sakit kerena gangguan mobilitas mereka. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS
  • 3. 2.1.1 Definisi Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membrane synovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. AR adalah suatu penyakit kronis, seistemik, yang secara khas berkembang perlahan-lahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis, neuropati, skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periode-periode remisi dan bertambah parahnya penyakit. 2.1.2 Etiologi Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus. Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu : 1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus 2. Endokrin 3. Autoimun 4. Metabolik 5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya. Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
  • 4. 2.1.3 Patofisiologi Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim- enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
  • 5.
  • 6.
  • 7. 2.1.4 Manifestasi Klinis Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok. ü Kelompok 1 adalah RA klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat faktor rheumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif. ü Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari American Rheumatologic Association untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari. ü Kelompok 3, sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan penggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik. Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap. 1. Terapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada. 2. Secara radiologis, keruakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi. 3. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang. 4. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak sepewrti nodula-nodula mungkin terjadi.
  • 8. 2.1.5 Komplikasi Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis. 2.1.6 Kriteria Diagnostik Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut: 1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam) 2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi 3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan 4. Arthritis yang simetris 5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum 6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
  • 9. Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. 2.1.7 Penatalaksanaan Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agens antiinflamasi, obat yang dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per hari, yang dapat menyebabkan gejala system gastrointestinal dan system saraf pusat. Obat anti-inflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati perlu dilakukan. Terapi kortikosteroid yang di injeksikan melalui sendi mungkin di gunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diulangi lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu. Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi. 2.2 TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN 2.2.1 Pengkajian Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya. 1. Aktivitas/ istirahat
  • 10. Gejala Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda § Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi. 2. Kardiovaskuler Gejala Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal). 3. Integritas ego Gejala § Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, § Faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ) § Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain). 4. Makanan/ cairan Gejala § Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia § Kesulitan untuk mengunyah Tanda Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa. 5. Hygiene Gejala Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. 6. Neurosensori Gejala Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
  • 11. 7. Nyeri/ kenyamanan Gejala Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ). 8. Keamanan Gejala Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa. 9. Interaksi sosial Gejala Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi. 2.2.2 Diagnosa 1. Nyeri (akut ) Berhubungan dengan Agen pencedera : distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau proses inflamasi destruksi sendi. Ditandai dengan § Keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, kelelahan § Berfokus pada diri/penyempitan focus § Perilaku distraksi/respon autonomic § Perilaku berhati-hati atau melindungi Kriteria hasil/ kriteria evaluasi § Menunjukkan nyeri hilang/terkontrol § Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan § Mengikuti program farmakologis yang diresepkan § Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program control/nyeri Tindakan Keperawatan Tindakan/intervensi Rasional
  • 12. Mandiri 1. Kaji keluhan nyeri, kukalitas, lokasi, Membantu menentukan kebutuhan intensitas (skala 0-10), dan waktu. Catat manajemen nyeri dan keefektifan faktor yang mempercepat dan tanda rasa program sakit nonverbal 2. Berikan matras/kasur lembut dan bantal Matras lembut dan bantal kecil kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai mencegah pemeliharaan kesejajaran kebutuhan tubuh yang tepat, mengistirahatkan sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan sendi yang terinflamasi/nyeri 3. Berikan posisi nyaman waktu Penyakit berat/eksaserbasi, tirah tidur/duduk di kursi. Tingkatkan istirahat baring diperlukan untuk membatasi di tempat tidur sesuai indikasi nyeri atau cedera sendi 4. Pantau penggunaan bantal, karung Mengistirahatkan sendi yang sakit dan pasir, bebat, dan brace mempertahankan posisi netral. Catatan : penggunaan brace menurunkan nyeri, dan mengurangi kerusakan sendi. 5. Anjurkan mandi air hangat/pancuran Panas meningkatkan relaksasi otot dan pada waktu bangun. Sediakan waslap mobilitas, menurunkan rasa sakit dan hangat untuk mengompres sendi yang kekakuan di pagi hari. Sensitivitas sakit beberapa kali. pada panas dapat hilang dan luka dermal. Dapat sembuh 6. Berikan massase yang lembut Meningkatkan relaksasi atau mengurangi ketegangan otot. 7. Gunakan teknik manajemen stress, Meningkatkan relaksasi, memberikan missal, relaksasi progresif dan distraksi, rasa control, dan meningkatkan sentuhan terapeutik, biofeedback, kemampuan koping. visualisasi, pedoman imajinasi, hipnotis diri dan pengendalian napas.
  • 13. 8. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang Memfokuskan kembali sesuai situasi individu perhatian,memberikan stimulasi, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat. Kolaborasi 9. Berikan obat sesuai petunjuk - Asetilsalisilat (Aspirin) ASA bekerja antiinflamasi dan efek analgesic ringan mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas. - NSAID lainnya ; ibuprofen, Digunakan bila tidak ada efek naproksen, piroksikam, fenoprefen terhadap aspirin - D-penisilamin ( cuprimine ) Mengontrol efek sistemik rematoid arthritis jika terapi lainnya tidak - Antasida berhasil Diberikan dengan agen NSAID untuk meminimalkan iritasi atau - Produk kodein ketidaknyaman lambung. Narkotik umumnya kontraindikasi karena sifat kronis dari kondisi. 10. Bantu dengan terapi fisik, missal sarung Member dukungan panas untuk sendi tangan parafin yang sakit 11. Siapkan intervensi operasi Penangkatan sinovium yang meradang ( sinovektomi ) mengurangi nyeri dan membatasi progresif perubahan degenerative. 2. Kerusakan mobilitas fisik Berhubungan dengan § Deformitas skeletal § Nyeri, ketidaknyamanan § Intoleransi terhadap aktivitas, penurunan kekuatan otot.
  • 14. Ditandai dengan § Keengganan untuk mencoba bergerak atau ketidakmampuan untuk bergerak dalam lingkungan fisik § Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/kontroldan massa (tahap lanjut). Kriteria hasil/kriteria evaluasi § Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur § Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/atau kompensasi bagian tubuh § Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas. Tindakan Keperawatan Tindakan/intervensi Rasional Mandiri 1. Evaluasi pemantauan tingkat Tingkat aktivitas atau latihan inflamasi/rasa sakit pada sendi tergantung dari perkembangan proses inflamasi 2. Pertahankan tirah baring.duduk. jadwal Istirahat sistemik dianjurkan selama aktivitas untuk memberikan periode eksaserbasi akut dan seluruh fase istirahat terus-menerus dan tidur malam penyakit untuk mencegah kelelahan, hari mempertahankan kekuatan. 3. Bantu rentang gerak aktif/pasif, latihan Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan resistif dan isometrik otot dan stamina 4. Ubah posisi dengan sering Menghilangkan tekanan jaringan dan meningkatkan sirkulasi 5. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, Meningkatkan stabilitas jaringan bebat, dan brace (mengurangi risiko cedera), mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktur. 6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah Mencegah fleksi leher
  • 15. leher 7. Dorong klien memeprtahankan postur Memaksimalkan fungsi sendi, tegak dan duduk tinggi, berdiri, serta mempertahankan mobilitas berjalan 8. Berikan lingkungan aman, misal Menghindari cedera akibat menaikkan kursi, menggunakan kecelakaan/jatuh pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda Kolaborasi 9. Konsul dengan ahli terapi fisik atau Memformulasikan program latihan okupasi dan spesialis vokasional berdasarkan kebutuhan individual dang mengindentifikasi bantuan mobilitas. 10. Berikan matras busa atau pengubah Menurunkan tekanan pada jaringan tekanan yang mudah pecah dan mengurangi risko imobilitas dan dekubitus. 11. Berikan obat sesuai indikasi : - Agen antireumatik, misal emas, natrium Krisoterapi (garam emas) tiomelat (myochrysin) atau auranofin menghasilkan remisi terus-menerus, (ridaura) tetapi mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian/efek samping, mis pusing, penglihatan kabur, syok anafilaksis. - Steroid Menekan inflamasi sistemik. 3. Gangguan Gambaran Diri Berhubungan dengan § Perceptual kognitif § Psikososial § Perubahan kemampuan untuk melakukan tugas umum
  • 16. § Peningkatan penggunaan energy, ketidakseimbangan mobilitas Ditandai dengan § Respon verbal terhadap perubahan struktur atau fungsi dari bagian tubuh yang sakit § Bicara negative tentang diri sendiri, focus pada kekuatan/fungsi masa lalu, dan penampilan § Perubahan gaya hidup/kemampuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, dan ketergantungan pada orang terdekat § Perubahan padea keterlibatan social, rasa terisolasi § Perasaan tidak brdaya, putus asa Kriteria hasil/kriteria evaluasi § Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan § Menerima perubahan gaya tubuh dan mengintegrasikan ke dalam konsep diri § Menyusun tujuan/rencana realitas untuk masa depan § Mengembangkan keterampilan perawatan diri agar dapat berfungsi dalam masyarakat. Tindakan Keperawatan Tindakan/intervensi Rasional Mandiri 1. Dorong pengungkapan mengenai proses Berikan kesempatan mengidentifikasi penyakit dan harapan masa depan rasa takut/kesalahan konsep dan menghadapi secara langsung 2. Diskusikan persepsi klien mengenai Isyarat verbal atau nonverbal keluarga bagaimana keluarga menerima berpengaruh pada bagaimana klien keterbatasan memandang dirinya 3. Bantu klien mengekspresikan perasaan Untuk mendapatkan dukungan proses kehilangan berkabung yang adaptif 4. Perhatikan perilaku menarik diri, Menunjukkan emosional/metode penggunaan menyangkal/terlalu koping maladaptive sehingga memperhatikan tubuh membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis. 5. Bantu klien mengidentifikasi perilaku Membantu mempertahankan control positif yang membantu koping diri dan meningkatkan harga diri.
  • 17. 6. Ikutkan klien dalam merencanakan Meningkatkan perasaan kompetisi atau perawatan dan membuat jadwal aktivitas harga diri, mendorong kemandirian, dan partisipasi terapi. 7. Berikan bantuan positif Memungkinkan klien merasa senang terhadap dirinya; menguatkan perilaku positif;serta meningkatkan percaya diri Kolaborasi 8. Rujuk pada konselling psikiatri Klien/keluarga membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang 9. Berikan obat sesuai indikasi (missal Dibutuhkan saat munculnya depresi antiansietas) hebat sampai klien dapat menggunakan kemampuan koping efektif. 4. Kurang Perawatan Diri Berhubungan dengan § Kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, dan nyeri pada waktu bergerak § Depresi § Pembatasan aktivitas Ditandai dengan § Ketidakmampuan mengatur aktivitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi, berpakaian, dan eliminasi). Kriteria hasil/kriteria evaluasi § Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual § Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri § Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri. Tindakan Keperawatan
  • 18. Tindakan/intervensi Rasional Mandiri 1. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) Melanjutkan aktivitas dengan sebelum timbul penyakit beradaptasi pada keterbatasan saat ini 2. Kaji respons emosional klien terhadap Perubahan kemampuan merawat diri merawat kemampuan merawat diri yang dapat membangkitkan perasaan cemas menurun dan beri dukungan emosional. dan frustasi, dimana dapat mengganggu kemampuan lebih lanjut 3. Pertahankan mobilitas, control terhadap Mendukung kemandirian fisik atau nyeri dan program latihan emosional 4. Kaji hambatan terhadap partisipasi Meningkatkan kemandirian yang akan dalam perawatan diri. Identifikasi meningkatkan harga diri modifikasi lingkungan. 5. Beri dorongan agar berpartisipasi Partisipasi klien dalam merawat diri dalam merawat diri. Aktivitas yang meningkatkan harga diri dan terjadwal memungkinkan waktu untuk menurunkan perasaan ketergantungan. merawat diri. 6. Biarkan klien mengontrol lingkungan Memberi kesempatan mengontrol sebanyak mungkin, bantu klien hanya dapat meningkatkan harga diri dan jika diminta. menurunkan perasaan ketergantungan. 7. Jelaskan berapa lama kemampuan Dapat mengurangi ketakutan akan merawat diri yang menurun diharapkan ketergantungan jangka panjang atau untuk bertahan, jika diketahui. permanen. Kolaborasi 8. Konsultasi dengan ahli terapi okupasi Menentukan alat bantu memenuhi kebutuhan individu. 5. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), mengenai Kondisi, Prognosis, dan Pengobatan Berhubungan dengan § Kurangnya pemajanan/mengingat § Kesalahan interpretasi informasi
  • 19. Ditandai dengan § Pertanyaan atau permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep § Tidak dapat mengikuti instruksi atau terjadinya komplikasi yang dapat dicegah. Kriteria hasil/kriteria evaluasi § Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan perawatan § Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas atau pembatasan aktivitas. Tindakan Keperawatan Tindakan/intervensi Rasional Mandiri 1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan Memberikan pengetahuan dimana harapan masa depan klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. 2. Diskusikan kebiasaan klien dalam Tujuan control penyakit adalah untuk penatalaksanaan proses sakit melalui diet, menekan inflamasi atau jaringan lain obat, latihan dan istirahat. untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas 3. Bantu dalam merencanakan jadwal Memberikan struktur dan mengurangi aktivitas terintegrasi yang realitas, ansietas pada waktu menangani proses istirahat, perawatan pribadi, pemberian penyakit kronis kompleks. obat, terapi fisik dan manajemen stress. 4. Tekankan pentingnya melanjutkan Keuntungan dari terapi obat manajemen farmakoterapeutik tergantung pada ketepatan dosis, missal aspirin diberikan secara regular untuk mendukung kadar terapeutik darah 18-25 mg. 5. Rekomendasikan penggunaan aspirin Preparat bersalut dicerna dengan bersalut atau salisilat nonasetil makanan, meminimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. 6. Anjurkan mencerna obat dengan Membatasi iritasi gaster. Pengurangan makanan, susu, atau antasida pada nyeri dapat meningkatkan tidur dan
  • 20. sebelum tidur kadar darah serta mengurangi kekakuan pada pagi hari. 7. Tinjau pentingnya diet yang seimbang Meningkatkan perasaan sehat dan dengan makanan yang banyak perbaikan atau regenerasi jaringan. mengandung vitamin, protein, dan zat besi. 8. Dorong klien obesitas untuk Penurunan berat badan mengurangi menurunkan berat badan dan berikan tekanan pada sendi, terutama pinggul, informasi penurunan berat badan sesuai lutut, pergelangan kaki, dan telapak kebutuhan kaki. 9. Berikan informasi mengenai alat bantu, Mengurangi paksaan untuk missal tongkat atau palang keamanan. menggunakan sendi dan memungkinkan klien ikut serta seecara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan. 10. Diskusikan teknik menghemat energy, Mencegah kepenatan, memberikan misal, duduk daripada berdiri untuk kemudahan perawatan diri, dan mempersiapkan makanan dan mandi kemandirian. 11. Dorong mempertahankan posisi tubuh Mekanika tubuh yang baik harus yang benar pada saat istirahat dan waktu menjadi bagian dari gaya hidup klien melakukan aktivitas, misal, menjaga agar untuk mengurangi tekanan sendi dan sendi tetap meregang, tidak fleksi nyeri. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
  • 21. RA adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kroni yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oelh kerusakan dan poriliferasi membrane synovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti. 3.2 Saran Penyakit musculoskeletal bukan merupakan suatu konsekuensi penuaan yang tidak dapat dihindari dan karenanya harus dianggap sebagai suatu proses penyakit spesifik, tidak hanay sebagai akibat penuaan. Sebagai seorang perawat , untuk mengatasi terjadinya cedera sebagai akibat efek perubahan postur tubuh sebagai seorang perawat kita harus dapat menjadi perawat yang terpercaya untuk meningkatkan kesehatan merekan sendiri dan melakukan latihan yang teratur, postur tubuh dan diet yang benar setiap hari dalam kehidupan mereka sendiri, kemudian dalam merawat lansia yang mengalami masalah musculoskeletal kita harus dapat memahami suatu pemahaman terkait masalah tersebut, agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Azizah,Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta. 2011 http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/rheumatoid-artritis.html. Askep Muskuloskeletal. dipostkan Tyo di 07.56 PM ( Diakses tanggal 11 April 2012) Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta. 2010 Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta. 2011
  • 22. Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006 Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011 GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PADA LANSIA 12:28 KTI kebidanan PENDAHULUAN Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut. Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal 2. Metabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget 3. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati 4. Radang : polymyalgia rheumatica, temporal (giant cell) arthritis, gout 5. Pengaruh obat Dari sekian banyak jenis gangguan sistem muskuloskelatal, dalam pembahasan refarat ini akan dibahas lebih lanjut beberapa yang paling sering terjadi pada lansia seperti osteoarthritis, arthritis rheumatoid, arthritis gout, osteoporosis dan amiloidosis.
  • 23. IV.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan – jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut. A.Sendi Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada tiga tipe sendi, yaitu : 1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. 2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak. 3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas. A.1. Sendi fibrosa ( Sinarthroidal ) Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya terdapat pada sutura tulang-tulang tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis, dan terdiri dari suatu membrane interosseus atau suatu ligament antara tulang. Hubungan ini memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan gerakan sejati. Contohnya ialah perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal. A.2. Sendi kartilaginosa ( amphiarthroidal ) Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana ujung – ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin
  • 24. dan disokong oleh ligamen, sehingga hanya memungkinkan suatu gerakan yang terbatas. Ada dua tipe sendi kartilaginosa. Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang- tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago, dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung adalah contoh-contohnya. A.3. Sendi sinovial ( diarthroidal ) Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan rongga sendi dilapisi tulang rawan hialin. Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial. Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal dari sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang
  • 25. ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik sehingga memungkinkan tulang rawan tersebut menerima beban yang berat. Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau usia yang bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe I yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat. Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi pada cairan interstitial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak kebelakang ke bagian tulang rawan ketika tekanan berkurang. Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan di dalam plasma berdifusi dengan mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di sinovium karena di dalam daerah tersebut banyak mengandung aliran darah, dan disamping itu juga terdapat banyak sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respons peradangan. Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan sinovium. Saraf- saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul, ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat
  • 26. sensitif terhadap peregangan dan perputaran. Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium cenderung difus dan tidak terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri yang berasal dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada sendi yang lainnya, misalnya nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut. B.Jaringan Penyambung Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang berdekatan terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada pada jaringan penyambung seperti pada sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit rheumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan penyambung ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan, seperti kondrosit, fibroblas, dan osteoblas. Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari substansi dasar dan membuat tiap jenis jaringan penyambung memiliki susunan sel yang tersendiri. Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah kolagen dan elastin. Setidaknya terdapat 11 bentuk kolagen yang dapat diklasifikasikan menurut rantai molekul, lokasi dan fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Enzim proteolitik ini membuat molekul stabil berubah menjadi molekul tidak stabil pada suhu fisiologik dan selanjutnya dihidrolisis oleh proses lain. Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada orang-orang yang usianya makin lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase terlihat pada bentuk-bentuk penyakit reumatik yang diperantarai oleh imunitas seperti pada arthritis reumatoid. Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini didapat dalam ligamen, dinding pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah-pecah oleh enzim yang disebut elastase. Elastase dapat menjadi penting pada proses pembentukan arteriosklerosis dan emfisema. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem kardiovaskuler karena penuaan, dapat terjadi oleh karena peningkatan pemecahan serat elastin
  • 27. . Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang ditemukan dalam substansi dasar. Proteoglikan adalah molekul besar terbuat dari rantai polisakarida panjang yang melekat pada pusat polipeptida. Proteoglikan pada tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan pada sendi sehingga sendi dapat menahan beban-beban fisik yang berat. Hubungan proteoglikan dan dengan proses imunologi dengan proses peradangan adalah kompleks. Limfokin dapat menginduksi sel- sel jaringan penyambung untuk memproduksi proteoglikan baru, menghambat produksi, atau meningkatkan pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi fokus aksi autoimun pada gangguan seperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah proteoglikan di dalam tulang rawan, proteoglikan ini akan kurang melekat satu dengan lainnya dan berinteraksi dengan kolagen. Perubahan fungsional dan struktural utama yang menjadi bagian dari proses penuaan normal menyebabkan perubahan biokimia dari jaringan penyambung dan terjadi terutama pada serat dan proteoglikan. Evaluasi Cairan Sinovial Tiap-tiap gangguan rheumatik dapat mempengaruhi perubahan cairan sinovial secara berbeda- beda. Uji beku musin dilakukan dengan menambahkan asam asetat pada cairan sinovial. Zat ini akan membentuk presipitasi karena berinteraksi dengan asam hialuronat. Uji ini akan memberikan hasil yang semakin tidak akurat dengan semakin banyaknya cairan peradangan, karena asam hialuronat telah dipecahkan oleh enzim-enzim lisosomal sehingga jumlahnya tidak cukup lagi untuk membentuk presipitasi ketika ditetesi asam asetat. Kejernihan cairan sinovial normal akan menghilang dengan peningkatan sel-sel dan protein pada keadaan patologik. IV.3. OSTEOARTHRITIS Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang yang berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku, khususnya setelah melakukan aktivitas yang lama akan menyertai perubahan degeneratif tersebut. A. Insidens, Etiologi dan Patologi
  • 28. Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling sering ditemukan. Diperkirakan ⅓ dari orang berusia >35 tahun, menunjukkan bukti radiografik yang memperlihatkan penyakit osteoarthritis dengan prevalensi yang terus meningkat sampai 80 tahun. Meskipun mayoritas pasien, khususnya yang berusia muda, menderita penyakit ringan dan relatif asimptomatik, osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun. Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan beberapa penyakit yang semuanya memperlihatkan gambaran klinis dan patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua perubahan morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal proses patologis osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga kadar air tulang rawan sendi juga berkurang. Hal tersebut diatas membuat tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa. Permukaan tulang rawan sendi menjadi tidak homogen, terpecah-pecah dan timbul robekan-robekan. Dalam hal inilah, diduga pembentukan tulang baru yaitu osteofit adalah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk memperbesar permukaan tulang dibagian inferior tulang rawan sendi yang telah rusak tersebut. Dengan menambah luas permukaan tulang dibawahnya diharapkan distribusi beban yang ditanggung persendian tersebut dapat merata. Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini. Penambahan usia semata tidak menyebabkan osteoarthritis, sekalipun perubahan selular atau matriks pada kartilago yang terjadi bersamaan dengan penuaan kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami osteoarthritis. Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah obesitas, trauma, kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus) dan kelainan primer persendian (misalnya
  • 29. arthritis inflamatorik). B.Keluhan dan Gejala Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama dan intensitas penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Pada umumnya pasien osteoartritis mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : 1. Subklinis. Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru terbatas pada tingkat seluler dan biokimiawi sendi. 2. Manifest. Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi bertambah luas disertai reaksi peradangan. 3. Dekompensasi Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan kontraktur. Pada tahap ini biasanya diperlukan tindakan bedah. Keluhan-keluhan umum yang sering dirasakan penderita osteoartritis adalah sebagai berikut : • Nyeri Sendi Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien datang ke dokter.Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.Beberapa gerakan tertentu menimbulkan rasa sakit yang berlebih dibanding gerakan lain. Pada osteoartritis terdapat hambatan sendi yang biasanya bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. Asal nyeri dapat dibedakan, yaitu : - Peradangan Nyeri yang berasal dari peradangan biasanya bertambah pada pagi hari atau setelah istirahat beberapa saat dan berkurang setelah bergerak. Hal ini karena sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi. Semua ini menimbulkan rasa nyeri.
  • 30. - Mekanik Nyeri akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya terlokalisasi hanya pada sendi yang terkena, tetapi dapat juga menjalar • Kaku Sendi Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan osteoartritis yang tidak begitu berat. Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi dapat timbul setelah istirahat beberapa saat misalnya sehabis duduk lama atau bangun tidur. Berlawanan dengan penyakit inflamasi sendi seperti artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid kekakuan sendi pada pagi hari berlangsung lebih dari 1 jam,maka pada osteoartritis kekakuan sendi jarang melebihi 30 menit. • Pembengkakan Sendi Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi. Biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi yang terkena akan terlihat deformitas yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis. • Perubahan Gaya Jalan Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah adanya perubahan gaya jalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis, pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggulnya berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien lanjut usia. • Gangguan Fungsi Timbul karena ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi. Adanya kontraktur, kemungkinan adanya osteofit, nyeri dan bengkak merupakan penyebab yang menimbulkan gangguan fungsi. Pada osteoartritis tidak terdapat gejala-gejala sistemik seperti kelelahan, penurunan berat badan atau demam.
  • 31. C. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berguna untuk menyingkirkan penyakit sendi lain, karena tidak ada satupun yang spesifik untuk osteoartritis. Pemeriksaan hematologis umumnya normal, jumlah leukosit dan laju endap darah normal, kecuali jika disertai infeksi lain. Cairan sendi dapat diambil dari sendi manapun yang bengkak dan tindakan ini dapat mengurangi rasa nyeri penderita. Pada osreoartritis, cairan sendi akan meningkat jumlahnya, berwarna kuning transparan, kental, terdapat gumpalan musin, jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 dengan proporsi sel normal (25% PMN). Mungkin ditemukan kristal kalsium pirofosfat dan hidroksi- apatit sebagai penyebab reaksi peradangan. Dapat juga ditemukan serpihan tulang rawan pada tingkat lanjut penyakit. Radiologis Pemeriksaan radiologis membantu diagnosis osteoartritis, tetapi adanya kelainan radiologis tidak terlalu berarti bahwa ini sebagai penyebab satu-satunya keluhan penderita. Kriteria radiologis osteoartritis adalah sebagai berikut : Osteofit pada tepi sendi atau tempat melekatnya ligamen Adanya periartikuler ossicle terutama pada DIP dan PIP Penyempitan celah sendi disertai sklerosis jaringan tulang subkondrial Adanya kista dengan dinding yang sklerotik pada daerah subkondrial Perubahan bentuk tulang, misal pada caput femur. Kriteria diagnosis radiologis, yaitu : 1. Meragukan : bila ditemukan 1 dari 5 kriteria diatas 2. Osteoartritis ringan : bila ditemukan 2 dari 5 kriteria diatas 3. Osteoartritis moderate : bila ditemukan 3 dari 5 kriteria diatas 4. Osteoartritis berat : bila ditemukan 4 dari 5 kriteria diatas D. Diagnosis Diagnosis osteoartritis ditegakkan berdasarkan anannesis, pemeriksaan jasmani, radiologis, dan
  • 32. bila perlu dengan pemeriksaan laboratorium tertentu. Diagnosis bandingnya terutama dengan penyakit sendi yang sering ditemui dalam praktek sehari-hari, yaitu artritis gout dan artritis rheumatoid. E. Penatalaksanaan Osteoarthritis Stadium awal osteoarthritis paling baik bila ditangani dengan tindakan konservatif, termasuk pengobatan dengan obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti preparat piroxicam 10mg 2x1 hari, preparat naproxen 250-500 mg 2x1 hari,tetapi harus mewaspadai efek yang timbul di lambung dan reaksi alergi.Dapat juga dengan latihan-latihan fisioterapi atau tanpa pengobatan sama sekali. Intervensi pembedahan merupakan tindakan yang terlambat setelah terjadi perkembangan penyakit yang berarti. Penggunaan injeksi sodium hyaluronate yang berfungsi sama seperti cairan sinovial pada rongga sendi dapat juga digunakan. Dosis yang dipakai adalah 1 X 2 ml/minggu selama 5 minggu berturut-turut. Indikasi bedah dilakukan bila nyeri dan pengurangan fungsi masih ada setelah pemberian obat- obat anti inlamasi non steroid, suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan bidai kecil. Osteoarthritis lanjut pada persendian perifer sering memerlukan pembedahan untuk meringankan rasa nyeri dan memperbaiki fungsi sendi, misalnya tindakan menyatukan sendi atau arthroplasti reseksi untuk menyumbat rongga sendi, osteotomi untuk menghasilkan kembali keseimbangan berbagai gaya mekanis, atau artroplasti penggantian sendi secara total untuk membentuk kembali permukaan artikulasi sendi. Selain dari pengobatan medis seperti diatas, dapat juga disertai dengan penatalaksanaan lain seperti sebagai berikut : • Meyakinkan penderita bahwa penyakitnya tidak progresif karena biasanya penderita takut sekali menjadi lumpuh atau cacat. Rencana pengobatan selanjutnya dijelaskan dan disesuaikan dengan keadaan umum penderita, sendi-sendi yang terkena, keluhan dan sikap hidup sehari-hari. • Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena
  • 33. Koreksi semua faktor-faktor yang menimbulkan stress berlebihan pada rawan sendi. Tindakan ini bukan saja akan mengurangi beban pada rawan sendi, tetapi juga memperlambat proses degenerasi sehingga akan lebih memberi kesempatan proses regenerasi berlangsung. • Diet, selain untuk mengurangi berat badan, tidak ada bukti bahwa diet berperan langsung terhadap pengobatan osteoartritis. Dengan menghilangkan kegemukan penderita osteoartritis sendi penyokong berat badan maka akan mengurangi keluhan. • Fisioterapi, terutama pemanasan dan latihan yang adekuat. Pemanasan badan (moist health) lebih nyaman daripada pemanasan kering. Massage, penggunaannya sangat terbatas karena hanya berefek pada otot yang melingkupi sendi, sedang sendinya sendiri tidak dapat dicapai. Massage berguna untuk mengurangi nyeri karena spasme otot. • Alat bantu, misalnya traksi atau pemakaian soft collar untuk spondilosis leher, korset untuk spondilosis lumbal, tongkat untuk osteoartritis lutut atau pinggul. Berdasarkan perkembangan penelitian tentang osteoartritis, untuk pengobatan terbaru osteoartritis dapat dipakai kombinasi Chondroitin Sulfate (CS) dan Glucosamine Sulfate (GS). Dengan kombinasi ini sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pada osteoartritis juga nyeri pada artritis rheumatoid. Glucosamine adalah bentuk polisakarida terbuat dari kulit kerang yang merupakan bahan dasar pembentuk tulang rawan sendi. Cara kerjanya menstimulasi fungsi dan kerja sendi sehingga dapat terjadi regenerasi sel rawan sendi secara berkesinambungan. Zat tersebut disisipkan melalui pergesekan sendi ke dalam rawan sendi untuk membentuk sel-sel rawan. Chondroitin sulfat terbuat dari tulang rawan ikan hiu dan paus. Khasiatnya adalah antiinflamasi (peradangan) dan penghilang rasa sakit. Zat itu juga bisa menetralisasi perusakan enzim dan meningkatkan kualitas cairan sendi. Kombinasi preparat Glocosamine HCL 250 mg dengan Chondroitin Sulphate 200 mg dengan dosis 3x1. Obat-obatan golongan terbaru pada pengobatan osteoartritis: Golongan cox-2 inhibitors berperan dalam menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin yang berperan dalam timbulnya inflamasi dan nyeri sehingga mengurangi terjadinya perdarahan lambung dan gangguan pada ginjal. Contoh obatnya : Celecoxib 100mg 2x1 hari, Valdecoxib 10-20mg 1x1 hari, tidak boleh
  • 34. diberikan pada orang dengan alergi NSAID, asma. IV.4. ARTHRITIS RHEUMATOID Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi yang mengenai jaringan ikat sendi, bersifat progresif, simetrik, dan sistemik serta cenderung menjadi kronik. Atau arthritis reumatoid adalah kelainan sistemik dengan manifestasi utama pada persendian yang berkembang secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu. A. Insidens, Etiologi dan Patogenesis Jaringan sinovia menjadi hiperplastik dan mengalami infiltrasi oleh limfosit serta sel-sel plasma. Sejumlah zat pengantar inflamasi, termasuk interleukin 1, prostaglandin, dan imunoglobulin ditemukan dalam cairan sinovia. B. Keluhan dan gejala Sebagian besar pasien arthritis reumatoid yang berusia lanjut menderita penyakit tersebut sebagai suatu proses yang tengah berlangsung dan sudah dimulai.Kalau arthritis reumatoid baru terjadi ketika seseorang sudah berusia lanjut, onsetnya dapat timbul perlahan atau terjadi secara akut. Pada kebanyakan pasien, keadaan artritis disertai dengan gejala konstitutional yang ringan atau sedang. Biasanya arthritis reumatoid terutama ditemukan pada persendian yang kecil pada tangan (yaitu
  • 35. di artikulasio interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal), kemudian kaki (pada artikulasio metatarsofalangeal, interfalangeal) dan pergelangan tangan, baru kemudian penyakit ini mengenai persendian yang besar (misalnya sendi siku, bahu, lutut). Kalau onsetnya terjadi secara tiba-tiba selama waktu beberapa hari saja, pasien sering mengalami gejala malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan depresi. Gejala panas dan perspirasi malam hari kadang-kadang dikemukakan. Pada akhirnya, arthritis reumatoid akan menjadi penyakit tambahan yang simetris persendian seperti halnya arthritis reumatoid pada pasien yang berusia muda. C. Hasil Laboratorium Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis arthritis reumatoid. Sekitar 85% penderita arthritis reumatoid mempunyai autoantibodi didalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk. Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid arthritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah. Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada arthritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit. Arthritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons
  • 36. terhadap pemberian besi. Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada arthritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. D. Kriteria Diagnostik Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut: 1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam) 2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi 3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan 4. Arthritis yang simetris 5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum 6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang) Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. E. Pengobatan Terapi farmakologis yang utama untuk artritis reumatoid adalah penggunaan obat anti inflamasi non steroid (AINS). Obat anti inflamasi non steroid umumnya diberikan kepada arthritis reumatoid sejak masa dini penyakit ini dimaksudkan untuk mengatasi rasa nyeri sendi akibat inflamasi. Keterbatasan dalam penggunaan AINS adalah toksisitasnya. Toksisitas AINS yang paling sering dijumpai adalah efek sampingnya pada gastrointestinal, terutama jika AINS digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam keadaan stress. Usia juga
  • 37. merupakan faktor resiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat AINS. Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat AINS dalam bentuk supositoria, enteric coated. Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh dalam mukosa lambung dibandingkan dengan preparat biasa. Pada pihak lain, walaupun AINS dalam bentuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan mukosa gastroduodenal, umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan gastoduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan AINS antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem hematopoetik. Selain AINS pengobatan arthritis rematoid juga dilakukan dengan terapi fisik dan okupasional yang harus dilakukan bersama-sama dengan exercise serta pemakaian peralatan penopang dan mungkin pula cara-cara jasmaniah untuk meringankan rasa nyeri (misalnya kompres hangat atau dingin pada tempat yang sakit). Meskipun istirahat perlu dianjurkan pada saat-saat kambuhnya penyakit, immobilitas irreversibel dapat terjadi jika seorang pasien lanjut usia dibiarkan tirah baring dalam waktu yang lama. Jika pasien tidak memperlihatkan respon yang memuaskan terhadap pengobatan dan terapi fisik dalam waktu 6 hingga 12 minggu, terapi pilihan kedua (second line therapy) harus segera dimulai. Banyak pasien dengan inflamasi yang aktif pada persendian memberikan respon terhadap terhadap preparat kortikosteroid sistemik (misalnya pemberian prednison selama 1 bulan yang dimulai dengan takaran 25 mg/hari dan kemudian diturunkan secara perlahan-lahan dengan cara tappering-off menjadi 5 hingga 10 mg/hari). Efek jangka panjang (osteoporosis, katarak, kesembuhan luka yang jelek, hiperglikemia, hipertensi dan peningkatan resiko infeksi) harus seimbang dengan manfaat yang diberikan oleh pengobatan ini. Pemberian preparat steroid intra artikular dapat membantu mengatasi inflamasi rheumatoid akut yang mengenai satu sendi. IV.5. ARTHRITIS GOUT Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada
  • 38. jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). A. Insidens dan Patogenesis Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu. Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi- sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang bila berlanjut akan mengakibatkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout.. Jika tidak diobati endapan kristal akan menyebabkan kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah pubertas. Pada wanita kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria. Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup. B. Gambaran Klinis Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout yang tidak diobati. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari penderita hiperurisemia asimptomatik yang menjadi serangan gout akut.
  • 39. Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan mendadak dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan metatarsofalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah sel darah putih. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat- obatan, alkohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai berikut. Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma lokal atau ruptura dari tofi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat dari konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respons peradangan lainnya. Respons peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal dari serum . Pembengkakan tangan kiri pada penderita gout Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritical. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati. Tahap keempat adalah tahap gout kronik dimana timbunan urat terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat menyebabkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan dari sendi yang bengkak.
  • 40. Serangan akut dari artritis gout dapat terjadi pada tahap ini. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas realtif dari urat. Bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat yang sering dihinggapi tofi. C. Diagnosis Diagnosis artritis gout didasarkan pada kriteria American Rheumatism Association (ARA), yaitu : • Terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan atau • Bila ditemukan 6 dari 12 kriteria tersebut dibawah ini : 1. Inflamasi maksimum pada hari pertama 2. Serangan artritis akut lebih dari satu kali 3. artritis nonartikuler 4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal 6. Serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral 7. Serangan pada sendi tarsal unilateral 8. Adanya fokus 9. Hiperurisemia 10. Pada foto sinar-x tampak pembengkakan sendi asimetris 11. Pada foto sinar-x tampak kista subkortikal tanpa erosi 12. kultur bakteri cairan sendi negatif Diagnosa banding terutama dengan penyakit artritis monoartikular dan artritis yang timbulnya akut, yaitu pseudogout, artritis piogenik, demam reumatik, artritis reumatoid, artritis virus dan lain-lain. Dalam praktek sehari-hari ada dua jenis penyakit sendi yang harus dibedakan dengan penyakit pirai sendi yaitu pseudogout dan artritis piogenik.
  • 41. D. Penatalaksanaan Penatalaksanaan terapi artritis gout sebaiknya mengikuti pedoman terapi sebagai berikut : • Hentikan serangan nyeri yang hebat pada serangan artritis gout akut • Berikan kolkisin sebagai pencegahan terhadap serangan berulang dari artritis gout • Evaluasi kadar asam urat dalam urine selama 24 jam setelah terapi nonfarmakologi diberikan yaitu diet rendah purin dijalankan • Penanggulangan untuk artritis gout kronis Adapun pengobatan artritis gout dibagi atas: 1. Serangan akut Cara yang efektif dan sederhana mengatasi serangan artritis gout yang akut adalah penggunaan obat-obat anti inflamasi non-steroid. Kesembuhan akan terlihat dalam waktu 24 jam dan gejalanya menghilang setelah 3 hari. Preparat colchicine IV dengan takaran 1 sampai 2 mg yang diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% dan disuntikkan selama waktu 20 menit merupakan preparat yang sangat efektif untuk meredakan gejala yang akut. Preparat colchicine oral dengan takaran 0,5 mg 2 X sehari hingga 4 X sehari selama 2 sampai 3 hari mungkin diperlukan untuk kesembuhan total. Namun karena efek sampingnya yaitu timbulnya gejala toksisitas gastrointestinal, pengobatan ini sudah mulai ditinggalkan. Tindakan efektif lainnya yaitu dengan cara pungsi cairan sinovia dan penyuntikan deposteroid dengan dosis 40 mg (triamsinolon). Tindakan ini efektif terutama pada pasien yang tidak mendapat pengobatan per oral atau tidak dapat mentolerir pemakaian NSAID ataupun colchicine. Preparat urikosurik dan alopurinol harus dihindari selama serangan akut. Insidensi terjadinya artritis gout akut yang rekuren dapat diturunkan dengan pemberian colchicine 2 X 0,5 mg/hari dalam jangka waktu lama. 2. Tindakan untuk menurunkan kadar asam urat serum Tindakan untuk menurunkan kadar asam urat serum dapat diberikan preparat urikosurik yang
  • 42. salah satunya adalah probenesid dengan dosis 500 mg tiap 12 jam dan dapat ditingkatkan hingga mencapai 3 gram/hari untuk kadar sama urat serum sampai 6 mg/dl.. Alternatif lain dapat diberikan sulfinpirazon yang relatif bekerja singkat dan harus diberikan tiap 6 jam dengan dosis terbagi yang berkisar dari 300 – 1000 mg/hari. Allopurinol merupakan preparat urikosurik yang sangat efektif bekerja dengan menyekat lintasan metabolik yang memproduksi asam urat, khususnya dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase. Dosis sebesar 2 X 100 mg/hari dapat ditingkatkan hingga mencapai dosis 600 mg/hari untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Pada penyakit gout dengan tofus yang berat, preparat alopurinol dapat digunakan bersama-sama preparat urikosurik lainnya. VI.6. AMILOIDOSIS Amiloidosis adalah suatu sindroma klinis yang ditandai penumpukan protein amiloid yang berbentuk fibrin pada jaringan tubuh. Penumpukan ini disebabkan oleh produksi yang berlebihan dan pengeluaran yang menurun. Protein ini memiliki sifat biokimiawi yang unik. Ia dapat tertumpuk secara setempat, tidak mempunyai arti klinis, atau secara klinis, atau secara nyata mengenai sistem organ manapun dalam tubuh, yang menyebabkan perubahan patofisiologi yang berat, atau penyakit ini dapat berupa pertengahan di antara keduanya. Bagi pasien dan keluarganya, amiloidosis adalah suatu hal yang menakutkan, karena itu pencegahan dan pengobatan yang efektif adalah penting. A. Klasifikasi Fibril amiloid dibentuk dari prekursor protein dengan berat molekul besar. Sebagai pengecualian adalah tipe amiloid yang berkaitan dengan hemodialisis, di mana ß2 mikroglobulin dapat terlibat. Bila amiloid sudah terbentuk, ia memiliki resistensi terhadap enzim proteolitik.Dalam bentuk sekunder ( AA ), perubahan dari penyakit inflamasi atau stimulus imunologis kadang – kadang diikuti dengan resorpsi komplet.
  • 43. Amiloidosis terdapat dalam berbagai macam bentuk yang berbeda secara klinis dan biokimiawi, yang dikelompokkan berdasarkan susunan fibrin yang dimilikinya. Fibril amiloid memiliki komposisi kimiawi bervariasi dan berdasarkan hubungannya dengan sindroma klinisnya, ada tiga jenis amiloid yang dominan. Amiloid AA, biasanya berhubungan dengan penyakit inflamasi yang lama, amiloid AL yang berhubungan dengan produksi yang berlebihan dari immunoglobulin rantai pendek, dan amiloid ß2 mikroglobulin yang berhubungan dengan hemodialisis. Selain tiga jenis amiloid tadi juga terdapat amiloid ASc yang biasa ditemukan pada pasien di atas umur 60 tahun, dengan penyakit jantung. Juga terdapat amiloid tipe AF yang menyertai tipe klinis dari amiloidosis familial Tipe amiloidosis yang paling umum adalah : 1.. Amiloidosis primer, biasanya berhubungan dengan kelainan sel plasma, multipel myeloma dan disebabkan amiloid tipe AL yang diproduksi berlebihan. 2. Amiloidosis sekunder, berhubungan dengan penyakit inflamasi kronis,seperti rheumatoid arthritis, osteomyelitis, malaria, tuberkulosis, lepra, dan demam mediteranea familial, dan disebabkan fibril amiloid tipe AA, yang disintesis berlebihan. 3. Amiloidosis familial (herediter), berhubungan dengan neuropathy, cardiomyopathy familial, disebabkan protein transthyretin abnormal yang diproduksi di hepar. 4. Amiloidosis hemodialisis, yang berhubungan dengan hemodialisis ginjal, disebabkan ß2 mikroglobulin yang tidak dapat dikeluarkan ginjal pada waktu hemodialisis. Selain itu juga terdapat penggolongan lain adalah penggolongan yang secara klinis: 1. Amiloidosis (tanpa bukti akan atau sedang timbulnya penyakit) primer (tipe AL) 2. Amiloid yang berkaitan dengan multiple mieloma (juga tipe AL) 3. Amiloidosis sekunder atau yang reaktif (tipe AA) yang berkaitan dengan penyakit infeksi kronis (misalnya osteomielitis, tuberkulosis, lepra) atau penyakit radang kronik (misalnya arthritis rheumatoid)
  • 44. 4. Amiloidosis heredofamilial, jenis kelainan neuropati [tipe AF transtiretin (praalbumin)], ginjal, kardiovaskuler, dan gejala lainnya, serta amiloidosis yang berkaitan dengan demam Mediteranea yang bersifat familial (tipe AA) 5. Amiloidosis setempat (fokal, seringkali menyerupai tumor, penumpukan timbul pada organ yang terisolasi, seringkali kelenjar endokrin, tanpa tanda terserang secara sistemik) 6. Amiloidosis yang berkaitan dengan usia, terutama pada jantung dan dalam otak 7. Amiloidosis yang berkaitan dengan hemodialisis yang telah berlangsung lama B. Manifestasi klinis Amiloid dapat menyerang persendian secara langsung dengan keberadaanya di membran sinovial dan cairan sinovial atau di tulang rawan sendi. Arthritis amiloid dapat menyerupai beberapa penyakit rheumatik karena timbul sebagai arthritis simetris pada persendian kecil dengan nodul, kekakuan sendi pada pagi hari dan kelelahan.Banyak pasien dengan arthropati amiloid ternyata menderita multiple mieloma. Cairan sinovial biasanya mengandung sedikit sel darah putih, bekuan musin yang baik sampai tingkat menengah, predominansi sel mononuclear, dan tanpa kristal. Penelitian dari contoh pembedahan dengan angka kejadian yang mencolok menunjukkan terdapatnya amiloid di tulang rawan, kapsul dan sinovial pada osteoarthritis. Penyebaran amiloid di otot dapat mengakibatkan pseudomiopati. Amiloidosis pada endokardium atrial kiri Gejala klinis lainnya tergantung dari sistem organ yang terkena. Bila mengenai paru – paru dapat timbul dyspneu, penyakit paru interstitial. Akibat infiltrasi amiloid pada miokard dan endokard, dapat timbul kardiomyopathi, aritmia, angina pektoris, gagal jantung kongestif. Pada ginjal dapat timbul sindroma nefrotik dan gagal ginjal. Bila terdapat di otak, dapat timbul gejala demensia, sehingga dianggap berperan dalam penyakit Alzheimer. Amiloidosis primer pada ginjal ( Amiloidosis primer pada ginjal ) C. Diagnosis
  • 45. Diagnosis spesifik amiloid bergantung kepada pengumpulan spesimen jaringan melalui biopsi dan penemuan amilod melalui pewarnaan yang tepat. Bila seorang pasien menderita penyakit kronik yang mengarah ke amiloid seperti arthritis rheumatoid, tuberkulosis, paraplegia, multiple mieloma, bronkiektasis, atau lepra yang disertai hepatomegali, splenomegali, malabsorpsi, gangguan jantung atau yang paling penting proteinuria, pikirkanlah kemungkinan amiloid sekunder. Bila diagnosis sudah terarah lakukanlah aspirasi pada lemak abdomen atau biopsi rectum. Semua jaringan yang terkumpul harus diberi pewarnaan congo red dan diperiksa menggunakan mikroskop polarisasi untuk mencari sinar birefringence hijau. Potongan melintang amiloid pada miokardium dengan pewarnaan Lugol D.Prognosis dan Terapi Bila amiloidosis timbul pada pasien dengan arthritis rheumatoid, hal ini jarang diketahui bila arthritisnya kurang dari 2 tahun.Waktu rata – rata arthritis sebelum menjadi amiloidosis adalah 16 tahun. Berbagai lembaga telah melaporkan amiloidosis yang menyertai infeksi yang dapat diterapi, seperti osteomielitis, setidaknya remisi sebagian terjadi setelah penyakit primer diterapi. Amiloidosis generalisata biasanya merupakan penyakit yang berjalan perlahan dan mematikan dalam beberapa tahun, tetapi prognosisnya lebih baik daripada yang terdahulu. Angka rata – rata lama hidup pada kelompok adalah 1- 4 tahun, tetapi pada beberapa pasien amiloid , dapat mencapai 5 – 10 tahun bahkan lebih. Tidak ada terapi spesifik untuk semua jenis amiloidosis. Terapi yang rasional adalah berupa : 1. Mengurangi rangsangan antigen yang menghasilkan amiloid. 2. Menghambat sintesis dan penumpukan fibril amiloid ekstraseluller. 3. Memacu lisis atau mobilisasi penumpukan amiloid yang telah ada. Percobaan baru – baru ini menunjukkan bahwa ini pemberian prednisone (melphalan) atau
  • 46. prednisone / melphalan / kolkisin dapat memperpanjang harapan hidup IV.7. OSTEOPOROSIS Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian hingga dapat menimbulkan patah tulang dengan trauma yang minimal. Definisi menurut WHO adalah penurunan massa tulang > 2,5 kali standard deviasi massa tulang rata-rata dari populasi orang muda, kerusakan arsitektur tulang, dan meluasnya kerapuhan tulang sehingga menurunkan kekuatan tulang dan dicapainya ambang patah tulang. Penurunan massa tulang ini terjadi sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari keduanya. Penurunan masa tulang antara 1-2,5 standar deviasi dari rata-rata usia muda disebut osteopenia. Karakteristik dari tulang yang mengalami osteoporosis: • Massa tulang menurun, terjadi perubahan susunan dan komposisi pada tulang. • Penurunan densitas tulang karena toleransi tekanan yang maksimal, elastisitas dan absorpsi energi menurun. • Perubahan pada mikroarsitektur yang mempengaruhi kerangka trabekulum sehingga ketahanan terhadap tekanan menurun. • Perubahan pada makroarsitektur, diantaranya cortex menipis, kanalis medularis membesar, rasio korteks-medulla menurun A.Klasifikasi 1. Osteoporosis Primer Merupakan osteoporosis yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit lain, dibedakan atas : Osteoporosis tipe I (pasca menopause) : kehilangan tulang terutama dibagian trabekula. Osteoporosis tipe II (senilis): terutama kehilangan massa tulang daerah korteks. Osteoporosis Idiopatik : terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tak jelas. 2. Osteoporosis Sekunder Terjadi akibat penyakit lain (hiperparatiroid, gagal ginjal kronis). Tabel Perbedaan osteoporosis tipe pasca menopause dan tipe senilis Tipe pasca menopause Tipe senilis Usia terjadinya (tahun) 51-75 >70 Rasio jenis kelamin (W:P) 6:1 2:1
  • 47. Hilangnya tulang Terutama trabekuler Trabekuler dan kortikal Derajat hilang tulang Dengan percepatan Tanpa percepatan Leta fraktur Vertebral dan radius Vertebral dan pinggul Penyebab utama Berhubungan dengan menopause Berhubungan dengan proses menua. B. Penyebab osteoporosis Imobilisasi Defisiensi vitamin D Tirotoksikosis Menopause Defisiensi vitamin C Gastrektomi Berhubungan dengan usia Defisiensi florida Alkoholisme Defisiensi kalsium Kelebihan steroid Merokok Defisiesi protein Artritis reumatoid Penyakit hati lanjut Hiperparatiroidisme Diabetes melitus Pengobatan dengan heparin C. Gejala Klinik Gejala osteoporosis pada lanjut usia (terutama osteoporosis primer)bervariasi. Sesuai dengan dinyatakan kejadian osteoporosis adalah silent disease dimana tulang digerogoti massanya sampai pada ambang patah tulang tanpa keluhan-keluhan klinis (tidak menunjukkan gejala). Seringkali juga menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, nyeri pada lutut terutama sehabis sholat atau duduk bersila. Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress fisik, akan hilang dengan sendirinya setelah 4-6 minggu.penderita lain mungkin datang dengan gejala patah tulang, turunnya tinggi badan, bungkuk punggung ( Dowager's hump). Perlu ditanyakan hal-hal yang menunjang terjadinya osteoporosis, seperti : apakah tinggi badan menurun, bagaimana asupan kalsiumnya, apakah ada aktivitas olahraga, diluar rumah (pajanan matahari yang cukup), dan gaya hidup merokok atau alkohol berlebihan serta pemakaian obat-obatan yang menurunkan pembentukan tulang. Untuk yang wanita perlu ditanya tentang haidnya apakah teratur atau tidak dan barapa lama. Mereka yang termasuk rawan yaitu mereka yang punya tubuh kecil(kurang gizi), pecandu rokok, kopi, alkohol, mereka yang mempunyai otot kurang terbentuk karena kurang latihan, yang sudah mengalami oovektomi, yang mempunyai sindroma malabsorbsi(penyerapan yang kurang baik), uremic bone disease(gangguan fungsi ginjal), selain itu pemakaian obat-obat seperti Glucokortikoid, Anticonvulsant, Antasid pengikat fosfat, obat
  • 48. GnRH-agonist therapy, Tetrasiklin,Isoniazid meningkatkan insiden terjadinya osteoporosis. D. Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak banyak membantu. Sering kali kadar kalsium dan fosfat serum/urin normal. • Pemeriksaan osteokalsin serum dan pirilodin cross link urin yang menggambarkan aktivitas pembentukan dan pengrusakan tulang. • Penilaian Bone Mass sangat berguna untuk mendiagnosis osteoporosis secara dini dan secara cepat menilai hasil pengobatan. • Ct scan • Biopsi tulang walaupun memberikan gambaran yang baik tetapi tidak disukai karena menggunakan cara invasif yang menggandung resiko. E. Penatalaksanaan Tindakan Dietetik : diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-lain). Hindari makanan tinggi protein, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum kopi Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan. Pada usia lanjut harus diberikan bersama jenis terapi yang lain. Olahraga Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban (weight bearing), misalnya jogging, berjalan cepat, dan lain-lain. Lebih baik dilakukan dibawah sinar matahari pagi karena membantu pembuatan vitamin D. Obat-obatan Yang membantu pembentukan tulang (steroid anabolik, fluorida) Yang mengurangi perusakan tulang (estrogen, kalsium, difosfonat, kalsitonin). • Terapi pengganti hormon berupa estrogen untuk osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis Pada Wanita Pada wanita yang telah mengalami menopause karena berkurangnya hormon estrogen maka yang terjadi adalah: Osteoblast mempunyai reseptor estrogen sehingga berkurangnya kadar estrogen
  • 49. menyebabkan berkurangnya fungsi osteoblast. Estrogen menghambat fungsi osteoklas, sehingga berkurangnya kadar estrogen menyebabkan peningkatan fungsi osteoklas. Estrogen merangsang sekresi kalsitonin, kalsitonin melindungi kerangka terhadap resorbsi kalsium yang berlebihan, berkurangnya kadar estrogen menyebabkan pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif. Osteoporosis disadari setelah tulang mengalami kelainan seperti fraktur karena beban mininal sekalipun. Gejala-gejala yang sering didapatkan: 1. Suatu saat penderita merasa nyeri pada tulang belakang secara mendadak. 2. Mereka bisa menunjukan darimana asal nyeri, gerak apa yang membuat nyeri. 3. Nyeri akan terasa hebat bila dipakai duduk dan berdiri. 4. Nyeri akan kambuh jika bersin atau buang air besar. 5. Bila patah di daerah punggung penderita akan bongkok dan tinggi badan berkurang serta perasan tidak enak disekitar tulang iga. Patah tulang ini sering terjadi pangkal paha, iga dan pergelangan tangan, Penanganan osteoporosis untuk mempertahankan masa tulang: 1. Pemberian diet yang baik pada pertumbuhan anak sehingga terbetuk tulang yang prima. 2. Mengatur makan dan kebiasaan gaya hidup. 3. Untuk wanita post menopause diberi diet tinggi kalsium dan preparat estrogen, vit D3 dan ajuran agar melakukan latihan fisik. IV.8. KESIMPULAN Sejumlah gangguan muskuloskeletal dapat timbul pada lansia. Beberapa diantaranya merupakan kelanjutan dari penderitaan sebelum usia lanjut dan sering menimbulkan kecacatan. Dengan meningkatnya populasi lansia, meningkat pula prevalensinya pada lansia akibat proses degeneratif. Dan tak jarang pula gangguan muskuloskeletal pada lansia menimbulkan kemunduran fisik dan disabilitas yang sangat berpengaruh dalam hidup lansia. Diantara banyaknya penyebab gangguan muskuloskeletal pada lansia, osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun.
  • 50. Selain osteoartritis, gangguan lain pada muskuloskeletal yang juga sering dapat menimbulkan disabilitas yaitu artritis rheumatoid, artritis gout, osteoporosis juga amiloidosis. Untuk memulihkan penderita dari disabilitas akibat gangguan muskuloskeletal diperlukan tindakan rehabilitasi yang merupakan gabungan pengobatan medis dan fisioterapi, bila perlu tindakan pembedahan. DAFTAR PUSTAKA Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2000. Dambro. Griffith's 5 – Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. Hazzard, W.R. et al. Principles of Geriatrtrics Medicine and Gerontology, Second Edition. USA: MC Graw Hill.1996. Lonergen, Edmund T. A Lange Clinical Manual Geriatrics, First Edition. London: Prentice – Hall International.1996. Noer, HM S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.1996. Price, S A and Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku Kedua, Edisi Kempat. Jakarta: EGC.1995. R.Boedhi-Darmojo. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : FKUI. 1999. Smith, A.N. Exton M.D. and P.W. Overstall MB; Guidelines an Medicine Geriatrics Volume 1; University Park Press; Baltimore, 1979. NN. UV Intensity May Affect Autoimmune Disease, available from
  • 51. http://www.ehp.niehs.nih.gov/docs http://www.google.com ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA) 17 April 2010 yha_princess Tinggalkan Komentar Go to comments BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan (Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu : 1. Pensiunan dan masalah-masalahnya 2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke 3. Meningkatnya jumlah lanjut usia
  • 52. 4. Pencemaran pelayanan kesehatan 5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo 6. perkembangan ilmu 7. Program PBB 8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983 9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit 10. Mahalnya obat-obatan BAB II PEMBAHASAN 1. A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti. Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain: 1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani. 2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
  • 53. seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet). Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain: 1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan 2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas 3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh 4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus. 1. B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia 1. Pendekatan fisik Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu: 1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri. 2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
  • 54. Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin. Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan. Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
  • 55. Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka. 1. Pendekatan psikis Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido.