Tiga kalimat:
Dokumen tersebut membahas tentang makanan yang baik untuk menjaga denyut jantung tetap normal dan sehat, seperti kalsium, magnesium, asam lemak omega-3, kalium, sayuran hijau, makanan berserat, teh hijau, minyak zaitun, dan wine. Dianjurkan memasukkan makanan-makanan tersebut dalam pola makan sehari-hari.
3. etalase
rujukan persalinan
ibu dan bayi
foto
drg. Murti Utami, MPH
A
nak-anak adalah aset sebuah bangsa, di
tangan mereka nasib bangsa Indonesia
pada masa mendatang. Tetapi untuk
saat ini hal tersebut masih sebuah ironis,
mengingat masih banyak berguguran
tunas - tunas bangsa pada saat proses kelahiran mereka ke
dunia. Data United Nations Development Programme (UNDP)
menyebutkan bahwa dari 5 juta kelahiran yang terjadi di
Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan ribuan ibu dan anak
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Rasio
tersebut merupakan yang tertinggi di negara Asia Tenggara,
yaitu 1:65. Rasio ini sangat jauh tertinggal jika dibandingkan
dengan negara tetangga, Thailand yang hanya memiliki rasio
ibu meninggal 1 dari 1.100. Itu berarti setiap tahunnya di
Indonesia ada 20 ribu anak piatu yang terlahir, tanpa pernah
merasakan air susu ibu serta kasih sayang ibu kandungnya.
Memang secara rasio perbandingan jumlah kelahiran bayi
yang selamat semakin kecil, tetapi secara absolut dibanding
jumlah penduduk Indonesia yang ada cukup menakutkan.
Bahkan untuk Pulau Jawa saja angka tersebut secara
absolut masih cukup tinggi, walaupun fasiltas kesehatan,
tenaga kesehatan dan akses lebih unggul dibandingkan pulau
- pulau lainnya. Keselamatan bayi yang baru lahir dan ibu yang
melahirkan, sangat bergantung pada faktor akses fasilitas
kesehatan dan penanganan tenaga kesehatan yang tepat.
Untuk lebih mempercepat akses kesehatan dari
pusat terendah ke tingkat yang lebih tinggi, Pemerintah
mengeluarkan sebuah metode mekanisme rujukan yang
berlaku secara nasional. Pada perkembangannya lebih lanjut
mekanisme tersebut, sangat terbantu oleh perkembangan
tehnologi informasi dan telekomunikasi yang tidak mengenal
ruang dan waktu. Akses kesehatan yang berkait dengan
rujukan ke layanan kesehatan lebih menjadi kian mudah,
ditambah fasilitas kesehatan bergerak yaitu mobil ambulance
sudah mulai tersedia di desa. Sebagian besar fasilitas ini
tersedia karena bantuan pemerintah atau swadaya dari
kelompok - masyarakat. Diharapkan pada masa mendatang
sistem rujukan bagi ibu bersalin dan bayinya tersebut, semakin
meningkat fasilitas akses kesehatan dan dapat menurunkan
AKI dan AKB secara absolut.*
SUSUNAN REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPH PEMIMPIN REDAKSI: Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS
SEKRETARIS REDAKSI: Sri Wahyuni, S.Sos, MM REDAKTUR/PENULIS: Dra. Hikmandari A, M.Ed, Busroni S.IP, Prawito,
SKM, MM M. Rijadi, SKM, MSc.PH, Aji Muhawarman, ST, Resty Kiantini, SKM, M.Kes, Giri Inayah, S.Sos, MKM, Dewi Indah
Sari, SE, MM, Awallokita Mayangsari, SKM, Waspodo Purwanto, Hambali, Rahmadi, Eko Budiharjo, Juni Widiyastuti,
SKM, Dessyana Fa’as, SE, Siti Khadijah DESIGN GRAFIS & FOTOGRAFER: drg. Anitasari, S,M, Wayang Mas Jendra,
S.Sn, SEKRETARIAT: Endang Retnowaty, Iriyadi, Zahrudi
ALAMAT REDAKSI: PUSAT KOMUNIKASI PUBLIK, Gedung Kementerian Kesehatan RI, Blok Ruang 109, Jl. HR Rasuna
Said Blok X5 Kav. 4 - 9, Jakarta, 12950 Telepon: 021-5201590 ; 021 - 52907416-9
Fax: 021-5223002 ; 021-52960661 Email: infodepkes.go.id ; kontak@depkes.go.id Call Center : 021 – 500567
•
•
•
•
•
•
•
•
•
REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL: kontak@depkes.go.id
foto cover: Guskova Natalia/shutterstock.com
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
1
4. surat pembaca
Tidak Mampu dan
Tidak Punya Jaminan Kesehatan
Saya adalah penderita kanker paru yang sudah selama 7 hari
di rawat di ICCU dan 13 hari dirawat di Ruang Isolasi RS MITRA
PLUMBON CIREBON, yang tentunya memerlukan biaya untuk
obat dan perawatan cukup besar diluar kemampuan saya dan
keluarga.
Selama dirawat sudah banyak bantuan dari tempat saya
bekerja , kerabat dan handai tolan tapi karena besarnya biaya
perawatan maka masih banyak yang harus kami tanggung.
Keluarga saya bukanlah keluarga yang berlebih secara ekonomi.
Sayapun kesulitan untuk mengurus Program Jamkesmas
karena saya baru pindah alamat sehingga dokumen
kependudukan saya masih diurus di Dinas terkait. Maka dengan
hormat saya memohon dan berharap sekali bantuan dari Ibu
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Menteri Kesehatan RI untuk dapat
meringankan beban saya dan keluarga sehingga saya bisa
pulang dan dapat melanjutkan dengan rawat jalan.
Mukhtar
Mandalangan, Cirebon
Jawab:
Bantuan untuk meringankan biaya kesehatan masyarakat
tidak mampu, dapat diperoleh dengan memiliki kartu
Jamkesmas atau Jamkesda. Mengenai kepesertaan kartu
Jamkesmas, saat ini data kepesertaan Jamkesmas ditentukan
oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K). Untuk masyarakat tidak mampu yang tidak
memperoleh Kartu Jamkesmas, dapat mengurus Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) di dinas kesehatan setempat
dengan membawa surat keterangan tidak mampu dari RT,RW,
Kelurahan s.d Kecamatan, KTP dan KK serta persyaratan lain yang
diperlukan ke Dinas Kesehatan setempat.
Adapun alamat untuk Dinas Kesehatan Kota Cirebon sbb : Jl.
Kesambi No. 73 Cirebon 45611 Telepon : 0231-208879 / 235579 /
210628 / 242155 Untuk Informasi lainnya mengenai Jamkesmas,
Bapak dapat menghubungi: Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Kementerian Kesehatan R.I Jln H.R Rasuna Said Blok
X5, Kav 4-9 Gedung Prof. Sujudi Lt.14 Jakarta -12950 Telepon
(021).5221229 Fax (021). 5277543 Hotline (021).5279404 Email:
jamkesmas@yahoo.com Website : http://www.ppjk.depkes.go.id/
Redaksi
*Bila perlu penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi
Halo Kemkes (kode lokal) 500567
2
| mediakom 42 | JUNI | 2013
daf t ar i si
m e d i a ko m e d i s i 4 2
ETALASE
info sehat
Makanan untuk Menyehatkan
Denyut Jantung
Olahraga Untuk Menyehatkan
Jantung
1
4
6
stop press
Hasil Survei LSN, Menkes Terpilih Sebagai Menteri
Dengan Kinerja Terbaik
Public Warning Terhadap 17 Kosmetika yang
mengandung Bahan Berbahaya
Kemenkes Raih Opini WTP-DPP
Vaksin Sebagai Benteng Terhadap Penyakit
Media Kuis
8
10
12
14
15
ragam
Budaya Jamu Sebagai Sukma Dan
Semangat Indonesia
Road Safety First, Minimalkan Kecelakaan
Mengenal Katinona Dan Metkatinona
38
40
44
5. peristiwa
media utama
Tiga Daerah Penyiapan JKN
HTTS 2013: Lindungi Generasi Bangsa dari Iklan Rokok
Membendung Iklan Rokok Demi Generasi Muda
Melindungi Generasi Bangsa dari
Iklan dan Sponsor Rokok
50
51
52
53
daerah
Palembang Dari Kumuh
Jadi Kota Internasional Yang Sehat
Mengandalkan Objek Wisata Bahari
Janji Politik Yang Menyejukkan
Peran Puskesmas dan Jampersal Dalam
Menekan AKI
Apa itu Rujukan Persalinan?
Prinsip Pelayanan Rujukan Kegawat-Daruratan
Obstetri Dan Neonatal
Layanan Rujukan Kesehatan Di
Puskesmas Poned Karawang
Pentingnya Komunikasi Antar Petugas Medis
Pantang Menyerah Memberikan Penyuluhan KB
Petugas Promkes Di Puskesmas
Sangat Dibutuhkan
dinkes jabar canangkan
1 kecamatan 1 puskesmas poned
"snow Ball" Akses Dan Mutu Pelayanan Kesehatan
Rsud Waled Cirebon Tantangan
Untuk Menekan Aki
16
20
23
26
28
29
54
56
58
birokrasi bersih melayani
Kerjasama Penanggulangan
Korupsi di Lembaga Negara
60
untuk rakyat
30
31
32
35
Jokowi dan Kebijakan Kartu Jakarta Sehat
siapa dia
62
Bunga Citra Lestari
Indah Kalalo
Ratna Listy
Hindari Thalassaemia, Periksalah Darah
Sebelum Menikah
Pemberlakuan Sni Alat Kesehatan
Pencantuman Peringatan dan
Informasi Kesehatan Pada Kemasan Rokok
64
65
65
resensi
66
lentera
67
45
47
49
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
3
6. info sehat
P
ada masa sekarang dimana
kesibukan pekerjaan dan
tingkat stress yang cukup
tinggi, pola makan sangat
berpengaruh terhadap
kesehatan kita. Bahkan apabila kita
salah memilih menu makanan, maka
hal ini bisa berkontribusi terhadap
peningkatan denyut jantung atau
nadi. Namun, takikardia atau biasa
disebut denyut jantung yang lebih
cepat daripada denyut jantung normal,
dapat membahayakan tubuh Anda.
Hal ini dapat meningkatkan risiko
serangan jantung dan stroke, dan dapat
mengakibatkan kematian. Berikut
adalah makanan untuk jantung sehat
yang dapat menstabilkan denyut
jantung atau nadi, seperti dilansir
Boldsky.
1. Kalsium
Sertakan 1.000 mg kalsium dalam
diet harian Anda setiap hari yang dapat
memainkan peran penting, dalam
mempertahankan denyut jantung
normal. Produk susu seperti yoghurt,
susu, keju, tahu, sereal, brokoli dan kubis
mengandung banyak kalsium yang
dapat mempertahankan denyut nadi
yang stabil.
2. Magnesium
Tubuh Anda membutuhkan
setidaknya 270 sampai 400 mg
magnesium setiap hari, untuk menjaga
keteraturan detak jantung. Tambahkan
makanan yang kaya magnesium seperti
4
| mediakom 42 | JUNI | 2013
almond, gandum, biji rami, oatmeal,
kurma, labu, biji labu, dan sayuran
berdaun hijau dalam menu harian Anda.
4. Kalium
3. Asam lemak omega-3
Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak omega-3 yang
diperlukan untuk kesehatan jantung
Tanpa mineral ini, otot-otot seperti
jantung Anda mungkin tidak dapat
berkontraksi dengan baik. Pisang, air
kelapa, buah jeruk, tomat, alpukat, kacang
kedelai, plum, dan salmon adalah sumber
makanan kaya kalium. Jadi, konsumsi
makanan ini untuk mempertahankan
denyut nadi yang stabil.
Makanan
untuk
Menyehatkan
Denyut
Jantung
dan peredarannya. Ikan seperti ikan
sarden, tuna, mackerel, dan tiram, harus
dikonsumsi karena mereka adalah
sumber yang kaya asam lemak omega-3.
Untuk para vegetarian, Anda dapat
mengonsumsi kacang-kacangan seperti
kenari.
5. Sayuran berdaun hijau
Diet harian yang terdiri dari sayuran
berdaun hijau juga berkontribusi untuk
denyut nadi yang lebih rendah dan
normal. Sayuran hijau seperti bayam,
brokoli, mint, kacang goreng, kacang
polong, kubis, selada dan peterseli
7. risiko penyakit
jantung. Para
ilmuwan telah
menemukan
bahwa mereka
yang minum
12 ons atau lebih teh sehari memiliki
risiko terkena serangan jantung
setengah dari non-peminum teh.
kaya akan zat besi dan juga dapat
memperkuat sistem imun.
9. Wine
Wine dapat
melindungi
jantung
dengan
meningkatkan
kadar
kolesterol baik, mengurangi peradangan
dan penipisan darah.
6. Makanan berserat
Menggunakan
minyak zaitun
untuk memasak
adalah pilihan
yang tepat. Minyak
esensial ini kaya
asam lemak mono
tak jenuh yang dapat menurunkan
kolesterol dan mengandung banyak
kolesterol baik untuk menjaga denyut
nadi yang sehat.
8. Teh hijau
Beberapa penelitian telah
menyebutkan bahwa teh memiliki
peran penting dalam menurunkan
2. Lemak jenuh
Lemak jenuh akan meningkatkan
jumlah kolesterol jahat sehingga lamalama akan terbentuk timbunan plak di
pembuluh darah. Batasi lemak jenuh
sekitar 5 persen dari total kalori Anda.
Makan buah-buahan yang kaya
akan serat dapat menjaga denyut nadi
tetap normal. Anggur, apel, kurma, buah
persik, aprikot, kiwi dan pepaya adalah
beberapa buah yang bisa menjaga
detak jantung yang sehat.
7. Minyak
zaitun
jantung. Mengapa ia berbahaya?
Seperti lemak jenuh, lemak trans juga
meningkatkan kadar kolesterol jahat
dan menurunkan jumlah kolesterol
baik. American Heart Association
menyarankan agar lemak ini dibatasi
kurang dari satu persen dari total
kalori. Jika sehari Anda mengonsumsi
2.000 kalori, berarti Anda cuma boleh
mengasup dua gram lemak trans.
Cara paling mudah untuk
mengurangi lemak trans adalah
dengan menghindari makanan yang
mengandung “minyak terhidrogenasi”
atau “minyak terhidrogenasi sebagian”
dalam label kemasan. Sumber lemak
trans lainnya adalah margarin, biskuit,
makanan ringan, keju, dan sebagainya.
3. Garam
10. Biji-bijian
Biji-bijian mengandung banyak
anti-oksidan, fitoestrogen dan pitosterol
yang protektif terhadap penyakit
koroner yang bisa membantu dalam
menjaga detak jantung tetap stabil.
Semua daftar makanan tersebut
di atas adalah merupakan jenis
yang mampu menstabilkan denyut
jantung kita. Untuk itu kita juga harus
mengetahui daftar makanan yang harus
dihindari, jika Anda tak ingin menderita
penyakit jantung. Beberapa diantaranya
adalah :
1. Lemak trans
Lemak trans adalah musuh utama
Membatasi asupan garam akan
menurunkan risiko tekanan darah
tinggi. Selain garam dapur, cukup
banyak makanan yang rasanya
jauh dari asin, tetapi sebenarnya
mengandung garam tinggi, misalnya
sosis, saus, makanan kalengan, dan
masih banyak lagi.
4. Gula tambahan
Konsumsi gula tambahan berlebihan
dalam pola makan sehari-hari akan
meningkatkan risiko tekanan darah
tinggi, kadar trigliserida, serta faktor
risiko penyakit jantung lainnya. Gula
tambahan antara lain gula jagung,
madu, konsentrat jus buah, sirup jagung
tinggi fruktosa, sirup, dan masih banyak
lagi.*
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
5
8. info sehat
Olahraga
Untuk
Menyehatkan
J ntung
S
ebagai seorang manusia
kita harus selalu menjaga
kesehatan tubuh kita agar
bisa tetap beraktifitas
secara normal setiap
harinya. Tubuh kita sendiri memiliki
bagian-bagian paling penting yang
harus kita jaga diantaranya tangan,
kaki, kepala dan terakhir yang paling
penting adalah jantung. Percuma saja
jika Anda memiliki seluruh bagian
tubuh yang sehat namun ternyata
jantung Anda bermasalah, yaitu sama
dengan Anda memiliki mobil yang
terlihat bagus namun mesinnya tidak
bisa digunakan.
Jadi untuk itu olahraga amat
bermanfaat bagi kesehatan, terutama
jantung manusia. Lalu apakah olahraga
yang baik untuk kesehatan jantung?
Karena tidak semua olahraga itu
pasti baik bagi jantung. Ya, itu semua
6
| mediakom 42 | JUNI | 2013
9. Percuma saja jika
Anda memiliki seluruh
bagian tubuh yang sehat
namun ternyata jantung
Anda bermasalah
tergantung dari kesehatan orangnya
masing-masing.
Jika Anda orang yang sudah terbiasa
olahraga maka aktivitas apapun bagi
Anda pasti akan menyehatkan jantung,
termasuk olahraga yang sedikit keras
dan berkompetisi seperti tennis atau
lari. Nah bagi penderita jantung
olahraga ini justru dilarang karena
seperti memaksakan sebuah mesin
untuk bekerja diatas batas maksimalnya,
yang pada akhirnya mesin tersebut akan
terbakar dan rusak.
Untuk itu apabila Anda rutin
melakukan olahraga, hal ini akan
dapat meningkatkan tenaga, melawan
kelelahan dan depresi, meningkatkan
stamina/daya tahan dan tentunya
menjaga kesehatan jantung, juga
mengurangi stress, mendorong
kekuatan otot serta mempertahankan
sistem kekebalan tubuh. Berikut 5 jenis
olahraga yang menyehatkan jantung
menurut Dr.Suharto,SpKO,DPH.;
1. Jalan Cepat
Selain sebagai cara alami
meningkatkan kebugaran tubuh
khususnya jantung, juga dapat bekerja
lebih baik untuk orang gemuk atau
Overweight. Karena membantu
mengurangi lemak otot di area dekat
sendi.
2. Senam
Apapun jenis latihan
senam,semuanya bermanfaat untuk
tubuh yaitu kesehatan,kebugaran dan
kecantikan. Syaratnya harus dilakukan
dengan benar dan teratur.
3. Lari
Meski lebih menantang ketimbang
jalan, lari adalah aktivitas fisik jantung
sehat yang mudah dilakukan. Fungsi lain
adalah sebagai pembakar kalori, dan
bermanfaat untuk menurunkan berat
badan.
4. Berenang
Olahraga ini tak hanya
meningkatkan denyut jantung dan
kesehatannya, air juga mampu
memberikan resistensi multi-arah yang
akan meningkatkan otot dan suara.
Hal ini dikarenakan berenang mampu
membuat seluruh anggota tubuh ikut
bergerak.
5. Bersepeda
Aktivitas bersepeda yang dilakukan
minimal 1 kali seminggu, cukup mudah
serta murah. Hal tersebut bisa dilakukan
di sekitar taman atau kompleks.
Kesehatan jantung dan mengencangkan
otot – otot tubuh akan lebih optimal.*
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
7
10. stop press
Hasil Survei LSN
MENKES TERPILIH
SEBAGAI MENTERI B
DENGAN
KINERJA TERBAIK
aru-baru ini Lembaga Survei
Nasional menyatakan, tiga
menteri non-partai politik
yang mendapat penilaian
terbaik dalam kinerjanya di
mata masyarakat. Para menteri tersebut
dinilai dapat bekerja lebih baik dan total
karena fokus dalam tanggung jawab
dan pekerjaan. Demikian seperti yang
dikutip dari tempo.com.
Tiga nama yang mendapat nilai
tinggi dalam kinerja secara berurutan
adalah :
8
| mediakom 42 | JUNI | 2013
11. Menteri Badan Usaha Milik
Negara Dahlan Iskan dengan nilai 20,4
persen, Menteri Kesehatan Nafsiah
Mboi dengan 14,2 persen, dan Menteri
Perdagangan Gita Wirjawan dengan 11,8
persen.
“Menteri dari partai yang dinilai
baik hanya Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Rajasa di peringkat
keempat dengan 11,5 persen. Hatta
punya nilai tinggi karena seluruh
kebijakan ekonomi Pemerintah
disampaikan dia dengan argumentasi
yang baik. Banyak diberitakan media,”
kata peneliti utama LSN, Dipa Pradipta,
dalam konferensi pers, pada hari Jum’at
(2/6).
Penilaian yang dikumpulkan LSN
melalui survei yang digelar pada 1
hingga 10 Mei 2013 di 33 provinsi,
dengan jumlah responden mencapai
1.230 orang. Survei dilakukan dengan
teknik pencuplikan secara rambang
berjenjang, dengan simpangan
kesalahan sebesar 2,8 persen dan
tingkat kepercayaan mencapai 95
persen. Survei tersebut juga dilengkapi
dengan riset kualitatif, melalui
wawancara dan analisis media.
Dahlan menempati posisi pertama
karena dinilai mau dekat dengan
masyarakat, dengan agenda blusukannya. Ia juga dinilai berani memberikan
kebijakan yang mendobrak, sehingga
dinilai solutif terhadap beberapa
masalah. Ia juga dinilai dapat
menyelamatkan banyak aset BUMN,
sehingga tidak menjadi beban bagi
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
Nafsiah dinilai sebagai Menteri
Kesehatan yang baik, karena memiliki
banyak program yang langsung
menyentuh masyarakat di tingkat
daerah. Meski tidak detail, LSN
menyatakan, masyarakat memberikan
apresiasi kepada Nafsiah karena
kebijakan kementeriannya yang tepat
dan langsung.
Sedangkan Gita Wirjawan, menurut
Dipa, mendapat penilaian tinggi dari
masyarakat dalam kurun waktu dua
bulan terakhir. Menteri Perdagangan ini
dinilai memiliki kebijakan menjemput
bola, dengan melakukan inspeksi
mendadak dan blusukan ke pasar dan
sejumlah daerah. Dalam kegiatankegiatan tersebut, mantan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal ini, dinilai
mampu mengontrol harga.
Nafsiah dinilai sebagai
Menteri Kesehatan yang
baik, karena memiliki
banyak program yang
langsung menyentuh
masyarakat di tingkat
daerah.
“Gita dinilai sebagai pemimpin yang
tidak nunggu laporan dari bawahan
untuk bergerak,” kata Dipa.
Menteri non-parpol lain yang
mendapat nilai tinggi adalah
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
di peringkat kelima dengan 6,5 persen,
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa
di peringkat keenam dengan 5,4
persen, dan Menteri Keuangan Agus
Martowardjojo di peringkat ketujuh
dengan 2,9 persen. Adapun Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro
di peringkat kesembilan dengan 1,9
persen, dan Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu
dengan 1,7 persen di peringkat
kesepuluh.*
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
9
12. stop press
Public Warning
Terhadap 17 Kosmetika
yang mengandung
Bahan Berbahaya
B
adan Pengawas Obat dan
Maret 2013 telah ditemukan 17 item
(Tabita Daily Cream dan Tabita Nightly
Makanan Republik Indonesia
kosmetika yang mengandung bahan
Cream) positif mengandung Merkuri/
(BPOM), melakukan Konferensi
berbahaya/dilarang dan telah beredar.
Raksa (Hg), serta (Tabita Skin Care Smooth
Pers mengenai kosmetik
Untuk itu BPOM mengeluarkan peringatan
Lotion), positif mengandung Hidrokinon.
yang mengandung bahan
publik (public warning) dengan tujuan
“Ketiga merek tersebut tidak ditemukan
dilarang/berbahaya, di Lingkungan
agar masyarakat tidak menggunakan
di pasaran tapi dapat diperoleh melalui
Kantor Badan POM, pada (8/5). Pada
17 kosmetika tersebut karena dapat
media online, dan dijual dengan harga
kesempatan tersebut, Kepala BPOM, Dra.
membahayakan kesehatan.
yang tidak murah”, jelas Dra. Lucky.
Lucky S. Slamet, M.Sc, mengungkapkan
Lebih lanjut, mengenai 17 produk
Kosmetika merek Green Alvina yaitu :
berdasarkan hasil pengawasan BPOM di
kosmetika yang telah ditemukan oleh
Herbal Clinic ”Green Alvina” Walet Cream
seluruh Indonesia sampai dengan bulan
Badan POM yaitu, Kosmetika merek Tabita
Mild Night Cream, positif mengandung
Asam Retinoat dan Hidrokinon, dan Green
Alvina Night Cream Acne, mengandung
Asam Retinoat dan Merkuri. Produk Green
Alvina tersebut sudah di Public Warning
pada tanggal 2 Desember 2012 oleh
Badan POM, namun saat ini masih ada, dan
dijual secara online, tambah Dra. Lucky.
Sementara itu, menurut Kepala BPOM,
kosmetika merek Chrysant, ada yang
mengandung Hidrokinon, Merkuri/Raksa
(Hg), dan Asam Retinoat, produk-produk
dengan merek Chrysant yaitu : Chrysant 24
Skin Care Pemutih Ketiak, Chrysant 24 Skin
Care Cream Malam Jasmine, Chrysant 24
Skin CareAHA Toner No.1, Chrysant 24 Skin
Care AHA Toner No. 2, Chrysant 24 Skin
10
| mediakom 42 | JUNI | 2013
13. Kepala BPOM, Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc
BPOM di seluruh Indonesia sampai dengan
bulan Maret 2013 telah ditemukan 17
item kosmetika yang mengandung bahan
berbahaya/dilarang dan telah beredar.
BPOM.
Selanjutnya, dari 17 Kosmetika yang
digunakan secara terus menerus akan
menyebabkan iritasi kulit. Merkuri adalah
dilarang/berbahaya dan tanpa izin edar
barang yang benar-benar dilarang dan
terdapat juga kosmetika merek Cantik
dapat merusak kulit”, kata Dra. Lucky
yaitu produk Cantik Whitening Vit. E Night
Sebagai tindak lanjut terhadap seluruh
Cream dan Cantik Whitening Vit. E Day
temuan kosmetika mengandung bahan
Care AHA Toner No. 2+. Kelima produk
Cream, kedua produk tersebut positif
berbahaya/dilarang tersebut, dilakukan
tersebut dijual dengan harga yang tidak
mengandung Merkuri/Raksa, jelas Dra.
penarikan produk dari peredaran dan
murah dan tanpa izin edar.
Lucky.
dimusnahkan, ungkap Kepala Badan POM.
Dra. Lucky menambahkan, kosmetika
Badan POM secara terus menerus
Temuan kosmetika yang mengandung
yang mengandung bahan berbahaya
telah melakukan peninjauan, terhadap
bahan berbahaya/dilarang selama 5 tahun
lainnya adalah kosmetika dengan merek
peredaran kosmetika dengan mengambil
terakhir mengalami penurunan dari 1,49%
Hayfa seperti, Hayfa Sunblock Acne Cream
beberapa sampel di lapangan. “Hampir 24
menjadi 0,74% temuan dari jumlah produk
Natural Pagi-Sore dan Hayfa Acne Morning
ribu produk kosmetika setiap tahunnya
yang di sampling, pada tahun 2009 jumlah
Pagi-Sore, keduanya positif mengandung
yang dilakukan pengujian untuk
temuan 1,49%, tahun 2010 jumlah temuan
Resorsinol. Memang Resorsinol untuk
mengetahui apakah produk tersebut
0.86%, pada tahun 2011 jumlah temuan
Acne/Jerawat akan tetapi harus dengan
sesuai dengan persyaratan keamanan,
0,65%, tahun 2012 jumlah temuan 0,54%,
resep dokter. Produk tersebut beredar
manfaat, dan mutu kesehatan, juga telah
dan sampai dengan Maret 2013 jumlah
tanpa surat izin edar.
ditemukan kurang dari 5% mengandung
temuan 0,74%, tambah Kepala Badan
bahan berbahaya, seperti Hidrokinon jika
POM.*
Produk berbahaya lainnya, adalah
kosmetika merek Dr. Nur Hidayat,
SpKK yaitu produk Acne Lotion Dr. Nur
Hidayat, SpKK, Cream Malam Prima 1 Dr.
Nurhidayat, SpKK, dan Acne Cream Malam
Dr. Nur Hidayat, SpKK positif mengandung
bahan berbahaya yaitu Resorsinol, Asam
Retinoat dan Hidrokinon, tambah Kepala
Sebagai tindak lanjut terhadap seluruh temuan
kosmetika mengandung bahan berbahaya/
dilarang tersebut, dilakukan penarikan produk
dari peredaran dan dimusnahkan.
Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
11
14. stop press
Mnteri Kesehatan RI,
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH (kanan)
dan Dr. H. Rizal Djalil ,
Anggota VIBadan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
kemenkes M
raih opini
wtp-dpp
enteri Kesehatan RI, dr.
Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH,
menerima kedatangan
Anggota VI Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK),
Dr. H. Rizal Djalil, untuk mendapat
hasil pencapaian opini Wajar Tanpa
Pengecualian RI tahun 2012, Selasa 2
Juli 2013,di Jakarta.
Menurut Menkes, Pencapaian opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
tidak terlepas dari Pencanangan Road
Map To WTP 2012 yang berisi strategi
dan langkah “Raih WTP 2012” yang
lebih terstruktur, terencana, mampu
laksana, serta melibatkan semua
pilar terkait dengan output yang
jelas. Strategi dan langkah tersebut
telah dijalankan dengan konsiten
12
| mediakom 42 | JUNI | 2013
15. oleh seluruh pilar terkait dengan
pengawasan dan pengendalian yang
lebih terarah serta terukur. Saat ini,
Kemenkes telah menyusun Rencana
Aksi untuk mempertahankan dan
meningkatkan WTP tahun 2013-2014
dengan langkah-langkah, antara
lain: 1) Menjaga dan meningkatkan
komitmen dan integritas pimpinan,
para pengelola dan pelaksana
kegiatan; 2) Penguatan regulasi; 3)
Penguatan sistem dan prosedur; 4)
Penguatan sumber daya manusia
(SDM); 5) Penguatan monitoring
dan evaluasi; dan 6) Penguatan
pengawasan dan pengendalian.
Menurut Menkes, keuangan
negara harus dikelola secara tertib,
efisien, efektif, ekonomis, transparan,
bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan, serta
taat pada perundang-undangan.
Salah satu upaya konkrit untuk
mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara adalah menyusun dan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang
memenuhi prinsip-prinsip tepat
waktu dan disusun dengan mengikuti
standar akuntansi pemerintah serta
disampaikan secara berjenjang.
Selama dua tahun berturutturut yaitu pada 2009 dan 2010,
BPK memberikan Opini Disclaimer
terhadap laporan keuangan Kemenkes
RI. Berbagai upaya perbaikan
pengelolaan keuangan negara yang
telah dilakukan memberikan hasil
nyata, sehingga BPK memberikan
opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) pada 2011. Kini, Kemenkes RI
berhasil mendapatkan opini Wajar
Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf
Penjelasan (WTP-DPP) berdasarkan
pemeriksaan atas laporan keuangan
tahun 2012.
Pada kesempatan tersebut,
Menkes menyampaikan terima kasih
kepada Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) dan Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) atas
pembinaan dan pendampingan
pengelolaan keuangan, serta Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) atas pembinaan
dalam proses pengadaan barang
dan jasa. Di samping itu, Menkes
juga menyampaikan apresiasi bagi
seluruh jajaran baik di tingkat Pusat
maupun Daerah yang telah berupaya
keras dalam meningkatkan kualitas
pengelolaan keuangan negara.
“Kita tidak boleh lengah.
Pelaksanaan program tahun ini
dan tahun-tahun selanjutnya harus
senantiasa mengedepankan aspek
akuntabilitas dan transparansi. Mari
bekerja cerdas, tuntas dan ikhlas,
serta tetap bersemangat untuk
mempertahankan dan meningkatkan
WTP 2013 dan tahun-tahun
berikutnya”, tandas Menkes.*
“Kita tidak boleh lengah.
Pelaksanaan program
tahun ini dan tahuntahun selanjutnya
harus senantiasa
mengedepankan aspek
akuntabilitas dan
transparansi. Mari bekerja
cerdas, tuntas dan ikhlas,
serta tetap bersemangat
untuk mempertahankan
dan meningkatkan WTP
2013 dan tahun-tahun
berikutnya”
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
13
16. stop press
Menteri Kesehatan Ri dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, Mph
VAKSIN SEBAGAI BENTENGTERHADAP PENYAKIT
V
aksin telah dikenal oleh
peradaban umat manusia
setidaknya sejak tahun yang
lalu. Pertama kali diperkenalkan
olehilmuwan dari Inggris
bernama Edward Jenner, dan kini vaksin
telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat.
Penggunaan vaksin terhadap
pencegahan berbagai penyakit, telah
memiliki peran yang sangat besar
dalam penegakan kesehatan dalam
masyarakat. Untuk itulah kini peran
vaksin menjadi sangat besar di berbagai
Negara, termasuk di Indonesia.
Melihat pentingnya hal tersebut
membuat Kemenkes RI, melalui Menteri
Kesehatan RI Dr. Nafsiah Mboi, SpA,
MPH, menyelenggarakan kegiatan dalam
rangka Pekan Imunisasi Dunia pada
tanggal 27 Maret 2013.
Pekan Imunisasi Dunia ini telah
diadakan oleh berbagai negara sejak
beberapa tahun terakhir sedangkan
14
| mediakom 42 | JUNI | 2013
untuk Indonesia tersebut merupakan
kali pertama. Acara peringatan
diadakan mulai 22-28 April 2013.
Dengan momentum ini Kemenkes
berharap bahwa masyarakat akan
dapat menyadari pentingnya imunisasi,
dan mau menggalang dukungan
dan kerjasama dalam menyukseskan
pelayanan imunisasi tersebut. Baik
diantara berbagai institusi kesehatan,
pemerintahan serta termasuk pula
jajaran TNI-Polri.
Dari hasil pendataan saat ini, banyak
penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Terdapat penurunan secara
signifikan jumlah kasus dari 3 penyakit,
bila dibandingkan antara data tahun
1990 dengan data tahun 2011. Penyakit
tetanus dari 1.427 kasus turun menjadi
114 kasus. Untuk pertusis dari 30.000
kasus telah berhasil diturunkan menjadi
1.941 kasus, dan untuk penyakit dipteri
dari 2.200 kasus turun menjadi 806 kasus.
Demikian disampaikan oleh Menteri
Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A,
MPH pada acara pembukaan Seminar
Imunisasi Nasional, dalam rangka
memperingati Pekan Imunisasi Dunia
yang dihadiri oleh Ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ketua
Tim Penggerak PKK Pusat, para Ketua
Pengurus Besar Profesi IDI, IDAI, IBI, dan
PPNI serta para pejabat eselon I, II dan III
Kemenkes RI, (27/3) di Jakarta.
Secara global diperkirakan 2-3 juta
kematian per tahunnya berhasil dicegah
karena penyakit difteri, campak, pertusis,
pneumonia, polio, rotavirus diare, rubella,
dan tetanus melalui imunisasi. Tetapi,
masih ada sekitar 22 juta bayi di dunia
yang belum mendapat imunisasi lengkap
dan sebesar 9,5 juta adalah di wilayah
Asia Tenggara atau South East Asian
Region, termasuk di dalamnya anak-anak
Indonesia. Situasi ini yang mendorong
langkah global dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat dunia, melalui
pelaksanaan Pekan Imunisasi Dunia. *
17. MEDIA KUIS
Jawaban Mediakuis
Majalah Mediakom Edisi XXXXI April 2013:
1. Telah disyahkan PP No. 109 tahun 2012 yang meru akan turunan
p
UU No. 39 tahun 2009 tentang Kes hatan, tentang apakah PP
e
109/2012 tersebut?
PP No. 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
2. Dalam PP No. 109 tahun 2012 diatur tentang KTR ? apakah
kepanjangan dari KTR dan apa yang dimak ud dengan KTR, jelas
s
kan?
KTR kepanjangan dari Kawasan Tanpa Rokok. KTR dalam PP No.
109/2012 adalah ruang atau area yang dinyatakan dilarang untuk
kegiatan merokok, menjual, memproduksi, mengiklankan atau
mempromosikan produk tembakau. KTR meliputi: fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum lain
yang telah ditetapkan.
3. Jelaskan kenapa setiap individu harus dilindungi dari bahaya asap
rokok?
Karena dalam asap rokok ada 4.000 zat yang berbahaya bagi
kesehatan, 60 diantaranya bersifat karsinogen yang berbahaya bagi
kesehatan. Selain itu didalam asap rokok terdapat nikotin yang
menyebabkan adiktif/kecanduan. Dengan adanya kecanduan, perokok
akan selalu mencari rokok setiap kali ketagihan, dan dengan demikian
membuat zat-zat berbahaya tadi makin menumpuk dalam tubuhnya,
sehingga secara berangsur mendekatkan kepada risiko penyakit akibat
rokok.
Jadi, efek buruk rokok bagi kesehatan bukan sekadar penyakitpenyakit fisik seperti kanker, serangan jantung, dan lahir cacat bagi
janin yang sejak di kandungan terpapar asap rokok, tetapi juga dapat
berpengaruh buruk pada kesehatan jiwa.
Redaksi Mediakom telah menerima 2 (dua) jawaban kuis yang masuk
melalui: email dan surat, selanjutnya setelah dievaluasi dan dinilai Redaksi
Mediakom telah menetapkan 2 (dua) orang pemenang sebagai berikut:
dr.Freddy Panggabean
Jl.Garuda no.15/424 rt.V
Kelurahan Lubuk Tanjung, Kecamatan Lubuk Linggau Barat I
Kota Lubuk linggau, Provinsi Sumatera Selatan, Kode Pos: 31614
Telepon: 081368889***
Lukman Hakim K
Pekon Negeri Ratu, Kec. Pesisir Utara, Kabupaten Pesisir Barat
Kode Pos: 34876
Telepon: 085369721***
MediaKuis :
1. Salah satu program Kementerian
kesehatan adalah jampersal? Apa yang
dimaksud Jampersal? Dan apa tujuan
Jampersal?
2. Dalam persalinan ada yang disebut
dengan rujukan persalinan? Apa yang
dimaksud dengan rujukan persalinan?
3. Sebutkan hal penting dalam
mempersiapkan rujukan persalinan untuk
ibu?
Kirimkan jawaban kuis dengan
mencantumkan biodata lengkap (nama,
alamat, kota/kabupaten, provinsi, kode pos
dan no telp yang mudah dihubungi).
Jawaban dapat dikirim melalui:
Email : kontak@depkes.go.id
(Subject : Mediakuis)
Fax : 021 - 52921669
Pos : Pusat Komunikasi Publik,
Gedung Kemenkes
Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9,
Jakarta Selatan
Jawaban diterima redaksi paling lambat
minggu Keempat bulan Juli 2013.
Nama pemenang akan diumumkan di
Majalah Mediakom edisi
XXXXIII Agustus 2013.
10 Pemenang
MediaKuis
masing-masing
akan mendapat
Kaos Polo
Shirt dari
Mediakom.
Hadiah
pemenang
akan dikirim
melalui pos.
Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
15
18. m e d i a
u t a m a
meneropong
rujukan
persalinan
Rujukan Persalinan adalah salah satu metode layanan
persalinan kepada ibu bersalin, secara operasional sistem
rujukan paripuma terpadu merupakan suatu tatanan,
di mana berbagai komponen dalam jaringan pelayanan
persalinan dapat berinteraksi dua arah timbal balik, antara
bidan desa,bidan dan dokter puskesmas di pelayanan
kesehatan dasar. Dalam pelaksanaannya proses rujukan
dimulai dari Posyandu, di mana kehamilan berisiko terdeteksi.
apabila terjadi kemungkinan timbul masalah, pasien harus
dirujuk ke layanan kesehatan lebih tinggi, yaitu puskesmas,
bila tidak mampu menangani harus dirujuk ke RSUD Tk.II,
selanjutnya bila belum bisa juga tertangani dirujuk ke RSUD
Tk. I, terakhir dirujuk ke pusat (RSUP). Mekanisme standar itu
wajib dilaksanakan oleh tenaga medis dari tingkatan paling
bawah sampai ke atas. Namun mekanisme tersebut dapat
berjalan mulus apabila didukung oleh sarana kesehatan,
transportasi (ambulance) untuk mengantar pasien, dan
perangkat telekomunikasi (HP atau telepon) untuk koordinasi
dengan rumah sakit yang di rujuk atau lewat hotline yang
menyediakan informasi rujukan. Tak kalah penting untuk
menyelamatkan persalinan tersebut adalah dana persalinan
(Jampersal) serta pendampingan dari keluarga dan tenaga
kesehatan yang merujuk. Kondisi di lapangan memang tidak
semulus teorinya, faktor - faktor pendukung yang kurang
terlengkapi membuat resiko kematian ibu bersalin dan bayi
menjadi tinggi, tak hanya itu kondisi geografis wilayah sangat
mempengaruhi kecepatan akses rujukan.
16
| mediakom 42 | JUNI | 2013
Tingkat kematian ibu hamil di Indonesia
merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara
B
agi sebuah keluarga kehadiran
anak merupakan saat yang paling
ditunggu oleh mereka, karena
dengan kelahiran seorang anak maka
garis keturunan akan terus berlanjut
tanpa terputus. Oleh karena itu ketika sorang
ibu tengah mengandung banyak cara yang
harus dilakukan, agar sang bayi dan ibu dapat
tetap sehat dan selamat ketika melahirkan.
Upaya tersebut antara lain dengan
memperbaiki asupan gizi serta penanganan
medis saat hamil dan melahirkan.
Data United Nations Development
19. Peran Puskesmas dan
Jampersal Dalam
Menekan AKI
Programme (UNDP) menyebutkan
bahwa dari 5 juta kelahiran yang
terjadi di Indonesia setiap tahunnya,
diperkirakan 20 ribu ibu meninggal
akibat komplikasi kehamilan atau
persalinan. Rasio kematian ibu
melahirkan di Indonesia merupakan
yang tertinggi di negara Asia Tenggara,
yaitu 1 dari 65. Rasio ini sangat jauh
tertinggal jika dibandingkan dengan
negara tetangga, Thailand, yang hanya
memiliki rasio ibu meninggal 1 dari
1.100. Itu berarti setiap tahunnya di
Indonesia ada 20 ribu anak piatu yang
terlahir, tanpa pernah merasakan air susu
ibu serta kasih sayang ibu kandungnya.
Salah satu faktor tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah
disebabkan, karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan
oleh tenaga kesehatan. Kementerian
Kesehatan menetapkan target 90 persen
persalinan ditolong oleh tenaga medis
pada tahun 2010. Perbandingan dengan
hasil survei SDKI bahwa persalinan yang
ditolong oleh tenaga medis profesional
meningkat, dari 66 persen dalam SDKI
2002-2003 menjadi 73 persen dalam
SDKI 2007.
Angka ini relatif rendah apabila
dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Singapura, Malaysia, Thailand
di mana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan hampir mencapai
90%. Apabila dilihat dari proyeksi
angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, nampak bahwa ada
pelencengan dari tahun 2004 dimana
angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dibawah dari angka
proyeksi. Apabila hal ini tidak menjadi
perhatian kita semua maka diperkirakan
angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan sebesar
90 % pada tahun 2010 tidak akan
tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa
berimbas pada resiko angka kematian
ibu meningkat. Kondisi geografis,
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
17
20. m e d i a
u t a m a
persebaran penduduk dan sosial budaya
merupakan beberapa faktor penyebab
rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga
pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, dan tentunya disparitas antar
daerah akan berbeda satu sama lain.
Hal lain yang turut mempengaruhi
adalah tingkat pendidikan para ibu
di Indonesia yang masih sangat
rendah. Jika kita melihat dari jenjang
pendidikan, data Badan Pusat
Statistik tahun 2010 menyatakan
bahwa mayoritas ibu di Indonesia
tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar
33,34 persen. Selanjutnya sebanyak
30,16% ibu hanya memiliki ijazah
SD atau sederajat. Untuk ibu yang
berpendidikan SMA hanya berkisar
16,78%, dan perguruan tinggi sekitar
7,07%. Hal tersebut membuat cara
paling struktural untuk membenahi
kesehatan para ibu dan anak, adalah
dengan memberi mereka pendidikan
yang layak terlebih dahulu. Bagaimana
mungkin seorang ibu bisa mengetahui
nutrisi yang mereka butuhkan selama
masa kehamilan jika sama sekali tak
pernah mendengar nama asam folat
dan kolin? Padahal keduanya sangat
vital pada masa kehamilan sang ibu.
Tentunya pelajaran Biologi dan Kimia di
sekolah, perlu lebih mengedepankan
nilai-nilai yang mempersiapkan caloncalon ibu di masa depan dengan
mantap.
Pada survei tahun 2007, angka
kematian ibu mencapai 228 per 100
ribu. Artinya, dalam 100 ribu ibu
terdapat 228 ibu yang meninggal dunia
karena melahirkan. Padahal target
Millenium Development Goals (MDG's)
tahun 2015 adalah 102 per 100 ribu.
Salah satu target MDG untuk 2015
adalah mengurangi dua per tiga rasio
kematian ibu dalam proses melahirkan
1990-2015. Target MDG untuk
menurunkan rasio AKI menjadi 102
setiap 100 ribu kelahiran adalah sebuah
target yang berat. Karena dari data yang
ada menyatakan bahwa AKI 5 tahun
terakhir tidak mengalami peningkatan.
18
| mediakom 42 | JUNI | 2013
Kementerian Kesehatan melansir data
survei bahwa pada tahun 2007 lalu AKI
berada di angka 228, di tahun 2008 AKI
sempat turun tipis menjadi 226 namun
ternyata pada tahun 2010 kemarin
angka kematian ibu justru merosot jauh
ke angka 390.
Dalam mendukung program
Millenium Development Goals (MDG’s)
2015 nanti, Nafsiah meminta agar
semua lapisan pelayanan kesehatan
masyarakat—mulai dokter, bidan,
dan perawat—untuk sama-sama
menurunkan AKI, AKB, serta TFR tersebut.
Dia mengutarakan pencapaian TFR
stagnan sejak 2007 hingga 2012, yaitu
pada angka 2,6 anak per perempuan
usia subur. Hal ini sangat jauh dari target
yang diharapkannya selama memimpin
Kemenkes yang awal targetnya bisa
mencapai 2,1 anak per perempuan
usia subur tahun 2015 nanti. Namun,
kenyataannya tidak dapat tercapai
sehingga selama ini membuat pelayanan
kesehatan di Indonesia jalan di tempat
tanpa perkembangan sama sekali.
Sejumlah faktor ditengarai sebagai
penyebab tingginya angka kematian
ibu dan bayi di Indonesia. Di antaranya,
yaitu nikah muda, nikah terlalu tua,
terlalu cepat dalam proses kelahiran
anak, dan terlalu banyak memiliki
anak. Hal-hal itulah yang dinilai
masih menjadi kendala dalam upaya
penurunan kematian saat ini. Padahal,
sebetulnya penyebab kematian ibu dan
anak tersebut dapat dicegah. Apalagi,
total Dana Alokasi Khusus (DAK)
yang dialokasikan pemerintah untuk
mendukung KB tahun ini mencapai
Rp442 miliar. Ini merupakan angka yang
jauh lebih tinggi dibandingkan pertama
pada 2007, yakni sebesar Rp279 miliar.
DAK KB itu dialokasikan untuk 440 lebih
kabupaten/kota di Indonesia, atau
peningkatan dibanding 2012 lalu yang
hanya mencapai 437 kabupaten/kota.
Salah satu langkah untuk
mengurangi AKI dan AKB adalah
dengan imunisasi dan pemberdayaan
bidan. Imunisasi sudah terbukti berhasil
mengatasi penyakit cacar sejak 1976,
dan kasus polio liar sudah tidak pernah
ditemukan lagi di Indonesia sejak
2006. Kematian akibat campak juga
mengalami penurunan yang tajam: dari
sekitar 10.300 kasus pada 2000 menjadi
kurang dari 2.000 kasus pada 2012.
Imunisasi juga berhasil menekan angka
kematian ibu dan anak yang diakibatkan
21. oleh tetanus menjadi kurang dari 1 per
1.000 kelahiran hidup.
Hingga saat ini, seperti diungkapkan
Nafsiah, baru sekitar 80% desa di
Indonesia yang telah mencapai
Universal Child Immunization (UCI)
dari target 86,8%. UCI adalah status
yang menunjukkan lebih dari 80% bayi
di sebuah desa telah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap. “Imunisasi tidak
membutuhkan biaya besar. Bahkan di
posyandu, anak-anak mendapatkan
imunisasi secara gratis,” katanya.
Cara lain adalah dengan
memberdayakan profesi bidan.
“Dengan diberdayakannya bidan, dapat
membantu tercapainya target Indonesia
untuk menurunkan AKI menjadi 102
kematian dari 100 ribu kelahiran pada
2015,” ujarnya. Bidan diyakini lebih
merakyat dibandingkan dokter serta
diklaim lebih mampu untuk menunjang
program pemerintah mengenai
jumlah penduduk. Tentu saja untuk itu
diperlukan pendidikan bidan yang baik.
Puskesmas dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatannya memiliki
program kesehatan dasar yang wajib
ada dalam setiap program upaya
kesehatan yang dilakukan. Upaya
kesehatan wajib tersebut adalah
Promosi Kesehatan, Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak
termasuk Keluarga Berencana,Perbaikan
Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular
(imunisasi), dan Pengobatan Dasar.
Terdapat point Kesehatan Ibu dan
Anak dalam program pokok wajib
puskesmas, yang memiliki tujuan untuk
menurunkan kematian (mortality), dan
kejadian sakit di kalangan ibu.
Kegiatan program ini ditujukan
untuk menjaga kesehatan ibu selama
kehamilan, pada saat bersalin dan saat
ibu menyusui. Selain itu bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan anak,
melalui pemantauan status gizi dan
pencegahan sedini mungkin berbagai
penyakit menular yang dapat dicegah
dengan imunisasi dasar sehingga
anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Program ini juga
memiliki sasaran terhadap ibu hamil,
ibu menyusui, dan anak-anak sampai
umur 5 tahun. Kelompok-kelompok
masyarakat ini merupakan sasaran
primer program.
Sasaran sekunder adalah dukun
bersalin dan kader kesehatan.Ruang
lingkup kegiatan KIA terdiri dari kegiatan
pokok dan integratif. Kegiatan integratif
adalah kegiatan program lain ( misalnya
kegiatan imunisasi merupakan kegiatan
pokok P2M) yang dilaksanakan pada
program KIA karena sasaran penduduk
program P2M (ibu hamil dan anak-anak)
juga menjadi sasaran KIA. Kegiatankegiatan tersebut adalah; memeriksa
kesehatan ibu hamil (ANC), mengamati
perkembangan dan pertumbuhan
anak-anak balita, integrasi dengan
program gizi, memberikan nasehat
tentang makanan, mencegah timbulnya
masalah gizi karena kekurangan protein
dan kalori dan memperkenalkan jenis
makanan tambahan (vitamin dan garam
yodium) Integrasi dengan program
PKM (konseling) dan gizi, memberikan
pelayanan KB kepada pasangan usia
subur (integrasi dengan program KB),
merujuk ibu-ibu atau anak-anak yang
memerlukan pengobatan (integrasi
program pengobatan), memberikan
Pertolongan persalinan dan bimbingan
selama masa nifas (integrasi dengan
program perawatan kesehatan
masyarakat), serta mengadakan
latihan untuk dukun bersalin dan
kader kesehatan Posyandu. Dengan
adanya program-program pokok KIA
ini, diharapkan bisa menurunkan angka
kematian ibu, bayi, dan balita, sehingga
tujuan untuk mendapatkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya
bisa terwujud (Alisjahbana, 2010).
Selain melalui puskesmas pemerintah
juga mengeluarkan program Jaminan
Persalinan (JAMPERSAL).
Sebagaimana telah diketahui
bersama dari beberapa pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan
nasional serta MDGs, yaitu menurunkan
jumlah kematian ibu dan anak. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka
di butuhkan suatu kebijakan salah
satunya yang menjadi faktor yang
pentin adalah perlunya meningkatkan
akses masyarakat terhadap persalinan
yang sehat dengan cara memberikan
kemudahan pembiayaan kepada
seluruh ibu hamil yang belum memiliki
jaminan persalinan. Jaminan Persalinan
ini diberikan kepada semua ibu hamil
agar dapat mengakses pemeriksaan
persalinan, pertolongan persalinan,
pemeriksaan nifas dan pelayanan
KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan sehingga pada gilirannya
dapat menekan angka kematian ibu dan
bayi(Sedyaningsih, 2011). Dari penjelasan
di atas bisa disimpulkan bahwa peran
puskesmas, dalam hal ini adalah berhasil
untuk menurunkan angka kematian
ibu, bayi dan balita. Angka Kematian
Ibu menurun dari 390 pada tahun 1991
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007.
Sedangkan untuk perkembangan
program kesehatan untuk
meningkatkan Kesehatan anak
Indonesia, bisa dikatakan terus
membaik yang ditunjukkan dengan
menurunnya angka kematian balita,
bayi maupun neonatal. Angka kematian
balita menurun dari 97 pada tahun
1991menjadi 44 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI). Begitu
pula dengan angka kematian bayi
menurun dari 68 menjadi 34 per
1.000 kelahiran hidup pada periode
yang sama. Angka kematian neo
natal juga menurun walaupun relatif
lebih lambat, yaitu dari 32 menjadi 19
kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Semakin diperkuat dengan dikeluarkan
keputusan menteri kesehatan mengenai
JAMPERSAL. JAMPERSAL bertujuan
untuk meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan kesehatan dalam rangka
percepatan penurunan Angka Kematian
Ibu (AKI) dengan jaminan persalinan di
sarana kesehatan milik pemerintah dan
Angka Kematian Bayi (AKB).*
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
19
22. m e d i a
u t a m a
Apa itu Rujukan Persalinan?
Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara
vertikal (dari satu unit ke unit yang lebih lengkap / rumah sakit) untuk horizontal (dari satu bagian lain dalam satu unit). (Muchtar,
1977)
Rujukan adalah sesuatu yang digunakan pemberi informasi (pembicara) untuk menyokong atau memperkuat pernyataan
dengan tegas. Rujukan mungkin menggunakan faktual ataupun non faktual. Rujukan faktual terdiri atas kesaksian, statistik
contoh, dan obyek aktual. Rujukan dapat berwujud dalam bentuk bukti. Nilai-nilai, dan/atau kredibilitas. Sumber materi rujukan
adalah tempat materi tersebut ditemukan (Wikipedia)
SISTEM RUJUKAN
Pengertian operasional sistem rujukan paripuma
terpadu merupakan suatu tatanan, di mana berbagai
komponen dalam jaringan pelayanan kebidanan dapat
berinteraksi dua arah timbal balik, antara bidan desa,
bidan dan dokter puskesmas di pelayanan kesehatan
dasar. Dengan para dokter spesialis di RS kabupaten
untuk mencapai rasionalisasi penggunaan sumber
daya kesehatan dalam penyelamatan ibu dan bayi baru
lahir yaitu penanganan ibu resiko tinggi dengan gawat
obsentrik atau gawat darurat obsentrik secara efisien,
efektif, profesional ,rasional dan relevan dalam pola rujukan
terencana.
Tujuan Rujukan
Setiap penderita mendapat perawatan dan
pertolongan yang sebaik-baiknya.
Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita
atau bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke
unit yang lengkap fasilitasnya.
Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan
(Transfer knowledge and skill) melalui pendidikan dan
latihan antara pusat pendidikan dan daerah perifen.
Kaji ulang tentang keperluan dan tujuan upaya rujukan
pada ibu dan keluarganya. Kesempatan ini harus dilakukan
selama ibu melakukan kunjungan asuhan antenatal atau
pada saat awal persalinan, jika memungkinkan. Jika ibu
belum membuat rencana selama kehamilannya, penting
untuk mendiskusikan rencana rujukan dengan ibu dan
keluarganya pada saat-saat awal persalinan. Jika kemudian
tiinbul masalah pada saat persalinan dan rencana rujukan
belum dibicarakan maka seringkali sulit untuk membuat
persiapan-persiapan dengan cepat. Rujukan tepat
waktu merupakan unggulan asuhan sayang ibu dalam
mendukung keselamatan ibu.
20
| mediakom 42 | JUNI | 2013
Hal-hal yang penting dalam
mempersiapkan rujukan untuk ibu
1. BidaN, Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir
didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten
dan memiliki kemampuan untuk
menatalaksana kegawatdaruratan
obstetri dan bayi baru lahir untuk
dibawa ke fasilitas rujukan
2. Alat, Bawa perlengkapan dan bahan-bahan
untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi
baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama
ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan
bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika
ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.
3. Keluarga, Beri tahu ibu dan keluarga
mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi
dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk.
Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan
upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota
keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru
lahir ke tempat rujukan.
4. Surat, Berikan surat ke tempat rujukan.
Surat ini harus memberikan identifikasi
mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir,
cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil
pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu
dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan
persalinan ibu pada saat rujukan.
5. Obat, Bawa obat-obatan esensial pada saat
mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat-obatan
mungkin akan diperlukan selama perjalanan.
23. 6. Kendaraan, Siapkan kendaraan
yang paling memungkinkan untuk
merujuk ibu dalam kondisi yang cukup
nyaman. Selain itu pastikan bahwa
kondisi kendaraan itu cukup baik untuk.
mencapai tempat
rujukan dalam
waktu yang tepat.
7. Uang, Ingatkan pada keluarga agar
membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat-obatan
yang diperlukan dan bahan-bahan
kesehatan lain yang diperlukan selama
ibu dan/atau bayi baru
lahir tinggal di fasilitas
rujukan.
RP
Kegiatan Rujukan
Rujukan dan pelayanan kebidanan
Kegiatan ini antara lain berupa:
1. Pengiriman orang sakit dari unit
kesehatan kurang lengkap ke unit
yang lebih lengkap;
2. Rujukan kasus – kasus patologi pada
kehamilan, persalinan, dan nifas;
3. Pengiriman kasus masalah
reproduksi manusia lainnya, seperti
kasus – kasus ginekologi atau
kontrasepsi yang memerlukan
penanganan spesial;
4. Pengiriman bahan laboratorium.
Pada saat kunjungan antenatal, jelaskan
bahwa petugas kesehatan, klien dan
suami akan selalu berupaya untuk
mendapatkan pertolongan terbaik,
termasuk kemungkinan rujukan setiap
ibu hamil apabila terjadi penyulit. Pada
saat terjadi penyulit sering kali tidak
cukup waktu untuk membuat rencana
rujukan sehingga keterlambatan
dalam membuat keputusan dapat
membahayakan jiwa klien. Anjurkan
ibu untuk membahas rujukan dan
membuat rencana rujukan bersama
suami dan keluarganya serta tawarkan
untuk berbicara dengan suami dan
keluarganya untuk menjelaskan
antisipasi rencana rujukan.
Faktor-faktor
Penyebab Rujukan
1. Riwayat bedah sesar
2. Pendarahan pervaginaan
3. Persalinan kurang bulan
Masukan persiapan-persiapan dan
informasi berikut ke dalam rencana
rujukan :
- Siapa yang akan menemani ibu dan
bayi baru lahir,
- Tempat –tempat rujukan mana yang
lebih disukai ibu dan keluarga. (Jika
ada lebih dari satu kemungkinan
tempat rujukan, pilih tempat rujukan
yang paling sesuai berdasarkan jenis
asuhan yang diperlukan
- Sarana transportasi yang akan
digunakan dan siapa yang akan
mengendarainya. Ingat bahwa
transportasi harus tersedia segera,
baik siang maupun malam.
- Orang yang ditunjuk menjadi donor
darah, jika transfusi darah diperlukan.
- Uang yang disisihkan untuk asuhan
medis, transportasi, obat-obatan dan
bahan-bahan.
- Siapa yang akan tinggal dan
menemani anak-anak yang lain pada
saat ibu tidak di rumah.
4. Ketuban pecah disertai dengan
mekonium yang pecah
5. Ketuban pecah lebih dari 24 jam
6. Ketuban pecah pada persalinan
kurang bulan
7. Ieterus
8. Anemia berat
9. Tanda / gejala infeksi
10. Preklamsia / hipertensi dalam
kehamilan
11. Tinggi fundus 40 cm / lebih
12. Gawat janin
13. Primipara dalam fase aktif kala 1
persalinan
14. Presentasi bukan belakang kepala
15. Presentasi ganda
16. Kehamilan ganda (genteli)
17. Tali pusat menumbung
18. Syok
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
21
24. m e d i a
u t a m a
Sistem Rujukan
Rujukan secara konseptual terdiri atas: Rujukan upaya
kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut
masalah medik perorangan yang antara lain meliputi:
- Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan operasional dan lain – lain
- Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium klinik yang lebih lengkap.
- Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan
mendatangkan atau mengirim
tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan
rindakan, member pelayanan, ahli pengetahuan dan
teknologi dalam meningkatkan kualitas
pelayanan.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada
dasarnya menyangkut masalah
kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:
- Rujukan sarana berupa bantuan laboratorium dan
teknologi kesehatan.
- Rujukan tenaga dalam bentuk dukungan tenaga
ahli untuk penyidikan, sebab dan asal usul penyakit
atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada bencana alam, dan lain – lain
- Rujukan operasional berupa obat, vaksin, pangan pada
saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen)
bila terjadi keracunan massal, pemeriksaan air minum
penduduk dan sebagainya.
Rujukan Terencana menyiapkan dan merencanakan rujukan
ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi ibu resiko tinggi / risti.
Sejak awal kehamilan diberi Komunikasi Informasi Edukasi
(KIE). Ada 2 macam rujukan terencana yaitu :
- Rujukan Dim Berencana (RDB) untuk ibu dengan
Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO) dan Ada Gawat
Obstetrik (AGO)
- Rujukan Dalam Rahim (RDR). Di dalam RDR terdapat
pengertian RDR atau Rujukan In Utero bagi janin ada
masalah, janin resiko tinggi masih sehat misalnya
kehamilan dengan riwayat obstetric jelek pada ibu
diabetes mellitus, partus prematurus iminens. Bagi
janin, selama pengiriman rahim ibu merupakan alat
transportasi dan incubator alarm’ yang aman, nyaman,
hangat, steril, murah, mudah, memberi nutrisi dan O2,
tetap pada hubungan fisik dan psikis dalam lindungan
ibunya.
Pada jam – jam krisis pertama bayi langsung mendapatkan
perawatan spesialistik dari dokter spesialis anak. Manfaat
22
| mediakom 42 | JUNI | 2013
RDB / RDR : Pratindakan diberi KIE, tidak membutuhkan
stabilisasi, menggunakan prosedur, alat, obat, standar (obat
generik), lama rawat inap pendek dengan biaya efisien dan
efektif terkendali, pasca tindakan perawatan dilanjutkan di
puskesmas.
Rujukan Tepat Waktu (RTW) untuk ibu dengan gawat
darurat – obstetrik, pada kelompok FR III Ada Gawat
Darurat Obstetrik (AGDO) perdarahan antepartum dan
preeklampsi berat / eklampsia dan ibu dengan komplikasi
persalinan dini yang dapat terjadi pada semua ibu hamil
dengan atau tanpa FR. Ibu Gawat Darurat Obstetrik (GDO)
membutuhkan RTW dalam menyelamatkan ibu atau Bayi
baru Lahir (BBL).
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari:
Rujukan internal dan rujukan eksternal
- Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang
terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi
tersebut Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.
- Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar
unit – unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik
horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat map) maupun vertikal (dan puskesmas ke rumah
sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari:
Rujukan Medik dan Rujukan Kesehatan.
- Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang
terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif ) dan
pemulihan (rehabilitatif ). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner,
hipertensi, diabetes melitus) ke rumah sakit umum
daerah.
- Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang
umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan
promosi kesehatan (promotif ) dan pencegahan
(preventif ). Contohnya, merujuk
pasien dengan masalah gizi ke
klinik konsultasi gizi
(sumber : berbagai sumber)
25. PRINSIP PELAYANAN RUJUKAN KEGAWAT-DARURATAN
OBSTETRI DAN NEONATAL
Prinsip pelayanan rujukan, terutama
pelayanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal mengacu pada prinsip
utama dalam Pedoman Sistem Rujukan
Maternal dan Neonatal di Tingkat
Kabupaten/Kota dari Kementerian
Kesehatan RI tahun 2005 yaitu
kecepatan dan ketepatan tindakan,
efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas
Pelayanan.
A. PRINSIP KEWENANGAN SETIAP
FASILITAS PELAYANAN
1. Polindes/Poskesdes
Pondok Bersalin Desa (Polindes)/Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) merupakan
salah satu bentuk upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat yang
didirikan masyarakat, oleh masyarakat
atas dasar musyawarah. Bidan di Desa
sebagai pelaksana pelayanan Polindes/
Poskesdes dan sekaligus ujung tombak
upaya pelayanan Maternal dan Neonatal
harus memiliki pengetahuan dasar
tentang tanda bahaya (danger signs),
sehingga dapat segera dan secepatnya
melakukan rujukan ke pusat pelayanan
yang memiliki fasilitas yang lebih sesuai
untuk kasus kegawatdaruratan setelah
melakukan stabilisasi pasien gawat
darurat ( tindakan pra-rujukan).
PETUNJUK TEKNIS SISTEM RUJUKAN
PELAYANAN KESEHATAN
Selain menyelenggarakan pelayanan
pertolongan normal, Bidan di Desa
dapat melakukan pengelolaan kasus
dengan komplikasi tertentu sesuai
dengan tingkat kewenangan dan
kemampuannya atau melakukan rujukan
ke Puskesmas, Puskesmas dengan
fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal
Dasar (PONED) dan Rumah Sakit dengan
fasilitas Pelayanan Obstetri Neonatal
Komprehensif (PONEK).
Peran dan Fungsi Polindes/Poskesdes
dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak antara lain:
1. Sebagai tempat pelayanan
kesehatan ibu dan anak serta
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Sebagai tempat-tempat untuk
melakukan kegiatan pembinaan,
penyuluhan, komunikasi informasi
personal dan konseling (KIP/K)
kesehatan ibu dan anak.
3. Pusat pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan ibu dan anak.
4. Pusat kemitraan dengan Dukun
Bersalin. Dalam memberikan
pelayanan pemeriksaan kehamilan,
dan nifas serta pertolongan
persalinan di Polindes, Bidan
di Desa diharapkan sekaligus
memanfaatkannya untuk membina
kemitraan dengan dukun bersalin.
5. Menyediakan pelayanan diluar
gedung. Dengan adanya gedung
Polindes, tidak berarti bahwa
Bidan di Desa hanya memberikan
pelayanan kesehatan di dalam
gedung Polindes, melainkan juga
diluar gedung, misalnya melakukan
kunjungan rumah, dan lain-lain.
Jenis dan Lingkup pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir yang dilakukan di
Polindes dapat meliputi a.l:
a. Pemeriksaan Kehamilan / Antenatal
Care (ANC) dengan 7T yaitu timbang
berat badan, mengukur tekanan
darah dan tinggi fundus, pemberian
imunisasi tetanus toxoid, pemberian
tablet tambah darah (TTD), tatap
muka dan tes urine.
b. Persiapan persalinan.
c. Pencegahan Infeksi ibu melahirkan
dan bayi baru lahir.
d. Pertolongan Persalinan Normal.
e. Pemeriksaan Nifas, termasuk Inisiasi
Menyusu Dini (IMD).
f. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
(perawatan tali pusat, pemberian
salep mata, Vitamin K injeksi dan
Imunisasi Hepatitis B1).
g. Pelayanan Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM)dan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).
h. Pelayanan pemakaian Kontrasepsi
Wanita Usia Subur.
i. Melakukan pertolongan pertama
kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal sesuai ketrampilannya,
antara lain:
1. Stabilisasi pasien gawat darurat
Obstetri dan Neonatal.
2. Melakukan Kompresi Bimanual
pada ibu dengan perdarahan
postpartum.
3. Melakukan Manual plasenta pada
kasus retensio placenta.
4. Melakukan digital kuretase pada
kasus sisa/rest plasenta.
5. Melakukan resusitasi sederhana
pada kasus asfiksia bayi baru lahir.
6. Melakukan Metode Kanguru pada
BBLR diatas 2000 gram.
7. Melakukan rujukan pasien
maternal dan neonatal.
2. Puskesmas Non-PONED
Pada Pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak, Puskesmas dibedakan menjadi
Puskesmas PONED dan Puskesmas
Non-PONED. Puskesmas Non- PONED
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
23
26. m e d i a
u t a m a
yaitu Puskesmas standar yang dalam
hal memberikan pelayanan Maternal
dan Neonatal mempunyai fungsi
hampir mirip dengan Polindes, namun
mempunyai tenaga kesehatan, sarana
dan prasarana yang lebih memadai
antara lain tersedia dokter, bidan dan
perawat, mobil puskesmas keliling,
dan sebagainya. Puskesmas NonPONED dapat menyelenggarakan
pelayanan pertolongan persalinan
normal, melakukan pengelolaan kasus
dengan komplikasi tertentu sesuai
dengan tingkat kewenangannya dan
kemampuannya atau melakukan
rujukan pada Puskesmas PONED dan
Rumah Sakit PONEK.
Puskesmas Non-PONED sekurangkurangnya harus mampu melakukan
stabilisasi pasien sebelum melakukan
rujukan ke Puskesmas PONED dan
Rumah Sakit PONEK, yaitu semua pasien
dengan kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal, ibu hamil / bersalin yang
datang sendiri maupun yang dirujuk
oleh Bidan di Desa atau Dukun / Kader.
Jenis dan lingkup pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir yang dapat
dilakukan di Puskesmas Non-PONED
meliputi:
a. Pemeriksaan Kehamilan / Antenatal
Care (ANC) dengan 7T yaitu timbang
berat badan, mengukur tekanan
darah dan tinggi fundus, pemberian
imunisasi tetanus toxoid, pemberian
tablet tambah darah (TTD), tatap
muka dan tes urine.
b. Persiapan persalinan.
c. Pencegahan Infeksi ibu melahirkan
dan bayi baru lahir.
d. Pertolongan Persalinan Normal.
e. Pemeriksaan Nifas, termasuk Inisiasi
Menyusu Dini (IMD).
f. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
(perawatan tali pusat, pemberian
salep mata, Vitamin K injeksi &
24
| mediakom 42 | JUNI | 2013
Imunisasi Hepatitis B1).
g. Pelayanan Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM) dan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).
h. Pelayanan pemakaian Kontrasepsi
Wanita Usia Subur.
i. Melakukan pertolongan pertama
kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal sesuai ketrampilannya,
antara lain:
1. Stabilisasi pasien gawat darurat
Obstetri dan Neonatal.
2. Melakukan Kompresi Bimanual
pada ibu dengan perdarahan
postpartum.
3. Melakukan Manual plasenta
pada kasus retensio plasenta.
4. Melakukan digital kuretase pada
kasus rest plasenta.
5. Melakukan resusitasi sederhana
pada kasus asfiksia bayi baru
lahir.
6. Melakukan Metode kanguru
pada BBLR diatas 2000 gram.
j. Melakukan rujukan pasien maternal
dan neonatal.
3. Puskesmas PONED
Puskesmas PONED merupakan
Puskesmas yang mempunyai Tim
Dokter dan Bidan yang mampu,
terlatih dan terampil serta adanya
sarana prasarana yang memadai
untuk melakukan Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Dasar (PONED) 24 jam
dalam wilayah beberapa puskesmas.
Puskesmas PONED memberikan
pelayanan langsung terhadap ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru
lahir baik yang datang sendiri atau atas
rujukan Puskesmas, Bidan di Desa atau
rujukan Kader/Dukun.
Puskesmas PONED dapat melakukan
pengelolaan kasus persalinan atau
bayi dengan komplikasi tertentu
sesuai dengan tingkat kewenangan
dan kemampuannya atau melakukan
rujukan pada Rumah Sakit PONEK.
Jenis dan lingkup pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir yang dilakukan di
Puskesmas PONED meliputi:
a. Pemeriksaan Kehamilan / Antenatal
Care (ANC) dengan 7T yaitu timbang
berat badan, mengukur tekanan
darah dan tinggi fundus, pemberian
imunisasi tetanus toxoid, pemberian
tablet tambah darah (TTD), tatap
muka dan tes urine.
b. Persiapan persalinan.
c. Pencegahan Infeksi ibu melahirkan
dan bayi baru lahir.
d. Pertolongan Persalinan Normal.
e. Pemeriksaan Nifas, termasuk Inisiasi
Menyusu Dini (IMD).
f. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
(perawatan tali pusat, pemberian
salep mata, Vitamin K injeksi &
Imunisasi Hepatitis B1).
g. Pelayanan Manajemen Terpadu
Bayi Muda (MTBM) dan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).
h. Pelayanan pemakaian Kontrasepsi
Wanita Usia Subur.
i. Melakukan tindakan pada
kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal sesuai ketrampilannya,
antara lain:
1. Stabilisasi pasien gawat darurat
obstetri dan neonatal
2. Pemberian oksitosin parenteral
atau drip intravena.
3. Pemberian antibiotika injeksi
atau injeksi intravena.
4. Penanganan perdarahan post
partum
5. Melakukan manual plasenta
pada kasus retensio plasenta
6. Melakukan kuretase pada kasus
sisa/rest plasenta
7. Penanganan pre eklamsia/
27. eklampsia dengan obat MgSO4
8. Melakukan pertolongan
persalinan dengan letak
sungsang
9. Melakukan pertolongan
persalinan dengan distosia bahu
10. Melakukan vakum ekstraksi dan
forcep ekstraksi pada partus
lama
11. Penanganan infeksi nifas
12. Melakukan resusitasi pada kasus
asfiksia bayi baru lahir
13. Penanganan bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), berat
badan bayi antara 1500 - 2500
gram
14. Penanggulangan hipotermi pada
bayi baru Lahir (BBL).
15. Penanggulangan hipoglikemi
pada BBL
16. Penanggulangan ikterus pada
BBL
17. Penanggulangan masalah
pemberian minum pada BBL
18. Penanggulangan gangguan
nafas pada BBL
19. Penanggulangan kejang pada
BBL
20. Penanggulangan infeksi pada
BBL
j. Melakukan rujukan pasien maternal
dan neonatal
4. Rumah Sakit PONEK
Dalam pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak, ada yang disebut dengan
Rumah Sakit dengan Pelayanan
Obstetri Neonatal Komprehensif atau
Rumah Sakit PONEK. Rumah Sakit
PONEK merupakan Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan maternal
dan neonatal sehari penuh (24 Jam)
dan memiliki tenaga dokter spesialis
kandungan, dokter spesialis anak
dan bidan dengan kemampuan yang
terlatih, serta sarana dan prasarana
penunjang yang memadai untuk
memberikan pelayanan kegawat
daruratan obstetri dan neonatal dasar
maupun komprehensif secara langsung
terhadap ibu hamil/ibu bersalin dan
ibu nifas baik yang datang sendiri
atau rujukan dari Puskesmas PONED,
Puskesmas, Polindes/Poskesdes atau
masyarakat /kader/dukun bersalin
dalam wilayah satu atau lebih
Kabupaten /Kota. Rumah Sakit PONEK
umumnya adalah Rumah Sakit Umum
Kabupaten/ Kota yang telah mempunyai
dokter spesialis kandungan (Dokter
SpOG) dan dokter spesialis anak (Dokter
Sp.A).
Lingkup pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir yang dilakukan di
Rumah Sakit PONEK adalah meliputi
semua pelayanan Obstetri Neonatal
Komprehensif, termasuk pemberian
transfusi darah, bedah sesar dan
perawatan neonatal intensif.
B. PRINSIP MERUJUK DAN
MENERIMA PASIEN MATERNAL
DAN NEONATAL
Dalam prosedur merujuk dan menerima
rujukan pasien maternal dan
neonatal harus memenuhi prinsip
sebagai berikut:
1. Mencegah 3 Terlambat (3T). Semua
pasien maternal dan neonatal
merupakan pasien gawat darurat
yang memerlukan pertolongan
segera.
2. Rujukan yang terencana. Pasien
maternal dan neonatal yang
diperkirakan dirujuk, harus sudah
dipersiapkan sebagai pasien
rujukan sejak awal ketika faktor
risiko ditemukan saat pemeriksaan
kehamilannya.
3. Upayakan pasien dalam keadaan
stabil. Petugas kesehatan/Dokter/
Bidan harus melakukan stabilisasi
pasien terlebih dahulu sebelum
merujuk pasiennya.
4. Diluar kompetensi petugas. Pasien
harus dirujuk apabila pasien yang
untuk penatalaksanaannya sudah
tidak lagi menjadi kewenangan
bagi fasilitas Polindes/Poskesdes/
Puskesmas yang bersangkutan.
5. Ada komunikasi awal. Lakukan
kontak terlebih dahulu dengan
Rumah Sakit / Puskesmas
yang dituju untuk mencegah
kemungkinan tidak dapat ditangani
atau terlambat ditangani karena
tidak adanya atau tidak siapnya
dokter spesialis yang dituju.
Prosedur klinis dan prosedur
administrasi dalam merujuk pasien
maternal dan neonatal mengikuti
prosedur rujukan pasien umum. Tapi
pasien maternal atau neonatal dapat
masuk ke Unit Gawat Darurat atau
langsung menuju ke Poliklinik Jaga
Kebidanan dan Anak atau Ruang
Bersalin (VK) Obstetri Kebidanan yang
sudah ditentukan di Rumah Sakit
tujuan atau ke Poliklinik Pagi Obstetri
Kebidanan, disesuaikan dengan kondisi
klinis / tingkat kedaruratannya.
Surat Rujukan pasien maternal dan
neonatal tetap menggunakan format
standar surat rujukan pasien umum .
Prosedur administrasi dan klinis
menerima dan membuat balasan
rujukan pasien maternal dan neonatal
mengikuti prosedur standar rujukan
pasien umum. Apabila penderita keluar
dari perawatan / rumah sakit agar
melakukan komunikasi dengan
memberi surat balasan rujukan kepada
pihak pengirim dengan menggunakan
format surat balasan rujukan.*
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
25
28. m e d i a
u t a m a
LAYANAN
RUJUKAN KESEHATAN DI
PUSKESMAS
PONED KARAWANG
P
elayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) adalah
pelayanan untuk menanggulangi
kasus kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal yang terjadi pada
ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam
masa nifas dengan komplikasi obstetri
yang mengancam jiwa ibu maupun
janinnya. PONED merupakan upaya
pemerintah dalam menanggulangi
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang
masih tinggi dibandingkan di Negaranegara Asean lainnya.
Millennium Development Goals
(MDGs) sebagai road map atau arah
pembangunan kesehatan di Indonesia
26
| mediakom 42 | JUNI | 2013
mempunyai delapan tujuan, dimana dua
diantaranya adalah untuk menurunkan
AKI dan AKB. Kematian ibu saat ini
masih merupakan salah satu masalah
karena tingginya Angka Kematian
Ibu mempunyai dampak yang besar
terhadap keluarga dan masyarakat (L.
Ratna Budiarso et al, 1996).
Dalam upaya tersebut Pemerintah
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012,
mengalokasikan anggaran dana
kesehatan sebesar 10 persen dari
total APBD. Hal ini sesuai amanat UU
No.36/2009 tentang Kesehatan. Salah
satu target utama dalam pembangunan
kesehatan tersebut adalah dengan
merencanakan pembangunan
200 Puskesmas PONED. Kemudian
meluncurkan kebijakan Pembiayaan Ibu
Hamil Masyarakat Miskin (Bumi Maskin),
Pembangunan Gedung Rawat inap
Keluarga Miskin di 5 wilayah terpilih,
Rehabilitasi Bangunan Puskesmas/
Rumah Sakit, Peningkatan Kesejahteraan
Dokter/Bidan/Paramedis, penyediaan
dan promosi PHBS secara massal serta
revitalisasi Pos Pelayanan Terpadu.
Salah satu daerah yang kini telah
mempunyai puskesmas PONED adalah
di Cikampek, Kabupaten Karawang.
Keberadaan puskesmas tersebut telah
dirasakan cukup membantu dalam
menekan AKI dan AKB di daerah
sekitarnya. Namun program tersebut
bukannya berlangsung tanpa hambatan,
karena masih ada saja rintangan yang
dihadapi oleh tenaga medis berkaitan
dengan administrasi pelayanan medis,
dan keterbatasan sarana lainnya.
dr. Darwinshah Amril selaku
penanggung jawab puskesmas PONED
Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat mengeluhkan, masih ada saja bidan
desa yang merujuk pasien ibu hamil
dengan tidak menyertakan dokumen
rujukan. Biasanya pasien rujukan
datang sendiri, tanpa pendampingan
dari bidannya. Kondisi seperti ini akan
menjadi problem komunikasi, antara
perujuk dan yang menerima rujukan.
Ini baru satu sisi kendala merujukkan
layanan rujukan. Belum kendala lainnya
seperti keterbatasan sarana transportasi,
dana operasional dan sarana pelayanan
kesehatan yang mendukungnya.
Dalam sebuah kesempatan
perbincangan dr. Darwinshah Amril
menjelaskan secara lebih rinci
mengenai solusi masalah tersebut.
Salah satunya adalah dengan terus
melakukan pelatihan dan pembinaan
kepada dokter dan bidan puskesmas
poned, mendatangkan dokter spesialis
anak dan kebidanan untuk memberi
mentoring. Menyamakan persepsi
kebidanan dan neonatal berdasarkan
SOP yang disepakati. Selain itu juga
melakukan review maternal. Sehingga
29. dapat melakukan pencegahan terhadap
munculnya kasus tertentu.
“Banyak sisi yang harus nyambung
untuk mendukung mekanisme rujukan
pelayanan kesehatan berjalan lancar.
Mulai dari kegiatan posnyandu, bidan
desa, polindes, puskesmas pembantu,
puskesmas PONED, RSUD Kabupaten/
Kota, RSUD provinsi dan Rumah Sakit
Umum Pusat, “ demikian jelasnya lebih
jauh.
Salah satunya Pertama adalah
kemauan petugas untuk menolong.
Kemauan itu awal dari segalanya. Tanpa
kemauan, segalanya tak akan ada artinya.
Kemauan ini harus ada pada diri kader,
bidan, perawat, dokter dan siapapun
yang terlibat dalam proses rujukan
tersebut. Sebagai contoh, bidan desa
bernama Halimah. Sudah 20 tahun lebih
mengabdi sebagai bidan desa. Saat ini
mengabdi sebagai bidan desa Jomin
Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten
Karawang.
Awal mengabdi, banyak tantangan
di masyarakat, terutama yang berkaitan
dengan program KIA & KB. Tantangan
dan hambatan ini rata-rata berasal dari
tokoh masyarakat dan tokoh agama. Tapi
dengan kemauan dan kesabarannya,
Halimah dapat memberikan pemahaman
yang benar kepada masyarakat.
Halimah, bidan desa ini, bergabung
dengan 10 kelompok pengajian ibuibu. Setiap kali datang ke pengajian
selalu memberikan penyuluhan tentang
pentingnya kesehatan ibu, anak dan
KB. Bukan hanya pengajian yang dia
sambangi, tapi juga berbagai forum
masyarakat dan pertemuan desa. Bidan
Halimah ternyata mampu menggalang
RT, RW, Kepala Desa dan Camat memberi
dukungan program kesehatan yang
disampaikannya kepada mereka semua.
Berkat peran serta dari bidan tersebut
membuat keluarga dan orang lain dari
berbagai risiko kesehatan, khususnya
persalinan, mampu mendapatkan
pelayanan medis secara lebih berarti. Hal
ini terbukti dengan semua ibu dan bayi
risiko tinggi dari wilayahnya tertolong
dengan selamat. Karena bidan Halimah
selalu mendampingi pasien rujukannya
sampai ke puskesmas PONED atau
Rumah Sakit Umum Daerah terdekat.
Ketika ditanya apa yang menjadi
motivasi berbuat demikian ? bidan
Halimah menyatakan,“ Ini adalah
investasi untuk tabungan akhiratku.
Saya juga tidak pernah marah, apalagi
dendam. Semua kesulitan saya jalani
secara alamiah saja,”
Kedua; Sarana kesehatan. Fasilitas
rujukan harus tersedia sesuai dengan
tingkat pelayanan. Mulai dari tingkat
desa tersedia pelayanan kesehatan,
berupa posyandu, polindes, puskesmas
pembantu atau puskesmas satelit. Untuk
tingkat Kecamatan, harus memiliki
puskesmas PONED( rujukan). Biasanya,
puskesmas ini mengampu beberapa
puskesmas satelit dan bidan desa.
Secara teori, diperkirakan 15-20
persen kelahiran memiliki risiko tinggi.
Kelompok inilah yang harus mendapat
rujukan ke puskesmas PONED. Bila
puskesmas PONED tidak mampu karena
tidak tersedia sarana atau tenaga
kesehatannya, baru dirujuk ke rumah
sakit umum daerah setempat yang
terdekat. Kelahiran normal cukup dibantu
bidan desa atau puskesmas setempat.
Ketiga; Transportasi, kendaraan yang
digunakan mengangkut pasien dari
satu tempat menuju sarana kesehatan
rujukan. Beberapa desa, seperti desa
Jomin Timur, di Kecamatan Kota Baru,
Kabupaten Karawang mendapat bantuan
mobil ambulan desa dari Bupatinya.
Selain itu juga ada ambulan puskesmas,
mobilnya dokter atau bidan. Jadi harus
tersedia kendaraan untuk mengantar
rujukan persalinan ke puskesmas PONED,
atau rujukan yang lebih tinggi.
Tidak cukup hanya tersedia
kendaraan, tapi juga harus ada sopir
dan biaya operasionalnya. Untuk biaya
operasional atau transport, telah tersedia
bantuan operasional kesehatan ( BOK)
di setiap puskesmas. Dana BOK ini
besarannya berbeda setiap puskesmas,
bergantung wilayahnya. Untuk wilayah
yang sulit geografisnya, mendapat dana
lebih besar, seperti puskesmas di wilayah
Indonesia Timur.
Untuk beberapa daerah, seperti
Jawa Barat dan DKI Jakarta sudah
mengembangkan sistem pengelolaan
gawat darurat terpadu ( SPGDT). Melalui
sistem ini mekanisme rujukan pasien
dengan risiko tinggi, akan lebih pasti
mendapat pelayanan dengan baik.
SPGDT tersebut dapat meminimalkan
kemungkinan terjadi pasien rujukan tidak
mendapatkan tempat, karena tingkat
isian rumah sakit yang sudah penuh.
Dengan sistem ini pula pasien sudah
dapat diarahkan, oleh petugas kesehatan
ke rumah sakit mana harus dirujuk secara
cepat dan tepat. Sementara rumah
sakit yang akan menerima rujukan
juga sudah mempersiapkan diri, untuk
menangani pasien rujukan tersebut..
Dengan demikian, diharapkan tidak ada
keterlambatan penanganan pasien.*
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
27
30. m e d i a
u t a m a
dr Darwingshah Amril,
Kepala Puskemas Poned Cikampek
PENTINGNYA KOMUNIKASI
ANTAR PETUGAS MEDIS
D
alam sebuah sambutannya
setahun yang lalu Gubernur
Jawa Barat, Ahmad
Heryawan menyatakan
bahwa perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tahun
2010, yang dilakukan Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukan kenaikan
angka Indeks Kesehatan Jawa Barat.
Harapan itu berhasil diwujudkan dengan
kerja keras semua pihak. Diantaranya
dengan mengalokasikan anggaran
kesehatan tahun 2011, sebesar 7,56
persen dari APBD atau setara dengan
Rp 743,75 miliar lebih. Diharapkan pada
tahun 2012 alokasinya mencapai 10
persen dari total APBD sesuai amanat UU
No.36/2009 tentang Kesehatan.
Hal tersebut antara lain dilakukan
dengan merencanakan pembangunan
200 Puskesmas Poned, meluncurkan
kebijakan Pembiayaan Ibu Hamil
Masyarakat Miskin (Bumi Maskin),
Pembangunan Gedung Rawat
inap Keluarga Miskin di 5 wilayah
terpilih, Rehabilitasi Bangunan
Puskesmas/Rumah Sakit, Peningkatan
Kesejahteraan Dokter/Bidan/Paramedis,
penyediaan dan promosi PHBS secara
massal serta revitalisasi Pos Pelayanan
Terpadu.
Hal yang berbeda justru terjadi di
lapangan saat pelaksanaan berbagai
program tersebut. Salah satunya
28
| mediakom 42 | JUNI | 2013
surat rujukan dari bidan desa, nggak
diantar pula. Istilahnya belum ada serah
terima sehingga tidak tahu kondisinya”
ujar dr Darwingshah Amril selaku kepala
puskemas PONED Cikampek. Lebih
lanjut ia mengatakan, meski begitu
kondisinya Puskesmas PONED Cikampek
tetap melayani dan menangani pasien
yang datang dengan atau tanpa
rujukan.
Untuk memperbaiki masalah
komunikasi tersebut, pihaknya
dr Darwingshah Amril
adalah soal komunikasi antara tenaga
kesehatan bidan desa, dan tenaga
kesehatan Puskesmas sering mengalami
mis-komunikasi. Ini sering dikarenakan
pada saat kunjungan yang dilakukan
oleh bidan desa ke suatu daerah untuk
menangani ibu hamil bermasalah, tidak
menyertakan catatan status pasien.
Bahkan ada yang tidak mengantar ke
Puskesmas PONED, sebagai bentuk
pelayanan kepada masyarakat yang
membutuhkan.
“Biasanya juga gini, nggak pakai
setiap hari Jumat selalu mengadakan
pertemuan antara kepala puskesmas
dengan bidan–bidan desa. Dengan
demikian diharapkan ketimpangan
komunikasi tersebut tidak akan terjadi
lagi. Masalah administrasi juga sering
ganjalan, dimana pencatatan angka
kematian ibu hamil dan bersalin sering
tidak tercatat dengan baik. Karena
ada pasien yang langsung mendapat
rujukan ke Rumah Sakit, sehingga
banyak yang tidak melalui Puskesmas
PONED.*
31. Suka Duka Bidan Puskesmas PONED
PANTANG MENYERAH
MEMBERIKAN PENYULUHAN KB
D
alam upaya penurunan AKI
dan AKB, salah satu hal yang
diupayakan adalah pengadaan
Puskesmas dengan PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar). Puskesmas PONED
diharapkan mampu menjadi rujukan
antara sebelum Rumah sakit untuk
mengatasi kegawatdaruratan yang
terjadi pada ibu hamil, melahirkan dan
nifas. Sebagaimana telah diketahui
bahwa salah satu faktor penyebab
kematian ibu adalah keterlambatan
merujuk ke Rumah Sakit apabila ada
kegawatdaruratan. Keterlambatan ini
biasanya lebih berkaitan dengan kondisi
geografis.
Salah satu daerah yang mempunyai
Puskesmas PONED adalah Kabupaten
Karawang. Di daerah ini setidaknya
terdapat dua Puskemas PONED, yakni
di Puskesmas Tempuran dan Puskesmas
Jatisari. Di daerah tersebut untuk
kegiatan medis penunjang ibu hamil
ditangani oleh bertugas sebanyak 660
orang. Terdiri dari, bidan koordinator
50 orang, bidan puskesmas 140 orang,
bidan puskesmas PONED 99 orang, serta
bidan desa mencapai 371 orang.
Jumlah ini tentu saja tidak
sebanding dengan luas wilayah yang
harus dicapai oleh semua petugas
medis tersebut. Bahkan untuk sarana
dan prasarana yang ada saja dirasakan
masih kurang untuk menunjang tugas
Hj. Roshayati, Amkeb
mereka. Untuk itu Pemerintah Provinsi
Jawa Barat pun sedang berupaya
menggarap pembangunan 200
Puskesmas Poned. Anggaran kesehatan
pun digenjot hingga 10 persen pada
APBD tahun 2013 mendatang.
Kurangnya sarana dan prasarana
serta kesulitan medan tersebut,
juga diutarakan oleh seorang bidan
PONED di Kabupaten Karawang, “Dulu
kalau musim hujan sering banjir dan
tanahnya tanah liat, jadi kalau terjun
ke lapangan harus pakai sepatu bot”,
ujarnya, ketika ke Tim Mediakom yang
mengunjungi tempat kerjanya.
Hebatnya lagi kendala alam
bagi bidan ini, tidak menghalangi
pengabdiannya untuk melayani
masyarakat. Menurutnya justru yang
sering menjadi hambatan adalah
kesadaran masyarakat yang rendah.
Ini membuat mereka sering merasa
kurang nyaman dalam bekerja. Ketika
tim Mediakom menanyakan seperti apa
kasusnya, Bidan itu mengatakan bahwa
ada komunitas agama yang susah untuk
ber-KB, sehingga anggota masyarakat
tersebut bahkan ada yang sampai punya
anak sampai 12.
Usahanya untuk memberikan
penjelasan KB kepada masyarakatpun
mengalami kebuntuan, bahkan ia
sempat dimusuhi oleh komunitas
tersebut. “Untuk mengatasi hambatan
tersebut kami kemudian minta
bantuan tokoh agama setempat untuk
memberikan penerangan kepada
kelompok tersebut, guna melaksanakan
program KB. Hal tersebut kami lakukan
karena menurut masyarakat setempat
program KB bertentangan dengan
ajaran agama mereka,” ujarnya.
Akhirnya berkat usaha keras anggota
kelompok tersebut, pada awalnya
menentang program KB lambat laun
mulai berkurang. Kini hanya tinggal 10
persen yang masih belum menerima
program KB, beberapa diantaranya
adalah tokoh agama di komunitas
tersebut. “Keyakinan dan kepercayaan
mereka yang kuat yang sering menjadi
kendala program KB”,ujarnya.
Ketika ditanya oleh Tim Mediakom,
apakah ia pernah sakit hati saat
dimusuhi? “Sakit hati mah ada,
tapi untunglah suami saya selalu
membimbing untuk berdoa, ” ujarnya.
Kini para bidan boleh berbangga
karena masyarakat di sekitar puskesmas
PONED Karawang, tingkat kesadaran
terhadap Program dan kesehatan ibu
hamil sudah mulai membaik. Hal ini
membuktikan bahwa dengan kerja keras
semua hambatan bisa dilewati dengan
baik.*(tim)
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
29
32. m e d i a
u t a m a
D
ata dari badan dunia United
Nations Development
Programme (UNDP)
menyebutkan bahwa dari 5
juta kelahiran ada di Indonesia
setiap tahunnya, diperkirakan 20 ribu ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan
atau persalinan. Rasio kematian ibu
melahirkan di Indonesia merupakan
yang tertinggi di negara Asia Tenggara,
yaitu 1 dari 65. Rasio ini jauh tertinggal
jika dibandingkan dengan negara
tetangga, Thailand, yang hanya memiliki
Promosi kesehatan di desaJomin dilakukan oleh kader Posyandu
Peran Nakes Promkes di Puskesmas
PETUGAS PROMKES
DI PUSKESMAS
SANGAT DIBUTUHKAN
rasio ibu meninggal 1 dari 1.100.
Salah satu langkah untuk mengurangi
AKI dan AKB adalah dengan imunisasi
dan pemberdayaan bidan. Peran tenaga
kesehatan non medis, yaitu petugas
promosi kesehatan tidak bisa dianggap
remeh, sejumlah program – program
kesehatan dari Kemenkes, Dinkes Kota
/ Kabupaten bisa macet. Di sejumlah
puskesmas, tenaga medis menjalankan
tugas ganda, yaitu melakukan
penanganan medis dan menjalankan
sosialisasi program kesehatan.
Keberadaan Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat/Promosi Kesehatan sangat
ditentukan oleh tenaga pendukungnya.
Selama ini sejak dari periode awal
hingga kini pada umumnya tenaga
Penyuluh Kesehatan Masyarakat/Promosi
Kesehatan adalah orang-orang yang
peduli (concern) pada bidang ini. Tapi
karena jumlahnya sangat terbatas dan
30
| mediakom 42 | JUNI | 2013
berada dalam lingkup struktur yang
terbatas serta tidak strategis, maka
gemanya kurang terdengar. Dalam hal
ini, pengalaman menunjukkan, bahwa
pengakuan terhadap eksistensi Promosi
Kesehatan dan pengembangannya
termasuk ketenagaannya pada saat
ini, tidaklah diperoleh dengan mudah.
Artinya ada suatu proses panjang yang
cukup melelahkan yang harus ditempuh
untuk dapat mencapai situasi seperti
sekarang.
Minimnya tenaga promkes di
Puskesmas terlihat ketika tim Mediakom
terjun ke lapangan, menemui petugas
kesehatan di Puskesmas Cikampek
Jawa Barat. Menurut Dedeh Hadiati,
SKM, Mkes dari Dinas Kesehatan Kab.
Karawang, keberadaan tenaga promkes
di Puskesmas memegang peran penting
dalam sosialisasi program dan diseminasi
informasi kepada masyarakat.
“Kendala yang kami hadapi adalah
petugas promkes di Puskesmas sangat
sering berganti”,ujarnya. Lebih lanjut ia
mengatakan Dinkes mengalami kesulitan
koordinasi, karena di pertengahan tahun
petugas promkes berganti sehingga
harus melakukan briefing ulang program
yang sudah berjalan.
“Akhirnya karena petugas promkes
sering berganti – ganti, kegiatannya
tidak bisa berjalan maksimal. Kita sudah
melakukan sosialisasi kepada petugas A,
ternyata di kemudian hari diganti dengan
petugas B,” ujarnya.
Untuk mengatasi kendala tersebut,
Dinas Kesehatan Kab. Karawang
melakukan Bimbingan Teknis (Bintek)
dan memotret kinerja promkes di
Puskesmas – Puskesmas di wilayahnya
dengan metode “Assessment Akreditasi”.
“Kebetulan assessment sudah ada dari
Dinkes Jawa Barat, dan dialokasikan
untuk 50 Puskesmas di Kab. Karawang,”
ujarnya. Lebih lanjut ia mengatakan, dari
hasil assessment promkes di berbagai
puskesmas tersebut hasilnya kurang
menggembirakan.
“Kinerja petugas promkes di
beberapa puskesmas masih 20 – 30
persen, kalau kita menggunakan standar
kelulusan kinerja 70. Kemungkinan hal
itu bisa terjadi lantaran petugasnya yang
sering berganti–ganti,” jelasnya. Evaluasi
kinerja petugas Promkes di Kabupaten
sampai saat ini masih dilakukan, semoga
tidak semua kinerja petugas promkes di
Puskesmas mengecewakan kinerjanya.*
33. Pemerintah Kota / Kabupaten untuk
penyediaan lahan. Sedangkan alat
kesehatan, tenaga kesehatan dan
bangunan difasilitasi oleh Pemprov.
Kemudian untuk kebutuhan lain yang
tidak terdanai oleh Pemprov disediakan
oleh Pemda /Pemkab, terutama untuk
tenaga kesehatan tambahan. Hal ini
dikarenakan syarat Puskesmas PONED
adalah melayani selama 24 jam.
Tak hanya itu, Dinkes Pemprov juga
menfasilitasi pelatihan untuk tenaga
medis yang ditempatkan di Puskesmas
PONED. “Sekarang Pemkot / Pemkab
juga melakukan pelatihan sendiri untuk
mencukupi tenaga medis, yang akan
ditempatkan di Puskesmas PONED”,
dinkes jabar canangkan
1 kecamatan 1 puskesmas poned
D
alam sebuah acara peresmian
SMS gateway Sistem Informasi
dan Komunikasi Jejaring
Rujukan Gawat Darurat Ibu dan
Bayi Baru Lahir (SiJariEmas)
di Bandung, dinyatakan bahwa Dinas
Kesehatan (Dinkes) Jabar siap menekan
angka kematian ibu yang diakibatkan
proses kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian ibu dan bayi baru lahir bisa
dicegah jika sistem rujukan berjalan
baik. Hal tersebut dilakukan karena
terjadinya kasus kenaikan laporan
kematian ibu, diakibatkan proses
kehamilan dan persalinan yang tercatat
Dinkes Jabar adalah 804 pada 2010,
dan 850 pada 2011. Sementara kasus
kematian bayi pada tahun yang sama
menunjukkan peningkatan dari 4.982
menjadi 5.070 kasus.
Dalam usaha menurunkan angka
kematian ibu (AKI) dan bayi (AKB), Dinkes
Jabar terus berusaha memberikan
pelayanan lebih baik kepada masyarakat,
dan tidak bisa bekerja sendiri. Perlu
adanya peran serta dari masyarakat
berpartisipasi menjaga kesehatan. Untuk
itu Dinkes Pemprov Jabar mencanangkan
1 kecamatan 1 puskesmas PONED untuk
setiap Kota / Kabupaten. Hal tersebut
membuat setiap wilayah yang ada di
Jawa Barat diperbolehkan mengusulkan
puskesmas di wilayahnya, berubah
menjadi Puskesmas PONED.
dr.Khoiriyah, selaku Kepala Seksi
Pelayanan Kesehatan Dasar dan
Khusus Dinkes Pemprov Jawa Barat
menyatakan, “Tentunya semua proposal
kita uji kelayakannya, terutama dalam
soal biaya, ” tambahnya. Di Jawa Barat
telah ditetapkan 2 model puskesmas
PONED, yaitu model 200 m2 dan model
364 m2. Untuk model kedua hanya
sedikit yang dibangun, karena lahan
tersedia hanya ada Puskesmas standar.
Untuk tindak lanjut mengenai
pembangunan tersebut, Dinkes
melakukan kerjasama dengan
tambahnya.
Sejak tahun 2011, Gubernur Jabar
memberikan bantuan keuangan
untuk pengadaan Puskesmas dan
operasionalnya di wilayah Jawa Barat.
Bantuan keuangan tersebut diberikan
langsung ke Pemkot dan Pemkab, yang
mempunyai Puskesmas PONED.
Menurut dr. Khoiriyah, kendala
terbesar dalam operasional Puskesmas
PONED, adalah tenaga kesehatan,
terutama untuk tenaga dokter. Hal ini
dikarenakan para dokter cenderung
kurang berminat untuk ditempatkan
di Puskesmas PONED, yang biasanya
berada di wilayah – wilayah terpencil.
Saat ini belum semua Puskesmas
PONED di wilayah Jabar dimanfaatkan
secara optimal. Menurut Khoiriyah
pembangunan Puskesmas
PONED, harus dibarengi dengan
sosialisasi dan advokasi kepada
masyarakat di sekitarnya untuk
mengoptimalkannya.*(pwt)
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
31
34. m e d i a
u t a m a
dr. Hj. Alma Lucyati, M.Kes, MSi, MH.Kes
“SNOW BALL“ AKSES
DAN MUTU PELAYANAN
KESEHATAN
P
rovinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai
jumlah populasi penduduk terbesar di Indonesia, selain itu kondisi
alam Jawa Barat relatif tidak rata, bergunung - gunung sehingga akses
ke pelayanan kesehatan relatif lebih sulit di wilayah - wilayah terpencil.
Untuk mendobrak keterbatasan akses ke layanan kesehatan di wilayah
terpencil, Dinkes Pemprov Jabar melakukan terobosan dengan meluncurkan
sebuah sistem pelayanan hotline terpadu, yang dilayani langsung oleh tenaga
kesehatan yang berasal dari rumah sakit. Berikut wawancara dengan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dr. Hj. Alma Lucyati, M.Kes, MSi, MH.Kes.
32
| mediakom 42 | JUNI | 2013
Apa Program Prioritas Dinkes Jabar?
Program prioritas mengikuti “red
line” garis kesinambungan antara pusat,
provinsi dan kota, RPJMD Prov. Jabar,
lalu MGD”s dan IPN setelah mengalami
perhitungan prioritasnya adalah
bagaimana peningkatan “akses dan
mutu pelayanan”. Kalau bicara “akses”
artinya tidak boleh ada seorang pun
warga masyarakat yang tidak dapat
mengakses pelayanan kesehatan yang
bermutu. Meski kata kuncinya akses
dan mutu ternyata sebuah “snow ball,
ternyata disitu ada peningkatan sarana
pemerintah maupun rumah sakit,
pemerintah mulai dari RS, Puskesmas,
Poned, Pustuk dan Polindes. Swasta
pun kami sentuh juga, karena swasta
pun ternyata mempunyai porsi yang
besar dalam pelayanan, mulai RS
swasta, Klinik – Klinik Swasta, RS – RS
Khusus, bahkan dokter praktek swasta.
Setelah sarana, kemudian kita lihat
kemampuan mereka memberikan
35. pelayanan. Dengan dua hal ini Pemprov
Jabar membentuk Lembaga sertifikasi
kesehatan dan mutu (LSSK), dengan
cara iso, akreditasi, sertifikasi, dan sudah
diakui oleh BAPETEN. Saat ini LSSK
sudah melakukan penilaian sarana yang
ada sebanyak 38% , meski masih banyak
yang belum dinilai, tapi setidaknya dari
awal ini menyuntik yang lain – lain mau
ikut dengan penilaian ini.
Kenapa Dinkes melakukan
penilaian ini?
Kedepan kita akan beririsan
dengan SJSN, karena SJSN hanya
melihat lini primer dan sekunder, tidak
membedakan mana milik pemerintah
dan swasta, dengan harapan sama
standar. Dengan akses dan mutu ada
sarana, kompetensi, ternyata ada
sistim yang tersentuh, yaitu sistem
rujukan, maka salah prioritas Dinkes
Jabar adalah sistem rujukan. Setelah itu
Dinkes melakukan penjenjangan, mana
yang boleh dilakukan di lini primer,
lini sekunder dan lini tersier. Dengan
itu saja “Snow Ball” nya sudah menarik
teman di fakultas, provinsi sehingga
kita mempunyai standar sistem rujukan,
mulai dari standar saranan, kompetensi,
jenis penyakit yang dilakukan, standar
kewenangan dan aturan di lini primer,
sekunder, dan tersier. “Snow ball” ini
akhir juga melahirkan Perda tentang
JPKM (Jaminan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat ), semuanya larinya ke akses
dan mutu yang ujung – ujung ke SJSN.
Sekarang Dinkes Jabar mempunyai peta
( map) sarana, kompetensi, sistem yang
berasal dari penilaian yang digunakan
dalam layanan “call center”.
Seperti apa isi Perda JPKM?
Perda ini adalah memberikan
jaminan bagi masyarakat dan pemberi
jasa pelayanan itu sendiri. Pertama :
jaminan masyarakat yaitu tadi “akses”
dimana Undang – Undang mengatakan,
kesehatan adalah hak setiap orang
dan pemerintah bersama masyarakat
wajib mengupayakannya termasuk
masyarakat yang termarginalkan ,
termasuk dari Jamkesnas, Jamkesda,
sampai masyarakat swasta yang
mempunyai kemampuan membayar.
Kedua : jaminan bagi pemberi jasa
pelayanan, yaitu jaminan keamanan,
karena beberapa kewenangan sudah
diturunkan ke bawah, yang asalnya
Puskesmas tidak boleh melakukan
sekarang boleh melakukan, juga
jaminan dananya. Ke depan ada
beberapa peraturan akan ada yang
kita labrak, contohnya pengadaan
obat – obat di Puskesmas yang asalnya
hanya mengacu pada Keputusan
Menteri yang mengatur jenis obat,
kita akan menambah jenis – jenis obat
tertentu yang tidak ada di SK tersebut
agar tidak membedakan swasta dan
pemerintah. Kalau tidak nanti larinya ke
swasta semua atau pemerintah semua,
sekarang kita buka keran itu. Ini “on the
way” , Jabar sudah memulai 2 tahun
yang lalu.
Bagaimana dengan pelaksanaan
Call Center (SPGDT) ?
Saat ini karena belum ter-organize
oleh dana kita baru mengambil 5
kabupaten terdekat, karena call center
kita sedikit berbeda dengan yang
lainnya, call center ini melibatkan
mereka yang sehari – hari memberikan
pelayanan di hilir, ke depan dengan 272
RS, 334 Poned minimal akan mendapat
jadwal jaga bergilir 3 shift untuk bisa
menjiwai, kenapa masyarakat itu datang
, karena mereka perlu pelayanan.
Sehingga begitu call center koneksitas
dengan rumah yang dituju, dia tidak
bisa diam, karena dia bisa merasakan
bagaimana tegangnya dia saat
menerima telepon untuk masyarakat
yang menelpon dan menunggu
kepastian yang RS yang ditelpon.
Coba seandainya dia tidak merupakan
bagiannya, kalau ditelpon biasanya
diam – diam saja.
Bagaimana tingkat akses dan
mutu pelayanan kesehatan?
Untuk mencapai akses ini kita
tidak bisa menjawab kalau tidak ada
laporan masyarakat, untuk itu kita buka
kotak – kotak saran. Kalau tidak kita
tidak fair, kan ? Bisa saja kita ngomong
100% terlayani. Indikatornya mana?
Jadi kita buka kotak saran, maka kita
lihat sebenarnya mana yang belum
terlayani. Maka kita kita berani bercerita
kenapa harus ada kesamaan standar,
karena kotak saran yang ngomong tidak
mau lagi ada perbedaan pelayanan
pemerintah dan swasta. Salah satu
indikator seperti yang dikatakan Bu
Menkes, potong birokrasi, reformasi,
memberikan respons yang cepat,
inilah bentuk arahan tadi. Tapi banyak
peraturan yang menghambat, itulah
sebabnya “snow ball” berputar, adanya
peraturan berubah, jadi nanti tidak
boleh orang marah – marah lagi,
misalnya pemeriksa, kadang – kadang
kita mau maju pemeriksa kaku sekali.
Tapi apakah itu yang akan menghambat
langkah kita, kan larinya sekarang
adalah kepuasan pasien, mungkin saja
kepuasan pasien itu akan bertabrakan
dengan peraturan, yang mungkin saja
peraturan itu perlu kita reformasi. Kalau
kita dituntut untuk responsif, proaktif
jangan dihalangin, karena hukum itu
kan sifatnya berubah sesuai dengan
keadaan, para penegak hukum itu perlu
kita training untuk melihat keinginan
masyarakat. Kalau tidak, tidak ada
yang berani melakukan terobosan,
yang penting tidak untuk kepentingan
pribadi, ada alasannya dan tujuannya
jelas.
Bagaimana dukungan Pemprov
Jawa Barat terhadap Program Dinkes?
Gubernur sangat responsif, bahkan
beliau membentuk tim independen
yang terdiri dari pakar-pakar perguruan
tinggi untuk menjembatani keinginan
kita untuk “landing”nya masyarakat
Jawa Barat. Jadi kita tidak berjalan
sendiri, baik Gubernur dan Legislatif
mendukung, bahkan saat ini anggaran
kesehatan APBD Jabar 10,3% jadi
sudah sesuai dengan UU. Sekarang kita
mendorong kabupaten dan kota, karena
keinginan kita tidak bisa berjalan mulus
ke bawah karena beberapa kabupaten
dan kota masih dengan kerajaannya
mediakom 42 | JUNI | 2013 |
33
36. m e d i a
u t a m a
sendiri dengan merasa desentralisasi,
karena mereka merasa itu program
provinsi, seharusnya provinsi yang
membiayai 100%. Itulah yang perlu kita
bukakan hatinya, pengertiannya karena
semua buat masyarakat Jawa Barat,
karena tujuan kita untuk rakyat Jawa
Barat, itulah tujuan kita mengabdi.
Bagaimana alokasi dana APBD
kesehatan Jawa Barat?
Tidak semua dana tersebut ada
di Dinkes, uang itu disebar ke rumah
sakit provinsi, termasuk pula program
– program yang mendukung program
kesehatan, misalnya posyandu, dengan
program SCSN ini ada program Desa
Siaga, program SCSN tanpa menyentuk
posyandu, Desa Siaga kolaps kita. Karena
pola hidup bersih sehat di Jabar masih
jelek, jamban keluarga masih jelek,
rumah tangga sehat masih jelek, cakupan
air bersih masih jelek, maka di Perda
kita masukkan program preventif dan
promotif, dimana jaman dulu tidak berani
memasukan karena tidak kelihatan mata.
Susah mengukurnya perubahan perilaku,
karena harus lewat survei.
Berkait dengan akses dan mutu
apakah tingkat Angka Kematian
Ibu dan Angka Kematian Bayi bisa
tercapai?
Di Jawa Barat kalau menggunakan
rasio sudah tercapai, MDG’s mengatakan
AKB pada tahun 2015 harus 102 /
100.000, angka kita sudah 89 / 100.000
kelahiran hidup, tapi begitu dirubah
angka absolut sangat menakutkan,
karena penduduk Jawa Barat sekitar 45
juta maka sangat menakutkan karena
jumlah penduduknya. Setiap Bu Menkes
menanyakan AKB & AKI tertinggi pasti
Jawa Barat, saya harus kebal, justru itu
masyarakat sudah mulai terlihat. Call
center yang berada di kantor dinkes
Jabar ini sudah beroperasi selama 24
jam penuh untuk menerima telepon
dari pasien – pasien rujukan atau dari
puskesmas dan Poned. Perbedaan call
center ini dengan lainnya adalah petugas
yang menerima telepon adalah tenaga
medis langsung, yaitu perawat dan dokter yang secara
bergiliran 8 jam sekali melayani telpon dari dari masyarakat
yang membutuhkan layanan.
Tenaga call center awalnya adalah petugas Dinkes,
namun karena keterbatasan SDM maka Dinkes melatih
tenaga medis untuk dari 47 RS tersebut untuk bertugas
di call center. Saat ini setiap rumah sakit di 5 kabupaten
tersebut secara rutin menugas tenaga medis mereka, yaitu
dokter dan perawat untuk mengisi jadwal jaga. Pada
perkembangannya telepon yang masuk call center ternyata
tidak hanya dari pasien ibu dan mau bersalin rujukan dari
Puskesmas atau Poned, tetapi juga pasien penyakit lainnya,
seperti pasien jantung, kecelakaan. Meski begitu, fokus
layanan tetap diberikan kepada pasien ibu bersalin dan bayi.
Setiap hari melayani 10 – 15 panggilan telepon dari pasien
dan rumah sakit rujukan.*
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
CALL CENTER “4261000” UNTUK
MENURUNKAN AKI DAN AKB di JABAR
Penerapan SPGDT di Jawa Barat dioperasikan sebagai
langkah intervensi untuk menekan AKI dan AKB di Jawa
Barat yang tinggi secara nasional, jadi layanan ini ditujukan
untuk ibu hamil dan anak yang baru lahir. Dengan
merangkul merangkul 5 kabupaten di wilayah Jawa
Barat yaitu Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung , di
mana kelima kabupaten kota tersebut sebelumnya sudah
terjalin kerjasama untuk pelaksanaan sistem rujukan rumah
sakit bagi pasien rujukan ibu hamil dan persalinan dari
puskesmas atau Poned.
Dengan kekuatan 47 rumah sakit rujukan di 5 kabupaten
kota tersebut, SPGDT Dinkes Jabar mulai beroperasi pada
bulan Juli, diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat.
Target penurunan AKI dan AKB memang belum terlihat,
karena belum ada 1 tahun beroperasi, tetapi respon
34
| mediakom 42 | JUNI | 2013
menjadi daya support terbesar, setelah
di break down ternyata angka terbesar
ada di 10 kabupaten kota di Jawa Barat.
Kalau bisa diintervensi, bisa menurunkan
50% angka kematian dalam waktu 1
tahun, ternyata penyebab kematiannya
adalah penyakit – penyakit yang bisa
dideteksi, kalau bisa dideteksi se dini
mungkin, intervensi se-dini mungkin
bisa menurunkan angka kematian. Dulu
kenapa tidak terdeteksi, karena akses
nya masih susah, faktor geografis Jawa
Barat cukup menyulitkan akses layanan
kesehatan, dengan mendekatkan akses
dan mutu diharapkan akan memperbaiki
angka kematian. Melalui instruksi
Gubernur Jabar , dengan landasan Inpres
1 dan 3 , memperbanyak sarana Poned
di setiap kecamatan, saat ini ada 600
kecamatan di Jabar, dan yang sudah
terbangun Poned ada 334 kecamatan.*