1. A. Kemajuan dalam bidang administrasi pemerintahan
Hampir satu abad lamanya dinasti Bani Umayah berkuasa (41-132 H/661-750), meskipun banyak
kendala dan pasang surut dukungan politis dan eko¬no¬mi, tetapi tetap saja ada perkembangan dan
kemajuan yang dicapai. Di antara kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang administrasi adalah
bidang administrasi pemerintahan dengan terbentuknya lembaga administrasi yang mendukung
jalannya roda pemerintahan Bani Umayah. Lembaga-lembaga ter¬se¬but adalah sebagai beriktu:
1. Organisasi Politik ( an-nidham al-siyasi)
Selama masa-masa pemerintahan dinasti Bani Umayah banyak perkem-bangan yang terjadi. Hal
tersebut terjadi karena para penguasa dinasti Bani Umayah selalu berorientasi pada upaya perluasan
wilayah kekuasaan dan penguatan politik militer guna menjalankan pemerintahan. Untuk mendukung
program pembangunan dan cita-cita serta keingian untuk memperbaiki sistem pemerintahan dan
administrasi negara, para penguasa banyak mengadopsi sis-tem pemerintahan Persia, Yunani dan
Romawi, termasuk dalam hal penggantian pucuk pimpinan, sistem politik, militer, administrasi
pemerintahan dan lain-lain.
Oleh karena itu, pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah terdapat sistem organisasi politik yang
cukup mapan. Organisasi itu meliputi; jabatan khilafah, kepala negara; wizarah, kementerian, kitabah,
kesekretariatan, dan hijabah, pengawal pribadi khalifah. Kepala negara disebut khalifah, yang memiliki
kekuasaan penuh untuk menen¬tukan jabatan-jabatan dan jalannya pemerintahan. Wizarah, memiliki
tugas dan fungsi membantu atau mewakili khalifah dalam melaksanakna tugasnya sehari-hari.
Sedang kitabah, atau sekretariat negara memiliki tugas dan fungsi menjalankan hal-hal yang berkaitan
dengan masalah kesekretariatan negara, seperti mencatat dan melaporkan kegiatan-kegiatan di istana,
dan lain-lain. Sementara hijabah, memiliki tugas dan fungsi dalam memberikan keamanan dan
perlidungan kepada khalifah dan keluarga istana dari berbagai kemungkinan buruk yang akan menimpa.
Kalau digambarkan seperti sekarang, hijabah ini sama dengan pasukan pengawal pengamanan presiden
(pas¬pam¬pres).
Untuk kelancaran pekerjaan pemerintah, dibentuk lembaga administrasi negara, seperti diwanul
kitabah, yang membawahi bidang-bidang seperti, katib al-rasail, yaitu sekretaris bidang keuangan.
Katibul Jund, sekretaris militer. Katib al-syuhtah, sekretaris bidang kepolisian, dan katib al-Qadhi,
sekretaris bidang keha¬kiman.
2. Organisasi Tata Usaha Negara ( annidham al-idari)
Organisasi teta usaha negara yang mengalami perkembangan dan kema¬juan pada masa pemerintahan
dinasti Bani Umayah adalah adanya pembagian wilayah kekuasan antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah. Peme¬rintah pusat di¬pegang oleh khalifah, sebagai pengendali semua
pemerintah wi¬layah atau daerah, se¬mentara pemerintah daerah dikendalikan oleh seorang gubernur
yang disebut wali se¬bagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Para gubernur bertanggungjawab
2. kepada pemerintah pusat yang berada di bawah kekuasaan khalifah. Para khalifah dengan kekuasaan
dan wewenang yang ada pada dirinya dapat mengangkat dan mem¬ber¬hen-tikan para gubernur,
terutama bagi yang tidak disukai atau menentang kebijakan pe¬merintah pusat.
Untuk kepentingan pelaksanaan tata usaha negara dalam bidang peme-rintahan, pada masa
pemerintahan khalifah Bani Umayah dibentuklah lembaga yang disebut departeman (al-dawawin).
Departemen-departemen itu adalah sebagai berikut:
a. Diwanul kharraj, yaitu departeman pajak yang bertugas mengelola pajak tanah di daerah-daerah yang
menjadi wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah.
b. Diwanul rasail, yaitu departeman pos dan persuratan yang bertugas me¬nyampaikan berita atau
surat-menyurat dari dan ke suluruh wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah.
c. Diwanul musytaghillat, yaitu departemen yang bertugas menangani ber¬bagai kepentingan umum.
d. Diwanul khatim, yaitu departemen yang bertugas menyimpan berkas-berkas atau dokumen-dokumen
penting negara.
3. Organisasi Keuangan Negara (annidham al-mal)
Pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, para khalifah yang ber-kuasa tetap mempertahankan
tradisi lama, yaitu tetap mengelola baitl mal, baik pemasukan maupun pengeluarannya. Sumber-sumber
dana baitul mal diperoleh dari hasil pemu¬ngutan pajak pendapatan negara berupa pajak penghasilan
dari tanah pertanian yang sering disebut kharraj. Hanya saja pada masa pemerintahan khalifah Umar bin
Abdul Aziz, pajak tersebut dikurangi, sehingga pemasukan kas negara yang akan disetor ke baitul mal
mengalami kemerosotan, sehingga ketika khalifah Hisyam bin Abdul Malik kas tersebut terkuras. Untuk
menye¬la¬matkan kas negara akhirnya khalifah Hisyam bin Abdul Malik menaikkan pajak kepada semua
penduduk yang berada di wilayah kekuasaan dinasti Bani Uma¬yah.
Selain dari pajak tanah atau kharraj, pendapat negara juga diperoleh dari jizyah, yaitu pajak pendapatan
yang diperoleh dari pajak individu sebagai bentuk konkret dari perlindungan negara atas jiwa dan
keluarga masyarakat, terutama masyarakat non-muslim yang berada di dalam pengawasan dan
keamanan negara Islam, sehingga posisi dan status mereka sama seperti masyarakat muslim lainnya
yang mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang sama di depan hukum negara saat itu.
Di samping kedua sumber pajak utama sebagai mana disebut di atas, pen¬dapatan negara juga diproleh
dari pajak perdagangan yang dikenakan kepada para pedagang asing yang mengimport barang
dagangannya ke dalam wilayah kekuasaan Islam dinasti Bani Umayah. Pajak tersebut disebut dengan
istilah usyur, yaitu sepersepuluh dari harga barang import. Pendapatan itu dipergunakan untuk
pembangunan wilayah-wilayah Islam dinasti Bani Umayah.
Dalam catatan sejarah, menurut al-Baladzury, pajak yang terkumpul dari kharraj sebanyak 186.000.000,-
dirham (mata uang perak). Kebijakan para khalifah bani Umayah yang mewajibkan pajak kepada seluruh
warga masyarakat, terus dilanjutkan sebagai pendapatan untuk untuk dimasukan ke kas negara. Setelah
itu, semua pendapatan yang diperoleh dari hasil penarikan pajak akan dipergunakan untuk membiayai
3. pembangunan dan gaji para pegawai dan pejabat negara, selain untuk kepentingan keluarga istana.
4. Organisasi Ketentaraan (annidham al-harbi)
Organisasi ketentaraan pada masa pemerintahan dinasti Bani Uayah merupakan kelanjutan dari
kebijakan yang telah dilakukan oleh para penguasa sebelumnya, seperti para khulafaurrasyidin.
Perbedaannya, kalau pada masa sebelumnya semua orang boleh dan berhak menjadi tentara. Tetapi
pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, hanya orang-orang Arab atau keturunannya yang hanya
boleh manjadi panglima tentara. Sementara yang bukan berasal dari orang Arab atau keturunan Arab
tidak mendapatkan kesempatan dan bahkan tidak dibolehkan menjadi panglima tertinggi di dalam
ketentaraan. Pucuk pimpinan dalam militer harus orang yang berasal dari keturunan bangsa Arab.
Kebijakan yang sangat diskriminatif dengan menomor-duakan masyarakat yang bukan berasal dari
keturuan Arab, sangat mengecewakan masyarakat, sehingga sering terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh masyarakat non Arab di luar jazirah
Arabia.
Dalam formasi tempur, pamerintah dinasti Bani Umayah mempergunakan taktik dan strategi tempur
kerajan Persia. Formasi itu terdiri dari pasukan inti, yang disebut qalbul jaisyi, yang diisi oleh komandan
pasukan. Al-maimanah, yaitu pasukan sayap kanan, al-maysarah, pasukan sayap kiri, al-mutaqaddimun,
yaitu pasukan yang menemati posisi terdepan, dan saqah al-jaisyi, yaitu pasukan yang menempati posisi
paling belakang, yang bertugas menjaga keamanan dari belakang.
Di belakang pasukan tempur biasanya ada pasukan lain yang disebut rid, yaitu pasukan logistik yang
menyiapkan bahan makanan, obat-obatan dan sebagainya. Selain itu ada pasukan yang disebut talaiyah,
yaitu pasukan pengintai atau intelejen. Pasukan tempur terdiri dari: farsan, yaitu pasukan berkuda atau
Kaveleri, rijalah, pasukan pejalan kaki atau infanteri, dan ramat, yaitu pasuan pemanah.
4. Organisasi Kehakiman (annidham al-Qadla.)
Pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, telah terjadi pemisahan kekuasaan antara ekskutif
(pemerintah) dengan yudikatif (kehakiman atau pengadilan). Da¬lam pelaksanaannya, kekuasaan
kehakiman dibagi menjadi tiga bagian, yaitu al-Qadla, al-Hisbah, dan al-Nadhar filmadlamin. Untuk
mengetahui masing-masing bagian kehakiman tersebut, berikut penjelasannya.
a. al-Qadla, yang bertugas menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan negara.
b. al-Hisbah, yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan persoalan pidana yang
memerlukan tindakan atau penyelesaian secara cepat.
c. al-Nadhar filmadlami, yaitu mahkamah tinggi atau mahkamah banding, semacam mahkamah agung di
Indonesia.