Laporan praktikum menguji sifat dan komposisi air liur menunjukkan bahwa air liur memiliki bobot jenis 0,9397 g/ml, bersifat asam, dan mengandung protein, karbohidrat, dan asam amino seperti yang ditunjukkan oleh uji Biuret, Millon, dan Molisch.
1. Laporan Praktikum Hari,Tanggal : Senin, 25 November 2013
Biokimia Waktu : 11.00 – 12.40 WIB
PJP : Inda setyawati, S.Tp M.Si
Asisten : Sari Yunarini, S.Si
Lusianawati, S.Si
ENZIM
Kelompok 10
Raden Dani Najar Saputra J3L112187
Andini Eka Pratiwi J3L112115
Dewi Rosmayanti J3L411211
Wika Herfiza J3L112057
PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2. Pendahuluan
Saliva adalah sekresi yang berkaitan dengan mulut, diproduksi oleh tiga
pasang kelenjar saliva utama: kelenjar sublingual, submandibula, dan parotis, yang
terletak di luar rongga mulut dan menyalurkan saliva melalui duktus-duktus pendek
ke dalam mulut (Lehninger 1998). saliva mengandung beberapa elektrolit (Na+, K+,
Cl-, HCO3
+, Ca2+, Mg2+, HPO4
2-, SCN-, dan F-), protein (amilase, musin, histatin,
cystatin, peroxidase, lisozim, dan laktoferin), immunoglobulin (sIgA, Ig G, dan Ig
M), molekul organik (glukosa, asam amino, urea, asam urik, dan lemak), dan
komponen-komponen yang lain seperti Epidermal growth factor (EGF), insulin,
cyclic adenosine monophosphatebinding protein, dan serum albumin (Amerongen
1992).
Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 – 12
minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus
dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang
melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa
berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air
ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Ludah diproduksi secara berkala dan
susunannya sangat tergantung pada umur, jenis kelamin, makanan saat itu,
intensitas dan lamanya rangsangan, kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan.
Manusia memproduksi sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam,
yang umumnya terdiri dari 99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat
organik dan zat anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva yaitu,
protein, lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur
anorganik yang menyusun saliva yaitu, Sodium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat,
Klorida, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium. Yang memiliki
konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan Natrium.
Fungsi saliva adalah saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui
kerja amilase saliva, yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida
menjadi disakarida; saliva mempermudah proses menelan dengan membasahi
partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu, serta dengan
menghasilkan pelumasan karena adanya mukus, yang kental dan licin; memiliki
efek antibakteri melalui efek ganda, pertama oleh lisozim, suatu enzim yang
3. melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu, dan kedua dengan membilas
bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan; berfungsi
sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang papil pengecap;
membantu kita berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. Kita sulit
berbicara apabila mulut kita kering. Saliva berperan penting dalam hygiene mulut
dengan membantu menjaga kebersihan mulut dan gigi. Aliran saliva yang terus-menerus
membantu membilas residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda
asing. Penyangga bikarbonat di saliva menetralkan asam di makanan serta asam
yang dihasilkan oleh bakteri di mulut, sehingga membantu mencegah karies gigi
(Amerongen 1992)
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan sifat dan susunan air liur, dan daya
cerna air liur.
Metode
Alat-alat yang digunakan adalah kapas secukupnya, kertas saring, gelas piala,
gelas wool, tabung reaksi dan rak tabung reaksi, pipet tetes, pipet Mohr 5 ml dan
10 ml, balp, dan piknometer. Bahan-bahan yang digunakan adalah air bersih, air
akuades, air liur praktikkan sebagai probandus, asam asetat encer, kertas lakmus
merah, pereaksi PP dan MO, pereaksi Biuret, perekasi Millon, pereaksi Molisch,
Klorida, larutan sulfat, fosfomolibdat, larutan HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%,
BaCl2, CuSO4, H2SO4 pekat, urea 10%, fosfomolibdat, larutan ferosulfat, larutan
kanji 1%, pereaksi Iodium, dan pereaksi Benedict.
Uji bobot jenis air liur. Air liur secukupnya dimasukkan ke dalam
piknometer sampai luber, kemudian ditutup dan tidak boleh ada gelembung udara.
mengetahui bobot jenisnya.
Uji lakmus, uji PP dan MO. Sebanyak 2 tetes air liur ditempatkan dalam
plat tetes pada masing-masing spot. Pereaksi dimasukkan ke dalam masing-mas ing
spot plat tetes yang berisi air liur. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.
Uji Biuret. Sebanyak 1 ml air liur dalam tabung reaksi ditambahkan dengan
1 ml NaOH 10%, kemudian kocok sebentar lalu ditambahkan 1 ml CuSO4.
Perubahan warna yang terjadi di Amati. Hasil reaksi positif berupa larutan
berwarna ungu.
4. Uji Millon. Dilakukan penambahan 5 tetes peraksi Millon ke dalam 2 ml
saliva (air liur) kemudian dipanaskan selama 5 menit dan diamati perubahan warna
dan keberadaan endapan.
Uji Mollisch. Dilakukan penambahan pereaksi Mollisch sebanyak 2 tetes ke
dalam 1 ml saliva, setelah dikocok sebentar kemudian ditambahkan 1 ml
H2SO4 dengan cara dialirkan pelan-pelan dan pipetnya ditempelkan di dinding
tabung, kemudian diamati hingga terdapat lingkaran berwarna ungu diantara cairan.
Uji klorida. Sebanyak 1 ml larutan HNO3 5% ditambahkan ke dalam 1 ml
saliva, kemudian ditambahkan 1 ml AgNO3 2% sampai terdapat endapan putih.
Uji Musin. Sebanyak 1 tetes CH3COOH ditambahkan ke dalam 2 ml saliva,
kemudian diamati hingga terdapat endapan putih.
Uji sulfat. Sebanyak 1 ml saliva ditambahkan larutan HCl 10% kemudian
ditambahkan BaCl2 hingga terdapat endapan putih.
Uji fosfat. Sebanyak 1 ml saliva ditambahkan 1 ml urea 10%, kemudian
ditambahkan 1 ml fosfomolibdat kemudian ditambahkan 1 ml ferosulfat. Kemudian
diamati perubahan warna yang terjadi sampai terdapat endapat berwarna biru.
Data Hasil Pengamatan
Tabel 1 Hasil uji kualitatif air liur
Jenis Uji Hasil Pengamatan Perubahan warna larutan
Bobot jenis BJ= 0.9397 g/ml
Lakmus merah Asam Merah Merah
Lakmus biru Asam Biru Merah
pH indikator 6 Tidak berwarna
Pewarna PP pH dibawah 8.0 TB tidak berwarna
Pewarna MO pH diatas 4.2 TB Orange
Biuret + TB Ungu
Millon + TB Kuning
Molisch + TB Cincin Ungu
Klorida + TB endapan putih
Sulfat - TB tidak berwarna
Fosfat + TB Hijau
Musin + TB endapan putih
Keterangan : TB = Tidak Berwarna
(+) Hasil positif terhadap pereaksi yang digunakan
(-) Hasil negatif terhadap pereaksi yang digunakan
Contoh perhitungan bobot jenis :
Bobot pikno kosong : 8,9663 gram
Bobot pikno+air liur :18,3629 gram
5. Lanjutan contoh perhitungan:
Bobot air liur = (Bobot pikno+air liur) – (bobot pikno kosong)
= 18,3629 gram - 8,9663 gram
= 9,3966gram
Bobot jenis =
푏표푏표푡 푎푖푟 푙푖푢푟 (푔)
푣표푙푢푚푒 푝푖푘푛표푚푒푡푒푟 (푚퐿)
Bobot jenis =
9,3966 푔
10 푚퐿
Bobot jenis = 0.9397 g/mL
a
a
b
a
Gambar 1 Hasil uji kualitatif dengan menggukur pH air liur dengan kertas lakmus
a) lakmus merah (PP) dan b) lakmus biru (MO)
Gambar 2 Hasil uji pengukuran pH menggunakan Indikator Universal
a b c d e f g
Gambar 3 Hasil uji kualitatif air liur a) uji Biuret, b) uji Millon, c) uji Molisch,
d) uji klorida, e) uji sulfat, f) uji fosfat, dan g) uji musin
6. Pembahasan
Sifat dan susunan air liur, bobot jenis Saliva merupakan cairan yang lebih
kental dibandingkan dengan air. Penentuan bobot jenis dilakukan untuk
menentukan bobot jenis saliva lebih besar dibandingkan air yang memiliki bobot
jenis 1gr/mL dengan menggunakan alat densitometer (Poedjiadi 1994), namun hasil
yang didapatkan justru lebih kecil dari bobot jenis air. Hal ini mungkin terjadi
karena probandus menggunakan cairan asam (dari buah) untuk membantu sekresi
saliva yang menyebabkan memperkecil bobot jenisnya.
Cek keasaman dengan lakmus, Uji lakmus dilakukan dengan menggunakan
lakmus biru dan lakmus merah. Rata-rata pH air liur normal yaitu 6,8, yaitu bersifat
asam. Sehingga jika diuji dengan lakmus merah, warna lakmus akan tetap berwarna
merah. Apabila diuji dengan lakmus biru, akan berubah warna menjadi merah.
Penambahan indikator Uji reaksi lakmus PP dan MO digunakan untuk menentukan
derajat keasaman air liur. PP merupakan pereaksi yang tak berwarna pada pH asam,
sedangkan MO merupakan pereaksi yang berwarna orange pada pH asam.
Fenolftalein (PP) memiliki rentang pH 8.0–9.3 dengan perubahan warna dari tak
berwarna menjadi merah muda. Sementara itu, metil orange (MO) memiliki rentang
pH 3.1–4.4 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning (Poedjiadi 1994).
Air liur yang telah ditetesi pereaksi PP dan MO masing-masing menghasilkan tak
berwarna dan warna orange. Tidak berubahnya warna pereaksi setelah dicampur air
liur menunjukkan bahwa air liur memiliki pH asam. Kisaran pH air liur antara 6.2
hingga 7.6 denganrata-rata 6.7 (Girindra 1988).
Uji Biuret dilakukan untuk mengetahui keberadaan gugus amida pada air
liur yang diuji. Menurut Suryadinata (2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa
macam reagen, yaitu CuSO4 dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion
Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein.
Sementara penambahan NaOH berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa
akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-.
Uji Biuret terhadap enzim amilase menunjukkan hasil yang positif dengan
berubahnya warna larutan menjadi ungu. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
saliva positif menghasilkan warna ungu, berarti didalam saliva mengandung ikatan
peptida (Poedjiadi 1994).
7. 2CO(NH2)2
CONH2 – NH --CONH2 (biuret) + NH3
CuSO4+ 2H2O Cu(OH)2 + H2SO4
Cu(OH)2 + NH3 Warna Ungu
Gambar 4 Reaksi pembentukan warna yang terjadi (Fessenden et al 1986)
Uji Millon ialah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi.
Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya,
yang akanmembentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Pereaksi millon
berisi merkuri dan ionmerkuro dalam asam nitrat dan asam nitrit. Warna yang
mengalami perubahan kekuningan Uji Millon pada saliva menunjukkan hasil positif
yaitu terbentuk warna kuning.
Uji Molisch merupakan uji yang paling umum digunakan untuk memastika n
ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada
semua karbohidrat yang lebih besar dari pada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva
menunjukkan reaksi yang negatif, karena saliva tidak mengandung karbohidrat.
Bila terdapat kandungan karbohidrat, hal ini dapat disebabkan air liur yang
dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan (Lehninger 1982).
Hasil yang didapat pada percobaan Sesuai dengan literatur, bahwa pada uji Molisch
terbentuk cincin ungu yang berarti hasilnya positif. Hal ini disebabkan karena saliva
yang digunakan masih mengandung sisa-sisa makanan.
Uji klorida pada larutan menunjukan hasil positif bila menghasi lka n
endapan berwarna putih. Pereaksi asam nitrat yang digunakan dalam uji klorida
berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak
fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl- berikatan dengan Ag+ membentuk
AgCl (endapan putih), dan AgNO3 akan bereaksi dengan klorida membentuk AgCl
sebagai endapan putih, maka dari itu adanya endapan putih yang dibentuk
membuktikan adanya klorida (Girindra 1988). Hasil yang didapat dari uji klorida
terbentuk endapan putih dari AgCl pada saliva, sehingga hasil percobaan bersifat
positif. Hal ini menunjukan bahwa dalam saliva uji mengandung klorida.
AgNO3 + Cl- → AgCl + NO3-
Gambar 5 Reaksi Uji klorida (Svehla 1985)
Uji sulfat, saliva diasamkan oleh asam HCl 10% untuk memisahkan mineral
dari filtrat sehingga mineral mudah diikat oleh senyawa reaktif lain yang dapat
bereaksi dengan mineral membentuk suatu endapan putih dalam larutan. Senyawa
8. yang ditambahkan pada uji sulfat ialah larutan BaCl2 yang merupakan garam yang
dapat bereaksi dengan sulfat sehingga dapat membentuk endapan BaSO4. Berikut
Reaksi yang terbentuk,
BaCl2 + SO4
2-
BaSO4 + 2Cl-
Gambar 6 Reaksi Uji sulfat (Svehla 1985)
Uji sulfat menunjukkan hasil negatif yang ditunjukkan dengan tidak
terbentuknya endapan putih. dan uji fosfat terhadap saliva menunjukkan reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna hijau serta uji musin
menunjukkan hasil yang positif ditunjukkan dengan larutan terbentuk endapan
putih amorfus. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya.
Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 1996).
FeSO4 + PO4
3- → Fe3(PO4)2 + SO4
2-
Gambar 6 Pembentukan endapan yang dihasilkan (Suharjdo 1986)
Menurut survey kesehatan gigi yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan
Gigi Republik Indonesia pada tahun 1994 menyebutkan prevalensi karies gigi
sebesar 73,2%, dalam profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI
dilaporkan bahwa prevalensi adalah 90.90% dengan DMFT rata-rata 6.44 dari data
Depkes RI 1999. Hal ini menimbulkan problema dalam upaya penanggulangannya.
Karena itu, upaya yang perlu diprioritaskan adalah tindakan pencegahan (Sundoro
2000). Karies gigi merupakan proses multifaktor, yang terjadi melalui interaksi
antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal di dalam mulut, serta makanan
terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melaui proses
glikolisis. Bakteri yang berperan dalam proses glikolisis adalah Streptococcus
mutans dan Lactobacillus acidophilus, sedangkan asam organik yang terbentuk
antara lain asam piruvat dan asam laktat yang dapat menurunkan pH saliva, pH plak
dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi (Kidd and Bechal,
1992). Subyek karies gigi, terutama pada lubang gigi banyak terdapat bakteri yang
mampu hidup dalam suasana asam (asidogenik) dan bakteri yang dapat
menghasilkan asam (asidurik), sehingga memiliki potensi pembentukan asam yang
lebih tinggi, dari sisa-sisa makanan yang terdapat dalam lubang gigi, dan penurunan
pH yang lebih terlihat pada intensitas karies yang lebih tinggi (Nolte 1982;
Ariesanti 2004). Saliva mempunyai peran sebagai penyangga sehingga naik
9. turunnya derajat keasaman (pH) dapat ditahan, sehingga proses dekalsifikasi dapat
dihambat. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah
yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Dan
meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.
(Amerongen et al 1992).
Senyawa organik yang terkandung di dalam saliva yang mempengaruhi pH
terutama gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, amonia, dan urea. Kapasitas
buffer saliva terutama ditentukan oleh kandungan bikarbonat, sedangkan fosfat,
protein, ammonia dan urea merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer
(Roth and Calmes 1981; Amerongen et al 1992). Bikarbonat merupakan komponen
organik utama dalam saliva yang berpengaruh terhadap peningkatan pH, menurut
Amerongen (1992) kemampuan buffer saliva ditentukan oleh 85% konsentrasi
bikarbonat, 14% ditentukan oleh konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein saliva.
Menurut penelitian poff et al (1997) yang dikutip oleh Setijanto (1999)
menyebutkan bahwa kadar bikarbonat dalam saliva sebesar 3,39 ± 1,49 mM atau
206,97 ppm. Bikarbonat merupakan komponen utama saliva dalam menetralka n
asam sehingga menghambat proses karies. Bila dilihat dari peran bikarbonat dalam
mempertahankan pH saliva agar tetap normal, kemungkinan ada perbedaan kadar
bikarbonat di dalam saliva penderita karies dan bebas karies.
Simpulan
Berdasarkan data hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa air liur atau
saliva memiliki bobot jenis sebesar 0.9397 g/ml, bersifat asam dengan uji lakmus
dan indikator PP dan pH berkisar 5-7. Uji Biuret, uji Millon, uji Molisch, uji klorida,
uji fosfat dan uji musin menunjukkan hasil yang positif, sedangkan pada uji sulfat
menunjukkan hasil negatif.
Daftar Pustaka
Amerongen, AVN. Michels, LFE. Roukema, PA. Veerman, ECI. 1992. Ludah dan
Kelenjar Ludah Bagi Kesehatan Gigi. Abyono R & Suryo S, Penerjemah.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. hlm. 23-41.
Feseenden, RJ dan Fessenden, JS. 1986. Kimia Organik. Jilid ke-2. Pudjaatmaka
AH, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry.
Ed ke-3
Girindra , A. 1988. Biokimia I. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
10. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Maggy Thenawijaya,
penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Matjesh, S. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud.
Ismiyatin, K. 2002. Perbedaan Efektivitas Bufer Saliva Penderita Karies Rendah
dan Tinggi Setelah Kumur Larutan Sukrosa 10% Sebelum dan Sesudah
Penumpatan. Karya Tulis Akhir Program Spesialis Konservasi Gigi.
Yogyakarta. Hlm. 32-38.
Kidd EAM. dan Bechal, SJ. 1992. Dasar-Dasar Karies : Penyakit dan
Penanggulanggannya. Jakarta: EGC. hlm. 1-4, 66-78.
Nolte WA. 1982. Oral Microbiology with Basic Microbiology and Immunology. 4th
Ed. St Louis.
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Roth GI. Calmes, R. 1981. Oral Biology. St.Louis Toronto London :The CV.
Mosby Company. p. 197-198, 217-218, 227-228.
Svehla G.1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro.
Ed ke-5. Setiono L dan Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta. Kalman
Media Pusaka. Terjemahan dari : Text Book Of Macro And Semimicro
Qualitatif Inorganic Analysis.
Suharjdo. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia
Setijanto, RD. 1999. Kadar Amonia Saliva Istirahat Sebagai Pemicu Pembentukan
Karang Gigi Supragingiva. [Disertasi]. Pasca Sarjana Universitas Airlangga.
hlm. 35-39.
Sundoro EH. 2000. Konsep Baru Perawatan Karies. http://www.pdpersi.co. id/
pdpersi/ news/artikel.php3?id=107. [28 November 2013]
Suryadinata A. 2010. Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies.
Jurnal Sainstis. Pasca Sarjana Universitas Airlangga.