Dokumen tersebut membahas sejarah dan budaya masyarakat Sasak di Lombok dalam 3 bab. Bab pertama menjelaskan tentang latar belakang budaya Sasak dan sasaran pembangunan kebudayaan. Bab kedua membahas sejarah kebudayaan Sasak dan pengaruh budaya lain. Bab ketiga menjelaskan dua aspek budaya Sasak yang berkaitan dengan keagamaan dan perkawinan tradisional.
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Adat perkawinan sasak
1. BAB
1
LINTAS BUDAYA LOMBOK (SASAK)
1. PENDAHULUAN
Ditinjau dari sudut social budaya, penduduk Nusa Tenggara Barat masih
tergolong tradisional yang bersumber pada kebudayaan suku asli masyarakat yaitu suku
Sasak di pulau Lombok, Suku Mbojo di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompo serta
suku samawa di Kabupaten Sumbawa dan sumbawa Barat. Dua kebudayaan besar yang
pernah mempengaruhi perkembangan sejarah di Indonesia yaitu kebudayaan hindu dan
kebudayaan Islam masih berkembang dan berakar pada masyarakat NTB, diantaranya
Sasak, Sumbawa dan Mbojo dan bahasa daerah yang di gunakan yaitu bahasa Sasak,
Bahasa Sumbawa dan Bahasa Mbojo.
Pembangunan bidang kebudayaan dalam tahun 2005 diarahkan untuk
mendukung pembinaan dan peningkatan pelayanan social. Sasaran pembangunan
kebudayaan pada tahun 2005 adalah terwujudnya struktur sosical, kreativitas budaya
dan daya dukung lingkungan yang kondusif bagi pembentukan jati diri bangsa, tersebar
luasnya perkembangan modal budaya pembelajaran yang berorintasi iptek dan kesenian,
terkelolanya aset budaya yang dapat dijangkau secara adil bagi masyarakat luas, serta
terselenggaranya upaya dan kebijakan pengelolaan keragaman budaya yang
komprenhensif, sistematik dan berkelanjutan untuk memperkokoh integritas bangsa.
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas sampai saat ini belum ada data-data
dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa Pra Sejarah tanah
Lombok. Suku sasak termasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di
Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah pesisir
pantai sejak 4.000 tahun yang lalu, dengan demikian perdagangan antar pula sudah aktif
terjadi sejak zaman tersebut dan bersamaan dengan itu saling mempengaruhi antar
budaya juga telah menyebar.
Lombok Mirah Sasak Adi merupakan salah satu kutipan dari kitab
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahan
Kerajaan Majapahit. Kata Lombok dalam bahasa kawi berarti Lurus atau juju, kata
mirah berarti permata, kata sasak berarti kenyataan, dan kata adi artinya yang baik atau
yang utama maka arti keseluruhannya yaitu “kejujuran adalah permata kenyataan
yang baik atau utama”. Maka filosofi itulah mungkin yang selalu diidamkan leluhur
penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan local yang harus dijaga
dan dilestarikan oleh anak cucunya.
Dalam kitab-kitab lama, nama Lombok dijumpai sebagai Lombok mirah dan
Lombok adi beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan bumi selaparang
2. atau selapawis. Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa versi salah
satunya yaitu kata Sasak secara etimilogis menurut Dr.. Goris.s berasal dari kata sah
yang berarti pergi dan shaka yang berarti leluhur, berarti pergi ke tanah leluhur orang
sasak (Lombok). Dari etimologis ini diduga leluhur orang sasak adalah orang jawa,
terbukti bila dari tulisan sasak yang oleh penduduk Lombok disebut Jawa, yakni aksara
Jawa selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan sasak.
3. BAB
11
PEMBAHASAN
1. Sejarah Kebudayaan Masyarakat Sasak
Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-
data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah
lombok.Suku Sasak temasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di Lombok
selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah pesisir pantai
sejak 4.000 tahun yang lalu, dengan demikian perdagangn antar pulau sudah aktif terjadi
sejak zaman tesebut dan bersamaan dengan itu saling mempengaruhi antar budaya juga
telah menyebar.
LOMBOK MIRAH SASAK ADI merupakan salah satu kutipan dari kitab
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan
kerajaan Majapahit. Kata Lomboq dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata mirah
berarti permata, kata sasak berarti kenyataan, dan kata adi artinya yang baik atau yang
utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik
atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan leluhur penghuni
tanah lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan
dilestariakan oleh anak cucunya.
Dalam kitab – kitab lama, nama Lomboq dijumpai disebut Lomboq mirah dan
Lomboq adi beberapa lontar Lomboq juga menyebut Lomboq dengan gumi selaparang
atau selapawis.
Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa Versi salah satunya yaitu
Kata sasak secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari kata sah yang berarti
pergi dan shaka yang berarti leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang sasak (
Lomboq ). Dari etimologis ini diduga leluhur orang sasak adalah orang Jawa, terbukti
pula dari tulisan sasak yang oleh penduduk Lomboq disebut Jejawan, yakni aksara Jawa
yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan sasak.
Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lomboq, suku sasak
merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga
menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali,
Suku sasak sudah menghuni pulau Lomboq sejak abad IX sampai XI masehi, Kata
sasak pada prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti
kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lomboq dengan gumi
sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang sasak.
4. Sejarah Lomboq tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan
yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerjaan di
lombok maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar pulau Lombok.
Perkembangan era Hindu, Budha, memunculkan beberapa kerajaan seperti selaparang
Hindu, Bayan. Kereajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh
penguasaan kerajaan Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV dan
penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada abad VI. Antara Jawa, Bali dan Lomboq
mempunyai beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan jika di telusuri
asal – usul mereka banyak berakar dari Hindu Jawa hal itu tidak lepas dari pengaruh
penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya
untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lomboq.
Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lomboq hal tersebut
tidak lepas dari ekspansi yang dilakukan kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian
barat pulau Lomboq dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi
antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang hal tersebut dapat dilihat dari
terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan
tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan
Bali saling mengambil dan meminjam dan terciptalah genre kesenian baru yang menarik
dan saling melengkapi
Gumi sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam
yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Islam masuk ke Lomboq
sepanjang abad XVI ada beberapa versi masuknya Islam ke Lomboq yang pertama
berasal dari Jawa masuk lewat Lomboq timur. Yang kedua pengIslaman berasal dari
Makassar dan Sumbawa ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran
tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan – kerajaan di Lomboq timur dan Lomboq
tengah.
Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya
pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk aliran
seperti waktu telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan
waktu telu sudah tidak kurang mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat
Islam. Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lomboq, hingga
saat ini dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lomboq saja
khususnya di kota Mataram.
Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lomboq dan masuknya pengaruh budaya lain
membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan sasak. Sebagai
bentuk dari Pertemuan(difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal
Kesenian, bentuk kesenian di lombok sangat beragam.Kesenian asli dan pendatang
saling melengakapi sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa
5. berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh kebudayaan
islam. Keduanya membawa Kontribusi yang besar terhadap perkembangan ksenian-
kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini. Implementasi dari pertemuan kebudayaan
dalam bidang kesenian yaitu, Yang merupakan pengaruh Bali ; Kesenian Cepung, cupak
gerantang, Tari jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu
Kesenian Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan
2. Aspek Budaya Yang Berkaitan Dengan Keagamaan
1. Perayaan Lebaran Topat
Tradisi Lebaran Topat berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Selain
merupakan rangkaian kegiatan untuk merayakan Idul Fitri, acara itu memiliki misi
mempertahankan tradisi leluhur. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi
perayaaan Lebaran topat ini. Mulai dari nilai budaya, agama, hingga pesta rakyat.
Dari aspek agama, masyarakat Sasak melaksanakan Lebaran Topat dengan melakukan
kegiatan-kegiatan ritual. Salah satunya, ziarah kubur ke makam para alim ulama
terkenal yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Pulau Lombok. Di Kota
Mataram, masyarakat biasanya datang ke tiga tempat, yaitu Makam Bintaro, M akam
batu layar dan Makam Loang Baloq. ketiga makam itu dipandang cukup keramat.
Dalam ziarah kubur, warga sejatinya tidak hanya memanjatkan doa, tapi juga
melakukan beragam ritual keagamaan dan atraksi simbolik. Misalnya, di dua makam
yang dianggap keramat tadi, pengunjung menyempatkan mencukur rambut bayinya
(ngurisan). Bayi yang dicukur rambutnya di tempat tersebut diyakini akan menjadi anak
yang saleh dan sukses di masa yang akan datang. Tidak hanya itu, acara tersebut juga
menjadi haul bagi mereka yang sukses dalam hidupnya. Untuk melambangkannya,
mereka datang dengan membawa perbekalan berupa makanan. Misalnya, ketupat,
pelalah ayam, daging, opor telur, pakis, paku, urap-urap, dan pelecing kangkung. Semua
makanan itu kemudian dimakan bersama-sama di halaman makam.
B. Aspek budaya yang berkaitan dengan perkawinan
I. Adat perkawinan suku sasak
Dalam adat perkawinan suku sasak terdapat beberapa tahapan atau proses, yakni sebagai
berikut:
1. Merangkat
2. Sejati
3. Selabar
4. Nuntut Wali
5. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan
6. Sedawuh
7. Sorong Serah
8. Napak Tilas (Balas Ones Nae)
6. 1. Merangkat
Merangkat yaitu suatu acara makan berdua sebagian awal dari sebuah proses
perkawinan, acara merangkat ini, dilakukan pada malam pertama calon pengantin
wanita datang di gubug atau di kampung calon pengantin laki. Pada malam itulah kedua
calon pengantin makan bersama (makan berdua) dan ditemani oleh satu orang
perempuan tua atau salah seorang keluarga dekat dari calon pengantin laki (dulu disebut
Inaq Umbaq). Dikatakan merangkat karena makanan yang disajikan dengan
menggunakan satu buah wadah yang berisi satu butir telur ayam kampung, satu satu
piring nasi, satu satu ekor ayam bakar panggangan lengkap dengan bumbunya (dulu
wadahnya memakai dulang janggal dan ditutup dengan tembolaq daun duntal warna
merah. Pada saat makan kedua calon pengantin, mereka duduk berhadapan dan calon
pengantin laki sebaiknya bercerita tentang situasi keluarga, keadaan kampungnya,
keadaan masyarakat kampungnya dan lain lain, artinya supaya calon pengantin wanita
mengetahuinya untuk menjaga ketersinggungan dirinya. Pada malam datangnya calon
pengantin ini, kaum muda-mudi juga datang meramaikan acara serta menyaksikan calon
pengantin wanita sambil membawa rokok, ayam, telur, gula, kopi, teh dan lain-lain
untuk sama – sama membalas jasa atau juga menanam jasa kepada kedua calon
pengantin.
Menanam jasa artinya memberikan kepada kedua calon pengantin, sebab dikala
nanti mereka pasti akan kawin akan dibalas juga dengan seperti itu, akan tetapi tidak
tercatat sebagai hutang. Kalau terjadi tidak diberikan tidak menjadi permasalahan.
Membalas jasa artinya membalas kebaikan calon pengantin bahwa pada saat belum
kawin pernah membantunya, (pertolongan jasa dibalas dengan jasa disebut Besiruan).
Pada malam itu juga semua pemuda pemudi ikut makan bersama – sama sambil
membuat pinje – panje (teka teki) yang sifatnya Humoris.
2. Sejati
Sejati artinya sungguh atau sesungguhnya. Sejati merupakan proses informasi yang
ditujukan kepada pemerintah desa (desa asal calon pengantin wanita) untuk
memberitahukan kepada kepala desa (Pengamong Krame) kemudian dilanjutkan
informasi tersebut kepala dusun atau keliang (Pengemban Krame).
Isi informasi (sejati) yang diucapkan di kepala desa yaitu : “ada salah seorang warga
desa ini yang bernama Ayu anaknya Bpk. Rahman berasal dari dusun Memelaq, bahwa
Ayu (warga desa) telah meninggalkan desa ini sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan
kawin dengan warga dari desa Langko.
Isi informasi (sejati) yang diucapkan di kepala Dusun (Keliang) yaitu : “ada
salah seorang warga Dusun ini yang bernama Ayu anaknya Bpk. Rahman berasal dari
dusun ini, bahwa Ayu telah meninggalkan desa ini sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan
kawin dengan warga dari desa Langko, dusun Mareje.
Sejati dapat dilakukan setelah 3 atau selampatnya 5 hari setelah keluar dari desa atau
setelah diambil oleh calon suaminya. Dalam pelaksanaan sejati boleh berhubungan
dengan pemerintah desa saja, kalau terjadi antar kecamatan maka dapat berhubungan
dengan kepala desa dan kepala dusun (Keliang), akan tetapi kalau terjadi satu desa tapi
lain keliang maka pelasanaan sejati dapat memnghubungi keliang, namun kalau terjadi
satu dusun maka sejati dapat dilakukan sebagai permakluman dan dapat dilakukan ke
proses selabar.
7. 3. Selabar
Selabar artinya sebar kabar. Selabar ini dilakukan setelah proses sejati selesai
dijalankan dan diterima dengan baik oleh pihak pemerintah desa atau Keliang, dan
prosese selabar ini dapat dilaksanakan kepada orang tua dan sanak saudara calon
pengantin wanita melalui keliang selaku pendamping keluarga selaku penanggung
jawab secara pemerintah yang ada di dusun atau kampung.
Isi informasi (selabar) yang diucapkan di keluarga besar calon pengantin wanita yaitu :
“ada anak, adik, kakak, saudara yang bernama Ayu anaknya Bpk. Rahman berasal dari
dusun ini, bahwa Ayu telah meninggalkan rumah, ibu, bapak serta saudaranya semua
sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan mau kawin dengan anaknya Bpk Sahdan warga
dari desa Langko, dusun Mareje.
4. Nuntut Wali
Nuntut wali artinya : menjemput wali, didalam pelaksanaan nuntut wali ini,
apabila hal-hal yang penting didalam adat proses adatnya sudah semua selesai
dibicarakan maka wali sudah bisa diambil untuk mengawinkan kedua calon pengantin
tentu dengan hasil musyawarah dari kedua belah pihak keluarga calon pengantin wanita
dan keluarga calon pengantin laki. Wali di jemput oleh beberapa orang dari pihak
pengantin laki dan memawa seorang pemuka agama, Kyai, Ustad, atau Tuan Guru.
5. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan
Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan artinya meminta kepatutan atau kewajaran
untuk dibebankan.
Proses ini adalah suatu bentuk proses untuk mengambil hasil musyawarah pihak
keluarga pengantin wanita tentang pinansial yang sepantasnya. Ini dapat dilaksanakan
kapanpun setelah ada kesiapan dari pihak pengantin laki, sebab ini adalah sifatnya
khusus karena membicarakan tentang materi. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan
ini dilaksanakan oleh pihak pengantin laki yang benar – benar dekat serta berani
bertanggung jawab atas keputusan yang disepakatinya. Didalam proses ini yang dapat
dibicarakan tentang sbb :
• Materi atau Bande
• Penentuan hari gawe
Lambang adat aji krame serta aturan diluar aji krame dan Sistim penyongkolan.
6. Sedawuh
Sedawuh berasal dari kata Dawuh yang artinya : Aba – Aba atau Perintah.
Sedawuh ini dilakukan 7 hari sebelum hari Gawenya. Proses Sedawuh ini dilaksanakan
oleh pihak pengantin laki yang mengutuskan 1 atau 2 orang memberitahukan tentang
perkembangan atau kesiapan untuk menjalani karya adat dan yang paling utama yang
dibicarakan adalah tentang ketetapan hari ( H ) bahwa hari gawe, lambang adat aji
krame atau aturan diluar aji krame dan sistim penyongkolan yang ketiga item itu tidak
ada perubahannya.
7. Sorong Serah
Sorong arinya Dorongan, Serah artinya Penyerahan.
Sorong Serah artinya suatu dorongan kepada kedua orang tua pengantin untuk
menyerahkan atau melepaskan (Serah Terima) anak mereka untuk hidup berumah
tangga sehingga kedua pengantin tidak terikat pada orang tua mereka masing – masing.
Didalam proses inilah nampak bahwa proses serah terima tanggung jawab kedua orang
tua dan sanak saudara masing – masing dalam hal pemiharaan atau (pengasuh),
8. disamping itu juga dalam proses sorong serah inilah merupakan puncak sidang krame
adat perkawinan untuk bangse sasak, karena pada proses ini harus dihadiri oleh para
sesepuh, para penglingsir, kepala desa, dan kepala kampung (keliang) dari kedua
pengantin, proses sidang adat tersebut ditegaskan bahwa kedua pengantin dinyatakan
Syah bersuami Istri dan disaksikan oleh seluruh masyarakat kampung bahkan diluar
kampung (para tamu undangan
8. balik lampak
Balik lampak artinya Kembali untuk Bersilaturrahmi.
Balik lampak ini merupakan suatu proses silaturrahmi antara ke dua orang tua serta
sanak saudara dari kedua belah pihak dengan tujuan untuk saling kenal lebih dekat, dan
proses ini sangat perlu dilaksanakan sebab selama proses demi proses dilakukan oleh
utusan saja, sehingga tidak tau mungkinkah utusan itu pernah membuat tersinggung
antara kedua belah pihak, maka dalam balik lampak inilah tempat saling memaafkan
sehingga untuk selanjutnya dapat menjalin hubungan keluarga ini dengan baik.
3, BAHASA
Disamping bahasa indonesia sebagian bahasa nasional penduduk pulau Lombok
(terutama suku sasak), menggunakan bahasa sasak sebagai bahasa utama dalam
percakapan sehari-hari. Di seluruh Pulau Lombok sendiri bahasa sasak dapat dijumpai
dalam empat dialek yang berbeda yakni dialek Lombok Utara, Lombok Tengah,
Lombok Timur laut dan Tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali
yang berdiam di Lombok (sebagaian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di
beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan kotamadya Mataram dapat dijumpai
perkembangan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
Usaha menumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa sasak merupakan salah
satu usaha yang sangat tepat untuk memepertahankan nilai-nilai budaya sasak. Bangga
dengan bahasa sasak haruslah menjadi sikap yang terus menerus ditanamkan dan
dikembangkan, terutama pada generasi-generasi penerus kita.
Hal tersebut dingkapkan oleh Muhyuni, salah seorang dosen Fakultas Ilmu
Keguruan dan Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram beberapa waktu yang lalu, ia
juga menjelaskan bahwa setiap nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat secara tidak langsung terlihat dari bahasanya. Oleh sebab itu, di pandang
perlu bila semua pembinaan ragam bahasa dan budaya harus memiliki landasan hukum
yang pasti seperti peraturan daerah (Perda).
Perda dalam rangka revitalisasi budaya dan bahasa sasak merupakan agenda
mendadak, sebab politik will pemerintah daerah untuk mendukung hal tersebut benar-
benar sangat di butuhkan. Untuk mempertahankan bahasa dan budaya diperlukan
analisis kebutuhan dari masyarakat sebagai pemakai bahasa itu sendiri, namun hal
tersebut menurut Mahyuni sangat sulit dilakukan karena pemahaman masyarakat
tentang budaya dan bahasa yang dimilikinya sangat minim.
9. Oleh karena itu kepada masyarakat juga sangat diperlukan, disamping itu
diperlukan juga rumusan langkah-langkah kongkrit agar masyarakat kita bangga
menggunakan bahsa sasak.
4. SILSILAH
Dalam masyarakat sasak terdapat beberapa silsilah ditinjau dari sistem
kekerabatan antara lain :
Golongan Ningrat
Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan
ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan
keningratan ini adalah “lalu” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah,
sedangkan apabila yang sudah menikah maka nama keningratannya adalah
“mamiq”. Untuk wanita nama depannya adalah “lale” bagi mereka yang belum
menikah, sedangkan yang sudah menikah disebut “mamiq lale”.
1. Golongan Pruangse
Kreteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “bape” untuk kaum
laki-laki pruangse yang belum menikah. Sedangkan untuk kamu pruangse yang
belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama mereka, misalnya seorang
dari golongan ini lahir dengan nama si “A” maka ayah dari golongan pruangse ini di
panggil “Bape A”, sedangkan ibunya dipanggil “inaq A”. Disinilah perbedaaan
ningrat dan pruangse.
2. Golongan jajar karang/Bulu ketujur (Masyarakat Biasa)
Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang
raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kreteria khusus golongan ini adalah sebutan
“amaq” bagi kaum laki-laki yang menikah, sedangkan perempuan adalah “inaq”.
Di Lombok nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai panggilan kalau
mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak
sulungnya. Seperti contoh di atas lrbih jelasnya adalah bila si B lahir sebagai cucu,
maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil papuk B. Panggilan ini berlaku untuk
golongan pruangse dan Bulu ketujur. Mereka dari golongan Ningrat Mamiq A dan
Mamiq lale A akan di panggil Niniq A.
Sistem kekerabatan/silsilah di Lombok pada umumnya adalah berdasarkan prinsip
Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok
terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat
Lombok Selatan ada beberapa istilah antara lain:
10. a. Inaq adalah panggilan ego kepada Ibu
b. Amaq adalah panggilan ego kepada Bapak
c. Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki
d. Kakak adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ibu atau
bapak
e. Oaq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ibu atau
bapak
f. Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ibu atau
bapak
g. Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibu
h. Pisaq adalah panggilan ego kepada anak dari adik atau kakak dari ibu
i. Pusaq adalah panggilan ego kepada anak dari adik atau kakak dari ayah
Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dari Lombok
Selatan, lombok Timur pada umumnya mencakup 10 Generasi ke bawah dan 10
generasi ke atas sebagai berikut :
Generasi ke bawah antara lain :
1. Inaq/amaq
2. Papuq
3. Baloq
4. Tate
5. Toker
6. Keletuk
7. Keletak
8. Ebit
9. Mbak
10. Gantung siyur
Generasi ke atas antara lain :
1. Anak
2. Bai
3. Balok
4. Tate
5. Toker
6. Keletuk
7. Keletak
8. Embit
9. Ebak
10. Gantung Siur
11. 5. ADAT ISTIADAT
a. Kelahiran
Upacara kegiatan ini berkaitan dengan lingkungan (daur) hidup manusia yang
perlu diupacarakan agar mendatangkan berbagai keberkahan dalam menjalankan
kehidupan. Sebagaimana adat Jawa, Bali Lombok pun mempunyai adat pada waktu
kelahiran bayi. Bagi keluarga yang mempunyai keturunan atau kelahiran baru akan
melewati proases adat kelahiran yang biasa di Lombok seperti upacara :
Bretes
Upacara bretes dilakukan setelah usia tujuh bulan dengan maksud memberikan
keselamtan kepada calon ibu dan bayinya. Setelah bayi lahir, ari-arinya
diperlakuakn sama dengan sang bayi, karena menurut mereka ari-ari adalah
saudara sang bayi yang oleh orang sasak disebut adik-kakak, berarti bayi dan
ari-arinya adalah adik-kakak. Setelah ari-ari di bersihkan kemudian dimasukkan
kedalam periuk atau tempurung kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya
kemudian ditanam di wilayah penirisan yang diberi tanda dengan gundukan
tanah seperti kuburan. Sebagai batu nisannya dipergunakan bambu kecil
berlubang yang diletakkan berdampingan dengan lekesan daun sirih yang sudah
digulung dan diikat dengan benang putih, pinang, kapur sirih dan rokok
tradisional. Semua kelengkapan tadi ditata dalam rondon. Rondon tersebut dari
daun pisang yang berbentuk segi empat menyerupai kotak.
Melahirkan anak
Setelah itu mengadakan sesaji atau selametan melalui upacara tertentu yang
berkaitan dengan aktivitas kehidupan mereka sehari-hari, sebagaimanan halnya
yang dilakukan wanita sasak apabila melahirkan, maka suaminya segera mencari
belian (dukun beranak) yang mengetahui seluk-beluk melahirkan tersebut.
Dalam melahirkan, apabila calon ibu kesulitan dalam melahirkan maka belian
atau dukun beranak menafsirkan bahwa tingkah laku sang ibu sebelum hamil,
misalnya kasar terhadap suami atau ibunya, untuk itu diadakan upacara seperti
menginjak ubun-ubun, meminum bekas cuci tangan yang disertai denagn mantra
dan sebaginya agar mempercepat kelahiran sang bayi.
Molang Malik
Pada saat bayi umur tujuh hari diadakan upacara molang malik (membuang sial).
Diperkirakan dalam usia tersebut pusar bayi telah gugur. Pada kesempatan itulah
sang bayi diberi nama dan diperolehkan keluar rumah. Beliau (dukun beranak)
mengoleskan sepah sirih di atas dada dan dahi sang bayi maupun ibunya. Di
beberapa tempat di Lombok selain upacara molang malik dikenal juga upacara
“Pera’ Api” yang pada hakekatnya bertujuan sama.prosesi pelaksanaan Pera’
Api adalah :
a. Mem-boreh sang ibu dengan boreh yang sudah diramu atau dihaluskan dan
diberi doa oleh dukun beranak
12. b. Setelah selesai memboreh lalu dukun menyiapkan bara api yang terbuat dari
sabut kelapa yang ditaburi dengan kemenyan dari daun lemundi (sejenis
tumbuhan perdu).
c. Ibu bayi menggunakan kain secara bekemben (kain sampai batas dada)
sambil menggendong bayinya dan berdiri di atas bara api dan kemudian
dukun memberinya do’a/mantra.
d. Setelah dukun beranak atau belain selesai berdo’a bara api disiram dengan
air bunga rampe (medak api).
e. Kemudian sang ibu menyembe’ dan menjam-jam (mendo’akan si bayi
menurut kehendak sang ibu). Hal ini dilakukan apabila tali pusat sang bayi
sudah kering dan terlepas dari pusarnya.
Ngurisang
Upacara ini sangat penting artinya bagi sebuah keluarga, rambut yang dibawa
dari dalam kandungan disebut bulu panas, maka harus dihilangkan. Untuk itu
masyarakat sasak melakukan selametan, do’a atau upacara sederhana yang disebut
ngurisang. Pada upacara ini pihak keluarga mengundang para tokoh agama, tokoh
masyarakat dan tokoh adat untuk membacakan selakaran yang terdiri dari untaian do’a
dan shalawat Nabi.
Biasanya seorang laki-laki atau ayahnya menggendong bayi tersebut sambil
berjalan berkeliling di hadapan orang-orang yang sedang membacakan selakaran serta
masing-masing yang hadir memotong sedikit rambut sang bayi dengan guntingan yang
direndam dalam air bunga. Pada upacara ini dikenakan sabuk pemalik yakni alat yang
dipergunakan untuk menggendong si bayi. Sabuk pemaliq dianggap keramat karena
proses pembuatan dan penyimpanannyaberdo’a.
Upacara ngurisan biasanya diadakan secara besar-besaran dan diikuti dengan
upacara bekekah yaitu memotong hewan qurban disebut begawe kekah. Sering kali
terkadang pelaksanaan berkuris agak mundur karena terkait dengan finansial. Namun
jika tidak mampu cukup pergi ke dukun beranak yang telah membantu kelahirannya.
Dalam hal ini cukup mengantar sesaji (andang-andang) dan sabuk katiq (sejenis umbaq
tepi berukuran kecil dengan bentuk masih bersambung). Sabuk ketiq disembalun
disebut lempot puset sedangkan di Getap disebut sabuk kuning.
13. Nyunatang
Nyunatan (khitanan) selain merupakan acara adat, juga merupakan acara
keagamaan dalam hal ini terkenal dengan nama “nyunatang”. Pada umumnya suku
sasak memeluk agama islam yang dalam ajarannya diperintahkan bagi anak laki-laki
untuk dikhitan (nyunatang). Dalam nyunatang terjadi pertalian antara nilai-nilai agama
islam dengan tradisi lama yang berkembang dalam suku sasak. Dalam upacara
nyunatang ada beberapa hal yang harus dilakukan :
Menjelang nyunatang
Upaca adat nyunatang adalah salah satu upacara yang sangat penting bagi
masyarakat sasak yang selalu dipestakan disebut begawe.
Pelaksanaan Penyunatan
Sehari sebelum pelaksanaan nyunatang terlebih dahulu diambilkan air
kemaliq untuk disiramkan ke ujung kemaluan yang akan dipotong, biasanya
diiringi dengan bunyi-bunyian. Proses penyiraman dan pemandian
dilangsungkan pada tengah malam. Pada keesok harinya untuk
menyenangkan anak yang akan disunat maka anak tersebut diarak dengan
praja (kuda/singa kayu)yang diiringi dengan musik dan rombongan yang
berpakaian adat.
b.Perkawinan
Adat perkawinan pada masyarakat Lombok dikaitkan dengan upacara sorong
serah aji krame. Seorang pemuda (terune) dapat memperoleh seorang istri berdasarkan
adat dengan dua cara yaitu: Pertama dengan soloh (meminang kepada keluarga si
gadis), kedua dengan cara merarik (melarikan si gadis). Setelah salah satu cara sudah
dilakukan, maka keluaraga pria akan melakukan tata cara perkawinan sesuai dengan
adat sasak sebagaimana yang di papar di bawah ini.
Titi Tata Adat Perkawinan Sasak
Latar Belakang
Manusia menurut kodratnya adalah mahluk yang memiliki naluri alamiah yaitu
naluri sekual, termasuk kepada lawan jenisnya. Naluri mana kemudian mendorong
manusia untuk saling berkomunikasi, saling mencintai, dan membina hidup bersama.
Aktualisasi naluri tersebut tidak dapat dilakukan secara sembrono, karena
berpotensi menimbulkan ekses-ekses negative dalam tata pergaualan antar manusia
yang pada titik yang paling ideal dapat merendahkan kemartabatan kemanusiaannya.
Atas dasar inilah perkawinan kemudian diciptakan menjadi sebuah pranata yang
memungkinkan aktualisasi tersebut berjalan dalam koridor yang benar, baik dalam
pandangan budaya maupun agama.
14. Masyarakat sasak sebagai bangsa yang berbudaya telah memiliki titi tata dalam
melaksanakan perkawinan, semenjak kaum lelaki menyatakan hasratnya untuk
mencintai kaum hawa pilihannya hingga berakhirnya prosesi upacara yang menandai
dimulainya sebuah babak baru dalam kehidupan dua insan tersebut dalam satu mahligai
rumah tangga. Secara normative, titi tata adat perkawinan bangsa sasak berusaha
menspiritkan norma-norma kesusilaan, kesopanan, hukum, dan agama. Bahkan seiring
perkembangan zaman beberapa hal yang pernah diberlakukan didalam titi tata,
dilakukan peninjauan ulang dengan alasan normative tersebut.
Menguntai Benang Kasih
Proses perkawinan sebagaimana lazimnya dalam tata pergaulan antar manusia,
dimulai dengan pengungkapan hasrat cinta dari seorang laki-laki kepada seorang
perempuan. Dalam adat sasak, sarana pengungkapan dan pelestarian hasrat pra
perkawinan itu dilakukan dalam bentuk yang disebut midang, yaitu seorang laki-laki
bertandang ke rumah perempuan untuk bertamu. Suatu yang sangat mungkin, midang
itu dilakukan berkali-kali hingga keduanya saling mengenal jati dirinya masing-masing.
Namun demikian, status perempuan dalam konteks ini adalah pribadi yang masih bebas,
yang memungkinkannya menerima tamu lebih dari satu laki-laki.
Agar midang ini dapat berlangsung secara bermartabat dan senantiasa
mengindahkan norma-norma kesusilaan, kesopanan, hokum dan agama, ditetapkan
sejumlah aturan-aturan normative oleh krama adat. Aturan-aturan tersebut dalam bahasa
yang luas disebut awig-awig, yang mengatur tentang orang, cara, waktu dan tempat
midang.
Orang yang boleh datang midang adalah setiap laki-laki bukan muhrim dari
gadis atau janda yang dikunjungi. Pengertian laki-laki ini bersifat umum, sehingga
terdapat kemungkinan yang datang berkunjung lebih dari seorang laki-laki. Hal ini
dimungkinkan, karena dalam pandangan adat, gadis atau janda itu masih bersifat bebas
dari komitmen-komitmen yang mengikatnya. Karena yang kemungkinan datang
berkunjung itu lebih dari satu orang, maka awig-awig mengatur agar para lelaki itu tidak
saling mencemburui dan saling menyuguhkan sesuatu yang diberikan tuan rumah,
karena secara logika penyuguhan itu dimaknai sebagai pelayanan tuan rumah. Selama
midang laki-laki harus duduk yang sopan dan menjaga jarak dengan dengan perempuan,
dan perempuan berkewajiban melayani pembicaraan laki-laki itu. Selain itu, sebaiknya
jika terdapat beberapa orang laki-laki, yang datang terlebih dahulu segera berpamitan
untuk memberikan kesempatan kepada yang lain. laki-laki itupun setelah berpamitan
dapat midang ke gadis atau janda lain.
15. Midang dilakukan dirumah gadis atau janda antara pukul 20.00 sampai dengan
pukul 22.00. midang disiang hari dipandang kurang patut, karena dapat mengganggu
aktifitas keseharian seorang gadis atau janda. Dan karena dilakukan malam hari,
seyogyanya dilakukan ditempat yang terang benderang dan dilarang keras jika tidak ada
sarana penerangan.
Khususnya di Desa Padamara, tradisi midang ini bukanlah merupakan hal yang
umum dilakukan oleh masyarakat pada lingkungan itu, terlebih lagi pada kalangan
tertentu midang tersebut adalah hal yang sangat tabu. Pandangan semacam ini berkaitan
erat dengan aspek keagamaan dimana seorang perempuan bertemu dengan laki-laki
yang bukan termasuk muhrimnya adalah hal yang sangat terlarang, sehingga
berdasarkan pandangan tersebut, maka midang tidak lumrah dilakukan di Desa
Padamara.
Tidak menutup kemungkinan bahwa komunikasi antara seorang lelaki dan
perempuan dapat terjadi hanyalah melalui seorang perantara, yang lazim disebut dengan
“subandar”, dimana subandar ini biasanya adalah serang perempuan. Dalam tradisi
midang, terdapat kemungkinan seorang laki-laki menggunakan orang lain sebagai
perantara atau pendamping berkomunikasi. Orang ini disebut subandar, yang oleh
banyak orang berasal dari kata syahbandar di pelabuhan. Dalam perdagangan antar
pulau, syahbandar menjadi perantara antara pedagang yang datang berjualan dengan
calon pembeli yang bermaksud membeli barang atau sekedar melihat komoditi
dagangnya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tahapan ini sebenarnya merupakan
babak pembuka hubungan dan memulai pengungkapan perasaan dari seseorang dengan
lawan jenisnya.
Menuju Mahligai Rumah Tangga
Jika midang merupakan babak awal dimulainya pengungkapan rasa cinta
seorang pria terhadap seorang wanita, maka untuk melembagakan perasaan tersebut
dalam sebuah perkawinan, pertama-tama seorang laki-laki akan melakukan apa yang
populer disebut merari’. Menurut sebagian orang, kata merari’ berasal dari “lari”.
Merarik berarti mengambil perempuan secara diam-diam untuk tujuan perkawinan.
Sejumlah kecil kalangan menyebutkan bahwa merari itu mengambil perempuan dengan
memalingkan dari pandangan orang tuanya. Atas dasar ini, disebutkan bahwa arti
merarik itu memalingkan gadis dari hadapan orang tuanya. Kendati diambil secara
diam-diam ataupun dipalingkan dari hadapan orang tuanya, ini tidak berarti bahwa
orang tua tidak mengetahui hal tersebut. Karena sebelumnya telah berlangsung
pembicaraan rahasia antara orang tua laki-laki dan orang tua perempuan yang
memberitahukan orang tua perempuan bahwa kedua anak mereka telah saling menyukai
sembari meminta agar merestui pernikahan anak mereka. Disamping diketahui oleh
16. orang tua, gadis yang akan diambil itupun telah mengetahui, sehingga proses ini pada
galibnya merupakan kesepakatan diantara mereka.
Untuk menjaga kepatutan dalam pelaksanaan merari’ krama adat juga
menetapkan awig-awig yang mengatur titi tata merarik, antara lain : perempuan itu
harus diambil dari rumah orang tua atau walinya dan melarang ditempat bekerja, lelaki
yang diambilnya adalah memang yang dicintai oleh perempuan, diambil pada malam
hari, namun tidak boleh lewat dari jam 22.00, perempuan itu didampingi oleh
perempuan lain, setelah diambil ditempatkan dirumah orang lain atau sanak saudara,
bukan dirumah lelaki yang diambilnya, dan segera melakukan besejati dan selabar.
Setelah merarik dilaksanakan maka kewajiban adat yang harus dilaksanakan
adalah besejati dan selabar. Besejati berasal dari kata jati, yang artinya benar atau
yakin, yaitu proses melapor kepada kepala lingkungan (keliang, bahasa sasak) tempat
laki-laki dan perempuan berdomisili oleh pihak laki-laki, bahwa pihak laki-laki telah
membawa lari anak perempuan, serta menjelaskan nama dan alamat orang tua
perempuan, dengan tujuan apabila orang tua perempuan melapor kepada kepala
lingkungan, ia kehilangan anak perempuan, maka kepala lingkungan dapat menjelaskn
perihal kejadian sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Begitu pula kepala
lingkungan tempat berdomisili laki-laki tidak curiga apabila ada perempuan tidak
dikenal didaerahnya, hal ini untuk menjaga fitnah.
Sedangkan selabar berasal dari kata abar (bahasa kawi artinya bersinar-sinar,
terang) yaitu proses mengabari keluarga perempuan oleh pihak laki-laki didampingi
oleh kepala lingkungan, bahwa anak perempuan mereka telah dibawa oleh laki-laki
yang mencintai anak perempuan mereka. Dalam adat perkawinan sasak bila tidak
melakukan besejati dan selabar akan mengalami kesulitan untuk menuntut wali, karena
orang tua perempuan menganggap anaknya diculik.
Nuntut wali adalah proses berikutnya yang harus dilalui, yaitu proses mencari
wali, yaitu pihak yang akan menikahkan perempuan sesuai dengan ketentuan syariat
islam. Pernikahan secara agama berlangsung dalam proses ini. Proses adat berikutnya
setelah menuntut wali adalah melakukan bait janji. yang dimaksud dengan bait janji
adalah proses musyawarah utusan dari kedua belah pihak untuk membicarakan
bagaimana penyelesaian masalah adat untuk prosesi sorong serah, aji krama yang
dipergunakn untuk acara sorong serah, sekaligus membahas besarnya arta gegawean,
yaitu harta atau uang yang akan dibawa untuk diserahkan kepada pihak perempuan
sebagai penunjang jalannya acara adat. Dalam proses ini terjadi pula prosesi pisuka lan
gantiran, yaitu proses menimbang kesepakatan antara kedua belah pihak laki-laki dan
perempuan sebagai ganti atas kehilangan anak perempuan. Selain itu dalam proses bait
janji juga dibicarakan soal hari dan tanggal pelaksanaan sorong serah dan begawe (pesta
atau kenduri).
17. Karena pembicaraan ini menyangkut persoalan yang sangat penting dalam
proses menuju sorong serah dan dilakukan oleh utusan, awig-awig adat menentukan
persyaratan-persyaratan orang yang layak dijadikan sebagai utusan. Persyaratan
utamanya adalah bertanggung jawab atas ucapan dan tingkah lakunya. Dan syarat-syarat
lainya antara lain mengerti hukum dan adat, mengerti tata krama, mampu bicara dengan
artikulasi yang fasih, mantap dalam mengambil keputusan agar tidak plin plan, berfikir
jernih, dan mengerti tata krama berbicara. Secara lebih ringkas, seorang utusan itu harus
silat hukum agama / adat, silat tata krame, silat fikir, dan silat lidah.
Dengan demikian dengan proses bait janji, keluarga pihak laki-laki akan
mengetahui besarnya pisuka ,arta gegawan, waktu pelaksanaan sorong serah dan
begawe, sehingga keluarga pihak laki-laki dapat mempersiapkannya.
Sorong serah aji krame menjadi proses berikutnya dan merupakan inti dari
perkawinan adat sasak. Bagi masyarakat sasak, sebesar apapun sebuah resepsi digelar,
tetapi tanpa melakukan upacara adat sorong serah, maka perkawinan tersebut belum
dianggap sah secara adat, bahkan lebih jauh berakibat hilangnya hak waris bagi anak-
anak hasil perkawinan tersebut.
Akhir dari Upacara
Dengan selesainya pelaksanaan sorong serah aji krama, maka sahlah kedua insan
yang saling mencintai itu sebagai pasangan suami istri. Kesuka-citaan atas perkawinan
itu kemudian dirayakan dalam sebuah acara yang disebut begawe. Secara harfiah
begawe itu berarti kenduri, pesta, perhelatan, dan selamatan yang merupakan bagian
dari begawe urip (upacara yang berkaitan dengan hidup manusia) dalam adat
sasak.sebesar apa kenduri yang dilaksanakan tidak ada ketentuan secara adat, dan lebih
disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pihak-pihak yang melaksanakannya.
Perkembangan belakangan dalam tradisi masyarakat sasak , begawe merari’ itu
dilanjutkan dengan resepsi adat. Resepsi ini merupakan tambahan dan pelaksanaannya
diserahkan kepada keluarga yang menyelenggarakan. Acara resepsi ini biasanya berisi
sambutan atas nama keluarga, nasihat perkawinan, doa, dan ucapan selamat.
Dua proses pamungkas dari proses perkawinan sasak ini adalah nyongkol yaitu
prosesi untuk mempublikasikan bahwa kedua insane telah menikah, biasanya dalam
bentuk arak-arakan dan bales ones nae (napak tilas) yaitu kembali kerumah pengantin
perempuan, biasanya pada malam hari.
Berakhirlah kemudian rangkain panjang adat perkawianan dan kedua mempelai
memulai hidup yang baru dalam jalinan pranata keluarga. Dua keluarga besar
merekapun bersatu menjadi keluarga yang baru, menjalin hubungan keakraban dan
kekeluargaan sebagai buah dari perkawinan.
18. Makna Titi Tata Adat Perkawinan Sasak
Rangkaian panjang proses perkawinan adat sasak beserta simbol-simbol yang
menyertai proses tersebut mengandung penuh makna dan pesan-pesan moral. Untaian
makna dan pesan moral itu setidaknya mengambarkan bagaimana masyarakat sasak
menghargai sebuah perkawinan sebagai sebuah proses dalam hidup dan kehidupan
mereka.
Jika dilihat dari proses, maka akan dapat dihimpun serangkaian makna dibalik
proses yang dijalani oleh kedua insan yang saling mencintai itu. Midang
mengisyaratkan makna kebebasan dalam menentukan calon pasangan yang di
kehendaki sebagai pendamping hidup kelak. Orang tua yang berada di belakang
mendorong dan mengarahkan agar anak-anaknya dapat memilih yang terbaik baginya.
Kebebasan memilih calon pasangan dinikmati oleh kedua belah pihak, baik laki-
laki maupun perempuan. Dengan begitu, pasangan suami atau isterinya kelak memang
adalah pilihan yang ditentukannya sendiri.
Merarik atau membawa perempuan dari hadapan orang tuanya untuk dijadikan
pasangan hidup mengandung makna filosofis bila anak perempuan diminta dengan terus
terang, orang tua perempuan akan tersinggung karena anak perempuannya disamakan
dengan benda atau barang lainnya. Selain itu, sebagai bentuk laki-laki dan perempuan
yang merari’ telah mampu memegang tanggung jawab untuk mandiri menjalanjakan
kehidupan bersama. Makna lainnya adalah orang tua laki-laki berarti berari sudah
berang, maksudnya siap mengambil resiko atas perbuatan anak laki-lakinya.
Besejati dan selabar mengisyaratkan kepatutan dan perhargaan terhadap
eksistensi pemimpin yang memimpin suatu wilayah, dimana seseorang dalam tata
pergaulannya sehari-hari tidak terlepas dari pimpinannya. Ini juga selanjutnya
membedakan secara signifikan antara merari’ dan penculikan. Merarik disertai dengan
susulan pemberitahuan kepada aparat atau perangkat penguasa wilayah sedangkan
penculikan tidak disertai dengan susulan pemberitahuan dan lebih merupakan tindakan
kriminal.
Penghormatan terhadap aturan agama yang menentukan sahnya sebuah
perkawinan nampak jelas terlihat dalam proses nuntut wali, dimana perkawinan itu
dipandang sah secara hukum agama jika orang tua atau wali dari pihak perempuan
menikahkan mereka secara hukum syara’
Prinsip-prinsip permufakatan dan musyawarah menyemangati proses bait janji.
Pertemuan utusan-utusan keluarga untuk membicarakan proses kelanjutan upacara
perkawinan mengisyaratkan bahwa perkawinan itu tidak sekedar bersatunya dua insan
dalam satu mahligai rumah tangga, tetapi lebih jauh adalah berhimpunnya dua keluarga
dalam satu keluarga yang lebih besar.
19. Akan halnya begawe merarik setidak-tidaknya memiliki tiga makna penting.
Pertama, makna silaturrahmi dan persaudaraan, dimana seluruh anggota keluarga yang
tinggalnya berpisah-pisah bertemu selama beberapa hari dalam satu tempat. Ini
setidaknya dapat mengeratkan tali persaudaraan dalam hubungan kekeluargaan. Kedua,
masih dalam makna silaturrahmi dan persaudaraan, tetapi dalam lingkup yang lebih
luas, tetangga ataupun anggota masyarakat dalam satu-satuan wilayah, tanpa
membedakan status sosial mereka bersama-sama mengikuti perjamuan yang diadakan
oleh kedua mempelai. Ketiga, makna tolong-menolong. biasanya dalam tradisi
masyarakat sasak, ketika mengadakan kenduri, mereka menyumbang untuk kesuksesan
acara sesuai dengan kemampuannya. Yang kaya memberi barang atau materi dan yang
tidak berpunya menyumbangkan tenaga.
Selain itu sebenarnya begawe merarik juga menjadi wahana untuk
mempublikasikan pasangan yang baru melangsungkan pernikahan, namun publikasi
yang lebih luas terlihat pada acara arak-arakan yang disebut nyongkol, masyarakat
dengan jelas mengetahui kedua insan telah terikat dalam satu jalinan perkawinan.
Sedangkan bales ones nae (napak tilas) mengandung makna silahturrahmi
keluarga lebih jauh, saling mengenali satu persatu anggota keluarga yang baru, selain itu
proses ini dijadikan sebagai wahana saling memaafkan sesama aggota keluarga yang
baru atas segala kekhilafan selama proses perkawinan semenjak merarik sampai dengan
nyongkol.
Selain itu nampak jelas titi tata adat perkawinan sasak masyarakat kepatutan,
kesopanan dan kesusilaan dalam berbagai proses. Sejumlah besar awig-awig ditetapkan
untuk memandu agar segala proses dapat terlaksana dengan memperhatikan nilai-nilai
tersebut. Bahkan atas dasar kepatutan kesopanan, kesusilaan dan norma agama,
sejumlah hal dilarang dan dianjurkan untuk mempertimbangkan yang lebih baik.
Diantara yang dilarang misalnya hubungan suami isteri sebelum berlangsungnya
akad secara syara’. Atas dasar itu dalam proses merari’ perempuan harus didampingi
dan ditempatkan dirumah orang lain. Kedua hal ini setidaknya menutup jalan bagi
kemungkinan mereka melakukan hubungan suami istri.
Dan termasuk hal yang dianjurkan untuk dipertimbangkan kembali adalah
proses merari’ atau membawa perempuan secara diam-diam. Alasannya, sekalipun adat
membolehkan merarik, tetapi adat memberikan dedosan (denda adat) apabila itu
dilakukan. Sesuatu yang dikenai denda adalah sesuatu yang sebenarnya dipersalahkan.
dengan demikian, menganggap denda adat hanya sebagai pelengkap upacara, dipandang
sebagai meremehkan adat. Disamping itu, pertimbangan antara maslahat (kebaikan) dan
mudharat (keburukan) menjadi alasan yang lain, terutama dalam kerangka hubungan
antar keluarga. Jika kemudian dibelakang hari merari menimbulkan mudharat yang
lebih besar, alangkah baiknya adat belako’ (meminta kepada orang tua perempuan)
20. dilakukan. Tidak terlupakan juga pergeseran-pergeseran dalam cara pandang
masyarakat yang semakin terbuka bagi berlakunya adat belakoq.
Makna Simbolik Arta Gegawan dalam Adat Perkawinan Sasak
Selain makna proses yang diuraikan selintas kilas diatas, terdapat makna-makna
lain yang diinspirasikan dari simbol-simbol yang ada dalam proses perkawinan sasak.
Salah satunya terlihat pada arta gegawan yang dibawa dalam prosesi sorong serah aji
kerame. Arta gegawan adalah uang dengan segala harta benda yang diserahkan untuk
memantapkan orang yang akan bersuami istri.
Arta gegawan ini terdiri atas :
1. Sesirah (otak bebeli )
2. Aji krame
- Napak lemah
- Olen-olen
3. Sasmitaning hurip
- Salin dede
- Penjaruman
- Tedung pengarat
- Pemecat sengkang
4. Pikolihing sanak/warga
- Pelengkak
- Kao tindo
5. Pikolihing dese-
- Pembabas kuta/pelengkak koko
- Krama dese
- Kor jiwa
6. Dedosan (denda-denda), misalnya:
- Denda memaling
- Pelebur basa
- Nunang wangsa
- Salin panji
- Gila bibir
- Ngapesaken
- Balegandang
- Salin gama dan lain-lain
7. Pemegat (pamungkas wicara)
Sesirah berarti kepala. Ini merupakan perlambang adanya perkawinan antara
seorang laki-laki dan perempuan. Sesirah ini berbentuk kain putih – hitam yang
21. diikatkan dengan benang. Kain putih melambangkan laki-laki dan kain hitam
melambangkan perempuan, benang merupakan simbol perkawinan.
Tapak lemah secara harfiah berarti menginjak tanah. Secara simbolik bermakna
diturunkannya manusia kebumi oleh Allah SWT. Aji krame tapak lemah merupakan
simbolisasi hak dan kewajiban manusia yang akan menginjakkan kakinya dibumi.
Besarnya ditentukan berbeda-beda sesuai dengan stratifikasi sosial manusia ditengah
masyarakat. Sebagai contoh yang aji kramenya bernilai ¾ (dibaca tiga empat ratus).
Tiga itu bermakna hakekat dan empat ratus itu bermakna syari’at. Ketiga hakekat itu
adalah berbakti kepada Allah SWT, dan utusannya, berbakti kepada ibu dan ayah dan
setingkatnya, dan berbakti kepada raja atau pemerintah. Sedangkan syari’at yang
bernilai empat ratus itu merupakan perwujudan dari tiga hakekat tersebut, baik dalam
tingkah laku dan perkataan. Aji krame tapak lemah ini bernilai uang.
Berbeda dengan aji krame tapak lemah, aji krame olen-olen berupa kain tenunan
daerah. Olen-olen ini merupakan bagian dari harta perolehan manusia dalam
kehidupannya yang berupa sandang dan pangan, yang dalam bahasa sasak disebut
kepeng benang (uang dan benang)
Salin dede disebut juga penggenti ai’ susun ina’ (pengganti air susu ibu) secara
filosofis arta gegawan ini merupakan simbolisasi kejadian manusia, mulai masa
pembuatan hingga pengasuhan dan pendidikan oleh ibunya. Salin dede merupakan
simbol pengembanan amanat Allah. Penyerahan salin dede berarti pengalihan tanggung
jawab ke suami dan keluarga suaminya. Arta gegawan saling dede berbentuk kotak khas
Lombok, pembuluh bambu angkin, kain panjang, kain putih dan benang.
Pemecat sengkang merupakan arta gegawan yang mensimbolisasikan seorang
perempuan yang sudah menikah tetapi masih tetap perawan. biasanya berupa perhiasan,
tetapi terkadang dengan pertimbangan praktis orang menggunakan uang. Karena
sifatnya agak khusus maka arta gegawan ini diberikan manakala perempuan itu
memenuhi kriteria yang dimaksudkan makna simboliknya. Termasuk arta gegawan
yang khusus adalah pelengkak, yaitu arta geawan yang diserahkan apabila perempuan
yang dinikahi itu mendahului kakaknya. Sebagai pembayar rasa malu, maka ia
diberikan arta gegawan berupa pelengkak.
Adapun kao tindo’ secara harfiah berarti kerbau jinak. Arta gegawan ini
berbentuk keris, sebagai isyarat permohonan keamanan. Terdapat artagegawan yan g
mengandung unsur kewilayahan, yaitu pelengkak koko’ yaitu arta gegawan yang
dikeluarkan sebagai penebus kerusakan alam semesta akibat sebuah acara perkawinan,
seperti rusaknya tanaman karena diinjak-injak, keruhnya air sungai karena dilewati oleh
rombongan penganten, dan lain-lain. Krame dese yaitu uang administrasi karena
berlangsungnya musyawarah desa. Dan kor jiwa yaitu berkurangnya penduduk apabila
perempuan itu dinikahi oleh seorang laki-laki yang berasal dari daerah lain.
22. Dua arta gegawan yang tidak bisa ditinggalkan dalam adat perkawinan sasak
adalah pebayaran denda-denda sebagai konsekuensi dari pelanggaran adat, seperti
merari, serta pemutus wicara yang merupakan uang persaksian yang diberikan kepada
saksi-saksi dalam pernikahan. Tetapi uang persaksian itu bukan uang yang merupakan
alat tukar bila dilihat secara kekinian, tetapi benda logam.
c. Kematian
Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir
kehidupan seseorang di dunia. Mayarakat meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di
beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu peristiwa
yang harus dilakukan adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat
termasuk membersihkan, merapikan atau mengawetkan mayat.
Upacara adat nyiwak yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi
beberapa tahapan yaitu :
1. Belangar
Masyarakat sasak Lombok pada umumnya menganut agama islam sehingga
setiap ada yang meninggal maka proses awal yang dilakukan adalah
memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang sebagai pemberitahuan
kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga meninggal, setelah itu
maka masyarakat berdatangan baik dari desa setempat atau desa-desa yang
lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan
handai taulan. Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat
yang ditinggalkan mati oleh keluarganya dengan membawa beras seadanya
guna membantu meringankan beban si dapat musibah.
2. Memandikan
Dalam pelaksanannya apabila yang meninggal laki-laki maka yang
memandikannya adalah laki-laki demikian sebaliknya apabila yang
meninggal perempuan maka yang memandikannya adalah perempuan.
Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi
usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu
biasanya tokoh agama setempat karena ada kaitannya dengan niat dan tata
krama kemudian dilanjutkan dengan membungkus jenazah dengan kain
putih yang tidak dijahit yang dirangkaikan dengan cara perpisahan dengan
keluarga, kerabat dan handai taulan yang dipandu oleh keluarga yang
meninggal selanjutnya ke masjid untuk disholatkan, dari masjid
diberangkatkan kekuburan.
3. Betukaq (penguburan)
Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi
beberapa persiapan yaitu :
23. a. Setelah seseorang dinyatakan meninggal maka orang tersebut
dihadapkan ke kiblat. Diruang tempat orang yang meninggal dibakar
kemenyan dan dipasangi langit-langit dengan menggunakan kain putih
(selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan
meninggalnya orang tersebut.
b. Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran
bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke
dalam kubur), untuk itu perlu penyemblihan hewan sebagai tumbal.
4. Nelung dan Mitu’
Upacara ini dilakukan keluarga untuk do’a keselamatan arwah meninggal
dengan harapan dapat diterima disisi Allah Yang Maha Esa dan keluarga
yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selajutnya
dilanjutkan dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai
berikut :
a. Mengumpulkan kayu bakar
b. Pembuatan tetaring
c. Penyerahan bahan-bahan begawe
d. Dulang inggas dingari, disajikan kepada penghulu atau kyai yang
menyatakan orang tersebut meninggal dunia.
e. Dulang penamat, adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang
meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada
orang yang berhak mendapatkannya
f. Dulang Talet Mesan (Penempatan Batu Nisan) dimaksudkan sebagai
dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan
beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh
kyai yang memimpin do’a kemudian dulang ini dibagikan kepada orang
yang ikut serta pada saat itu.
6. MATA PENCAHARIAN
Alam sebagai tempat hidup manusia menyediakan berbagai sumber daya untuk
menopang hidup dan kehidupan umat manusia. Masyarakat sasak yang telah
berkembang dan sampai saat ini masih sering dijumapi mata pencahariannya adalah
pertanian sebelum mengenal tehnologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sasak
melakukan kegiatan antara lain :
a. Nyeran (berburu), khususnya untuk menangkap hewan liar, biasanya
dilakukan ke hutan secara berkelompok.
b. Ngunuh (memungut), yaitu mengambil hasil tanaman tampa budidaya
terlebih dahulu, tetapi mengambil apa yang disediakan oleh alam. Aktifitas
ini masih sering dilakukan oleh masyarakat terutama mengumpulkan padi
pada sisa hasil panen orang lain, dengan mencari/memungut sisa-sisa padi
pada tumpukan jerami
24. Masyarakat Lombok sejak dahulu kala bermata pencaharian dari bercocok
tanam (petani). Dalam budaya sasak sebelum menanam padi di sawah sebagai bahan
makanan pokok
Dalam bidang ekonomi, sering kita kenal dengan istilah “bedea” yaitu
menukarkan hasil seperti masyarakat pesisir menukarkan ikan atau garam dengan bahan
pangan lainnya seperti beras dan umbi-umbian. Sedangkan dalam bidang sosial dapat
dilihat dengan sikap saling tolong-menolong dalam menghadapi musibah atau upacara
tertentu. Beberapa istilah yang sering kita dengan.
a. Saling “Ayo” yaitu kegiatan saling kunjung-mengunjungi sebagai bentuk
silaturrahim baik dengan tetangga maupun keluarga.
b. Saling “Jot” yaitu bentuk saling memberikan sesuatu biasanya dalam bentuk
makanan terutama jika ada pihak atau warga yang melakuakn hajatan.
7. KASUS INTEREN DAN EXSTEREN
Konflik yaitu terjadinya pertentangan atau perbedaan antara dua orang atau
lebih, yang jika dibiarkan akan mengakibatkan kedua belah pihak akan kehilangan
material, spritual atau bahkan nyawa. Sejak konflik umat manusia sudah lama terjadi,
baik jenis maupun intensitasnya dengan berbagai latar belakang sebagai penyebabnya,
termasuk pada masyarakat Lombok catatan konflik sudah dikenal sejak zaman kerajaan.
Persaingan antara kerajaan cukup tinggi, dan puncaknya adalah konflik antara kerajaan-
kerajaan Lombok dan Bali. Selanjutnya konflik dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Konflik sumber daya alam, konflik ini berlatar belakang perebutan
sumberdaya alam, seperti perebutan lahan air, tambang dan sebagainya.
Konflik ini terjadi karena semakin berkurangnya sumberdaya alam,
sementara kebutuhan hidup manusia meningkat, persaingan juga semakin
meningkat karena pertumbuhan jumlah penduduk.
b. Konflik budaya, perbedaan latar belakang kebudayaan, kebiasaan, tradisi
juga sering sekali menyebabkan gesekan, misalnya sutau kelompok ingin
diakui eksistensinya oleh kelompok lain, atau terjadi eksklusifisme
komunitas. Penyebab konflikini misalnya karena perkawinan
c. Konfliks agama dan keyakinan, catatan konfilk antar agama dan antar
keyakinan masyarakat misalnya, pembakaran tempat ibadah umat kristiani
tahun 2000, pengusiran jamaat Ahmadiyah, konflik antar organisasi
keagamaan, serta tekanan terhadap kelompok aliran lain
d. Konflik politik, konflik berupa pilitik biasanya terjadi pada sat menjelang
atau setelah peristiwa politik terjadi dan masalah banyak lagi konflik yang
sering terjadi di Lombok yaitu masih tingginya konflik antar komunitas
seperti tauran antar kampung atau antar kelompok masyarakat tertentu.
25. KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan kita rahmat dan
hidayah-Nya dan tidak lupa juga kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang
terang benderang.
Dalam rangka menyusun makalah konseling lintas budaya ini kelompok kami
telah memperoleh bantuan dari berbagi pihak secara langsung. Maka melalui
kesempatan ini kelompok kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya terutama kepada :
1. Ibu Suhartiwi Wiriawati M.Pd Kons selaku dosen Konseling Lintas Budaya
yang sudah memberikan kami tugas sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik
Para pembaca yang budiman, tulisan ini masih jauh daripada sempurna,
sehingga diperlukan penyempurnaan-penyempurnaan dan masukan-masukan ataupun
saran-saran dari berbagai pihak, semoga ada manfaatnya bagi para pembaca.
26. DAFTAR PUSTAKA
H. Sudirman, S.Pd, Gumi Sasak Dalam Sejarah
Buku : Lombok mirah sasak adi, sejarah social,islam,budaya,politik dan ekonomi
Lombok. Imsak press
27. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1. BAHASA ...................................................................................................... 1
2. SILSILAH .................................................................................................... 1
3. ADAT ISTIADAT ....................................................................................... 6
A. Kelahiran ............................................................................................... 6
B. Perkawinan ........................................................................................... 7
C. Kematian ............................................................................................... 17
4. MATA PENCAHARIAN ........................................................................... 19
5. KASUS INTEREN DAN EXSTEREN ...................................................... 20
6. DAFATAR PUSTAKA ............................................................................... 22
28. MAKALAH
KONSELING LINTAS BUDAYA
OLEH
KELOMPOK I
NAJAMUDDIN
YULI IDAYANI
TRI WULANDARI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI-SELONG
PROGRAM STUDY BIMBINGAN DAN KONSELING
2011
29. BAB
111
PENUTUP
Keaimpulan
Lombok merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam program politik gajah mada
(patih amangkubumi) yang ingin mexatukan nusantara.
Gajah mada diangkat menjadi patih amangkubumi pada tahun 1334. Untuk menjalankan
program politiknya,gajah mada menyingkirkan pembesar-pembesar majpahit yang tidak
menyetujuinya.
Sejarah suku sasak Lombok ditandai dengan silih bergantinya berbagai dominasi
kekuasaan dpulau Lombok dan masuknya pengaruh budaya lain membawa dampak
semakin kaya dan beragam khazanah kebudayaan sasak . hal ini sebagai bentuk dari
pertemuankebudayaan. Oleh kerenanya tidak berlebihan, jika Lombok dikatakan
sebagai potret sebuah mozaik. Ada banyak warna budaya dan nilai menyeruak di
masyarakat. Mozaik ini terjadi antara lain karena Lombok masa lalu adalah merupakan
objek perbuatan dominasi berbagai budaya dan nilai.