1. Penelitian ini membahas pengembangan pariwisata berbasis ekonomi kreatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar destinasi wisata. Beberapa metode yang dibahas antara lain pengembangan usaha di sekitar wisata dan kerja sama dengan instansi terkait.
Ringkasan Penelitian/ Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
1. METODE PENELITIAN
PENGEMBANGAN PARIWISATA
BERBASIS EKONOMI KREATIF
GUZTY MUHAMMAD HERMAWAN (J1F111210)
JURUSAN ILMU KOMPUTER, FAKULTAS MIPA, UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Jalan Jendral A. Yani Km. 35,8 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
guztymawan@gmail.com
Abstrak
I. PENDAHULUAN
Kreatifitas merupakan modal utama dalam A. Identifikasi Masalah
menghadapi tantangan global. Bentuk-bentuk
Ekonomi kreatif dapat berkembang di suatu
ekonomi kreatif selalu tampil dengan nilai tambah
pariwisata yang akan dikembangkan khususnya
yang khas, menciptakan “pasar”nya sendiri, dan
berhasil menyerap tenaga kerja serta pemasukan untuk bias meningkatkan pendapatan perekonomian
ekonomis. Departemen Pedagangan Republik masyarakat sekitar destinasi wisata. Pengembangan
Indonesia memanfaatkan momentum ini dengan pariwisata dapat dilakukan dengan berbagai cara
menyusun Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif salah satu nya dengan membuka peluang usaha di
2009 – 2015.. Namun, di samping kebutuhan akan sekitar destinasi wisata dan bias bekerjasama
SDM yang berualitas, pengembangan ekonomi kreatif dengan instansi terkait untuk bias meningkatkan
juga membutuhkan ruang atau wadah sebagai tempat pariwisata yang lebih baik kedepannya.
penggalian ide, berkarya, sekaligus aktualisasi diri
dan ide-ide kratif. Di negara-negara maju, pebentukan
B. Rumusan Masalah
ruang-ruang kreatif tersebut telah mengarah pada kota
Berikut ini merupakan banya masalah-masalah
kreatif (creative city) yang berbasis pada penciptaan yang akan di bahas dalam karya tulis ini :
suasana yang kondusif bagi komunitas sehingga dapat
1.
Apa yang akan dilakukan untuk
mengakomodasi kreativitas. Kota-kota di Indonesia,
pengembangan pariwisata ?
dengan sejumlah keunikannya, memiliki potensi
2.
Apa saja yang bisa meningkatkan
untuk dikembangkan sebagai kota-kota kreatif.
pendapatan masyarakat sekitar destinasi
Pengembangan ekonomi kreatif dapat
wisata ?
dilakukan seiring dengan pengembangan wisata.
3.
Bagaimana cara mengembangkan
Kota-kota wisata di Indonesia, seperti Yogyakarta,
pariwisata yang berbasis ekonomi kreatif?
Bandung, dan Lombok, sebenrnya telah memiliki
ruang kreatif, yaitu zona-zona wisata itu sendiri.
Atraksi wisata dapat menjadi sumber ide-ide keatif
yang tidak akan pernah habis untuk dikembangkan.
Proses kreativitas seperti pembuatan souvenir dapat
menjadi atraksi wisata tersendiri yang memberikan
nilai tambah. Sementara di sisi lain, pasar yang
menyerap produk ekonomi kreatif telah tersedia, yaitu
melalui turis atau wisatawan yang berkunjunng ke
obyek wisata. Pembahasan lebih lanjut mengenai
model ekonomi kreatif dan pengembangan wisata
akan dijelaskan dalam makalah ini.
Kata kunci: ekonomi kreatif, pariwisata, kerajinan
II. ISI (RINGKASAN)
1.
Analisis Kuantitatif Dalam Penelitian
Penelitian kuantitatif pada dasarnya
merupakan suatu pengamatan yang melibatkan
suatu ciri tertentu, berupa perhitungan, angka
atau kuantitas. Penelitian kuantitatif ini
didasarkan pada perhitungan persentase, ratarata, chi kuadrat, dan juga perhitungan statistik
lainnya.
2. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan
sebagai metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
a.
Perumusan Masalah Dalam Penelitian
Kuantitatif
Rumusan masalah beda dengan masalah.
Jika masalah merupakan kesenjangan antara
yang diharapkan dengan yang terjadi, maka
rumusan masalah itu merupakan suatu
pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya
melalui pengumpulan data. Terdapat kaitan erat
anatara masalah dan rumusan masalah karena
setiap rumusan masalah penelitian didasarkan
pada masalah
b. VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Validitas menunjukkan ukuran yang benarbenar mengukur apa yang akan diukur. Jadi
dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu
alat test, maka alat test tersebut semakin
mengenai pada sasarannya, atau semakin
menunjukkan apa yang seharusnya diukur.
Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas
tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai
dengan makna dan tujuan diadakannya tet
tersebut. Jika peneliti menggunakan kuesioner
di dalam pengumpulan data penelitian, maka
item-item yang disusun pada kuesioner tersebut
merupakan alat test yang harus mengukur apa
yang menjadi tujuan penelitian.
Pengertian validitas atau kesahihan dan
reliabilitas atau keterandalan (yang berarti
mengukur sesuatu secara konsisten, apapun
yang diukur dan jika pengukuran dilakukan
dalam kondisi apapun akan memberikan hasil
yang sama) dari data yang dikumpulkan. Jadi
dapat kita simpulkan bahwa suatu alat ukur
yang tidak reliable pasti tidak valid begitu pula
dengan alat ukur yang reliable belum tentu
valid.
c. VARIABEL
Identifikasi variable merupakan salah satu
tahapan yang penting karena dengan mengenal
variabel yang sedang diteliti seorang peneliti
akan dapat memahami hubungan dan makna
variable-variabel yang sedang ditelitinya.
Memanipulasi variable juga perlu dilakukan
untuk memberikan suatu perlakuan pada
variabel bebas dengan tujuan peneliti dapat
melihat efeknya bagi variabel terikat atau
variable yang dipengaruhinya. Melakukan
kontrol terhadap variabel tertentu dalam
penelitian juga perlu diperhatikan agar variabel
tersebut tidak mengganggu hubungan antara
variable bebas dan variabel terikat.
d. PENGUMPULAN DATA
Data merupakan kumpulan dari nilai-nilai
yang mencerminkan karakteristik dari individuindividu dari suatu populasi. Data bisa berupa
angka, huruf, suara maupun gambar. Dari data
ini diharapkan akan diperoleh informasi
sebesar-besarnya tentang populasi. Dengan
demikian, diperlukan pengetahuan dan
penguasaan metode analisis sebagai upaya
untuk
mengeluarkan
informasi
yang
terkandung dalam data yang dimiliki.
Data penelitian dikumpulkan sesuai dengan
rancangan atau desain penelitian yang telah
ditentukan. Data tersebut diperoleh melalui
pengamatan, percobaan maupun pengukuran
gejala
yang
diteliti.
Data-data
yang
dikumpulkan merupakan pernyataan fakta
mengenai obyek yang diteliti.
e.
TABULASI DATA
Data yang dikumpulkan selanjutnya
diklasifikasikan dan diorganisasikan secara
sistematis serta diolah secara logis menurut
rancangan penelitian yang telah ditetapkan.
Pengolahan data diarahkan untuk memberi
argumentasi atau penjelasan mengenai tesis
yang diajukan dalam penelitian, berdasarkan
data atau fakta yang diperoleh. Apabila ada
hipotesis, pengolahan data diarahkan untuk
membenarkan atau menolak hipotesis.
Dari data yang sudah terolah kadangkala
dapat dibentuk hipotesis baru. Apabila ini
terjadi maka siklus penelitian dapat dimulai
lagi untuk membuktikan hipotesis baru. Data
bisa didapatkan dengan cara survei langsung
dilapangan, observasi dan lain sebagainya.
3. Setelah kita mendapatkan data yang telah
dikumpulkan dengan metode yang kita pilih,
langkah selanjutnya adalah bagaimana cara kita
mengolah data yang ada agar menampilkan
hasil yang ingin kita ungkapkan.
f.
DISTRIBUSI FREKUENSI
Bila kita mengumpulkan sejumlah data yang
cukup besar dan belum dikelompokkan, maka
kita tentunya akan mengalami kesulitan dalam
mengambil kesimpulan dari informasi yang ada.
Untuk itu, maka data tersebut perlu
dikelompokkan kedalam suatu distribusi
frekuensi untuk memberikan gambaran yang
lebih jelas. Distribusi frekuensi merupakan suatu
distribusi atau 3 umer frekuensi yang
mengelompokkan
data
yang
belum
terkelompokkan (ungroup data) ke dalam
beberapa kelas, sehingga menjadi data yang
terkelompokkan (group data). Distribusi
frekuensi biasanya digunakan untuk memberikan
informasi yang menggambarkan keseluruhan
sampel atau populasi yang diteliti.
Berdasarkan dari sifat datanya, distribusi
frekuensi diklasifikasikan menjadi dua yaitu
katagorikal dan 3umeric. Jika pengelompokkan
klasifikasi frekuensinya didasarkan pada
keterangan yang bersifat kualitatif seperti jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan lain
sebagainya, maka disebut dengan distribusi
frekuensi katagorikal.
2. Penelitian
Pariwisata didefinisikan sebagai aktivitas
perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu
dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan
dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari
nafkah melainkan hanya untuk bersenang senang,
memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu
senggang atau waktu libur serta tujuan tujuan
lainnya (UNESCO, 2009). Sedangkan menurut
UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan, yang
dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung oleh
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
masyarakat,
pengusaha,
Pemerintah,
dan
Pemerintah Daerah. Seseorang atau lebih yang
melakukan perjalanan wisata serta melakukan
kegiatan yang terkait dengan wisata disebut
Wisatawan. Wisatawan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu wisatawan nusantara dan
wisatawan mancanegara. Wisatawan nusantara
adalah wisatawan warga negara Indonesia yang
melakukan
perjalanan
wisata
sementara
wisatawan mancanegara ditujukan bagi wisatawan
warga negara asing yang melakukan perjalanan
wisata. Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif
dapat mencakup banyak aspek. Departemen
Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya
14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, :
1. Periklanan
2. Arsitektur
3. Pasar barang seni
4. Kerajinan (handicraft)
5. Desain
6. Fashion
7. Film, video, dan fotografi
8. Permainan interaktif
9. Musik
10. Seni pertunjukan
11. Penrbitan dan percetakan
12. Layanan komputer dan piranti lunak
13. Radio dan televisi
14. Riset dan pengembangan
Bila dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif
tersebut, sebagian besar merupakan sektor
ekonomi yang tidak membutuhkan skala
produksi dalam jumlah besar. Tidak seperti
industri manufaktur yang berorientasi pada
kuantitas produk, industri kreatif lebih
bertumpu pada kualitas sumber daya
manusia. Industri kreatif justru lebih
banyak muncul dari kelompok industri
kecil menengah. Sebagai contoh, adalah
industri kreatif berupa distro yang sengaja
memproduksi desain produk dalam jumlah
kecil. Hal tersebut lebih memunculkan
kesan
eksklusifitas
bagi
konsumen
sehingga produk distro menjadi layak untuk
dibeli dan bahkan dikoleksi. Hal yang sama
juga berlaku untuk produk garmen kreatif
lainnya, seperti Dagadu dari Jogja atau
Joger dari Bali. Kedua industri kreatif
tersebut tidak berproduksi dalam jumlah
besar namun ekslusifitas dan kerativitas
desain produknya digemari konsumen.
Walaupun tidak menghasilkan produk
dalam jumlah banyak, industri kreatif
mampu memberikan kontribusi positif yang
cukup signifikan terhadap perekonomian
nasional.
4. Depertemen Perdagangan (2008)
mencatat bahwa kontribusi industri kreatif
terhadap PDB di tahun 2002 hingga 2006
rata-rata mencapai 6,3% atau setara dengan
152,5 trilyun jika dirupiahkan. Industri
kreatif juga sanggup menyerap tenaga kerja
hingga 5,4 juta dengan tingkat partisipasi
5,8%. Dari segi ekspor, industri kreatif
telah membukukan total ekspor 10,6%
antara tahun 2002 hingga 2006.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari pembuatan
1. Memberikan kontibusi ekonomi yang
signifikan.
3. Menciptakan iklimbisnis yang positif
4. Membangun citra dan identitas bangsa
5. Berbasis kepada sumber daya yang
terbarukan
6. Menciptakan inovasikreativitas yang
merupakan
keunggulan kompetitif
suatu bangsa
7. Memberikan dampak sosial yang positif
(2009) yang menyatakan bahwa setidaknya 6
aspek dari tujuh Sapta Pesona harus dimiliki
oleh sebuah daerah tujuan wisata untuk
membuat wisatawan betah dan ingin terus
kembali ke tempat wisata, yaitu: Aman;
Tertib; Bersih: Indah; Ramah; dan Kenangan.
Ekonomi kreatif dan sektor wisata
merupakan dua hal yang saling berpengaruh
dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan
baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata dapat
didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus
ada something to see, something to do, dan
something to buy (Yoeti, 1985). Something to
see terkait dengan atraksi di daerah tujuan
wisata, something to do terkait dengan aktivitas
wisatawan di daerah wisata, sementara
something to buy terkait dengan souvenir khas
yang dibeli di daerah wisata sebagai
memorabilia pribadi wisatawan. Dalam tiga
komponen tersebut, ekonomi kreatif dapat
masuk melalui something to buy dengan
menciptakan produk-produk inovatif khas
daerah.
Cara kita menerapkan ekonomi
kreatif dalam sector Pariwisata
III.
Untuk mengembangkan kegiatan
wisata,daerah tujuan wisata setidaknya harus
memiliki
komponen-komponen
sebagai
berikut (UNESCO, 2009) :
1. Obyek/atraksi dan daya tarik wisata
2. Transportasi dan infrastruktur
3. Akomodasi (tempat menginap)
4. Usaha makanan dan minuman
5. Jasa pendukung lainnya ( hal-hal yang
mendukung kelancaran berwisata misalnya
biro perjalanan yang mengatur perjalanan
wisatawan,
penjualan
cindera
mata,
informasi, jasa pemandu, kantor pos, bank,
sarana penukaran uang, internet, wartel,
tempat penjualan pulsa, salon, dll).
Departemen
Kebudayaan
dan
Pariwisata Indonesia sebelumnya telah
menetapkan program yang disebut dengan
Sapta Pesona. Sapta Pesona mencakup 7
aspek yang harus diterapkan untuk
memberikan pelayanan yang baik serta
menjaga keindahan dan kelestarian alam dan
budaya di daerah kita. Program Sapta Pesona
ini mendapat dukungan dari UNESCO
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian
ini adalah :
1. Sinergi antara ekonomi kreatif dengan
sektor wisata merupakan sebuah model
pengembangan ekonomi yang cukup
potensial untuk dikembangkan di Indonesia
2. Menciptakan outlet produk-prouk kreatif di
lokasi yang strategsi dan dekat dengan
lokasi wisata. Outlet tersebut dapat berupa
counter atau sentra kerajinan yang dapat
dikemas dalam paket-paket wisata. Pada
sentra kerajinan wisatawan tidak hanya
sekedar membeli souvenir, tetapi juga
melihat proses pembuatannya dan bahkan
ikut serta dalam proses pembuatan tersebut
(souvenir sebagai memorabilia).
3. Untuk menggerakkan industry keratif dalam
perekonomian dan kepariwisataan perlu
kerjasama dengan instansi terkait dan bisa
berkreatifitas untuk bisa meningkatkan
perekonomian disuatu daerah.
REFERENSI
5. [14] UNESCO (2009). Pamduan Dasar Pelaksanaan
[1] Zainal A. Hasibuan, Metode Penelitian Pada
Ekowisata
Bidang Ilmu Komputer dan Teknologi [15] Warta Ekspor (2009) edisi April 2009,
Informasi. Fakultas Ilmu Komputer Universitas
didownload
dari
Indonesia, Depok, 2007.
http://www.nafed.go.id/docs/warta_ekspor/file/
[2] Barringer, Richard, et.al., (tidak ada tahun).
Warta_Ekspor_2009_04.pdf
“The
Creative
Economy
in
Maine: [16] Yoeti, Oka A. (1985). Pengantar Ilmu
Measurement & Analysis”, The Southern
Pariwisata, Bandung: Angkasa
Maine Review, University of Southern Maine
[17] Yozcu, Özen Kırant dan İçöz, Orhan (2010).
[3] Christopherson, Susan (2004). “Creative
“A Model Proposal on the Use of Creative
Economy Strategies For Small and Medium
Tourism Experiences in Congress Tourism and
Size Cities: Options for New York State”,
the Congress Marketing Mix”, PASOS, Vol.
Quality
Communities
Marketing
and
8(3) Special Issue 2010
Economics Workshop, Albany New York,
April 20, 2004
[4] Departemen Perdagangan Republik Indonesia
(2008). “Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia 2025 : Rencana Pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia 2009 – 2025”
[5] Evans, Graeme L (2009). “From Cultural
Quarters to Creative Clusters – Creative Spaces
in The New City Economy”
[6] Kanazawa City Tourism Association, 2010,
“Trip to Kanazawa, City of Crafts 2010 Dates:
Jan. 1 - March 31, 2010,” accessed on May 12,
2010
from
http://www.kanazawatourism.com/eng/campaign/images/VJY_winte
r.pdf
[7] Ooi, Can-Seng (2006). ”Tourism and the
Creative Economy in Singapore”
[8] Pangestu, Mari Elka (2008). “Pengembangan
Ekonomi
Kreatif
Indonesia
2025”,
disampaikan dalam Konvensi Pengembangan
Ekonomi
Kreatif
2009-2015
yang
diselenggarakan pada Pekan Produk Budaya
Indonesia 2008, JCC, 4 -8 Juni 2008
[9] Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
(RIPP) Purworejo, (1996)
[10] Salman, Duygu (2010). “Rethinking of Cities,
Culture and Tourism within a Creative
Perspective” sebuah editorial dari PASOS, Vol.
8(3) Special Issue 2010-06-16
[11] Sumantra, I Made (tidak ada tahun). ”Peluang
Emas Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif”
[12] Syahra, Rusydi (2000). “Pengelolaan Sumber
Daya Manusia Pendukung Produksi Produk
Kerajinan Sebagai Daya Saing Dalam
Menghadapi Persaingan”, makalah yang
disampaikan
dalam
Seminar
Nasional
Kerajinan 2000, Balai Sidang, Jakarta
[13] UNDP (2008). “Creative Economy Report
2008”