Eksperimen ini bertujuan untuk mengukur panjang gelombang cahaya monokromatik dengan menggunakan cincin interferensi Newton yang terbentuk antara lensa dan keping gelas planparalel. Cincin-cincin gelap dan terang diukur menggunakan teropong geser untuk menghitung selisih jarak cincin dan menentukan panjang gelombang.
1. I. MAKSUD
1. Mengamati dan memahami peristiwa interferensi gelombang cahaya.
2. Menentukan panjang gelombang cahaya monokromatik (bila jari-jari
kelengkungan lensa diketahui) atau mengukur kelengkungan lensa dengan
menggunakan cincin Newton
II. ALAT – ALAT YANG DIGUNAKAN
1. Sumber cahaya monokromatik
2. Celah kalimator sebagai sumber cahaya
3. Lensa plankonveks (L)
4. Keping gelas planparalel (G)
5. Teropong geser yang disertai skala ukur
6. Kaca dengan cermin beserta statipnya
III. TEORI
R
L P
dk
G
Q
Xk
Gambar 1.
Lensa plankonveks L (lihat gambar 1) diletakkan diatas keping gelas planparalel
G, maka diantara L dan G terbentuk lapisan udara. Jika berkas cahaya yang
sejajar dan monokromatik dating tegak lurus pada permukaan yang datar dan
lensa L, maka antara cahaya yang dipantulkan di P dan di Q akan terjadi
interferensi.
2. Interferensi tersebut dapat saling memperkuat (konstruktif) atau saling mematikan
(destruktif). Hal tersebut di atas tergantung pada beda fase dari cahaya-cahaya
yang dipantulkan di P dan di Q. Beda fase ini disebabkan karena adanya selisih
lintasan dari cahaya yang dipantulkan di P dan di Q, juga karena adanya
pembalikan fasa dari cahaya yang dipantulkan di Q.
Interferensi yang konstruktif menghasilkan cincin yang terang, sedangkan
destruktif mjenghasilkan cincin yang gelap. Cincin-cincin yang terbentuk dari
kedua peristiwa ini disebut cincin-cincin Newton. Untuk cincin-cincin yang gelap
harus dipenuhi persamaan :
2 dk= k λ .................................................................................................(1)
Untuk cincin-cincin yang terang harus dipenuhi persamaan :
λ
2 dk = ( 2k + 1 ) ……………………………..................……………... (2)
2
Dengan:
k = 0, 1, 2, 3,…… orde dari cincin dimulai dari titik nol).
dk = tebal lapisan udara pada cincin ke – k
λ = panjang gelombang monokromatik
Bila R adalah jari-jari kelengkungan lensa dan d k << R, maka dengan pendekatan
diperoleh, untuk jari-jari cincin gelap (x) :
d x
=
x 2R
Persamaan (1) dapat dituliskan sebagai berikut :
X k2 = kRλ ………………......................................................…………..(3)
Dengan Xk adalah jari-jari gelap ke-k. Untuk menghitung dengan teliti dapat
dipakai selisih jari-jari cincin ke-k dan cincin yang ke (k + 4), maka didapatkan :
X k2+ 4 − X k2
λ= …………………………........................................…….(4)
4R
Xk dan Xk+4 dapat diukur dan jika R diketahui, maka λ dapat ditentukan,
sebaliknya bila yang diketahui λ1 maka R dapat dihitung.
3. Catatan tambahan :
• Interferensi adalah interaksi antara dua gelombang atau lebih yang
mempengaruhi suatu bagian dalam medium yang sama atau perpaduan dua
gelombang atau lebih yang menghasilkan gelombang baru.
• Pada percobaan ini cahaya yang digunakan adalah cahaya kohern yang
memiliki amplitudo yang tetap serta fasa dan panjang gelombang yang sama.
• Cahaya Monokromatik adalah Cahaya yang hanya memiliki satu panjang
gelombang atau warna saja.
• Cahaya Polykromatik adalah Cahaya yang memiliki banyak panjang
gelombang atau warna.
• Cincin Newton terbentuk karena adanya penyerapan sinar atau akibat
adanya interferensi gelombnag cahaya yang bersifat konstruktif dan destruktif,
dimana interferensi yang bersifat konstruktif membentuk cincin terangbdan
interferensi yang bersifat destruktif menghasilkan cincin gelap, Untuk lebih
spesifik lagi penjelasannya seperti dibawah ini :
Mata
Sinar
R
L P
dk
G
Q
Xk
(a) (b)
Sinar cahaya Natrium yang datang ke titik P kemudian akan diteruskan ke titik Q,
oleh karena adanya selisih udara dk maka akan terjadi interferensi diantara kedua
4. titik tersebut sehingga menciptakan cincin terang ( konstruktif ) dan cincin gelap
( destruktif ). Cincin – cincin tersebut terbentuk karena adanya perbedaan fasa
yang berlawanan diantara titik P dan Q. Seperti yang terlihat pada gambar ( b )
pada titik P berfasa Π ( 180° ) sedangkan pada titik Q berfasa 2Π ( 360° )
sehingga dengan demikian terlihat disini bahwa di titik P mempunyai panjang
gelombang ½ λ dan di titik Q mempunyai panjang gelombang λ. Di titik Q
perbedaan fasa menyebabkan amplitudenya saling mengurangi sehingga tercipta
cincin gelap sedangkan di titik P yang berharga positif membentuk cincin terang.
• Pada percobaan ini tidak dignakan sinar putih ( polykromatis ) karena
pada percobaan ini satu warna saja ( Natrium berwarna merah ) akan
menghasilkan satu cincin apalagi warna putih yang terdiri atas beberapa warna
( me-ji-ku-hi-bi-ni-u ) akan menghasilkan banyak cincin yang akan bertumbuk
sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan karena setiap cincin memiliki jari –
jari yang berbeda – beda.
• Penurunan Nst dan delta alat ukur pada percobaan Cincin Newton :
1 Skala Utama = 0,1 cm
1 putaran = 100 Skala Bantu
1 Skala Utama = 100 Skala Bantu
1 1
Nst = x Skala utama = x 0,1 cm = 0,001 cm
100 100
1
∆= x Nst = 0,0005 cm
2
• Pengamatan yang dilakukan harus tegak lurus karena apabila tidak tegak
lurus cincin yang tertangkap akan buram atau malah tidak akan terbentuk cincin
Newton.
IV. TUGAS PENDAHULUAN (dikumpulkan sebelum praktikum)
1. Buktikan rumus (1) dan (2).
2. Turunkan rumus (3)
5. 3. Jika lapisan udara antara lensa L dan keeping gelas G diganti dengan lapisan
zat cair dengan indeks bias n, bagaimanakah bentuk rumus (2) dan (3) ?
4. Pada pusat 0 (gambar 1) terjadi interferensi yang kontruktif atau destruktif?
Jelaskan!
5. Bagaimanakah bentuk rumus (4) untuk harga kombinasi yang lain misalnya k
dengan (k+3) dan sebagainya.
6. Berapakah panjang gelombang sinar kuning lampu Natrium dan apa
satuannya? (lihat dari tabel)
Jawaban :
1. Rumus 1 : 2 dk = k λ
λ
Rumus 2 : 2 dk = ( 2k + 1 )
2
Untuk gelombang cahaya yang fasanya sama ( interferensi Konstruktif )
2
Xk
Diketahui : λ = λ k R = X k 2 ……………………..(1)
kR
Dari persamaan indeksnya ;
2
X 2
dk = k dk 2 R = X k ………………….…..(2)
2R
Dari persamaan (1) dan (2) didapat persamaan :
λ k R = dk 2 R
2 dk = k λ ( persamaan (1) di modul terbukti )
2
1 X
Diketahui : λ= k
2 R
2 2
1 Xk 2X k
λ= λ=
2 (2k + 1) R (2k + 1) R
2 X k = ( 2k + 1 ) λ R
2
R
X k = ( 2k + 1 ) λ
2
……………………….…..(3)
2
Dari persamaan (3) dan (2) didapat persamaan :
R
( 2k + 1 ) λ = dk 2 R
2
6. λ
2 dk = ( 2k + 1 ) ( persamaan (2) di modul terbukti )
2
2
Xk
2. Rumus 3 : 2 Xk = k R λ ; d k = …………………………..…..(1)
2R
dk X
= k 2 dk = k λ ………………………(2)
Xk 2R
Dari persamaan (1) dan (2) disubstitusikan :
2 2
2( X k ) (X k )
= k λ = k λ Xk = k R λ
2
2R R
( terbukti )
λ λ
3. Rumus 2 : 2 dk = ( 2k + 1 ) 2 n dk = ( 2k + 1 )
2 2
Rumus 3 : X k = k R λ n Xk =kR λ
2 2
4. Pada pusat cincin terjadi interferensi yang konstruktif dan destruktif karena
sinar monokromatik yang dating melalui celah kolimator memiliki fasa sama dan
ada pula fasa yang berlawanan. Cahaya dengan fasa yang sama menghasilkan
interferensi konstruktif dan yang fasanya berlawanan akan menghasilkan
interferensi destruktif.
X k2+ 4 − X k2
5. Diketahui : λ =
4R
Untuk harga kombinasi yang lain misalnya k dengan k + 3 maka bentuk rumus
adalah sebagai berikut :
X k2
; Xk = k Rλ
2
Cincin k ;λ=
kR
X k2+3
; λ= ; X k +3 = ( k+3 ) R λ
2
Cincin ( k+3 )
(k + 3) R
X k +3 - X k = ( k+3 ) R λ - k R λ = k R λ + 3 R λ - k R λ
2 2
X k2+ 3 − X k2
λ=
2 2
Untuk k dengan ( k + 3 ) = X k +3 - X k = 3 R
3R
7. X k2+5 − X k2
λ=
2 2
Untuk k dengan ( k + 5 ) = X k +5 - X k = 3 R
5R
X k2+ n − X k2
λ=
2 2
Untuk k dengan ( k + n ) = X k +n - X k = 3 R
nR
6. Panjang gelombang sinar kuning lampu natrium adalah 5890 Ǻ
5890 Ǻ = 5890 x 10 -10 m = 5,89 10 -7 m
V. PERCOBAAN YANG HARUS DILAKUKAN
Cermin Celah Kolimator
Teropong ukur
Lampu Na
Lensa L
Keping gelas G
Cincin interferensi yang
tampak dari atas lensa
.
Gambar 2.
1. Susunlah alat-alat percobaan seperti pada gambar 2.
2. Nyalakan lampu Natrium yang dipergunakan sebagai sumber cahaya
monokromatis.
3. Aturlah letak lensa dan cermin agar sinar-sinar dating pada permukaan datar
dan lensa L betul-betul tegak lurus.
4. Cari dengan mata adanya cincin Newton yang terjadi antara lensa dan keping
gelas.
5. Lihat bayangan cincin melalui cincin datar
8. 6. Aturlah letak teropong agar dapat digunakan untuk mengamati cincin dengan
jelas.
7. Usahakan agar tengah-tengah daerah ukur teropong berada di pusat cincin-
cincin itu.
8. Pada kedudukan alas yang tetap, geserkan teropong dengan uliran yang
tersedia, sehingga garis silang teropong berimpit dengan tepi kiri cincin paling
kiri akan diamati. Catat kedudukan ini dalam table.
9. Geserkan teropong dengan uliran sehingga garis silang teropong berhimpit
dengan tepi kiri cincin berikutnya, lakukan hal ini untuk cincin berikutnya.
10. Dengan arah pergeseran yang terus ke kanan, amati sekarang tepi kanan dari
cincin yang sama ( saat garis silang teropong telah melewati pusat cincin
Newton ). Catat kedudukan-kedudukan ini.
11. Ulangi lagi pengukuran seperti langkah V.7 sampai V.9 tetapi dimulai dari
tepi kanan cincin. Pengukuran dari kiri ke kanan dipisahkan dari pengukuran
kanan ke kiri. Tanyakan pada asisten, beberapa jumlah cincin gelap yang
harus diamati.
12. Buatlah tabel pengamatan dari perhitungan seperti berikut :
Cincin Tepi Tepi 2Xk Xk Xk2 Xk+42 – Xk2 R
Ke Kiri Kanan
3
7
4
8
5
9
λNatrium =
Kedudukan pusat cincin D =
13. Panjang gelombang lampu Natrium dicari di literatur (tabel).
VI. DATA PENGAMATAN
1. Data Ruang
9. Keadaan Tekanan ( cmHg ) Suhu ( ˚C ) Kelembaban ( % )
Awal Percobaan ( 6,8300 ± 0,0005 ) 10 ( 2,40 ± 0,05 ) 10 ( 6,30 ± 0,05 ) 10
Akhir Percobaan ( 6,8700 ± 0,0005 ) 10 ( 2,50 ± 0,05 ) 10 ( 6,80 ± 0,05 ) 10
2. Data Percobaan
Cincin ke - Tepi Kiri ( cm ) Tepi Kanan ( cm )
3 ( 1,3640 ± 0,0005 ) ( 1,1360 ± 0,0005 )
7 ( 1,8260 ± 0,0005 ) ( 6,364 ± 0,005 ) 10 -1
4 ( 1,6420 ± 0,0005 ) ( 8,830 ± 0,005 ) 10 -1
8 ( 1,8720 ± 0,0005 ) ( 6,790 ± 0,005 ) 10 -1
5 ( 1,7700 ± 0,0005 ) ( 7,480 ± 0,005 ) 10 -1
9 ( 1,8960 ± 0,0005 ) ( 5,980 ± 0,005 ) 10 -1
VII. PENGOLAHAN DATA
Rumus – rumus yang digunakan :
tepikanan + tepikiri ∆tepikanan + ∆tepikiri
Xk = ; ∆X k =
2 2
2 Xk ; ∆2 X k = 2∆X k
∂X k2
; ∆X k = ∆X k = 2 X k ∆X k
2 2
Xk
∂X k
X k +4 − X k
2 2
;
∂ X k +4 − X k
2 2
∂ X k +4 − X k
2 2
∆X 2
k +4 −X 2
k = ∆ k +4 +
X ∆ k
X
∂ k +4
X ∂ k
X
= 2 X k +4 ∆ k +4 + 2 X k ∆ k
X X
X k +4 − X k2
2
∂R ∂R ∂R
R= ; ∆ =∂
R ∆ k +4 +
X ∆ k +
X ∆λ
4λ X k +4 ∂ k
X ∂λ
2 X k +4 2X k
= ∆X k +4 + ∆X k
4λ 4λ
10. R =
∑R ; ∆R =
∑ ∆R
3 3
Perhitungan :
1. Menghitung X k
1,136 +1,364 0,0005 + 0,0005
X3 = =1,25 cm ; ∆X 3 = = 0,0005 cm
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,2500 ± 0,0005 ) cm
0,643 +1,826 0,0005 + 0,0005
X7 = = 1,23 cm ; ∆X 7 = = 0,0005 cm
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,2300 ± 0,0005 ) cm
0,883 +1,642 0,0005 + 0,0005
X4 = = 1,26 cm ; ∆X 4 = = 0,0005 cm
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,2600 ± 0,0005 ) cm
0,679 +1,872 0,0005 + 0,0005
X8 = = 1,28 cm ; ∆X 8 = = 0,0005 cm
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,2800 ± 0,0005 ) cm
0,748 +1,770 0,0005 + 0,0005
X5 = = 1,259 cm ; ∆X 5 = = 0,0005 cm
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,2690 ± 0,0005 ) cm
0,598 +1,890 0,0005 + 0,0005
X9 = =1,244 cm ; ∆X 9 = = 0,0005 cm
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,2440 ± 0,0005 ) cm
2. Menghitung 2 X k
2 X 3 = 2 ( 1,25 )= 2,5 cm ; ∆2 X 3 = 2∆X 3 = 2 0,0005 = 0,001 cm
Angka Pelaporan : ( 2,5000 ± 0,0010 ) cm
2 X 7 = 2 ( 1,23 )= 2,46 cm ; ∆2 X 7 = 2∆X 7 = 2 0,0005 = 0,001 cm
Angka Pelaporan : ( 2,4600 ± 0,0010 ) cm
2 X 4 = 2 ( 1,26 )= 2,52 cm ; ∆2 X 4 = 2∆X 4 = 2 0,0005 = 0,001 cm
11. Angka Pelaporan : ( 2,5200 ± 0,0010 ) cm
2 X 8 = 2 ( 1,28 )= 2,56 cm ; ∆2 X 8 = 2∆X 8 = 2 0,0005 = 0,001 cm
Angka Pelaporan : ( 2,5600 ± 0,0010 ) cm
2 X 5 = 2 ( 1,259 )= 2,518 cm ; ∆2 X 5 = 2∆X 5 = 2 0,0005 = 0,001 cm
Angka Pelaporan : ( 2,5180 ± 0,0010 ) cm
2 X 9 = 2 ( 1,244 )= 2,488 cm ; ∆2 X 9 = 2∆X 9 = 2 0,0005 = 0,001 cm
Angka Pelaporan : ( 2,4880 ± 0,0010 ) cm
2
3. Menghitung X k
X 3 = ( 1,25 )2 = 1,563 cm2 ; ∆X 3 == 2 X 3 ∆X 3 = 2,5 0,0005 = 0,00125 cm2
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,5630 ± 0,0013 ) cm2
X 7 = ( 1,23 )2 = 1,513 cm2 ; ∆X 7 == 2 X 7 ∆X 7 = 2,43 0,0005 = 0,001215
2 2
cm2
Angka Pelaporan : ( 1,5130 ± 0,0012 ) cm2
X 4 = ( 1,26 )2 = 1,588 cm2 ; ∆X 4 = 2 X 4 ∆X 4 = 2,52 0,0005 = 0,00126 cm2
2 2
Angka Pelaporan : ( 1,5880 ± 0,0013 ) cm2
X 8 = ( 1,28 )2 = 1,638 cm2 ; ∆X 82 = 2 X 8 ∆X 8 = 2,56 0,0005 = 0,00128 cm2
2
Angka Pelaporan : ( 1,6380 ± 0,0013 ) cm2
X 4 = ( 1,259 )2 = 1,585 cm2 ; ∆X 5 == 2 X 5 ∆X 5 = 2,518 0,0005 = 0,00125
2 2
cm2
Angka Pelaporan : (1,5850 ± 0,0013 ) cm2
X 9 = ( 1,244 )2 = 1,548 cm2 ; ∆X 9 == 2 X 9 ∆X 9 = 1,244 0,0005 = 0,00112
2 2
cm2
Angka Pelaporan : (1,5480 ± 0,0011 ) cm2
4. Menghitung X k +4 − X k
2 2
X 7 − X 3 = 1,513 −1,563 = 0,05
2 2
cm2
12. ∆ X 7 − X 3 = 2,46 0,0005 + 2,5 0,0005 = 0,000248
2 2
cm2
Angka Pelaporan : (5,00 ± 0,25 ) 10 -2 cm2
X 8 − X 4 = 1,638 −1,588 = 0,05
2 2
cm2
∆ X 8 − X 4 = 2,56 0,0005 + 2,52 0,0005 = 0,000254
2 2
cm2
Angka Pelaporan : (5,00 ± 0,25 ) 10 -2 cm2
X 9 − X 5 = 1,548 −1,584 = 0,037
2 2
cm2
∆ X 9 − X 5 = 2,488 0,0005 + 2,518 0,0005 = 0,002503
2 2
cm2
Angka Pelaporan : (3,70 ± 0,25 ) 10 -2 cm2
5. Menghitung R
0,05
R1 = = 212,22 cm ;
0,0002356
2,46 2,5
∆ 1 =
R 0,0005 + 0,0005 =5,22 +5,306 =10,526
0,0002356 0,0002356
cm
Angka Pelaporan : (2,12 ± 0,11 ) 10 2 cm
0,05
R2 = = 212,22 cm ;
0,0002356
2,56 2,52
∆ 2 =
R 0,0005 + 0,0005 = 5,433 +5,348 =10,781
0,0002356 0,0002356
cm
Angka Pelaporan : (2,12 ± 0,11 ) 10 2 cm
0,037
R3 = = 157,046 cm ;
0,0002356
2, 488 2,518
∆ 3 =
R 0,0005 + 0,0005 = 5,28 +5,343 =10,623
0,0002356 0,0002356
cm
Angka Pelaporan : (1,57 ± 0,11 ) 10 2 cm
13. 5. Menghitung R
R =
∑R = 212,22 + 212,22 + 157,046 = 193,829 cm
3 3
∆∑R 10,526 +10,781 +10,623
∆R = = = 10,6433
3 3
Angka Pelaporan : (1,94 ± 0,11 ) 10 2 cm
VIII. TUGAS AKHIR DAN PERTANYAAN
1. Hitunglah diameter tiap-tiat cincin yang diamati.
2. Hitunglah jari-jari tiap cincin.
3. Ambilah pasangan-pasangan cincin, misalnya cincin ke
k dengan k + 4
k + 1 dengan k + 5
k + 2 dengan k + 6, dst.
Kemudian hitunglah jari-jari lengkung lensa untuk masing-masing
pasangan dengan rumus (4).
4. Hitunglah jari-jari lengkungan lensa rata-rata.
5. Apakah akibatnya bila sinar-sinar dating tidak tegak lurus pada
permukaan datar dari lensa L? Terangkan!
6. Jika pada percobaan ini digunakan sinar putih, apakah yang akan
terjadi? Terangkan!
7. Mengapa cincin ke-0, 1, 2 dan 3 tidak digunakan dalam percobaan ini?
Terangkan!
8. Apa akibatnya bila pengamatan dilakukan dengan menggeser teropong
kearah kiri kemudian kea rah kanan?
Jawaban :
1. Sudah dilakukan di pengolahan data
2. Sudah dilakukan di pengolahan data
3. Sudah dilakukan di pengolahan data
14. 4. Sudah dilakukan di pengolahan data
5. Bila sinar tidak datang tegak lurus pada permukaan datar dari lensa, maka
cahaya yang dipantulkan di P dan Q tidak menghasilkan interferensi. Hal ini
menyebabkan cincin newton kurang dapat terlihat jelas.
6. Jika yang digunakan adalah sinar putih yang merupakan cahaya polykromatik
maka sinar putih tersebut akan menghasilkan beberapa cincin newton yang
akan bertumpuk sehingga pengamatan tidak dapat dilakukan.
7. Terdapat beberapa penyebab cincin 0, 1, dan 2 tidak digunakan, antara lain :
Batas antara gelap dan terang pada cincin tersebut tidak terlalu tajam
( jelas ) terlihat pada cincin 0,1 dan 2 melainkan mengumpul ( bersatu )
sehingga tidak dapat dibedakan gelap terangnya.
Jari – jari cincin tersebut sangat kecil, sehingga tidak dapat dilihat oleh
mata baik melalui teropong maupun langsung dengan mata kita.
Lapisan udara pada cincin tersebut sangat tipis, sehingga beda lintasan
antara 2 sinar yang berinterferensi sangat kecil
8. Bila pengamatan dilakukan dengan menggeser teropong ke arah kiri kemudian
ke arah kanan, maka cincin yang kita amati lebih mudah dilakukan sebab
berurutan.
IX. ANALISA
Setelah melakukan percobaan diatas maka terdapat beberapa hal yang perlu
dianalisa yaitu sebagai berikut :
1. Dari percobaan didapat diameter dari cincin yang relatif sama hanya berselisih
0,06 cm. Hal ini disebabkan ketidaktepatan dalam meletakkan garis silang
teropong karena jarak antar cincin yang cukup dekat. Kesalahan juga disebabkan
karena cincin yang didapat dalam percobaan ini kurang jelas dan berukuran kecil
sehingga sulit melihat dan menentukan letak titik lintasan.
15. 2. Jari – jari masing – masing cincin yang didapat juga relatif sama, perbedaan
hanya sekitar 0,03 cm. Faktor penyebab kesalah ini sama seperti nomor 1.
3. Kesalahan pengamatan juga dapat disebabkan lelahnya mata yang melihat celah
kolimator secara terus menerus.
Cincin 0,1,2 tidak digunakan karena cincin 0,1,2 selisih jaraknya satu
sama lain sangatlah kecil sehingga dianggap berhimpit dengan cincin 3,
sedangkan cincin ke 6 berhimpit dengan cincin ke 7
Jari jari kelengkungan lensa yang didapatkan sangatlah besar sangat tidak
sebanding dengan jari jari kelengkungan lensa seperti yang terlihat sebenarnya.
Itu karena yang diukur bukan jari jari kelengkungan lensa yang sebenarnya, akan
tetapi merupakan pembiasannya.
X. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan diatas maka terdapat beberapa hal yang dapat
disimpulkan yaitu sebagai berikut :
1. Interferensi merupakan peristiwa penggabungan dua gelombang atau
lebih yang menghasilkan gelombang baru.
2. Cahaya yang dapat mengalami interferensi adalah cahaya kohern,
yaitu cahaya yang memiliki beda fasa, frekuensi dan amplitudo yang tetap.
3. Pada percobaan ini, cincin akan terlihat apabila cahaya natrium
sebagai sumber cahaya, cermin, teropong dan lensa dalam posisi tegak lurus.
4. Cincin gelap terbentuk karena interferensi destruktif ( saling
menghilangkan ) sedangkan cincin terang terbentuk karena interferensi
konstruktif ( saling menguatkan ).
16. 5. Cahaya monokromatik adalah cahaya yang memiliki hanya satu
panjang gelombang atau warna saja sedangkan polykromatik adalah cahaya yang
memiliki banyak panjang gelombang atau warna.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Team. 2004. Modul Praktikum Fisika Dasar. Bandung : Laboratorium Fisika
Dasar – ITENAS.
Tyler. A Laboratory manual of Physics. Erward Arnold, 1967.