Makalah ini membahas sejarah kodifikasi Al-Quran mulai dari zaman Nabi Muhammad SAW hingga Khalifah Usman bin Affan. Pada zaman Nabi, Al-Quran ditulis dan dihafal oleh para sahabat. Di bawah Abu Bakar, Zaid bin Tsabit mengumpulkan naskah Al-Quran. Di bawah Umar, Al-Quran disebarkan ke wilayah baru. Di bawah Usman, Al-Quran disatukan dan disalin untuk mencegah perbedaan
1. BAB 1
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia. Di dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang tersurat
maupun tersirat.
Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca,
memahami dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang
mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu
menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang
kekal abadi. Mushaf Al Quran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui
perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang
silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu
jaminan atas keotentikan Al Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub
dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-
Dzikr (Al Quran), dan kamilah yang akan menjaganya".
B. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita
tentang sejarah kodifikasi Al-Quran.
1
2. C. Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui sejarah kodifikasi
Al Quran mulai dari Jaman Rasulullah Saw sampai Jaman Khalifah Usman Bin `Affan.
2
3. BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Kodifikasi Al-Quran
A. Al-Quran Pada Jaman Rasulullah Saw
Pengumpulan Al Quran pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara:
Pertama : Al Jam'u Fis Sudur Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali
Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan
mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan
nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan
dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.
Kedua : Al Jam'u Fis Suthur Yaitu wahyu turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau
berumur 40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu
terus menerus turun selama kurun waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah.
SAW setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya kepada para
sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari
melarang para sahabat untuk menulis hadishadis beliau karena khawatir akan
bercampur dengan Al Quran. Rasul SAW bersabda "Janganlah kalian menulis
sesuatu dariku kecuali Al Quran, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al
Quran maka hendaklah ia menghapusnya " (Hadis dikeluarkan oleh Muslim (pada
Bab Zuhud hal 8) dan Ahmad (hal 1).
Biasanya sahabat menuliskan Al Quran pada media yang terdapat pada waktu itu
berupa ar-Riqa' (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang),
al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al Quran waktu itu
3
4. mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa penulisan Al Quran telah
terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-
Hakim dengan sanadnya yang bersambung pada Anas r.a., ia berkata: "Suatu saat kita
bersama Rasulullah s.a.w. dan kita menulis Al Quran (mengumpulkan) pada kulit
binatang ".
Dari kebiasaan menulis Al Quran ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah
(manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, diantaranya yang terkenal
adalah: Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan
Salin bin Ma'qal.
Adapun hal-hal yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al
Quran pada waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al Quran ke
wilayah musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah kalian membawa catatan Al
Quran kewilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al
Quran tersebut jatuh ke tangan mereka".
Kisah masuk islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam
bukubukus sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang
bernama Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip) Al
Quran kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang
menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk islam. Sepanjang hidup
Rasulullah s.a.w Al Quran selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu karena Al
Quran diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.
4
5. B. Al-Quran Pada Zaman Khalifah Abu Bakar As Sidq
Sepeninggal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah
catatan (manuskrip) Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah
Jam'ul Quran yaitu pengumpulan naskahnaskah atau manuskrip Al Quran yang susunan
surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin
nuzul).
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang
melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al Quran yang terjadi pada masa Abu
Bakar yaitu Atsar yang diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a. yang berbunyi: "Suatu ketika
Abu bakar menemuiku untuk menceritakan perihal korban pada perang Yamamah ,
ternyata Umar juga bersamanya. Abu Bakar berkata :" Umar menghadap kapadaku dan
mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya
dari kalangan para penghafal Al Quran, aku khawatir kejadian serupa akan menimpa para
penghafal Al Quran di beberapa tempat sehingga suatu saat tidak akan ada lagi sahabat
yang hafal Al Quran, menurutku sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan
untuk mengumpul-kan Al Quran, lalu aku berkata kepada Umar : " bagaimana mungkin
kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah s. a. w. ?" Umar
menjawab: "Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan".
Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah
melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk mengumpulkan Al Quran.
Zaid berkata: Abu bakar berkata kepadaku : "engkau adalah seorang pemuda yang
cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu (Al Quran)
5
6. untuk Rasulullah s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah Al Quran lalu
kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf".
Zaid berkata : "Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk
memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku
untuk mengumpulkan Al Quran. Kemudian aku teliti Al Quran dan mengumpulkannya
dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat yang lain).
Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu Bakar,
peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh khalifah
sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan oleh putrinya dan
sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama Hafsah binti Umar r.a.
Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh
terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al Quran
menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al
Quran dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas peristiwa
yang bersejarah ini dengan mengatakan : " Orang yang paling berjasa terhadap Mushaf
adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah yang pertama kali
mengumpulkan Al Quran, selain itu juga Abu bakarlah yang pertama kali menyebut Al
Quran sebagai Mushaf).
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al Quran sebagai
Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma'qil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu :
"Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al Quran
yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF" dari perkataan salim inilah Abu
bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al Quran yang telah
6
7. dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang mulya). Dalam Al
Quran sendiri kata Suhuf (naskah ; jama'nya Sahaif) tersebut 8 kali, salah satunya adalah
firman Allah QS. Al Bayyinah (98):2 " Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang
membacakan beberapa lembaran suci. (Al Quran)"
C. Al-Quran Pada Jaman Khalifah Umar Bin Khatab
Tidak ada perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al Quran yang
dilakukan oleh khalifah kedua ini selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah
pertama yaitu mengemban misi untuk menyebarkan islam dan mensosialisasikan sumber
utama ajarannya yaitu Al Quran pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang
berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredibilitas serta kapasitas ke-Al-
Quranan-nya bisa dipertanggungjawabkan. Diantaranya adalah Muadz bin Jabal, `Ubadah
bin Shamith dan Abu Darda'.
D. Al-Quran Pada Jaman Khalifah Usman Bin `Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin 'Affan terjadi perluasan wilayah islam di luar
Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja
('Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. alah satu dampaknya
adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab.
Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang
juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin al-yaman.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang
pada waktu itu memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria)
7
8. mendapa misi untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq
menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi dimana
terdapat perbedaan bacaan Al Quran yang mengarah kepada perselisihan.
Ia berkata : "wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara
bacaan Al Quran, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga menyerupai
kaum yahudi dan nasrani ".
Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk
disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para
sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin al'Ash, Abdurrahman
bin al- Haris dan lain-lain.
Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf Al Quran ini terjadi pada tahun 25 H,
Usman berpesan apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat
bahasa suku Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka. Setelah
panitia selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah.
Selanjutnya Usman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan
manuskrip Al Quran selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf. Mushaf
hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam
dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia simpan di Madinah yang
belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam.
Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam
perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari
dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa
mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk
8
9. Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm alAnbath tanpa harakat
atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf).
E. Tanda Yang Mempermudah Membaca Al-Quran
Sampai sekarang, setidaknya masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah
salinan mushaf hasil panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah
Usman bin Affan. Mushaf pertama ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan
Khat Kufy.
Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di
perpustakaan Pitsgard (sekarang St.PitersBurg) dan umat islam dilarang untuk
melihatnya.
Pada tahun yang sama setelah kemenangan komunis di Rusia, Lenin
memerintahkan untuk memindahkan Mushaf tersebut ke kota Opa sampai tahun 1923 M.
Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para anggotanya meminta kepada
parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi ketempat asalnya yaitu di Tasyqand
(Uzbekistan, negara di bagian asia tengah), Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy
di kota Kairo mesir dan Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki.
Umat islam tetap mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya. Sampai
suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia yang terdiri
dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga memberikan inspirasi
kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu
yang bernama Abul- Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I'rab) yang
berupa tanda titik.
9
10. Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan
membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy
membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad adDualy
menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah
pada kata "Warasuulihi" yang seharusnya dibaca "Warasuuluhu" yang terdapat pada QS.
At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna.
Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah
untuk menandai fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk
menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya
yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal
seperti "adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai
Idgham seperti "ghafurrur rahim".
Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik untuk membedakan huruf-huruf
yang sama karakternya (nuqathu hart) adalah Nasr bin Ashim (W. 89 H) atas permintaan
Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Daulah Umayyah
(40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kasrah, Dhammah,
Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang adalah al-Khalil bin Ahmad al-
Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H.
Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad
untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al Quran khususnya
bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam,
Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai
pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti
10
11. membaca),ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah
yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain.
Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al Quran adalah Tajzi' yaitu tanda
pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan
penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi
yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz dan Juz itu sendiri.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Quran disalin dan diperbanyak dari mushaf
utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M.
Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan)
dicetaklah Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M.
Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak
ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al Quran. Mushaf Al
Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi
Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.
Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada tahun 1828,
Persia Iran tahun 1838 dan Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis
Jerman , Fluegel, menerbitkan Al Quran yang dilengkapi dengan pedoman yang amat
bermanfaat. Sayangnya, terbitan Al Quran yang dikenal dengan edisi Fluegel ini ternyata
mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai dengan sistem
yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan Al Quran
dilakukan umat islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para
Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak. Cetakan Al Quran yang banyak
11
12. dipergunakan di dunia islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan
edisi Raja Fuad karena dialah yang memprakarsainya.
Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan pertama kali
diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk
pertama kalinya Al Quran dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan
memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa
seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.
12
13. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia.
Sejarah Kodifikasi Al-Quran dimulai pada jaman Rasulullah Saw. Pengumpulan
Al Quran pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara. Lalu Al-Quran pada
jaman Khalifah Abu Bakar As Sidq.
Sepeninggal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah
catatan (manuskrip) Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah
Jam'ul Quran yaitu pengumpulan naskahnaskah atau manuskrip Al Quran yang susunan
surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin
nuzul). Kemudian Al-Quran pada jaman Khalifah Umar Bin Khatab, lalu-Quran Pada
Jaman Khalifah Usman Bin `Affan.
Tanda Yang Mempermudah Membaca Al-Quran. Sampai sekarang, setidaknya
masih ada empat mushaf yang disinyalir adalah salinan mushaf hasil panitia yang
diketuai oleh Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf pertama
ditemukan di kota Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy.
B. Saran
Demikianlah pembahasan tentang sejarah kodifikasi Al-Quran yang dapat kami
kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga dapat dimengerti kata-katanya
13
14. sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masa yang akan datang, kami meminta
maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya, semoga para pembaca,
pendengar dan guru pembimbing dapat memberikan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun, demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya. Wassalamu’alaiku
wr.wrb.
14