SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 12
ANALISIS MISKONSEPSI BK DAN PERAN GURU DALAM
MENGATASINYA
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Bimbingan dan konseling yang diampu oleh Ibu
Muslikah,S.Pd
Disusun Oleh:
1.Yogi Prabowo (4201411081)
2.Riska Lebdiana (4201411123)
3.Mirawati (4201411132)
4.Ragil Meita Alfathy (4201411141)
Rombel: 21
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
ANALISIS MISKONSEPSI BK DAN PERAN GURU DALAM MENGATASINYA
Bidang bimbingan dan konseling yang ada selama ini telah banyak digeluti oleh
berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Sebagian besar diantara mereka
tidak memiliki latar belakang pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Di samping itu,
literatur yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek
bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu
juga masih sangat terbatas.
Melihat hal tersebut diatas, maka tak heran bila dalam kenyataannya masih banyak
terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling.
Beberapa Miskonsepsi BK di Sekolah
Menurut Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan
konseling” (1994) memaparkan 15 kesalahpahaman (Miskonsepsi) yang sering dijumpai
dilapangan, yaitu :
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah
identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah
implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai
pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting
bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan
bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan
bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-
hari.
Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari
pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan
tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran
dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh
perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas
dan berbeda.
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan
psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan
dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan
konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya. Kendati demikian,
pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama, dokter dan psikiater bekerja
dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat)
namun sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau
psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara
bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara
konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi
perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas
bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang
bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya
bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan
responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara
spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis
dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan
konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan,
pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan).
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang
bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan
konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All).
Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai
bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang
mengalami masalah.Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan
orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya.Jika seseorang
mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter
untuk penyembuhannya.Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling
yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk
menyatakan seseorang tidak normal.Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan
dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang
ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli.Namun seringkali justru konselor
mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang
muncul.Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas,
pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan
tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk
kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali
masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata
masalah itu sangat kompleks dan berat.Begitu pula sebaliknya, suatu masalah
dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan
saja.Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha
untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor
sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor
seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian,
bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah. Dengan kekuatan inti bimbingan
dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan
berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-
apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa sehingga siapa pun yang berhubungan
dengan bimbingan dan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi
harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian
nasihat.Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya
bimbingan dan konseling.Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh
kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau
petugas lain.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan
proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Di sekolah
misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu
sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan pihak-pihak lain; terkait
pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya.
Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu
mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah siswa guru
pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”,
artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau
tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya
pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif.
Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat
penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara
langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan
konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata
ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat
usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka
hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama
sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja..
Benarkah pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?
Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”.Jawaban ”benar”, jika bimbingan
dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara
amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti
filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara
profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa
pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan
dan konseling.Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup
lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien.
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan
dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara
pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi,
untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang
tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya
berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.Pada
dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat
masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling,
dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi.
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada
diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan
digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah
sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau
bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh
sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu
sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan
selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien
dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan
itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu
adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti
makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan
konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa
tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya
untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan
dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
Timbulnya Miskonsepsi BK di Sekolah
Timbul pertanyaan kita bersama, mengapa kesalahpahaman ini terjadi? Ada beberapa
penyebabnya yakni;
1. Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena bidang BK masih tergolong
baru dan merupakan produk impor sehingga menyebabkan para pelaksanaannya
dilapangan belum terlalu mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno: Dasar-dasar
bimbingan dan konseling, 2004).
2. Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang
tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-
hal sebagai berikut :
a. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus
pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah.
Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan
keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan
berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan
di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
b. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka
Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat
yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah
mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung
tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun
1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi
sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam
mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK
Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah.
c. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di
mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh
siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan
kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang
kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini
jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi
Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid
Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga
ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing,
orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya,
bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas
arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut
mengakibatkan:
Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan
tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi
tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah
satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dan sebagainya.
3. Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari tamatan BK itu sendiri
yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan
juga pelaksanaan yang belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program
yang akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun semesteran,
walaupun dia dari tamatan BK itu sendiri.
4. Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan Konseling itu sendiri, di
Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan BP, BK, dan konseling, dan ini
juga mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas
BK dilapangan.
Padahal Istilah “konseling” sebagai pengganti “bimbingan dan konseling” semakin
menguat sejak digunakan istilah Konselor dalam UU No. 20/2003 tentang SPN, secara resmi
istilah konseling telah digunakan dalam permendiknas no.22/2006 tentang Standarisasi Untuk
Satuan Dasar Dan Menengah, Rumusan tentang Istilah “Bimbingan dan Konseling” dan
istilah Konseling dapat dilihat sebagai berikut dalam SK Mendiknas no. 25/1995;
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk memperkuat status
BK di indonesia tentang istilah dan pelaksanaan BK, akan tetapi tetap saja belum semaksimal
mungkin pelaksanaan BK dengan semestinya, ini sangat memprihatinkan sekali, padahal
Guru BK bermanfaat sekali bagi perkembangan anak disekolah untuk menjadi lebih bagi.
Pemecahan masalah Miskonsepsi BK di Sekolah
Apabila diabaikan, kesalahpahaman ini akan terus berlanjut sehingga menimbulkan
penilaian yang negatif dari masyarakat terhadap BK. Selain itu pandangan mereka pun
terhadap BK menjadi kabur. Untuk itu banyak yang harus dilakukan untuk permasalahan ini,
agar adanya meningkatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdaya guna. Mari kita
bangun kerjasama yang baik dalam satu tujuan yang sama yaitu menjadikan anak didik kita
menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara. Menciptakan kerjasama yang baik
dengan pihak-pihak tertentu sangatlah tidak mudah, perlu adanya kerja keras dari Guru
pembimbing.Untuk itu perlu adanya langkah-langkah penguatan dan penegasan peran serta
identitas profesi. Langkah-langkah untuk penguatan dan penegasan peran serta identitas
profesi tersebut adalah :
Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidukan
sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan peran bimbingan dan konseling
di sekolah. Tugas atau peran kepala sekolah dalam hal ini :
1. Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama di dalam
menentukan keefektifan program. Kepala Sekolah harus dapat memahami dengan baik
profesi Bimbingan dan konseling akan :
a. Memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara komunikasi yang teratur
dalam berbagai bentuk.
b. Memahami dan merumuskan peran konseling
c. Menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja
2. Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan Masih ada konselor di sekolah yang
diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengrus hal-hal yang tidak relevan dengan
Bimbingan dan Konseling seperti petugas piket, bagian tata tertib sekolah , wali kelas dan
sebagainyanya. Tugas-tugas ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan dan tidak
akan menjadikan Bimbingan dan Konseling dapat dilaksanakan secara professional.
Contoh : seorang pembimbing di tugas kan sebagai guru piket, pada saat dia piket ada
seorang siswa yang terlambat dan menurut aturan bahwa siswa yang terlambat harus di
hukum dahulu oleh guru piket baru boleh masuk kelas. Tidak kah hal ini akan
menjadikan fungsi Bimbingan dan konseling menjadi kabur.Dimana seorang guru
pembimbing di tuntut untuk menghindari sikap menghukum siswa,namun karena sebagai
guru piket,dia harus menjalani tugasnya sebagai guru piket.
3. Membangun standar supervisi akibat tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk
melakukan supervisi Bimbingan dan Konseling membuat layanan tersebut terhambat dan
tidak efektif. Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami dan tidak
berlatar belakang disamakan dengan perlakuan supervise guru bidang studi. Akibatnya
balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substanstif tentang
kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal tekhnis administratif. Supervisi
Bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya membina ketrampilan
professional konselor seperti : Memahirkan ketrampilan konseling, belajar bagaimana
menangani kesulitan siswa, mempraktekkan kode etik profesi, mengembangkan program
komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-
fungsi yang relevan.
4. Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan yang berlangsung di sekolah
sehingga pelayanan pengajaran, latihan, bimbingan dan konseling merupakan suatu
kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
5. Menyediakan prasarana, tenaga dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya melakukan
pengawasan dan pembinaan terahdap perencanaan dan pelaksanaan program penilaian
dan tindak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
6. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
7. Memfasilitasi guru BK untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya melalui
berbagai kegiatan pengembangan profesi.
8. Menyediakan fasilitas, kesemptan, dan dukungan dalam kepengawasan yang dilakukan
oleh pengawas sekolah di bidang bimbingan dan konseling.
Peran Guru Bimbingan dan Konseling
1. Mengikuti sosialisasi tentang fungsi dan tujuan Bimbingan dan konseling. Banyak cara
untuk melakukan sosialisasi ini. Diantaranya mengikuti Seminar-seminar pendidikan
yang diselenggarakan oleh ABKIN untuk semua guru bidang studi. Selalu berbicara
dalam rapat atau musyawarah yang diadakan di sekolah sendiri. Bertukar pikiran dengan
teman-teman guru di sekolah dan sambil menjelaskan fungsi dan kedudukan Bimbingan
dan konseling sebenarnya.
2. Meningkatkan kinerja guru pembimbing sendiri. Banyak yang bisa kita lakukan sebagai
guru pembimbing untuk meningkatkan kinerja kita.
3. Guru BK harus mengetahui prinsip-prinsip, asas-asas, dan tujuan mereka, agar mereka
tidak lagi di anggap sebagai polisi sekolah dan mampu menghilangkan kekeliruan yang
terjadi selama ini dengan lebih intensif lagi berkomunikasi dengan para siswanya dan
mengikuti semua bentuk kegiatan yang marak di kalangan siswa sekarang. Seperti
penggunaan facebook. Sehingga guru BK bisa memanfaatkan media tersebut untuk lebih
mendekatkan diri dengan siswanya, agar dapat mengubah citra yang buruk menjadi
pribadi yang menyenangkan.
Peran Guru Mata Pelajaran
Di sekolah tugas dan tanggung jawab guru yang utama adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran siswa. Walaupun demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas denagn kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Peran dan kontribusi guru mata pelajaran
tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan bimbingan dan
konseling. Sehingga peran guru mapel di sini, meliputi:
1. Membantu memasarkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
2. Membantu guru BK mengidentifikasikan siswa-siswa yang memerlukan pelayanan
bimbingan dan konseling.
3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada
guru BK.
4. Menerima siswa alih tangan yang memerlukan pelayanan pengajaran atau latihan khusus
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru dengan murid, murid dengan
murid yang menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa yang memerlukan layanan untuk
mengikuti layanan atau kegiatan yang di maksud.
7. Berpartisipasikhusus dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti
konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan
bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan konnseling, wali kelas
berperan:
1. Membantu guru BK melaksanakan tugas-tugasnya khususnya di kelas yang menjadi
tanggung jawabnya.
2. Membantu guru mapel melaksanakan perannya dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Membantu untuk memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa di kelasnya untuk
mengikuti layanan bimbingan dan konseling.
4. Berpartisipasi aktiv dalam kegiatan khusus bimbingan koonseling.
5. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling pada
guru BK.
6. Peran kepala sekolah, guru, walikelas dalam peningkatan peranan bimbingan dan
konseling.
7. Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari
pelayanan berbagai pihak di sekolah. Selain guru BK sebagai pelaksana layanan
bimbingan dan konseling, penyelenggaraan bimbingan konselinhg juga perlu melibatkan
kepala sekolah, guru mata pelajaran, walikelas.

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17
Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17
Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17Andik Treis Tianto
 
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan KonesingPengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan KonesingDeniganteng93
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasaraudiasls
 
Jenis-jenis masalah siswa di sekolah menengah
Jenis-jenis masalah siswa di sekolah menengahJenis-jenis masalah siswa di sekolah menengah
Jenis-jenis masalah siswa di sekolah menengahMawar Defi Anggraini
 
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan EvaluasiPerbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasialvinnoor
 
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)vina serevina
 
Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)
Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)
Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)M. Jainuri, S.Pd., M.Pd
 
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)M Abdul Aziz
 
Konsep Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolah
Konsep Bimbingan dan Konseling Belajar di SekolahKonsep Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolah
Konsep Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolahyayuzuliantini25
 
Psikologi pendidikan tentang bakat
Psikologi pendidikan tentang bakatPsikologi pendidikan tentang bakat
Psikologi pendidikan tentang bakatReddy Prayudie
 
Psikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndikePsikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndikeHilmawanAan
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitianEndah Aibara
 
7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bk7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bkkomisariatimmbpp
 

La actualidad más candente (20)

Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17
Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17
Perbandingan bimbingan dan konseling pola 17
 
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan KonesingPengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
 
Etika konseling
Etika konselingEtika konseling
Etika konseling
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasar
 
Jenis-jenis masalah siswa di sekolah menengah
Jenis-jenis masalah siswa di sekolah menengahJenis-jenis masalah siswa di sekolah menengah
Jenis-jenis masalah siswa di sekolah menengah
 
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan EvaluasiPerbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
 
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
 
AUM PTSDL
AUM PTSDLAUM PTSDL
AUM PTSDL
 
CONTOH RPL POP
CONTOH RPL POPCONTOH RPL POP
CONTOH RPL POP
 
Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)
Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)
Statistika parametrik_teknik analisis komparasi (uji-t)
 
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
 
BK PRIBADI SOSIAL
BK PRIBADI SOSIALBK PRIBADI SOSIAL
BK PRIBADI SOSIAL
 
Soal bimbingan konseling
Soal bimbingan konselingSoal bimbingan konseling
Soal bimbingan konseling
 
Konsep Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolah
Konsep Bimbingan dan Konseling Belajar di SekolahKonsep Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolah
Konsep Bimbingan dan Konseling Belajar di Sekolah
 
Psikologi pendidikan tentang bakat
Psikologi pendidikan tentang bakatPsikologi pendidikan tentang bakat
Psikologi pendidikan tentang bakat
 
Psikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndikePsikologi belajar thorndike
Psikologi belajar thorndike
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
BK dan Layanan Peminatan
BK dan Layanan PeminatanBK dan Layanan Peminatan
BK dan Layanan Peminatan
 
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
 
7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bk7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bk
 

Similar a Analisis Miskonsepsi BK dan Peran Guru

Pengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolah
Pengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolahPengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolah
Pengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolahNurul Khotimah
 
Problematika yang terjadi di dalam praktek BK
Problematika yang terjadi di dalam praktek BKProblematika yang terjadi di dalam praktek BK
Problematika yang terjadi di dalam praktek BKLateph 'unieq
 
makalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingmakalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingSanti Susanti
 
Resume bimbingan dan konseling 3
Resume bimbingan dan konseling 3Resume bimbingan dan konseling 3
Resume bimbingan dan konseling 3Ricky Ramadhan
 
Latar belakang perlunya bk syatria adymas pranajaya
Latar belakang perlunya bk   syatria adymas pranajayaLatar belakang perlunya bk   syatria adymas pranajaya
Latar belakang perlunya bk syatria adymas pranajayaAdymaz
 
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling syatria adymas pranajaya
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling   syatria adymas pranajayaPengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling   syatria adymas pranajaya
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling syatria adymas pranajayaAdymaz
 
pembelajaan berbasis bimbingan
pembelajaan berbasis bimbinganpembelajaan berbasis bimbingan
pembelajaan berbasis bimbinganBijak3
 
Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]
Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]
Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]HERI YANTO
 
Kemahiran asas kaunseling
Kemahiran asas kaunselingKemahiran asas kaunseling
Kemahiran asas kaunselingrosdimahiza
 

Similar a Analisis Miskonsepsi BK dan Peran Guru (20)

Pengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolah
Pengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolahPengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolah
Pengertian, Tujuan dan fungsi bimbingan konseling di sekolah
 
Problematika yang terjadi di dalam praktek BK
Problematika yang terjadi di dalam praktek BKProblematika yang terjadi di dalam praktek BK
Problematika yang terjadi di dalam praktek BK
 
makalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingmakalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konseling
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bimbingan Konseling.pptx
Bimbingan Konseling.pptxBimbingan Konseling.pptx
Bimbingan Konseling.pptx
 
Resume bimbingan dan konseling 3
Resume bimbingan dan konseling 3Resume bimbingan dan konseling 3
Resume bimbingan dan konseling 3
 
Modul bk
Modul bkModul bk
Modul bk
 
Modul bk
Modul bkModul bk
Modul bk
 
PPT EDU.pdf
PPT EDU.pdfPPT EDU.pdf
PPT EDU.pdf
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konseling
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konseling
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konseling
 
Bimbingan Konseling
Bimbingan KonselingBimbingan Konseling
Bimbingan Konseling
 
Latar belakang perlunya bk syatria adymas pranajaya
Latar belakang perlunya bk   syatria adymas pranajayaLatar belakang perlunya bk   syatria adymas pranajaya
Latar belakang perlunya bk syatria adymas pranajaya
 
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling syatria adymas pranajaya
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling   syatria adymas pranajayaPengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling   syatria adymas pranajaya
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling syatria adymas pranajaya
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konseling
 
pembelajaan berbasis bimbingan
pembelajaan berbasis bimbinganpembelajaan berbasis bimbingan
pembelajaan berbasis bimbingan
 
Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]
Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]
Bimbingan dan konseling_diperbaiki_lagi_ya[1]
 
Pastoral care
Pastoral carePastoral care
Pastoral care
 
Kemahiran asas kaunseling
Kemahiran asas kaunselingKemahiran asas kaunseling
Kemahiran asas kaunseling
 

Analisis Miskonsepsi BK dan Peran Guru

  • 1. ANALISIS MISKONSEPSI BK DAN PERAN GURU DALAM MENGATASINYA Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Bimbingan dan konseling yang diampu oleh Ibu Muslikah,S.Pd Disusun Oleh: 1.Yogi Prabowo (4201411081) 2.Riska Lebdiana (4201411123) 3.Mirawati (4201411132) 4.Ragil Meita Alfathy (4201411141) Rombel: 21 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013
  • 2. ANALISIS MISKONSEPSI BK DAN PERAN GURU DALAM MENGATASINYA Bidang bimbingan dan konseling yang ada selama ini telah banyak digeluti oleh berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Sebagian besar diantara mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Di samping itu, literatur yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu juga masih sangat terbatas. Melihat hal tersebut diatas, maka tak heran bila dalam kenyataannya masih banyak terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling. Beberapa Miskonsepsi BK di Sekolah Menurut Prof.Dr.H.Prayitno,M.Sc.Ed dalam bukunya “Dasar-dasar Bimbingan dan konseling” (1994) memaparkan 15 kesalahpahaman (Miskonsepsi) yang sering dijumpai dilapangan, yaitu : 1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari- hari. Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda. 2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
  • 3. Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya. Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama, dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas bimbingan dan konseling. 3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental. Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu. Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan). 4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja. Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia. 5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”. Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami masalah.Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya.Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter
  • 4. untuk penyembuhannya.Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal.Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal). 6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja. Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli.Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul.Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya. 7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan. Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat.Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja.Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten 8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”. Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah. Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa- apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. 9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
  • 5. Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat.Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. 10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain. Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri. Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan pihak-pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli. 11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif. Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali. 12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja.. Benarkah pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”.Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti
  • 6. filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi. 13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien. Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan sarana yang tersedia. 14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi. Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan. 15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat. Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan
  • 7. konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter. Timbulnya Miskonsepsi BK di Sekolah Timbul pertanyaan kita bersama, mengapa kesalahpahaman ini terjadi? Ada beberapa penyebabnya yakni; 1. Kesalahpahaman-kesalahpahaman diatas diakibatkan karena bidang BK masih tergolong baru dan merupakan produk impor sehingga menyebabkan para pelaksanaannya dilapangan belum terlalu mengetahui BK secara menyeluruh (Prayitno: Dasar-dasar bimbingan dan konseling, 2004). 2. Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal- hal sebagai berikut : a. Belum adanya hukum Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dann Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya. b. Semangat luar biasa untuk melaksanakan BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi
  • 8. sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. c. Belum ada aturan main yang jelas Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan: Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dan sebagainya. 3. Penyebabnya dari konselor itu sendiri. Banyak yang bukan dari tamatan BK itu sendiri yang menjadi pelaksanan BK, sehingga tidak efesiennya pelaksanaan BK dilapangan, dan juga pelaksanaan yang belum efesin dari guru BK itu sendiri, tidak jelasnya program yang akan dijalankan, baik program harian, mingguan, bulanan maupun semesteran, walaupun dia dari tamatan BK itu sendiri. 4. Masih belum disepakatinya penggunaan istilah Bimbingan dan Konseling itu sendiri, di Indonesia masih ada yang menggunakan istilah pelayanan BP, BK, dan konseling, dan ini juga mempengaruhi persepsi masyarakat tentang pelayanan yang dilakukan oleh petugas BK dilapangan. Padahal Istilah “konseling” sebagai pengganti “bimbingan dan konseling” semakin menguat sejak digunakan istilah Konselor dalam UU No. 20/2003 tentang SPN, secara resmi istilah konseling telah digunakan dalam permendiknas no.22/2006 tentang Standarisasi Untuk
  • 9. Satuan Dasar Dan Menengah, Rumusan tentang Istilah “Bimbingan dan Konseling” dan istilah Konseling dapat dilihat sebagai berikut dalam SK Mendiknas no. 25/1995; Walaupun pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru untuk memperkuat status BK di indonesia tentang istilah dan pelaksanaan BK, akan tetapi tetap saja belum semaksimal mungkin pelaksanaan BK dengan semestinya, ini sangat memprihatinkan sekali, padahal Guru BK bermanfaat sekali bagi perkembangan anak disekolah untuk menjadi lebih bagi. Pemecahan masalah Miskonsepsi BK di Sekolah Apabila diabaikan, kesalahpahaman ini akan terus berlanjut sehingga menimbulkan penilaian yang negatif dari masyarakat terhadap BK. Selain itu pandangan mereka pun terhadap BK menjadi kabur. Untuk itu banyak yang harus dilakukan untuk permasalahan ini, agar adanya meningkatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdaya guna. Mari kita bangun kerjasama yang baik dalam satu tujuan yang sama yaitu menjadikan anak didik kita menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara. Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak tertentu sangatlah tidak mudah, perlu adanya kerja keras dari Guru pembimbing.Untuk itu perlu adanya langkah-langkah penguatan dan penegasan peran serta identitas profesi. Langkah-langkah untuk penguatan dan penegasan peran serta identitas profesi tersebut adalah : Peran Kepala Sekolah Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidukan sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan peran bimbingan dan konseling di sekolah. Tugas atau peran kepala sekolah dalam hal ini : 1. Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama di dalam menentukan keefektifan program. Kepala Sekolah harus dapat memahami dengan baik profesi Bimbingan dan konseling akan : a. Memberikan kepercayaan kepada konselor dan memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk. b. Memahami dan merumuskan peran konseling c. Menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja 2. Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan Masih ada konselor di sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengrus hal-hal yang tidak relevan dengan Bimbingan dan Konseling seperti petugas piket, bagian tata tertib sekolah , wali kelas dan sebagainyanya. Tugas-tugas ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan dan tidak akan menjadikan Bimbingan dan Konseling dapat dilaksanakan secara professional. Contoh : seorang pembimbing di tugas kan sebagai guru piket, pada saat dia piket ada
  • 10. seorang siswa yang terlambat dan menurut aturan bahwa siswa yang terlambat harus di hukum dahulu oleh guru piket baru boleh masuk kelas. Tidak kah hal ini akan menjadikan fungsi Bimbingan dan konseling menjadi kabur.Dimana seorang guru pembimbing di tuntut untuk menghindari sikap menghukum siswa,namun karena sebagai guru piket,dia harus menjalani tugasnya sebagai guru piket. 3. Membangun standar supervisi akibat tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk melakukan supervisi Bimbingan dan Konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami dan tidak berlatar belakang disamakan dengan perlakuan supervise guru bidang studi. Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substanstif tentang kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal tekhnis administratif. Supervisi Bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya membina ketrampilan professional konselor seperti : Memahirkan ketrampilan konseling, belajar bagaimana menangani kesulitan siswa, mempraktekkan kode etik profesi, mengembangkan program komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi- fungsi yang relevan. 4. Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan yang berlangsung di sekolah sehingga pelayanan pengajaran, latihan, bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis. 5. Menyediakan prasarana, tenaga dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya melakukan pengawasan dan pembinaan terahdap perencanaan dan pelaksanaan program penilaian dan tindak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling. 6. Mempertanggung jawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. 7. Memfasilitasi guru BK untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya melalui berbagai kegiatan pengembangan profesi. 8. Menyediakan fasilitas, kesemptan, dan dukungan dalam kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas sekolah di bidang bimbingan dan konseling. Peran Guru Bimbingan dan Konseling 1. Mengikuti sosialisasi tentang fungsi dan tujuan Bimbingan dan konseling. Banyak cara untuk melakukan sosialisasi ini. Diantaranya mengikuti Seminar-seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh ABKIN untuk semua guru bidang studi. Selalu berbicara dalam rapat atau musyawarah yang diadakan di sekolah sendiri. Bertukar pikiran dengan teman-teman guru di sekolah dan sambil menjelaskan fungsi dan kedudukan Bimbingan dan konseling sebenarnya.
  • 11. 2. Meningkatkan kinerja guru pembimbing sendiri. Banyak yang bisa kita lakukan sebagai guru pembimbing untuk meningkatkan kinerja kita. 3. Guru BK harus mengetahui prinsip-prinsip, asas-asas, dan tujuan mereka, agar mereka tidak lagi di anggap sebagai polisi sekolah dan mampu menghilangkan kekeliruan yang terjadi selama ini dengan lebih intensif lagi berkomunikasi dengan para siswanya dan mengikuti semua bentuk kegiatan yang marak di kalangan siswa sekarang. Seperti penggunaan facebook. Sehingga guru BK bisa memanfaatkan media tersebut untuk lebih mendekatkan diri dengan siswanya, agar dapat mengubah citra yang buruk menjadi pribadi yang menyenangkan. Peran Guru Mata Pelajaran Di sekolah tugas dan tanggung jawab guru yang utama adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Walaupun demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas denagn kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Peran dan kontribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan bimbingan dan konseling. Sehingga peran guru mapel di sini, meliputi: 1. Membantu memasarkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa 2. Membantu guru BK mengidentifikasikan siswa-siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling. 3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru BK. 4. Menerima siswa alih tangan yang memerlukan pelayanan pengajaran atau latihan khusus 5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru dengan murid, murid dengan murid yang menunjang pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. 6. Memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa yang memerlukan layanan untuk mengikuti layanan atau kegiatan yang di maksud. 7. Berpartisipasikhusus dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti konferensi kasus. 8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya. Peran Wali Kelas Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan konnseling, wali kelas berperan:
  • 12. 1. Membantu guru BK melaksanakan tugas-tugasnya khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Membantu guru mapel melaksanakan perannya dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 3. Membantu untuk memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa di kelasnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling. 4. Berpartisipasi aktiv dalam kegiatan khusus bimbingan koonseling. 5. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling pada guru BK. 6. Peran kepala sekolah, guru, walikelas dalam peningkatan peranan bimbingan dan konseling. 7. Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari pelayanan berbagai pihak di sekolah. Selain guru BK sebagai pelaksana layanan bimbingan dan konseling, penyelenggaraan bimbingan konselinhg juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran, walikelas.