SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 14
Descargar para leer sin conexión
HUKUM PAJAK
OLEH : ROY R. PANGKEY, SH
A. Pengertian Pajak
Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak, antara lain menurut :
Diantara beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli adalah sebgai berikut.
1. Menurut Sommerfeld: pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib
dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa
mendapat suatu imabalan kemabali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah
dapat melaksanakan tugas tugasnya dalam pemerintahan
2. Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro: pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak
rakyat kepad negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan „surplus‟nya digunakan
untuk „public saving‟ yang merupakan sumber utama untuk membiayai „public
investment‟. Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam
pajak ialah:
* Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya;
* Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat
dikenakan sanksi;
* Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra[restai secara langsung oleh
pemerintah;
* Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah;
* Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
3. Menurut Prof. DR. M.J.H. Smeets: pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang
terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kontra
prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual; maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah‟
4. Menurut Ray M. Sommer, Hershel M. Andersen dan Horace R. Brock: “A tax can be
defined meaningfully as any nonpenal yet compulsory transfer of recourses from the
private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria without
reference to specific benefits receifed, so as to accomplish some of a nation’s
economic and social objectives”
Sebenarnya masih banyak lagi para ahli dan pakar perpajakan yang mengemukakan
pengertian pajak dengan menggunakan kalimat masing-masing.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pajak adalah Iuran/ kontribusi rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak setidaknya mengandung 4 unsur
i. Iuran/ kontribusi rakyat kepada negara
ii. Berdasarkan undang-undang
iii. Tanpa kontraprestasi
iv. Dipakai untuk membiayai rumah tangga negara
B. Fungsi Pajak
Pajak Setidaknya memiliki dua fungsi yakni:
1. Fungsi Budgeting, yakni sebagai sumber dana/penerimaan negara
2. Fungsi Regulator. Artinya pajak difungsikan sebagai alat untuk
mengatur/melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi
C. Teori Pajak
Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak:
1. Teori Asuransi. Negara melindungi jiwa, raga, harta dan hak-hak rakyat
karenanya rakyat harus membayar pajak yang diibiratkan premi asuransi atas
jaminan perlindungan
2. Teori Kepentingan. Beban pajak didasarkan pada kepentingan masing-ming
individu warga. Makin besar kepentingannya, ya.. Makin besar juga pajaknya,
3. Teori Daya Pikul. Beban pajak harus sama berat bagi semua individu sesuai
daya pikulnya. Pendekatan untuk mengukur daya pikul: a). Unsur obyektif;
besarnya penghasilan. b) Unsur subyektif; besarnya kebutuhan materiil yang
harus dipenuhi
4. Teori Bakti. Dalam teori ini dikatakan bahwa sebagai warga negara yang
berbakti, maka rakyat harus sadar bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban
setiap warga.
5. Teori Asas Daya Beli. Menurut teori ini Pajak adalah penarikan daya beli
masyarakt, maka akibat dari pemungutan pajak harus merupkan pemeliharaan
kesejahteraan
D. Hukum Pajak Materil dan Formil
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yaitu:
1. Hukum pajak materil, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara
lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak),
siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan
(tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak
Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum
materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum
ini memuat antara lain:
a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak
mengenai keadaan, perbuatan dna peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan,
dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding.
Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
d. Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), hukum
pajak formil dan materil terpisah. Hukum pajak formil untuk kedua jenis pajak
tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir dengan UU No16
Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan PPN
dapat kita temukan pada UU KUP.
Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dengan
hukum pajak materil PPN. Hukum pajak materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983
sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN
adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun
2009.
E. Stelsel Pemungutan Pajak
Ada tiga stelsel dalam pemungutan pajak yakni:
1. Stelsel Nyata (Riil)
Pajak dipungut berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya. Kelebihan stelsel nyata adalah
pajak lebih realistis. Kelemahan stelsel ini adalah pajak bari bisa dikenakan pada akhir
periode
2. Stelsel Anggapan (Fictive)
Pajak dipungut berdasarkan anggapan(yang diatur UU) atas besarnya penghasilan.
Kelebihannya stelsel ini adalah pajak dapat dikenakan pada tahun berjalan. Sedang
kelemahan stelsel ini adalah pajak tidak berdasar pada keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Pajak dipungut berdasarkan pada kombinasi stelsel nyata dan stelsel anggapan. Artinya
Pembayaran pajak dilakukan setiap periode kurang dari satu tahu misalnya setiap bulan,
setiap dua bulan atau yang lain berdasarkan suatu perkiraan penghasilan dalam satu tahun.
Selanjutnya pada akhir tahun dilakukan penyesuaian berdasarkan penghasilan yang
sesungguhnya.
F. Sistem Pemungutan Pajak
Ada tiga sistem pemungutan pajak, yakni:
1. Official Assesment System, yaitu Sistim pemungutan yang memberi kewenangan pd
fiskus untuk menentukan besarnya pajak. Ciri: Wajib Pajak pasif, utang pajak timbul
setelah ada surat ketetapan pajak.
2. Self Assesment System. Sistem pemungutan pajak dimana Wajib pajak diberi
kewenangan menghitung sendiri besarnya pajak. Ciri: Wajib Pajak aktif, sedang
fiskus tidak ikut campur hanya mengawasi
3. With Holding System. Pada sistem ini besarnya pajak ditentukan oleh pihak ke-3
yang disepakati oleh fiskus dan Wajib Pajak
G. Asas Pemungutan Pajak
Berikut asas pemungutan pajak, yakni:
1. Asas domisili. Menurut asas ini, negara berhak mengenakan pajak kepada warga
negaranya dimanapun dia berada
2. Asas Sumber. Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang diperoleh/bersumber dari wilayahnya
3. Asas Kebangsaan. Merupakan asas pemungutan pajak dimana Negara berhak
mengenakan pajak yang dikaitkan dengan kebangsaan seseorang
H. Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat yakni:
1. Syarat Keadilan. Syarat keadilan di sini maksudnya adalah Adil dalam perundang-
undangan artinya mengenakan pajak secara umum, merata dan sesuai dengan
kemampuan. Adil dalam pelaksanaan artinya memberi hak kepada wajib pajak untuk
mengajukan keberataan, penundaan dan banding
2. Syarat Yuridis. Maksudnya bahwa pemungutan pajak didasarkan pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku sehingga memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan baik bagi negara maupun warganya
3. Syarat Ekonomis. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu perekonomian/ tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat
4. Syarat Efisien/Finansial. Artinya bahwa biaya pemungutan pajak harus lebih rendah
dari hasil pemungutannya
5. Syarat Kesederhanaan. Sistim pemungutan harus sederhana sehingga dapat
memudahkan dan mendorong wajib pjak memenuhi kewajibannya
I. Teori Pemungutan Pajak
1. Teori asuransi: Pajak dianggap sama dengan premi yang harus dibayar rakyat karena
negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dan lingkungan
di seluruh wilayah negara.
2. Teori Kepentingan: Teori kepentingan hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang
harus dipungut pemerintah kepada rakyat yang disesuaikan dengan kepentingan masing-
masing dalam tugas-tugas pemerintah yang bermanfaat baginya termasuk perlindungan atas
jiwa beserta harta bendanya.
3. Teori Daya Pikul: Pajak harus dibayar menurut daya pikul atau kemampuan seseorang.
4. Teori Bakti: teori yang berdasar atas paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa
negara negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan
umum. Dengan organisasi dan tindakan negara seperti itu, di satu sisi negara mempunyai hak
untuk memungut pajak.
5. Teori Gaya Beli: penyelenggaraan kepentingan rakyat dapat dapat dianggap sebagai dasar
keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara
melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.
J. Asas Pemungutan Pajak
1. Asas Domisisli: Asas ini didasarkan pada domisili atau tempat tinggal wajib pajak di suatu
negara. Negara tempat tinggal seseorang berhak mengenakan pajak terhadap seseorang
tersebut tanpa melihat darimana sumber penghasilan atau pendapatanya diperoleh dan tanpa
melohat kebangsaan atau kewarga negarann wajib pajak tersebut.
2. Asas Sumber: Dalam asas ini pemungutan didasarkan pada adanya sumber pendapatan
alam suatu negara. Negara menjadi tempat sumber pendapatan tersebut berhak memungut
pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.
3. Asas Kebangsaan: Pada asas inivpemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan
seseorang. Yang berhak memungut pajak seseorang adalah negara yang menjadi kebangsaan
orang tersebut.
K. Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assesment System: adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa
jumlah pajak yang dilunasi atau terhutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh
aparat pajak atau fiscus.
2. Self Assesment System: adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah
pajak yang dilunasi atau terhutang oleh wajib ajak dihitung sendiri oleh wajib pajak.
L. Dasar Hukum
* Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
* Undang-undang No. 10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan
berupa bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat berupa
tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan
peraturan pemerintah.
* Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
* Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun
1983 tentang pajak penghasilan
* Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang
pribadi yang bertolak keluar negri
* UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-
undang
* UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
* UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
* UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994
* UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
* UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007
M. Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang
dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi :
1. Pajak Penghasilan (PPh) : PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang
dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia .
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi,
perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-
barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud
dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
b. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
c. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
d. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
e. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
f. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan
menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin
teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas
tanah dan bangunan (property tax).
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun
BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut
oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2. Pajak Kabupaten Kota
a. Pajak Hotel,
b. Pajak Restoran,
c. Pajak Hiburan,
d. Pajak Reklame,
e. Pajak Penerangan Jalan,
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut
sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun
imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan
hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.
N. Manfaat Pajak
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian
negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak
merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara
sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai
sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum
seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan
dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara
mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan
dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan
demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi
redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih
tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar
merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada
akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara
maksimal.
O. Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut pada
seseorang atas pengahsilan dari semua orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak
Penghasilan merupakan pajak yang dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak
berakhir. Pajak penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah
1. Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentangperubahan atas undang-undang nomor 7
tahun 1983 tentang pajak penghasilan
2. Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi
orang pribadi yang bertolak keluar negri
3. UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
undang-undang
4. UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
5. UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994
6. UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
7. UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994
8. UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
9. UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007
Dalam Undang-Unadang Pajak Penghasilan sendiri tidak dijelaskan apa yang dimaksud
dengan subjek PPh, namun secara umum pengertian Subjek Pajak adalah siapa yang
dikenakan pajak. UU PPh menegaskan ada tiga kelompok yang menjadi Subjek PPh yaitu:
1. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainya,
BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan,
Firma, Kongsi, Koperasi Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, dan
Bentuk Badan Usaha lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
BUT adalah bentuk usaha yang dikenakan orang pribadi yang tidak beretempat tinggal di
Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
P. Perlakuan PPh atas pengalihan tanah.
Pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan berdasarkan Undang-
undang No. 10/1994 diatur pada Pasal 4 ayat (2). “Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-
tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.”
UU No. 10/1994 tersebut merupakan UU yang mengubah UU No. 7/1983. Dalam UU
No.7/1983 pasal 4 ayat (2) hanya mencakup pengenaan PPh atas bunga deposito berjangka
dan tabungan lainnya. Kemudian di dalam perubahan UU yang dituangkan dalam UU
No.10/1994, cakupan Pasal 4 ayat (2) diperluas sehingga mencakup juga penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya. Walaupun tidak ditegaskan
penghasilan-penghasilan yang dicakup oleh Pasal 4 ayat (2) diperlakukan sebagai final, pada
kenyataannya hampir semua penghasilan dimaksud dikenakan PPh final. Pengenaan pajak
atas penghasilan-penghasilan yang dicakup di Pasal 4 ayat (2) tersebut diatur dengan
peraturan pemerintah.
Perlakuan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah
mengalami perubahan sejak diterbitkannya PP 48/1994 sampai yang terakhir yaitu PP
79/1999, khususnya yang menyangkut orang pribadi. Berdasarkan PP 48/1994 orang pribadi
yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/bangunan dikenai PPh final sebesar 5% dari
jumlah bruto. Perlakuan PPh tersebut diterapkan kepada semua orang pribadi, tanpa
membedakan apakah orang yang bersangkutan mempunyai kegiatan usaha pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan.
Perlakuan PPh ini kemudian diubah dengan PP 27/1996 yang membedakan antara orang
pribadi yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
dengan orang pribadi selain yang mempunyai usaha tersebut.
Berdasarkan PP 27/1996 pengenaan PPh final diterapkan terhadap:
1. orang pribadi yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, dan
2. orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas PTKP, yang melakukan pengalihan hak
dengan nilai kurang dari Rp60 juta.
PP 27/1996 tidak secara jelas mengatur perlakuan PPh atas pengalihan hak tersebut apabila
dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai penghasilan di atas PTKP dan nilai
pengalihannya melebihi Rp60 juta. Apabila disimak bunyi Pasal 8 dari PP dimaksud maka
perlakuan PPh final hanya terbatas kepada dua kelompok wajib pajak sebagaimana
disebutkan di atas.
Dengan demikian, apabila seorang wajib pajak orang pribadi yang usaha pokoknya bukan
menjual hak atas tanah dan/atau bangunan, maka keuntungan dari pengalihan tersebut akan
dikenakan PPh dengan tarif umum. Perlakuan ini sama dengan ketentuan dari PP 79/1999.
Perlakuan PPh terhadap orang pribadi yang usaha pokoknya bukan jual beli hak atas tanah
dan/atau bangunan memperoleh perlakuan yang kurang adil bila dibandingkan dengan orang
pribadi yang mempunyai usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengenaan PPh
yang tidak final berarti bahwa PPh yang disetor sebesar 5% dari nilai pengalihan merupakan
pembayaran pendahuluan dari seluruh PPh yang terutang dalam tahun yang bersangkutan.
Kesulitan akan timbul dalam menghitung keuntungan dari pengalihan tersebut, terutama
untuk harta yang telah dimiliki dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan ketidakadilan dari segi beban pajak yang ditanggung terutama untuk harta yang
sudah dimiliki dalam kurun waktu yang lama. Harga perolehan yang relatif jauh lebih rendah
dari harga peralihannya akan menyebabkan beban pajak yang lebih tinggi. Faktor
penyebabnya adalah bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak menerapkan indeksasi
untuk harta tetap untuk menentukan harga perolehan dari harta tetap untuk keperluan
perpajakan.
Di samping itu, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha cenderung untuk
tidak melakukan pencatatan sehingga kemungkinan besar sulit untuk mentrasir kembali harga
perolehan dari harta dimaksud termasuk dokumen pendukungnya. Sebaliknya wajib pajak
orang pribadi yang menjalankan usaha jual beli tanah dan bangunan diterapkan pengenaan
pajak yang bersifat final, padahal wajib pajak kelompok ini seharusnya mempunyai catatan
atau pembukuan, sehingga harga perolehannya seharusnya dapat diketahui.
PP 27/1996 kemudian diubah dengan PP 79/1999 yang sepanjang menyangkut orang pribadi,
memberi penegasan bahwa wajib pajak orang pribadi yang usaha pokoknya bukan dari jual
beli hak atas tanah dan/atau bangunan, keuntungan dari pengalihan dimaksud dikenai pajak
tetapi tidak final.
Q. Perlakuan PPh atas kerugian yang timbul akibat terjadinya bencana alam.
Pasal 6 Undang-undang PPh mengatur bahwa untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak,
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
seperti misalnya upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi
asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, iuran kepada dana pensiun
yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan, kerugian karena penjualan atau
pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, kerugian dari selisih kurs mata uang
asing, biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia, biaya bea
siswa, magang, dan pelatihan, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, sepanjang
memenuhi syarat-syarat tertentu;
Rincian dari biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebagaimana disebutkan di atas yang
menyangkut “kerugian” adalah: kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, kerugian dari selisih kurs mata uang asing. Salah satu jenis
kerugian yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah kerugian karena penjualan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam usaha. Kerugian yang diderita karena harta yang dipergunakan
dalam usaha menjadi rusak akibat bencana harus dibebankan melalui mekanisme yang diatur
di dalam Pasal 11 ayat (8).
Pasal 11 ayat (8) mengatur dua hal, yaitu penarikan harta karena harta tersebut dijual atau
dialihkan dan penarikan harta karena sebab lain Dalam hubungannya dengan bencana alam,
maka penarikan harta karena sebab lain cocok untuk situasi tersebut. Jadi apabila harta
tersebut adalah harta yang dapat disusutkan, maka jumlah nilai sisa bukunya dibebankan
sebagai kerugian. Apabila harta dimaksud diasuransikan maka jumlah penggantian
asuransinya dibukukan sebagai penghasilan.
Bagaimana perlakuannya terhadap harta yang tidak dapat disusutkan atau harta yang tidak
dipakai dalam usaha? UU PPh secara umum memperlakukan semua jenis penghasilan sama
artinya UU ini tidak menganut pemajakan berdasarkan jenis penghasilan seperti misalnya
pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha berbeda dengan capital gains. Atas dasar
pemikiran yang demikian maka kerugian karena kehilangan harta yang disebabkan oleh
bencana alam seharusnya juga dapat dibebankan sebagai biaya. Apabila dalam suatu bencana
yang terjadi juga memusnahkan barang persediaan, seharusnya wajib pajak dapat
membebankannya sebagai kerugian Masalahnya adalah menghitung besarnya kerugian yang
diderita karena kehilangan persediaan barang tersebut.
UU PPh mengatur tentang penilaian persediaan barang di Pasal 10 ayat (8). Penjelasan dari
pasal itu menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan persediaan barang meliputi tiga jenis
barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku
dan bahan pembantu. Ketentuan tersebut mengatur bahwa untuk keperluan penghitungan
harga pokok, metode yang diperbolehkan adalah dengan cara rata-rata atau dengan cara
mendahulukan persediaan yang didapat pertama. Sejalan dengan ketentuan tersebut, untuk
menghitung kerugian yang diderita karena bencana cara yang sama juga sebaiknya
diperbolehkan. Penerapan cara penilaian barang yang sama terhadap kerugian karena
rusaknya persediaan barang akan memberikan perlakuan yang seimbang dan netral. Apabila
ketentuan dalam UU PPh memungkinkan untuk memberi kesempatan mengklaim kerugian,
masalah yang perlu dipikirkan adalah menentukan dokumen-dokumen yang harus disajikan
sebagai bukti bahwa telah terjadi kerugian karena bencana. Dokumen yang menunjuk kan
bahwa wajib pajak benar-benar merugi karena terjadinya bencana, diperlukan dalam
beberapa hal, antara lain untuk: penyesuaian terhadap setoran PPh dalam tahun berjalan (PPh
Pasal 25); kompensasi kerugian yang terjadi pada saat terjadinya bencana; bukti pada saat
dilakukannya pemeriksaan pajak; dan penundaan pemasukan SPT Tahunan (bila diperlukan).

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Resume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum PidanaResume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum PidanaIca Diennissa
 
Badan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdata
Badan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdataBadan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdata
Badan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdataZainal Abidin
 
Bab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakanBab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakandessayti
 
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANGHUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANGFair Nurfachrizi
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
 
Sanksi Pajak dan Besarnya Sanksi Pajak
Sanksi Pajak dan Besarnya Sanksi PajakSanksi Pajak dan Besarnya Sanksi Pajak
Sanksi Pajak dan Besarnya Sanksi Pajakdesi_aoi
 
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanAsas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanMuhammad Fahri
 
Materi Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu RaniMateri Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu Ranielsaref
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanyudikrismen1
 
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomianPajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomianMulyana Natsir
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANADian Oktavia
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1villa kuta indah
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Idik Saeful Bahri
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMIcha Icha
 
pph pasal 24 25 dan 26
pph pasal 24 25 dan 26pph pasal 24 25 dan 26
pph pasal 24 25 dan 26muh wilyam
 

La actualidad más candente (20)

Tindak pidana di bidang perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakanTindak pidana di bidang perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakan
 
Resume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum PidanaResume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum Pidana
 
Pengantar Hukum Pajak
Pengantar Hukum PajakPengantar Hukum Pajak
Pengantar Hukum Pajak
 
Badan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdata
Badan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdataBadan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdata
Badan hukum sebagai subjek hukum dalam kuh perdata
 
Bab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakanBab 1 pengantar perpajakan
Bab 1 pengantar perpajakan
 
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANGHUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
 
Sanksi Pajak dan Besarnya Sanksi Pajak
Sanksi Pajak dan Besarnya Sanksi PajakSanksi Pajak dan Besarnya Sanksi Pajak
Sanksi Pajak dan Besarnya Sanksi Pajak
 
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuanAsas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
Asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan
 
Materi Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu RaniMateri Viktimologi by Ibu Rani
Materi Viktimologi by Ibu Rani
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korban
 
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomianPajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
Pajak & pengaruhnya terhadap perekonomian
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1
 
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNANMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha NegaraKeputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara
 
Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBM
 
pph pasal 24 25 dan 26
pph pasal 24 25 dan 26pph pasal 24 25 dan 26
pph pasal 24 25 dan 26
 

Destacado

Perjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intlPerjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intlayuayawh
 
Upaya Penegakan Hukum Pajak
Upaya Penegakan Hukum PajakUpaya Penegakan Hukum Pajak
Upaya Penegakan Hukum Pajakfarhanhajarudin
 
Fungsi dan kedudukan hukum pajak
Fungsi dan kedudukan hukum pajakFungsi dan kedudukan hukum pajak
Fungsi dan kedudukan hukum pajakYuliawanti Ginaris
 

Destacado (6)

Makalah Hukum Pajak
Makalah Hukum PajakMakalah Hukum Pajak
Makalah Hukum Pajak
 
Perjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intlPerjanjian perpajakan intl
Perjanjian perpajakan intl
 
Upaya Penegakan Hukum Pajak
Upaya Penegakan Hukum PajakUpaya Penegakan Hukum Pajak
Upaya Penegakan Hukum Pajak
 
Silabus Hukum Pajak - Perpajakan 1
Silabus Hukum Pajak - Perpajakan 1Silabus Hukum Pajak - Perpajakan 1
Silabus Hukum Pajak - Perpajakan 1
 
Hukum pajak-2
Hukum pajak-2Hukum pajak-2
Hukum pajak-2
 
Fungsi dan kedudukan hukum pajak
Fungsi dan kedudukan hukum pajakFungsi dan kedudukan hukum pajak
Fungsi dan kedudukan hukum pajak
 

Similar a HUKUM PAJAK DALAM

PPT Perpajakan [TM1].pdf
PPT Perpajakan [TM1].pdfPPT Perpajakan [TM1].pdf
PPT Perpajakan [TM1].pdfBosku2
 
Modul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdf
Modul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdfModul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdf
Modul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdfLili Fajri Dailimi
 
Pratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlinaPratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlinaRickyshidiq
 
Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013
Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013
Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013Meyta Aini
 
Tinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka PenelitianTinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka PenelitianOpissen Yudisyus
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Annez Fathia
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...dhanny deswita
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...enggar fajri hasti
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Rahma Naulita
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Nanda Dwi Ferbiana
 
Materi pajak
Materi pajakMateri pajak
Materi pajakJogo Hera
 
1.Perpajakan umum
1.Perpajakan umum1.Perpajakan umum
1.Perpajakan umumBella Tiffa
 
slide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.ppt
slide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.pptslide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.ppt
slide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.pptLutfiAtmansyah
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...dhanny deswita
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Rahma Naulita
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Annez Fathia
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...enggar fajri hasti
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Nanda Dwi Ferbiana
 

Similar a HUKUM PAJAK DALAM (20)

PPT Perpajakan [TM1].pdf
PPT Perpajakan [TM1].pdfPPT Perpajakan [TM1].pdf
PPT Perpajakan [TM1].pdf
 
Modul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdf
Modul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdfModul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdf
Modul Pengantar Perpajakan - Rudi Ginting.pdf
 
Pratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlinaPratikum komputer yeni marlina
Pratikum komputer yeni marlina
 
Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013
Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013
Ekonomi Pajak Kelas 11 Kurikulum 2013
 
Tinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka PenelitianTinjauan Pustaka Penelitian
Tinjauan Pustaka Penelitian
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
 
perpajakan
perpajakanperpajakan
perpajakan
 
Materi pajak
Materi pajakMateri pajak
Materi pajak
 
1.Perpajakan umum
1.Perpajakan umum1.Perpajakan umum
1.Perpajakan umum
 
slide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.ppt
slide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.pptslide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.ppt
slide-pengertian-perpajakan dan administrasi pajak.ppt
 
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi, Dhanny Deswita Maheswari, Ranti Pusriana, Perpajakan, SMAN 12 ...
 
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...Tugas Ekonomi Rahma Naulita  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
Tugas Ekonomi Rahma Naulita Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12...
 
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...Tugas Ekonomi annez fathia  Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
Tugas Ekonomi annez fathia Ranti pusriana S.Pd perpajakan indonesia SMAN 12 ...
 
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti Pusriana S.pd,Perpajakan Indonesia,SMA...
 
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
Tugas Ekonomi Nanda Dwi Ferbiana Perpajakan 2017
 
Makalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullangMakalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullang
 

Más de Roy Pangkey

Uu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananakUu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananakRoy Pangkey
 
Hilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasilaHilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasilaRoy Pangkey
 
Hilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasilaHilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasilaRoy Pangkey
 
UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
UU No 6 Tahun 2011 Tentang KeimigrasianUU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
UU No 6 Tahun 2011 Tentang KeimigrasianRoy Pangkey
 
Prosedur beracara Perdata dalam Pengadilan Negeri
Prosedur beracara Perdata dalam Pengadilan NegeriProsedur beracara Perdata dalam Pengadilan Negeri
Prosedur beracara Perdata dalam Pengadilan NegeriRoy Pangkey
 
Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraHukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraRoy Pangkey
 

Más de Roy Pangkey (8)

Uu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananakUu no23tahun2003 perlindungananak
Uu no23tahun2003 perlindungananak
 
Hilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasilaHilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasila
 
Hilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasilaHilangnya nilai pancasila
Hilangnya nilai pancasila
 
C i n t a
C i n t aC i n t a
C i n t a
 
UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
UU No 6 Tahun 2011 Tentang KeimigrasianUU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
 
Prosedur beracara Perdata dalam Pengadilan Negeri
Prosedur beracara Perdata dalam Pengadilan NegeriProsedur beracara Perdata dalam Pengadilan Negeri
Prosedur beracara Perdata dalam Pengadilan Negeri
 
Hukum administrasi negara
Hukum administrasi negaraHukum administrasi negara
Hukum administrasi negara
 
Eksekusi
EksekusiEksekusi
Eksekusi
 

HUKUM PAJAK DALAM

  • 1. HUKUM PAJAK OLEH : ROY R. PANGKEY, SH A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak, antara lain menurut : Diantara beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli adalah sebgai berikut. 1. Menurut Sommerfeld: pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imabalan kemabali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas tugasnya dalam pemerintahan 2. Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro: pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepad negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan „surplus‟nya digunakan untuk „public saving‟ yang merupakan sumber utama untuk membiayai „public investment‟. Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak ialah: * Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya; * Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat dikenakan sanksi; * Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra[restai secara langsung oleh pemerintah; * Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah; * Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 3. Menurut Prof. DR. M.J.H. Smeets: pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah‟ 4. Menurut Ray M. Sommer, Hershel M. Andersen dan Horace R. Brock: “A tax can be defined meaningfully as any nonpenal yet compulsory transfer of recourses from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria without reference to specific benefits receifed, so as to accomplish some of a nation’s economic and social objectives”
  • 2. Sebenarnya masih banyak lagi para ahli dan pakar perpajakan yang mengemukakan pengertian pajak dengan menggunakan kalimat masing-masing. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pajak adalah Iuran/ kontribusi rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pajak setidaknya mengandung 4 unsur i. Iuran/ kontribusi rakyat kepada negara ii. Berdasarkan undang-undang iii. Tanpa kontraprestasi iv. Dipakai untuk membiayai rumah tangga negara B. Fungsi Pajak Pajak Setidaknya memiliki dua fungsi yakni: 1. Fungsi Budgeting, yakni sebagai sumber dana/penerimaan negara 2. Fungsi Regulator. Artinya pajak difungsikan sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi C. Teori Pajak Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak: 1. Teori Asuransi. Negara melindungi jiwa, raga, harta dan hak-hak rakyat karenanya rakyat harus membayar pajak yang diibiratkan premi asuransi atas jaminan perlindungan 2. Teori Kepentingan. Beban pajak didasarkan pada kepentingan masing-ming individu warga. Makin besar kepentingannya, ya.. Makin besar juga pajaknya, 3. Teori Daya Pikul. Beban pajak harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya. Pendekatan untuk mengukur daya pikul: a). Unsur obyektif; besarnya penghasilan. b) Unsur subyektif; besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi
  • 3. 4. Teori Bakti. Dalam teori ini dikatakan bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat harus sadar bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga. 5. Teori Asas Daya Beli. Menurut teori ini Pajak adalah penarikan daya beli masyarakt, maka akibat dari pemungutan pajak harus merupkan pemeliharaan kesejahteraan D. Hukum Pajak Materil dan Formil Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yaitu: 1. Hukum pajak materil, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan. 2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum ini memuat antara lain: a. Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. b. b. Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dna peristiwa yang menimbulkan utang pajak. c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding. Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. d. Pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN), hukum pajak formil dan materil terpisah. Hukum pajak formil untuk kedua jenis pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan PPN dapat kita temukan pada UU KUP. Berbeda dengan hukum pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dengan hukum pajak materil PPN. Hukum pajak materil PPh adalah UU No. 7 Tahun 1983
  • 4. sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009. E. Stelsel Pemungutan Pajak Ada tiga stelsel dalam pemungutan pajak yakni: 1. Stelsel Nyata (Riil) Pajak dipungut berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya. Kelebihan stelsel nyata adalah pajak lebih realistis. Kelemahan stelsel ini adalah pajak bari bisa dikenakan pada akhir periode 2. Stelsel Anggapan (Fictive) Pajak dipungut berdasarkan anggapan(yang diatur UU) atas besarnya penghasilan. Kelebihannya stelsel ini adalah pajak dapat dikenakan pada tahun berjalan. Sedang kelemahan stelsel ini adalah pajak tidak berdasar pada keadaan yang sesungguhnya. 3. Stelsel Campuran Pajak dipungut berdasarkan pada kombinasi stelsel nyata dan stelsel anggapan. Artinya Pembayaran pajak dilakukan setiap periode kurang dari satu tahu misalnya setiap bulan, setiap dua bulan atau yang lain berdasarkan suatu perkiraan penghasilan dalam satu tahun. Selanjutnya pada akhir tahun dilakukan penyesuaian berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya. F. Sistem Pemungutan Pajak Ada tiga sistem pemungutan pajak, yakni: 1. Official Assesment System, yaitu Sistim pemungutan yang memberi kewenangan pd fiskus untuk menentukan besarnya pajak. Ciri: Wajib Pajak pasif, utang pajak timbul setelah ada surat ketetapan pajak. 2. Self Assesment System. Sistem pemungutan pajak dimana Wajib pajak diberi kewenangan menghitung sendiri besarnya pajak. Ciri: Wajib Pajak aktif, sedang fiskus tidak ikut campur hanya mengawasi
  • 5. 3. With Holding System. Pada sistem ini besarnya pajak ditentukan oleh pihak ke-3 yang disepakati oleh fiskus dan Wajib Pajak G. Asas Pemungutan Pajak Berikut asas pemungutan pajak, yakni: 1. Asas domisili. Menurut asas ini, negara berhak mengenakan pajak kepada warga negaranya dimanapun dia berada 2. Asas Sumber. Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh/bersumber dari wilayahnya 3. Asas Kebangsaan. Merupakan asas pemungutan pajak dimana Negara berhak mengenakan pajak yang dikaitkan dengan kebangsaan seseorang H. Syarat Pemungutan Pajak Pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat yakni: 1. Syarat Keadilan. Syarat keadilan di sini maksudnya adalah Adil dalam perundang- undangan artinya mengenakan pajak secara umum, merata dan sesuai dengan kemampuan. Adil dalam pelaksanaan artinya memberi hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberataan, penundaan dan banding 2. Syarat Yuridis. Maksudnya bahwa pemungutan pajak didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun warganya 3. Syarat Ekonomis. Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu perekonomian/ tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat
  • 6. 4. Syarat Efisien/Finansial. Artinya bahwa biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya 5. Syarat Kesederhanaan. Sistim pemungutan harus sederhana sehingga dapat memudahkan dan mendorong wajib pjak memenuhi kewajibannya I. Teori Pemungutan Pajak 1. Teori asuransi: Pajak dianggap sama dengan premi yang harus dibayar rakyat karena negara yang mempunyai tugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dan lingkungan di seluruh wilayah negara. 2. Teori Kepentingan: Teori kepentingan hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut pemerintah kepada rakyat yang disesuaikan dengan kepentingan masing- masing dalam tugas-tugas pemerintah yang bermanfaat baginya termasuk perlindungan atas jiwa beserta harta bendanya. 3. Teori Daya Pikul: Pajak harus dibayar menurut daya pikul atau kemampuan seseorang. 4. Teori Bakti: teori yang berdasar atas paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa negara negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Dengan organisasi dan tindakan negara seperti itu, di satu sisi negara mempunyai hak untuk memungut pajak. 5. Teori Gaya Beli: penyelenggaraan kepentingan rakyat dapat dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. J. Asas Pemungutan Pajak 1. Asas Domisisli: Asas ini didasarkan pada domisili atau tempat tinggal wajib pajak di suatu negara. Negara tempat tinggal seseorang berhak mengenakan pajak terhadap seseorang tersebut tanpa melihat darimana sumber penghasilan atau pendapatanya diperoleh dan tanpa melohat kebangsaan atau kewarga negarann wajib pajak tersebut. 2. Asas Sumber: Dalam asas ini pemungutan didasarkan pada adanya sumber pendapatan alam suatu negara. Negara menjadi tempat sumber pendapatan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak. 3. Asas Kebangsaan: Pada asas inivpemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan seseorang. Yang berhak memungut pajak seseorang adalah negara yang menjadi kebangsaan orang tersebut. K. Sistem Pemungutan Pajak
  • 7. 1. Official Assesment System: adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang dilunasi atau terhutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiscus. 2. Self Assesment System: adalah sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang dilunasi atau terhutang oleh wajib ajak dihitung sendiri oleh wajib pajak. L. Dasar Hukum * Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan * Undang-undang No. 10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan berupa bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat berupa tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. * Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. * Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan * Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri * UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang- undang * UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994 * UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994 * UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994 * UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai * UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007 M. Jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi : 1. Pajak Penghasilan (PPh) : PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia .
  • 8. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. 3. PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang- barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah : b. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok. c. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu d. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi e. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status f. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat. 4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006. 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax). 6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan. Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain: 1. Pajak Propinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air, b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air, c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, 2. Pajak Kabupaten Kota a. Pajak Hotel, b. Pajak Restoran,
  • 9. c. Pajak Hiburan, d. Pajak Reklame, e. Pajak Penerangan Jalan, f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal. N. Manfaat Pajak Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal. O. Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah
  • 10. 1. Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentangperubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan 2. Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri 3. UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang 4. UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994 5. UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994 6. UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994 7. UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994 8. UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai 9. UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007 Dalam Undang-Unadang Pajak Penghasilan sendiri tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan subjek PPh, namun secara umum pengertian Subjek Pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. UU PPh menegaskan ada tiga kelompok yang menjadi Subjek PPh yaitu: 1. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, dan Bentuk Badan Usaha lainnya. 3. Bentuk Usaha Tetap (BUT). BUT adalah bentuk usaha yang dikenakan orang pribadi yang tidak beretempat tinggal di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. P. Perlakuan PPh atas pengalihan tanah. Pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan berdasarkan Undang- undang No. 10/1994 diatur pada Pasal 4 ayat (2). “Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan- tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.” UU No. 10/1994 tersebut merupakan UU yang mengubah UU No. 7/1983. Dalam UU No.7/1983 pasal 4 ayat (2) hanya mencakup pengenaan PPh atas bunga deposito berjangka
  • 11. dan tabungan lainnya. Kemudian di dalam perubahan UU yang dituangkan dalam UU No.10/1994, cakupan Pasal 4 ayat (2) diperluas sehingga mencakup juga penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya. Walaupun tidak ditegaskan penghasilan-penghasilan yang dicakup oleh Pasal 4 ayat (2) diperlakukan sebagai final, pada kenyataannya hampir semua penghasilan dimaksud dikenakan PPh final. Pengenaan pajak atas penghasilan-penghasilan yang dicakup di Pasal 4 ayat (2) tersebut diatur dengan peraturan pemerintah. Perlakuan pajak atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah mengalami perubahan sejak diterbitkannya PP 48/1994 sampai yang terakhir yaitu PP 79/1999, khususnya yang menyangkut orang pribadi. Berdasarkan PP 48/1994 orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/bangunan dikenai PPh final sebesar 5% dari jumlah bruto. Perlakuan PPh tersebut diterapkan kepada semua orang pribadi, tanpa membedakan apakah orang yang bersangkutan mempunyai kegiatan usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perlakuan PPh ini kemudian diubah dengan PP 27/1996 yang membedakan antara orang pribadi yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dengan orang pribadi selain yang mempunyai usaha tersebut. Berdasarkan PP 27/1996 pengenaan PPh final diterapkan terhadap: 1. orang pribadi yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan 2. orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas PTKP, yang melakukan pengalihan hak dengan nilai kurang dari Rp60 juta. PP 27/1996 tidak secara jelas mengatur perlakuan PPh atas pengalihan hak tersebut apabila dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai penghasilan di atas PTKP dan nilai pengalihannya melebihi Rp60 juta. Apabila disimak bunyi Pasal 8 dari PP dimaksud maka perlakuan PPh final hanya terbatas kepada dua kelompok wajib pajak sebagaimana disebutkan di atas. Dengan demikian, apabila seorang wajib pajak orang pribadi yang usaha pokoknya bukan menjual hak atas tanah dan/atau bangunan, maka keuntungan dari pengalihan tersebut akan dikenakan PPh dengan tarif umum. Perlakuan ini sama dengan ketentuan dari PP 79/1999. Perlakuan PPh terhadap orang pribadi yang usaha pokoknya bukan jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan memperoleh perlakuan yang kurang adil bila dibandingkan dengan orang pribadi yang mempunyai usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengenaan PPh
  • 12. yang tidak final berarti bahwa PPh yang disetor sebesar 5% dari nilai pengalihan merupakan pembayaran pendahuluan dari seluruh PPh yang terutang dalam tahun yang bersangkutan. Kesulitan akan timbul dalam menghitung keuntungan dari pengalihan tersebut, terutama untuk harta yang telah dimiliki dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan ketidakadilan dari segi beban pajak yang ditanggung terutama untuk harta yang sudah dimiliki dalam kurun waktu yang lama. Harga perolehan yang relatif jauh lebih rendah dari harga peralihannya akan menyebabkan beban pajak yang lebih tinggi. Faktor penyebabnya adalah bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak menerapkan indeksasi untuk harta tetap untuk menentukan harga perolehan dari harta tetap untuk keperluan perpajakan. Di samping itu, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha cenderung untuk tidak melakukan pencatatan sehingga kemungkinan besar sulit untuk mentrasir kembali harga perolehan dari harta dimaksud termasuk dokumen pendukungnya. Sebaliknya wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha jual beli tanah dan bangunan diterapkan pengenaan pajak yang bersifat final, padahal wajib pajak kelompok ini seharusnya mempunyai catatan atau pembukuan, sehingga harga perolehannya seharusnya dapat diketahui. PP 27/1996 kemudian diubah dengan PP 79/1999 yang sepanjang menyangkut orang pribadi, memberi penegasan bahwa wajib pajak orang pribadi yang usaha pokoknya bukan dari jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan, keuntungan dari pengalihan dimaksud dikenai pajak tetapi tidak final. Q. Perlakuan PPh atas kerugian yang timbul akibat terjadinya bencana alam. Pasal 6 Undang-undang PPh mengatur bahwa untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa seperti misalnya upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali PPh penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan, kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, kerugian dari selisih kurs mata uang asing, biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia, biaya bea
  • 13. siswa, magang, dan pelatihan, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, sepanjang memenuhi syarat-syarat tertentu; Rincian dari biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebagaimana disebutkan di atas yang menyangkut “kerugian” adalah: kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, kerugian dari selisih kurs mata uang asing. Salah satu jenis kerugian yang dapat dikurangkan sebagai biaya adalah kerugian karena penjualan harta yang dimiliki dan digunakan dalam usaha. Kerugian yang diderita karena harta yang dipergunakan dalam usaha menjadi rusak akibat bencana harus dibebankan melalui mekanisme yang diatur di dalam Pasal 11 ayat (8). Pasal 11 ayat (8) mengatur dua hal, yaitu penarikan harta karena harta tersebut dijual atau dialihkan dan penarikan harta karena sebab lain Dalam hubungannya dengan bencana alam, maka penarikan harta karena sebab lain cocok untuk situasi tersebut. Jadi apabila harta tersebut adalah harta yang dapat disusutkan, maka jumlah nilai sisa bukunya dibebankan sebagai kerugian. Apabila harta dimaksud diasuransikan maka jumlah penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan. Bagaimana perlakuannya terhadap harta yang tidak dapat disusutkan atau harta yang tidak dipakai dalam usaha? UU PPh secara umum memperlakukan semua jenis penghasilan sama artinya UU ini tidak menganut pemajakan berdasarkan jenis penghasilan seperti misalnya pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha berbeda dengan capital gains. Atas dasar pemikiran yang demikian maka kerugian karena kehilangan harta yang disebabkan oleh bencana alam seharusnya juga dapat dibebankan sebagai biaya. Apabila dalam suatu bencana yang terjadi juga memusnahkan barang persediaan, seharusnya wajib pajak dapat membebankannya sebagai kerugian Masalahnya adalah menghitung besarnya kerugian yang diderita karena kehilangan persediaan barang tersebut. UU PPh mengatur tentang penilaian persediaan barang di Pasal 10 ayat (8). Penjelasan dari pasal itu menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan persediaan barang meliputi tiga jenis barang, yaitu barang jadi atau barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu. Ketentuan tersebut mengatur bahwa untuk keperluan penghitungan harga pokok, metode yang diperbolehkan adalah dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama. Sejalan dengan ketentuan tersebut, untuk menghitung kerugian yang diderita karena bencana cara yang sama juga sebaiknya diperbolehkan. Penerapan cara penilaian barang yang sama terhadap kerugian karena rusaknya persediaan barang akan memberikan perlakuan yang seimbang dan netral. Apabila
  • 14. ketentuan dalam UU PPh memungkinkan untuk memberi kesempatan mengklaim kerugian, masalah yang perlu dipikirkan adalah menentukan dokumen-dokumen yang harus disajikan sebagai bukti bahwa telah terjadi kerugian karena bencana. Dokumen yang menunjuk kan bahwa wajib pajak benar-benar merugi karena terjadinya bencana, diperlukan dalam beberapa hal, antara lain untuk: penyesuaian terhadap setoran PPh dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25); kompensasi kerugian yang terjadi pada saat terjadinya bencana; bukti pada saat dilakukannya pemeriksaan pajak; dan penundaan pemasukan SPT Tahunan (bila diperlukan).