SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 27
Descargar para leer sin conexión
Question and Answer tentang Keadilan Iklim
            Edisi I Tahun 2011




                   oleh:
     Luluk Uliyah dan Firdaus Cahyadi




      Divisi Knowledge Management
             Yayasan Satudunia
Kata Pengantar


       Bila ditanya, apa bencana paling besar yang akan mengancam keberlanjutan kehidupan
di bumi ini? Maka hampir pasti jawabannya adalah perubahan iklim. Ya, perubahan iklim telah
mengancam keberlanjutan kehidupan manusia. Mulai dari kekeringan, banjir, kelaparan hingga
munculnya beberapa wabah penyakit baru yang belum pernah ada sebelumnya.
       Tak heran isu perubahan iklim menjadi salah satu isu lingkungan hidup terpopular akhir-
akhir ini. Semua pihak nyaris tidak ada yang mengidentikan dirinya sebagai pihak yang
menentang kampanye perubahan iklim ini. Semua pihak pro terhadap kampanye perubahan
iklim. Semua pihak sepakat dan mendukung rencana penurunan emisi gas rumah kaca
penyebab perubahan iklim. Namun, pertanyaannya kemudian adalah, apakah dengan demikian
persoalan perubahan iklim akan teratasi? Jawabanya hampir pasti tidak. Karena persoalan
perubahan iklim bukan hanya sekedar persoalan lingkungan hidup. Ada dimensi keadilan dalam
persoalan perubahan iklim. Ada persoalan keadilan relasi antara negara-negara utara-selatan,
keadilan gender, utang ekologis dan lain sebagainya.
       Tak heran pada tahun 2007, beberapa organisasi masyarakat sipil di Indonesia
menggagas ide tentang keadilan iklim. Apa dan bagaimana itu keadilan iklim? Apa pula
bedanya dengan perubahan iklim?
       Question and Answer (QA) atau dalam bahasa Indonesia Tanya Jawab keadilan iklim ini
disusun oleh Yayasan Satudunia untuk mengarusutamakan isu keadilan iklim di tengah makin
gemerlapnya isu perubahan iklim. Diharapkan istilah-istilah teknis yang selama ini menghalangi
publik untuk ikut terlibat dalam dialog atau debat kebijakan      terkait perubahan ikilm dapat
diminimalisir. Begitu pula kaitan kebijakan perubahan iklim dengan berbagai agenda ekonomi-
politik juga tidak lagi disembunyikan. Publik perlu tahu siapa yang untung dan siapa yang
buntung ketika sebuah kebijakan tentang perubahan iklim dibuat.
       QA ini tentunya jauh dari sempurna. Perlu penyempurnaan secara terus menerus
terhadap QA ini. Semakin banyak pengetahuan terkait kebijakan telematika yang tertuang
dalam QA ini tentu saja semakin baik. Perlu sebuah kolaborasi pengetahuan untuk selalu
menyempurnakan QA ini. Intinya QA ini selalu terbuka untuk mengalami penyempurnaan.
Terakhir Yayasan Satudunia berterimakasih terhadap pihak-pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan QA ini. Kami, tidak bisa menyebut satu persatu pihak-pihak yang telah
berkontribusi dalam QA tentang keadilan iklim ini.


Hormat kami,
Divisi Knowledge Management,
Yayasan Satudunia-OneWorld-Indonesia
I. Perubahan iklim

1. Apakah perubahan iklim itu?
Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara
statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa
juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa
cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau
sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh
wilayah Bumi.

Dalam penggunaannya saat ini, khususnya pada kebijakan lingkungan, perubahan iklim
merujuk pada perubahan iklim modern. Perubahan ini dapat dikelompokkan sebagai
perubahan iklim antropogenik atau lebih umumnya dikenal sebagai pemanasan global
atau pemanasan global antropogenik.

2. Mengapa terjadi perubahan iklim?
Perubahan iklim terjadi karena memanasnya permukaan bumi akibat efek rumah
kaca yang berlebihan. Efek rumah kaca adalah fenomena semacam “selimut” atmosfer
yang terbuat dari gas-gas rumah kaca yang membuat bumi ini hangat. Jika tidak ada
efek rumah kaca, maka bumi akan dingin sekali, sedingin bulan yang tak ada
atmosfernya. Sayangnya, peningkatan akumulasi gas rumah kaca dalam atmosfer
mengakibatkan pemanasan global yang berlebihan. Inilah mengapa perubahan iklim
dapat berbahaya bagi kehidupan di planet bumi.

3. Bagaimana sejarah perundingan-perundingan perubahan iklim?
Sejarah perundingan terkait perubahan iklim dimulai pada 1990 saat dimulainya
perundingan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai
Perubahan Iklim (UNFCCC). UNFCCC digelar untuk mencapai kestabilan konsentrasi
gas rumah kaca di atmosfir pada suatu tingkat yang akan mencegah gangguan
tropogenik yang berbahaya pada sistem iklim. Untuk itu negara-negara di dunia diminta
untuk mengembangkan inventarisasi gas rumah kaca nasional dan melaporkannya
secara internasional.

Perkembangan selanjutnya, perundingan terkait perubahan iklim kembali digelar pada
1997 yang menghasilkan Protokol Kyoto (Kyoto Protocol). Protokol Kyoto menghasilkan
kesepakatan untuk mengurangi emisi yang mengikat untuk 37 negara (Aneks I). Aneks
I merupakan negara yang dituntut untuk melakukan pengurangan emisi secara
mengikat di bawah Protokol Kyoto.

Perundingan tentang perubahan iklim terus berlanjut pada 2007 di Bali. Dalam
perundingan ini di Bali disepakati Peta Jalan Bali. Dalam Peta Jalan Bali dihasilkan dua
jalur perundingan, yaitu Kelompok Kerja Ad Hoc tentang Protokol Kyoto dan Kelompok
Kerja Ad Hoc tentang Aksi Kooperatif Jangka Panjang di bawah Konvensi. Peta Jalan
Bali juga memberikan target kesepakatan hingga akhir 2009.

Perundingan terakhir terkait perubahan iklim berlangsung pada 2009 di Kopenhagen.
Pertemuan yang dianggap pertemuan terbesar sepanjang sejarah perundingan terkait
perubahan iklim ini menghasilkan Kesepakatan Kopenhagen. Kesepakatan ini di
antaranya membatasi pemanasan global hingga 2 derajat di atas rata-rata. Di
Kopenhagen juga disepakati upaya bersama antara negara maju dan berkembang
untuk mendaftarkan upaya mitigasi mereka dalam suatu dokumen bersama.

4. Apa saja lembaga-lembaga internasional yang concern pada perubahan iklim?
Lembaga-lembaga internasional yang konsern dengan perubahan iklim antara lain
IPCC.

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate) adalah panel antar pemerintah tentang
perubahan iklim, sebuah lembaga internasional, terdiri dari para ahli dan utusan
pemerintahan, yang secara berkala mengkaji pemanasan global, perubahan iklim,
dampaknya serta menyarankan
langkah-langkah untuk mengatasinya. Ini adalah lembaga yang otoritasnya diakui
sebagian besar negara di dunia.

Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah sebuah badan ilmiah yang
tersusun dari berbagai pemerintahan yang ada di dunia, serta memiliki misi untuk
mengevaluasi resiko dari perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

IPCC dibentuk pada tahun 1988 oleh World Meteorological Organization (WMO) dan
United Nations Environment Programme (UNEP). Aktivitas utama dari IPCC adalah
mempublikasikan laporan khusus tentang topik-topik yang relevan dengan
implementasi UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

IPCC berperan dalam hal memberikan penilaian komprehensif, obyektif, terbuka dan
transparan dengan dasar keilmuan yang ilmiah dan teknis serta memperhatikan aspek
sosial-ekonomi, yang diperoleh dari berbagai literature relevan untuk memahami resiko
yang akan dirasakan oleh manusia akibat adanya climate change atau perubahan iklim.
Peran IPCC yang lain yaitu mengamati mengenai proyeksi dan dampak perubahan
iklim serta pilihan-pilihan yang bisa digunakan untuk adaptasi dan mitigasi.
IPCC juga memberikan laporan yang netral sehubungan dengan kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh negara-negara yang ada di dunia terutama terkait dengan isu climate
change. Dalam hal kebijakan, IPCC juga bersikap obyektif terhadap kebijakan-
kebijakan yang ilmiah yang dibuat oleh negara manapun, serta berusaha objektif dalam
memberikan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat teknis dengan memperhatikan
aspek sosial ekonomi masyarakat. Sebagai organisasi dunia IPCC juga dituntut untuk
memberikan nilai ilmiah yang tinggi dan standar teknis yang menyeluruh, yang
mencakup areal geografis yang luas ataupun mencerminkan semua pandangan
masyarakat dari berbagai belahan bumi.

5. Siapa Konstituen IPCC?
Konstituen IPCC adalah sebagai berikut :
    • Pemerintah : IPPC bersifat terbuka untuk Negara-negara anggota WMO dan
       UNEP. Masing-masing negara tersebut berpartisipasi dalam memutuskan
       program IPCC, apakah suatu program diterima, dilaporkan, diadopsi ataupun
       disetujui. Kelompok ini juga berperan dalam melakukan peninjauan dan
       menganalisis mengenai laporan yang diberikan oleh IPCC.
    • Para Ilmuan : para ilmuan di dunia yang jumlahnya ratusan, memberikan
       kontribusinya terhadap IPCC baik peranannya sebagai penulis, kontributor
       maupun sebagai seorang pemeriksa.
    • Perorangan : Sebagai bagian dari badan PBB, maka IPCC mempunyai tujuan
       untuk memajukan pembangunan manusia dibawah organisasi PBB. Sehingga
       terbuka bagi masyarakat yang peduli masalah perubahan iklim (climate change).

Terkait dengan keputusan mengenai suatu kebijakan, IPCC berada dalam posisi netral,
sehingga diharapkan segala hal yang diputuskan oleh IPCC dapat diterima dan diakui
oleh semua negara. IPCC juga memberikan laporan secara berkala segala aktifitasnya,
malahan banyak yang sudah dijadikan standar ataupun rujukan dalam membuat
kebijakan. Sebagai contoh adalah laporan yang dibuat oleh IPCC pada tahun 1990
telah menjadi dasar dalam terbentuknya organisasi PBB dalam kerangka konvensi
perubahan iklim (UNFCCC). UNFCCC telah dibuat pada tahun 1992 di Rio de Janeiro
dan mulai aktif tahun 1994. UNFCCC memberikan kerangka kebijakan menyeluruh
untuk mengatasi masalah perubahan iklim.

Laporan penilaian dari IPCC yang kedua yaitu pada tahun 1995, telah memberikan
masukan penting dalam terbentuknya Protocol Kyoto pada Tahun 1997. Selanjutnya
Laporan penilaian ketiga pada tahun 2001 yang berisi laporan khusus metodologi telah
memberikan informasi berguna dalam pengembangan UNFCCC dan Protocol Kyoto.
IPCC tetap berkomitmen menjadi sumber informasi segala hal berkaitan dengan
negoisasi dibawah bendera UNFCCC
6. Apakah COP?
Conference of the Parties (COP) atau Konferensi Para Pihak adalah otoritas tertinggi
dalam kerangka kerja PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (United Nation
Framework Convention on Climate Change / UNFCCC), yang merupakan asosiasi para
pihak dalam meratifikasi konvensi yang bertanggung jawab menjaga konsistensi upaya
international dalam mencapai tujuan utama konvensi yang mulai ditanda tangani pada
bulan Juni 1992 di Rio De Jeneiro – Brazil dalam KTT Bumi .

1. COP Ke-1 di Berlin – Jerman Tahun 1995

COP ke-1 menyepakati MANDAT BERLIN (Berlin Mandate) yang antara lain berisi
persetujuan para pihak untuk memulai proses yang memungkinkan untuk mengambil
tindakan pada masa setelah tahun 2000, termasuk menguatkan komitmen negara-
negara maju melalui adopsi suatu protokol atau instrumen legal lainnya.

2. COP Ke-2 di Jenewa – Swiss Tahun 1996

Hasil dari COP ke-2 adalah DEKLARASI JENEWA (Geneve Declaration) yang berisi 10
butir deklarasi antara lain berisi ajakan kepada semua pihak untuk mendukung
pengembangan protokol dan instrumen legal lainnya yang didasarkan atas temuan
ilmiah.

3. COP Ke-3 di Kyoto – Jepang Tahun 1997

Hasil dari COP ke-3 adalah PROTOKOL KYOTO (Kyoto Protocol) yang menegaskan
bahwa :

- Negara-negara Annex I (pada umumnya negara maju/industri) yang dianggap
bertanggung jawab terhadap akan mengurangi emisi dari enam gas rumah kaca :
karbondioksida, metana, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC secara
kolektif sebesar 5,2 % dibandingkan dengan laporan tahun 1990 untuk diterapkan pada
periode 2008-2012.

- Untuk mencapai target yang ditetapkan, Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme
perdagangan emisi (emission trading,ET), penerapan bersama (joint implementation,JI)
dan “mekanisme pembangunan bersih” (clean development mechanism).

- Perdagangan emisi (ET) merupakan mekanisme untuk menjual dan membeli izin
untuk melakukan pencemaran (emission permit) atau melakukan perdagangan karbon,
yang dapat dilakukan misalnya di bursa karbon dunia yang diharapkan berkembang.
- Penerapan bersama (JI) mewadahi mekanisme untuk melakukan investasi proyek
pengurangan emisi di suatu negara Annex-I oleh suatu negara Annex-I lainnya. Kredit
pengurangan emisi yang diperoleh dari pelaksanaan proyek tersebut akan diberikan
kepada negara yang melakukan investasi. Selanjutnya, mekanisme yang melibatkan
negara berkembang (bukan negara Annex-I) adalah yang dikenal sebagai mekanisme
pembangunan bersih (CDM).

- CDM merupakan mekanisme Protokol Kyoto yang memungkinkan negara Annex-I dan
negara berkembang bekerja -sama untuk melakukan “pembangunan bersih”. Dengan
fasilitas CDM, negara Annex-I dapat memenuhi kewajiban pengurangan emisinya
dengan melakukan proyek “pengurangan emisi” di suatu negara berkembang dan sang
negara berkembang mendapatkan kompensasi finansial dan teknologi dari kerja-sama
tersebut. Tujuan CDM sebagaimana ditegaskan oleh Protokol Kyoto (Pasal 12) adalah
membantu negara berkembang melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dan turut menyumbang bagi pencapaian tujuan pengurangan emisi
global, serta untuk membantu negara Annex-I mencapai target pengurangan emisi
mereka. Investasi negara Annex-I di negara berkembang yang menghasilkan
penurunan emisi akan disertifikasi dan kredit dari “pengurangan emisi yang disertifikasi”
(certified emission reduction, CER) tersebut akan diberikan kepada negara Annex-I.

4. COP Ke-4 di Buenos Aires – Argentina Tahun 1998

Hasil dari COP ke-4 adalah Rancangan Aksi Buenos Aires (Buenos Aires Plan of Action
– BAPA). Merupakan COP pertama yang dilangsungkan di negara berkembang.
Bertujuan merancang tindak lanjut implementasi Protokol Kyoto berikut tenggat
waktunya, terutama yang berhubungan dengan alih teknologi dan mekanisme
keuangan – khususnya bagi negara-negara berkembang. Dalam BAPA, para pihak
mengalokasikan tenggat waktu dua tahun untuk memperkuat komitmen terhadap
konvensi dan penyusunan rencana serta pelaksanaan Protokol Kyoto.

5. COP Ke-5 di Bonn – Jerman Tahun 1999

Hasil dari COP ke-5 adalah merumuskan periode implementasi BAPA yang berisi
pertemuan pertemuan teknis yang relatif tidak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
besar.

6. COP Ke-6 di Den Haag – Belanda Tahun 2000
COP ke-6 disebut sebagai malapetaka negosiasi dalam sejarah penyelenggaraan COP
karena tidak satupun implementasi BAPA yang berkaitan dengan pengoperasian
Protokol Kyoto, yang merupakan agenda utama COP ini dapat disepakati. Hasilnya
adalah penundaan (suspend) COP ke-6 dan dilanjutkan (resumed) pada COP ke-6
bagian II yang diselenggarakan di Bonn – Jerman.

7. COP Ke-6 Bagian II di Bonn – Jerman Tahun 2001

COP ke-6 Bagian II menghasilkan Kesepakatan Bonn (Bonn Agreement) dalam rangka
implementasi BAPA. Berisi, antara lain, mekanisme pendanaan di bawah protokol
dengan referensi beberapa pasal Protokol Kyoto, membentuk dana baru di luar
ketentuan konvensi bagi negara berkembang, dan membentuk dana adaptasi dari
Clean Development Mechanism (CDM). Untuk dampak negatif perubahan iklim,
pendanaannya akan ditangani melalui Global Environmental Facility (GEF) dan point
tentang pembangunan dan alih teknologi dengan membentuk kelompok ahli teknologi
yang beranggotakan 20 orang dengan distribusi geografis merata.

8. COP Ke-7 di Marrakesh – Maroko Tahun 2001

COP ke-7 menghasilkan Persetujuan Marrakesh (Marrakesh Accord). Tujuan utama
COP ke-7 adalah menyelesaikan persetujuan mengenai rencana terinci tentang cara-
cara penurunan emisi menurut Protokol Kyoto dan untuk mencapai kesepakatan
mengenai tindakan yang memperkuat implementasi Konvensi Perubahan Iklim.
Tonggak pentingnya adalah disepakatinya implementasi BAPA yang sudah dibicarakan
dalam tiga tahun terakhir, sehingga melancarkan jalan bagi efektifnya operasional
Protokol Kyoto. Selain itu, delapan konsep keputusan yang berkaitan dengan keuangan
dan pendanaan sebagaimana telah disepakati dalam COP ke-6 bagian II di Bonn
segera diajukan dan diadopsi sebagai keputusan.

9. COP Ke-8 di New Delhi – India Tahun 2002

COP ke-8 menghasilkan Deklarasi New Delhi (New Delhi Declaration). Terdiri dari 13
butir sebagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan. Butir-butir tersebut antara lain : protokol Kyoto perlu
segera diratifikasi oleh pihak yang belum melakukannya dan upaya antisipasi
perubahan iklim harus diintegrasikan ke dalam program pembangunan nasional. Dalam
deklarasi tersebut juga ditegaskan bahwa negara-negara industri yang tergabung
dalam Annex 1 diingatkan untuk mengimplementasikan komitmennya terhadap
UNFCCC, sedangkan negara-negara Annex II diminta mewujudkan dukungan mereka
terhadap upaya alih teknologi dan pengembangan kapasitas.
10. COP Ke-9 di Milan – Italia Tahun 2003

Ada beberapa isu yang dibahas dalam COP ke-9 antara lain aturan mengenai
mekanisme pembangunan bersih di sector kehutanan. Hasilnya berupa kesepakatan
untuk mengadopsi keputusan kegiatan aforestasi dan reforestasi di bawah skema
Clean Development Mechanisme. Juga dibahas isu-isu lain yang berkaitan dengan
bukti ilmiah perubahan iklim, mekanisme pendanaan dan seruan untuk meratifikasi
Protokol Kyoto.

11. COP Ke-10 di Buenos Aires – Argentina Tahun 2004

Membahas adaptasi perubahan iklim dan menghasilkan BUENOS AIRES
PROGRAMME OF WORK ON ADAPTATION AND RESPONSE MEASURES. Tujuan
dari COP ini adalah mendorong Negara maju mengalokasikan sebagian sumber
dayanya untuk Negara berkembang yang telah merasakan dampak buruk perubahan
iklim. Amerika Serikat menyatakan kembali bersedia membicarakan isu perubahan iklim
dimana sebelumnya AS selalu tidak percaya kepada Protokol Kyoto dan hanya
bersedia berpartisipasi dalam pertukaran informasi.

12. COP Ke-11 di Montreal – Kanada Tahun 2005

Hasilnya adalah Rancangan Aksi Montreal (MONTREAL ACTION PLAN) yaitu para
pihak yang telah meratifikasi Protocol Kyoto akan bertemu dalam Conference of Parties
Serving as Meeting of Parties to the Kyoto Protokol (COP/MOP), sedangkan para pihak
yang tidak meratifikasi Protokol Kyoto dapat hadir sebagai observer dalam COP/MOP
tapi tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan. Juga dihasilkan keputusan
bahwa para pihak mempertimbangkan komitmen lanjutan Annex I untuk periode setelah
tahun 2012. Isu lain yang dibicarakan adalah menyelesaikan rincian tentang bagaimana
melaksanakan Protokol Kyoto, menggalang kesepakatan diantara penanda tangan
Protokol Kyoto tentang rencana memperbesar pemotongan emisi gas rumah kaca
setelah tahun 2012.

13. COP Ke-12 di Nairobi– Kenya Tahun 2006

Tema yang dibicarakan adalah seputar        pelaksanaan waktu dan besar target emisi
komitmen periode II setelah tahun 2012      dan kemungkinan adanya skema lain selain
CDM dalam Protokol Kyoto. Ditetapkan        Five Year Programme of Work on Impacts,
Vulnerability and Adaptation to Climate     Change, yang ditujukan membantu semua
pihak untuk meningkatkan pengertian         dan pengkajian dampak, kerentanan dan
adaptasi, serta untuk membuat agar keputusan mengenai aksi dan tindakan adaptasi
yang praktis mendapatkan informasi yang memadai guna menanggapi perubahan iklim.

14. COP 14/MOP 4 di Poznań, Polandia, pada 1-12 Desember 2008

15. COP 15/MOP 5 di Kopenhagen, Denmark, pada 7-18 Desember 2009

16. COP 16/MOP 6 di di Cancun, Mexico, pada 29 Nopember - 10 Desember 2010

7. Apakah Protocol Kyoto itu?
Protokol Kyoto merupakan suatu dokumen protokol yang diformulasikan di bawah
perjanjian perubahan iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate
Change – UNFCCC). Protokol ini merumuskan secara rinci langkah yang wajib dan
dapat diambil oleh berbagai negara yang meratifikasinya untuk mencapai tujuan yang
disepakati dalam perjanjian internasional perubahan iklim PBB, yakni “stabilisasi
konsentrasi gas rumah kaca dalam atmosfir pada tingkat yang dapat mencegah
terjadinya gangguan manusia/ antropogenis pada sistem iklim dunia”.

Protokol Kyoto, sesuai namanya, diadopsi pada pertemuan ketiga Conference of
Parties (COP) UNFCCC pada tanggal 11 Desember 1997 di kota Kyoto, Jepang.
Protokol Kyoto mengikat secara hukum negara yang menandatangani dan
meratifikasinya.

Pada tanggal 16 Februari 2005, Protokol Kyoto mulai berlaku setelah berhasil
mengumpulkan jumlah minimum negara yang meratifikasinya. Sejauh ini, 187 negara
telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto menggariskan 37 negara industri (disebut negara Annex I) diwajibkan
untuk masing-masing mengurangi emisi gas rumah kaca sampai dengan 5,2 persen di
bawah tingkat emisi tahun 1990. Angka ini disepakati berdasarkan rekomendasi yang
tertera dalam laporan panel ilmuwan PBB IPCC.

Guna membantu negara Annex I yang terikat kewajiban penurunan emisi, Protokol
Kyoto menetapkan berbagai mekanisme fleksibel (flexible mechanisms) seperti
perdagangan emisi (emission trading), mekanisme pembangunan bersih (clean
development mechanism) dan implementasi bersama (joint implementation).
Mekanisme tersebut memungkinkan negara industri untuk memperoleh kredit emisi
dengan cara pembiayai proyek pengurangan emisi di negara di luar negara Annex I
atau dari negara Annex I yang sudah melampaui batas penurunan emisi yang
diwajibkan.
Protokol Kyoto memiliki masa komitmen yang akan berakhir pada tahun 2012. Negara-
negara penandatangan UNFCCC masih berada dalam proses perumusan perjanjian
baru yang akan meneruskan atau menggantikan Protokol Kyoto setelah masa
komitmen pertama berakhir. Untuk itu pada tahun 2007 telah dihasilkan Bali Roadmap
atau Peta Jalan Bali yang melandasi perundingan internasional dalam mencapai hal
tersebut.

Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto pada tanggal 23 Juni 2004.

8. Apa saja prinsip-prinsip dari Protokol Kyoto itu?
Prinsip-prinsip dari Protokol Kyoto yaitu:
1.Protokol ini menjadi tanggungan pemerintah dan diatur dalam kesepakatan global
yang dilindungi PBB.
    • Pemerintahan dibagi dalam dua kategori umum:
       a.Negara-negara Annex I.
       Adalah Negara maju yang dianggap bertanggung jawab terhadap emisi gas
       sejak revolusi industry, 150 tahun silam. Mereka mengemban tugas menurunkan
       emisi gas rumah kaca dan harus melaporkan emisi gasnya tiap tahun. Negara
       Annex I ini terdiri dari 38 negara industri maju di Eropa, Amerika Utara, Australia.
       Jepang merupakan satu-satunya Negara Asia yang masuk dalam kategori ini.
       b.Negara-negara non Annex I.
       Adalah Negara berkembang. Mereka tidak mempunyai kewajiban menurunkan
       emisi gas rumah kaca, tapi dapat berpartisipasi melalui CDM.
    • Negara-negara Annex I harus mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif
       sebesar 5,2 % dibandingkan dengan laporan pada tahun 1990.
    • Pengurangan emisi dari enam gas rumah kaca dihitung sebagai rata-rata selama
       masa lima tahun antara 2008 dan 2012. Target nasional berkisar dari
       pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk Amerika Serikat, 6% untuk Jepang,
       0% untuk Rusia dan penambahan yang diijinkan sebesar 8% untuk Australia dan
       10% untuk Islandia.
    • Batas pengurangan tersebut akan berakhir pada tahun 2013, dan akan dibuat
       target reduksi karbon yang baru. Jika pada tahun 2012 negara Annex I tidak
       mencapai target, selain tetap harus menutup kekurangannya, pasca 2012
       negara tersebut harus membayar denda sebesar 30% dari berat karbon dalam
       Annex I.
    • Protokol Kyoto memiliki mekanisme fleksibel yang memungkinkan Negara Annex
       I mencapai batas emisi gasnya dengan membeli “kredit pengurangan emisi” dari
       Negara lain. Pembelian dapat dilakukan dengan uang tunai atau berupa
       pendanaan untuk sebuah proyek penurunan emisi gas buang dari Negara non-
Annex I melalui mekanisme CDM. Dapat juga melalui pengerjaan proyek di
       sesame Annex I melalui programjoint implementation (JI) atau membeli langsung
       dari Negara Annex I yang sudah berada di bawah target.
   •   Sebuah proyek baru dapat dijual dalam perdagangan emisi karbon apabila
       sudah mendapat persetujuan dari Dewan Eksekutif CDM yang berpusat di Bonn,
       Jerman. Hanya dewan eksekutif yang berhak mengeluarkan akreditasi certified
       emission reductions (CERs) bagi sebuah proyek untuk dapat diperjualbelikan.
   •   Negara non-Annex I yang tidak mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisi
       gas buang, tapi jika mengimplementasikan proyek gas rumah kaca yang dapat
       menurunkan emisi, ia akan menerima kredit karbon yang dapat dijual pada
       Negara Annex I.

9. Berapa negara yang menandatangani Protokol Kyoto?
Desember 1997 di Kyoto, Protokol Kyoto ditandatangani oleh 84 negara dan tetap
terbuka untuk ditandatangani/diaksesi sampai Maret 1999 oleh negara-negara lain di
Markas Besar PBB, New York. Protokol ini berkomitmen bagi 38 negara industri untuk
memotong emisi GRK mereka antara tahun 2008 sampai 2012 menjadi 5,2% di bawah
tingkat GRK mereka di tahun 1990.

Pada November 2007, 174 kelompok meratifikasi protokol itu, 36 di antaranya,
termasuk negara yang tergabung dalam Uni Eropa, diminta mengurangi emisi gas
rumah kaca mereka hingga level tertentu. Kecuali Amerika Serikat, 137 negara
menandatangani ratifikasi Protokol Kyoto, namun tak ada kewajiban untuk memonitor
ataupun melaporkan emisi gas yang mereka hasilkan.

10. Siapa negara yang menolak menandatangai Protokol Kyoto? Mengapa negara
tersebut menolak?
Sampai saat ini, Amerika Serikat saja yang menolak menandatangani Protokol Kyoto,
dengan alasan jika AS menurunkan emisi gas rumah kacanya, ekonomi mereka akan
terancam oleh pertumbuhan India dan Tiongkok.

11. Apa yang dimaksud negara Anex 1? Siapa saja mereka?
Negara-negara Annex I adalah Negara maju yang dianggap bertanggung jawab
terhadap emisi gas sejak revolusi industry, 150 tahun silam. Mereka mengemban tugas
menurunkan emisi gas rumah kaca dan harus melaporkan emisi gasnya tiap tahun.
Negara Annex I ini terdiri dari 38 negara industri maju di Eropa, Amerika Utara,
Australia. Jepang merupakan satu-satunya Negara Asia yang masuk dalam kategori ini

Negara Annex I antara lain Australia , Austria , Belarus , Belgium , Bulgaria , Canada ,
Croatia , Czech Republic , Denmark , Estonia , Finland , France , Germany , Greece ,
Hungary , Iceland , Ireland , Italy , Japan , Latvia , Liechtenstein , Lithuania            ,
Luxembourg , Monaco , Netherlands , New Zealand , Norway , Poland , Portugal                ,
Romania , Russian Federation , Slovakia , Slovenia , Spain , Sweden , Switzerland           ,
Turkey , Ukraine , United Kingdom , United States of America Australia , Austria            ,
Belarus , Belgia , Bulgaria , Kanada , Kroasia , Republik Ceko , Denmark , Estonia          ,
Finlandia , Perancis , Jerman , Yunani , Hungaria , Islandia , Irlandia , Italia , Jepang   ,
Latvia , Liechtenstein , Lithuania , Luxembourg , Monaco , Belanda , Selandia Baru          ,
Norwegia , Polandia , Portugal , Romania , Federasi Rusia , Slovakia , Slovenia             ,
Spanyol , Swedia , Swiss , Turki , Ukraina , Inggris , Amerika Serikat



12. Apakah mitigasi itu?
Mitigasi adalah berbagai tindakan aktif untuk mencegah/ memperlambat terjadinya
perubahan iklim/ pemanasan global & mengurangi dampak perubahan
iklim/pemanasan global (melalui upaya penurunan emisi GRK, peningkatan
penyerapan GRK, dll.).

13. Apakah adaptasi itu?
Adaptasi adalah tindakan penyesuaian terhadap dampak negative perubahan iklim

14. Bagaimana mekanisme pendanaan perubahan iklim?
Mekanisme pendanaan hutan yang ramai dibicarakan di forum-forum internasional
adalah pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara
berkembang (REDD).

Kritik terhadap mekanisme ini adalah REDD dianggap kurang sempurna karena
deforestasi dan degradasi hutan memang mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
tetapi tidak meningkatkan kemampuan hutan itu sendiri untuk melakukan sekuestrasi
atau penyerapan karbon. Oleh karena itu muncullah mekanisme REDD-plus yang
bukan hanya memberikan insentif untuk pengurangan deforestasi dan degradasi hutan,
tetapi juga peningkatan penyerapan karbon melalu konservasi, pengelolaan hutan
lestari dan peningkatan cadangan-cadangan karbon hutan di negara-negara
berkembang. Sementara itu, pendanaan untuk kegiatan aforestasi dan reforestasi (A/R)
sendiri telah lama dikenal melalu mekanisme Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM).

15. Apakah REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest
Degradation) itu?
REDD, atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation
(Pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi hutan) adalah Sebuah mekanisme
untuk mengurangi emisi GRK dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak
pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

Setelah COP-13 di Bali, Desember 2007 muncul inisiasi skema mengatasi perubahan
iklim dengan REDD. Skema ini akan memberikan kemungkinan yang sangat besar

Untuk dimanfaatkan oleh Negara-negara penghasil karbon untuk mengelak dari
tanggung jawab mereka atas pengurangan emisi, sementara beberapa persoalan teknis
akan meminggirkan kepentingan masyarakat. Ada bahaya yang jika terus mengacu
kepada mekanisme pasar, dengan membolehkan negara utara itu menggunakan
mekanisme pasar dapat menghindarkan tanggung jawab untuk mengurangi emisi
mereka sendiri.

16. Apa Perbedaan antara REDD, REDD-plus dan CDM?




Dimodifikasi dari Blaser (2009)




17. Apakah proyek CDM itu?
Clean Development Mechanism (CDM) / Mekanisme Pembangunan Bersih adalah
mekanisme di mana negara maju membangun proyek ramah lingkungan di negara non-
Annex I. Nantinya proyek tersebut menghasilkan kredit penurunan emisi berupa
Certified Emission Reduction (CER) yang akan menjadi milik negara yang berinvestasi
dalam proyek tersebut.

CDM merupakan salah satu dari ketiga metode pengurangan emisi CO2 yang
ditetapkan dalam Kyoto Protocol. Proyek ini dilaksanakan oleh Global Environment
Facility (GEF). Kesepakatan ini memastikan adanya dana adaptasi pada tahap awal
periode komitmen pertama Kyoto Protocol (2008-2012). Dana yang tersedia berjumlah
sekitar 37 juta euro dan mengingat banyaknya jumlah proyek CDM, angka ini akan
bertambah menjadi sekitar US$ 80-300 juta dalam periode 2008-2012. Beberapa
negara peserta konferensi belum menyepakati pelaksanaan proyek adaptasi ini
dikarenakan sulitnya regulasi dan penyatuan kebijakan nasional. Isu tersebut akan
diagendakan untuk dibahas selanjutnya di Bonn (Jerman) pada tahun 2008.




18. Apakah UNDRIP (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous
Peoples)?
United Nation Declaration on The Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) adalah
Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat

Pada tanggal 13 September 2007 Sidang Majelis Umum (SMU) PBB menyepakati dan
menerima Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on
the Rights of Indigenous Peoples, UNDRIP). Deklarasi tersebut menjadi sebuah
tonggak penting dalam upaya memajukan penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak-hak masyarakat adat dalam konteks hak ekonomi, sosial, budaya dan
sebagainya sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional Hak Ekosob dan di sisi
lain menegaskan keberadaan masyarakat adat sebagai sebuah subyek hukum (legal
entity) dalam ranah instrumen hukum internasional.
Hak-hak dan kebebasan dasar dari masyarakat adat juga menjadi inti dari UNDRIP
yang seluruh pasal dan ayatnya mengatur tentang pengakuan, perlindungan,
penghormatan, dan pemenuhannya. Termasuk di dalamnya ada sejumlah pasal yang
mengatur tentang hak masyarakat adat untuk menerima atau menolak berbagai usulan
atau rancangan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam wilayah adat mereka.
Prinsip yang mengatur tentang hak untuk menerima atau menolak ini dikenal dengan
free, prior, and informed consent (FPIC).

Di dalam UNDRIP, prinsip FPIC diatur dalam sejumlah pasal, yakni Pasal 10 tentang
relokasi atau pemindahan pemukiman masyarakat adat; Pasal 11 ayat 2 tentang ganti
kerugian atas hak milik intelektual, budaya, spiritual, dan religious dari masyarakat adat
yang diambil tanpa FPIC; Pasal 19 tentang penerapan langkah-langkah legislatif dan
administratif kepada masyarakat adat; Pasal 28 ayat 1 tentang ganti kerugian atas
pengambilalihan tanah tanpa FPIC; Pasal 29 ayat 2 tentang pembuangan limbah
berbahaya dalam wilayah masyarakat adat yang tidak boleh terjadi tanpa FPIC; dan
Pasal 32 ayat 2 tentang proyek-proyek yang akan dilakasanakan dalam wilayah adat
harus mengikuti prinsip FPIC.
19. Apakah Governor’s Climate and Forest Task Force?
GCF Task Force adalah forum kolaborasi tingkat subnasional antara 14 provinsi dan
negara bagian di Amerika Serikat, Brasil, Indonesia, Nigeria, Meksiko, Liberia dan
Malaysia yang mencoba merumuskan skema pembayaran konpensasi finansial (jasa
lingkungan) bagi masyarakat dekat hutan dari negara-negara industri maju melalui
pengurangan emisi akibat kerusakan hutan (Reducing Emission from Deforestation and
Degradation, REDD).

Provinsi dan negara bagian ini berasal dari Indonesia, Amerika Serikat (California,
Illinois, Wisconsin), Brasil (Amapa, Amazonas, Mato Grosso, Para, Acre, Tocautius),
Indonesia (Aceh, Papua, Papua Barat, Kaltim, Kalbar, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel,
DKI Jakarta), Nigeria (Cross River), Malaysia (Sabah), Canada (British Columbia),
Liberia (Sinoe County) dan Mexico (Campeche, Baja, Chiapas).

GCF melaksanakan pertemuan rutin 2 kali setahun dengan loaksi pertemuan yang
berbeda-beda. Tanggal 18 – 20 Mei 2010 dilaksanakan 3rd GCF and Stakeholder
Meeting di Aceh.

Setelah pertemuan di Aceh, forum GCF Task Force kembali melakukan pertemuan
membahas agenda bersama yang dilaksanakan di Santarem, Negara Bagian Para,
Brasil pada 13-17 September 2010. Pertemuan Santarem juga ditandai dengan
masuknya provinsi Kalimantan Tengah dan Papua Barat dari Indonesia dan negara
bagian Ciapas dari Meksiko sebagai anggota baru forum GCF.

Secara substansi, pertemuan Santarem telah menghasilkan empat rekomendasi
bersama yakni; Kerangka Kerja REDD di tingkat sub-nasional (provinsi atau negara
bagian), Mekanisme Pendanaan Kegiatan REDD, Manajemen Database GCF, dan
Strategi Komunikasi.

Untuk isu “Kerangka Kerja REDD”, para anggota task force memberikan rekomendasi
penyusunan platform bersama yang memfasilitasi pengembangan program REDD
yang procedural dan dapat dioperasionalkan oleh anggota GCF dari negara bagian
maupun provinsi.

Isu “Mekanisme Pendanaan Kegiatan REDD”, anggota forum merekomendasikan
upaya pendanaan dari berbagai sumber dengan prinsip-prinsip pendanaan program
yang transparan, cepat dioperasionalkan, terukur dan mencapai sasaran.
Kemudian isu “Database GCF” akan memuat substansi kegiatan-kegiatan GCF baik
berupa proyek, program, dan kebijakan dari negara bagian dan provinsi anggota GCF
serta mengindentifikasi kebutuhan kelembagaan, teknis dan peluang kerjasama antar
anggota GCF.

Sedangkan isu “Strategi Komunikasi” merekomendasikan tentang upaya para anggota
GCF untuk menyebarkanluaskan agenda dan program GCF kepada pemerintah negara
anggota, NGO yang bekerja di isu REDD, dan stakeholder lain.



20. Apa Bali Roadmap itu?
Bali Roadmap atau Peta Perjalanan Bali adalah kesepakan yang dihasilkan melalui
sidang PBB yang dilaksanakan di Bali, Indonesia pada tahun 2007 mengenai upaya
untuk menyelamatkan bumi dari dampak perubahan iklim.

Bali Roadmap dibuat sebagai persiapan untuk konferensi PBB tentang perubahan iklim
global yang akan diselenggarakan di Kopenhagen (Denmark) pada tahun 2009.
Selanjutnya, hasil dari konferensi di Kopenhagen tersebut akan diratifikasi oleh negara-
negara di dunia untuk menggantikan Kyoto Protocol yang akan berakhir pada tahun
2012.

Pada dasarnya, Bali Roadmap ialah langkah-langkah yang didalamnya tercakup
kesepakatan aksi adaptasi, jalan pengurangan emisi gas rumah kaca, dan transfer
teknologi dan keuangan yang meliputi adaptasi dan mitigasi.
Berikut ini ialah poin-poin Bali Roadmap:

   1. Adaptasi
      Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk membiayai proyek adaptasi
      di negara-negara berkembang melalui metode clean development mechanism
      (CDM). CDM ialah salah satu dari ketiga metode pengurangan emisi CO2 yang
      ditetapkan dalam Kyoto Protocol. Proyek ini dilaksanakan oleh Global
      Environment Facility (GEF). Kesepakatan ini memastikan adanya dana adaptasi
      pada tahap awal periode komitmen pertama Kyoto Protocol (2008-2012). Dana
      yang tersedia berjumlah sekitar 37 juta euro dan mengingat banyaknya jumlah
      proyek CDM, angka ini akan bertambah menjadi sekitar US$ 80-300 juta dalam
      periode 2008-2012. Beberapa negara peserta konferensi belum menyepakati
      pelaksanaan proyek adaptasi ini dikarenakan sulitnya regulasi dan penyatuan
      kebijakan nasional. Isu tersebut akan diagendakan untuk dibahas selanjutnya di
      Bonn (Jerman) pada tahun 2008.
2. Teknologi
  Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memulai program strategis
  untuk memfasilitasi teknologi mitigasi dan adaptasi yang dibutuhkan negara-
  negara berkembang. Tujuan program ini adalah untuk memberikan contoh
  proyek yang konkrit, menciptakan lingkungan investasi yang menarik, dan juga
  termasuk memberikan insentif untuk sektor swasta untuk melakukan alih
  teknologi. Global Environment Facility (GEF) akan menyusun program ini
  bersama dengan lembaga keuangan internasional dan perwakilan-perwakilan
  dari sektor keuangan swasta. Negara-negara peserta konferensi juga
  bersepakat untuk memperpanjang mandat Expert Group on Technology Transfer
  selama 5 tahun. Grup ini diminta memberikan perhatian khusus pada
  kesenjangan dan hambatan pada penggunaan dan pengaksesan lembaga-
  lembaga keuangan.

3. Reducing emissions from deforestation in developing countries (REDD)
  Emisi karbon yang disebabkan karena deforestasi hutan merupakan isu utama di
  Bali. Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk menyusun sebuah
  program REDD dan menurunkan hingga tahapan metodologi. REDD akan
  memfokuskan diri kepada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya
  dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan
  perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi. Deforestasi dianggap
  sebagai komponen penting dalam perubahan iklim sampai 2012.

4. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
  Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk mengakui Fourth
  Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
  sebagai assessment yang paling komprehensif dan otoritatif.

5. Clean Development Mechanisms (CDM)
  Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk menggandakan batas
  ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun.
  Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan wilayah negara
  CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa ikut mengimplementasikan
  mekanisme pengurangan emisi CO2 ini.



6. Negara Miskin
  Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memperpanjang mandat
  Least Developed Countries (LDCs) Expert Group. Grup ini akan menyediakan
saran kritis bagi negara miskin dalam menentukan kebutuhan adaptasi. Hal
tersebut didasari fakta bahwa negara-negara miskin memiliki kapasitas adaptasi
yang rendah.

Setelah mundurnya jadwal konferensi selama satu hari dan setelah diadakannya
perpanjangan waktu selama 23 jam, delegasi dari 189 negara, termasuk Amerika
Serikat, akhirnya dapat menyepakati Bali Roadmap. Keikutsertaan Amerika
Serikat dalam Bali Roadmap memberikan sinyal positif bagi keberhasilan
menyatukan seluruh bangsa dalam satu aksi bersama untuk menyelamatkan
bumi. Seperti yang kita ketahui, Amerika Serikat ialah negara emiten karbon dan
negara industri yang sangat besar dan tanpa keikutsertaan AS dalam Bali
Roadmap, upaya penyelamatan bumi tidak akan maksimal.
II. Keadilan Iklim

1. Apakah Keadilan Iklim Itu?
Keadilan iklim merupakan hak untuk mendapatkan keadilan antar generasi atas prinsip-
prinsip keselamatan rakyat, pemulihan keberlanjutan layanan alam, dan perindungan
produktivitas rakyat dimana semua generasi baik sekarang maupun mendatang berhak
terselamatkan akibat dampak perubahan iklim dan mampu beradaptasi terhadap
perubahan iklim secara berkeadilan.

2. Siapa NGOs internasional yang menyuarakan keadilan iklim?
Climate Juctice Now!, Climate Juctice Action


Climate Justice Now! (CJN) Adalah sebuah jaringan organisasi dan gerakan dari
seluruh dunia yang berkomitmen untuk memperjuangkan solusi yang paling baik
(genuine) untuk krisis perubahan iklim. CJN berkomitmen untuk membangun sebuah
gerakan beragam - lokal dan global - untuk sosial, keadilan ekologis dan jender.


CJN    diluncurkan pada hari terakhir COP13 di Bali (Desember 2007) dengan
pernyataan pers yang ditandatangani oleh lebih dari 30 gerakan sosial dan LSM.
Hingga di Pertemuan UNFCCC di Kopenhagen pada tahun 2009, anggota CJN lebih
dari 200 gerakan social dan LSM


Climate Juctice Action (CJA) adalah jaringan global baru dengan anggota yang terdiri
dari perseorangan dan kelompok yang berkomitmen untuk melakukan tindakan
mendesak yang diperlukan untuk menghindari bencana perubahan iklim. CJA terbentuk
pada saat dijalankannya COP 15 di Kopenhagen tahun 2009.

3. Siapakah Indonesia Climate Society Forum (CSF) on Climate Justice?
CSF merupakan forum jaringan nasional yang saat ini beranggotakan 28 organisasi
masyarakat sipil, antara lain AMAN, FWI, HUMA, ICEL, IESR, IHSA, IPPHTI, KpSHK,
IYT, JANGKAR, KEHATI, SatuDunia, KEMALA, PELANGI, DTE, JATAM, KIARA, SBIB,
SP, TELAPAK, TI-Indonesia, WALHI
4. Bagaimana sejarah terbentuknya CSF on Climate Justice?
Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (Civil Society Forum for Climate Justice)
terbentuk atas konsensus yang disepakati pada 21 Mei 2007 dalam rangka acara COP
13/CMP 3. Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization/CSO)
Indonesia memangdang pentingnya konsolidasi antara Organisasi Masyarakat Sipil
Indonesia untuk menghadapi COP 13/CMP 3 oleh UNFCCC di Bali pada 3-14
Desember 2007.

CSF kemudian akan mengorganisir sejumlah program dan kegiatan pada saat
sebelum, selama, dan setelah COP 13, baik didalam maupun diluar sistem PBB. Saat
ini, jumlah organisasi yang tergabung dalam forum adalah 50 organisasi. CSF untuk
Keadilam Iklim adalah forum terbuka, maka kesempatan untuk pihak manapun masih
selalu terbuka untuk berkomitmen dan terlibat dalam forum, baik dari NGO maupun
individu selama sepakat dengan prinsip Keadilan Iklim.

5. Apakah HELP itu?
Persoalan perubahan iklim tidak terlepas dari persoalan keselamatan manusia (Human
security), utang ekologis (Ecological debt), hak atas lahan (Land rights) dan produksi
konsumsi (Production consumption) dan disingkat dengan HELP, yang selama ini
belum sepenuhnya dijamin Negara. Prinsip HELP inilah yang diusung oleh CSF untuk
menjawab masalah-masalah akibat perubahan iklim.

Keselamatan Manusia (Human Security) meliputi kebebasan pemenuhan terhadap
keamanan dan hak asasi manusia. Hal ini termasuk hak atas keamanan pangan, mata
pencaharian, ekonomi, social dan budaya, kesehatan, lingkungan dan politik bagi laki-
laki dan perempuan serta kelompok rentan

Utang Ekologis (Ecological Debt) merupakan utang akumulasi oleh Negara industri
terhadap Negara berkembang karena penjarahan sumber daya, penguasaan dan
perdagangan sumber daya (resources) yang tidak adil baik secara ekonomi dan politik,
yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan pencaplokan ruang hidup menjadi
tempat pembuangan limbah. Dalam konteks Indonesia, utang ekologis bisa berdimensi
antar pulau, ataupun antar Negara. Salah satu akspek utang ekologis adalah utang
iklim

Hak atas Lahan (Land Rights) merupakan hak yang menyangkut kepemilikan sumber-
sumber produksi, baik laut maupun daratan (akses dan control) juga konsepsi tenurial
yang lebih luas, mencakup budaya dan kehidupan masyarakat
Produksi – Konsumsi (Production Comsumption) merupakan prinsip yang
mengedepankan pola pembangunan yang adil, mandiri dan berkelanjutan serta
menjamin keselamatan laki-laki, perempuan serta kelompok rentan dari pola
kapitalistik, penggunaan teknologi kotor, beresiko dan berskala besar

6. Apakah sudah terjadi keadilan iklim di Indonesia
Belum, karena masyarakat yang selama ini terkena dampak dari perubahan iklim justru
belum mendapatkan perhatian secara maksimal dari pemerintah.pemerintah lebih
banyak memikirkan tentang program mitigasi terhadap perubahan iklim, dan kurang
memikirkan masalah adaptasi yang banyak dihadapi warga

7. Apakah deforestasi itu?
Deforestasi merupakan suatu kondisi saat tingkat luas area hutan yang menunjukkan
penurunan secara kualitas dan kuantitas.

Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan
ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai
sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan
pribadi.

Pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan di Indonesia terbukti sangat
menguntungkan selama bertahun-tahun, dan keuntungannya digunakan oleh rejim
Soeharto sebagai alat untuk memberikan penghargaan dan mengontrol teman-teman,
keluarga dan mitra potensialnya. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, negara ini secara
dramatis meningkatkan produksi hasil hutan dan hasil perkebunan yang ditanam di
lahan yang sebelumnya berupa hutan.

Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis,
pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet
dan coklat Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan
secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal.

Untuk saat ini, penyebab deforestasi hutan semakin kompleks. Kurangnya penegakan
hukum yang terjadi saat ini memperparah kerusakan hutan dan berdampak langsung
pada semakin berkurangnya habitat orangutan secara signifikan.

8. Apa Penyebab Deforestasi di Indonesia?
Penyebab deforestasi di Indonesia, yaitu:

a. Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu
berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola
tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan.

Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap
pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang
telah dieksploitasi secara berlebihan.

Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang
telah disurvei, masuk dalam kategori "sudah terdegradasi". Areal konsesi HPH yang
mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas
ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk
mengajukan permohonan izin konversi hutan.

Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah
menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan.

b. Hutan tanaman industri
Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi
sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang
berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan
alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan
untuk pembangunan hutan tanaman industri.

Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang
habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7
juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif.

c. Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan
penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi
menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan
telah ditebang habis.

Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun
1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya
kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang
sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama,
yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang
korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin
membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang
dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan
yang sudah dibuka ditelantarkan.

d. llegal logging
Illegal logging adalah merupakan praktek langsung pada penebangan pohon di
kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup
illegal logging terdiri dari:
    • Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan
         akses ke dalam hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk
         melakukan penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal.
    • Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu
         secara illegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman
         industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari
         setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di
         Indonesia.

Kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalakan ilegal.
Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar dan yang terorganisasi sekarang
merajalela di Indonesia; setiap tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri
hasil hutan ditebang secara ilegal.

Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak diketahui, tetapi seorang
mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan, Titus
Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan pembalakan ilegal telah
menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan Indonesia.

e. Konvensi Lahan
Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi
yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat
yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak
tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan
bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen
hilangnya hutan. Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta
ha antara tahun 1985 sampai 1997.

f. Program Transmigrasi
Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan
penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program
ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha
selama keseluruhan periode tersebut.

g. Kebakaran Hutan
Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka
lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi
HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan
intensitasnyan belum pernah terjadi sebelumnya.

Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha hutan lainnya
terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak
belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha
sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan
pertanian yang produktif

Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang
menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal sehingga pada
musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun,
apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya adanya
konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan
terganggu.

Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu
dan mudah terbakar. Gambut mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di
bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah
secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan
gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan baru
bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif.

9. Apakah kerentanan itu (kerentanan ekologis, kerentanan ekonomi, kerentanan
social)?
   - Kerentanan ekologis, seperti kesuburan tanah yang terus menurun, serangan
       ham adan penyakit yang semakin sulit diatasi, ketidakpastian iklim dan musim
       tanam, variasi ienis padi dan ketersediaan air
   - Kerentanan ekonomi, meliputi produktivitas petani yang menurun, nilai tukar
       petani dan pembengkakan biaya produksi, rantai pemasaran terlalu panjang,
       peningkatan konsumsi dan biaya pengeluaran, terbatasnya pendapatan lain di
       luar sawah
   - Kerentana social, meliputi migrasi penduduk desa ke kota hingga ke luar negeri,
       pudarnya ikatan social dalam bentuk gotong royong, kelembagaan social petani
lebh berdasarkan pada kepentingan adanya proyek pemerintah, sumber-sumber
      pengetahuan petani semakin bersanda pad akepentingan pasar, dan stratifikasi
      dalam buruh tani



10. Letter of Intent Norwegia-Indonesia?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg
telah berkomitmen untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim antara lain dengan
penandatanganan Letter of Intent (LoI) atau Nota Kesepahaman ((MoU) mengenai
program penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan atau Reducing
Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang dilakukan Menteri
Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan
Internasional Norwegia Erik Solheim di Oslo pada 27 Mei 2010. Jika Indonesia
menjalankan program REDD+ secara bertahap, maka Indonesia akan mendapatkan
kompensasi pendanaan senilai 1 juta dollar AS. Delegasi Norwegia sebelumnya telah
menyepakati lahan gambut di Kalimantan Tengah, yang menjadi proyek percontohan
program REDD+.



11. Apakah moratorium hutan?
Moratorium hutan adalah pelarangan penebangan dan pemanfaatan kawasan hutan
untuk kegiatan industri yang berkerangka waktu lama.

12. Apakah perdagangan karbon itu?
Perdagangan karbon adalah kegiatan perdagangan jasa yang berasal dari kegiatan
pengelolaan hutan yang menghasilkan pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan.

13. Siapa yang diuntungkan dari perdagangan karbon itu?
Negara-negara maju adalah pihak yang diuntungkan dengan perdagangan karbon.
Dengan perdagangan karbon, negara-negara industri yang merupakan penyumbang
terbesar dari pelepasan emisi karbon, akan memberikan sejumlah dana kepada negara
yang masih memiliki hutan untuk mengurangi udara kotor yang di hasilkan negara-
negara besar, sementara negara berkembang di wajibkan untuk menyediakan udara
bersih dengan hutan yang dimilikinya.

Dengan demikian, Negara-negara pemilik hutan akan menjadi pesuruh untuk
menyediakan udara bersih sementara industri-industri di negara maju di legalkan untuk
melakukan pencemaran lingkungan.
Bahan Bacaan
  1. Keadilan Gender Dalam Keadilan Iklim, Khalisah Khalid dkk, Forum Masyaraka

     Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim, 2011
  2. Membaca Jejak Perubahan Iklim: Bunga Rampai Pengalaman Lapang CSF

     untuk Keadilan Iklim, Forum Masyaraka Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim, 2009
  3. REDD, Bisakah Menjawab Deforestasi dan Menghadirkan Keadilan Iklim:

     Pembelajaran dari Indonesia, Bernaditus Steni dkk, Forum Masyaraka Sipil
     (CSF) untuk Keadilan Iklim, 2010
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_iklim

  5. http://iklimkarbon.com/perubahaniklim/+%22perubahan+iklim+terjadi+karena%

  6. http://www.riaupos.com/new/berita.php?act=full&id=789&kat=1.
  7. http://mukti-aji.blogspot.com/2008/05/cop-ke-13-unfccc.html.
  8. http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/.
  9. http://www.bimashena.co.cc/2010/08/tentang-pemansan-global.html.
  10. http://www.vhrmedia.com/vhr-corner/agenda,Protokol-Kyoto-Ditandatangani-

     766.html.
  11. http://iklimkarbon.com/2010/02/14/menyongsong-mekanisme-pendanaan-hutan-

      redd-plus/
  12. http://majarimagazine.com/2007/12/unccc2007-bali-roadmap/.
  13. http://id.wikipedia.org/wiki/Bali_roadmap.
  14. http://nawanawaku.blogspot.com/2009/04/carbon-trading-menurut-protokol-

     kyoto_28.html
  15. http://kehutanan.risnandarweb.com/mengenal-ipcc-intergovernmental-panel-on-

     climate-change/
  16. http://www.climate-justice-now.org/

  17. http://jasoilpapua.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-konflik-berbasiskan-

     pada.html
  18. http://www.climate-justice-action.org/

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Ekologi dan-lingkungan
Ekologi dan-lingkunganEkologi dan-lingkungan
Ekologi dan-lingkungan
Shoetiaone
 
Pembangunan dan-lingkungan
Pembangunan dan-lingkunganPembangunan dan-lingkungan
Pembangunan dan-lingkungan
ar_
 
Ekologi dan asas asas pengelolaan lingkungan
Ekologi dan asas asas pengelolaan lingkunganEkologi dan asas asas pengelolaan lingkungan
Ekologi dan asas asas pengelolaan lingkungan
musdzalifah
 
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
Operator Warnet Vast Raha
 

La actualidad más candente (16)

Pengaruh perubahan iklim bagi kehidupan manusia
Pengaruh perubahan iklim bagi kehidupan manusiaPengaruh perubahan iklim bagi kehidupan manusia
Pengaruh perubahan iklim bagi kehidupan manusia
 
Makalah greenpeace nuklir
Makalah greenpeace nuklirMakalah greenpeace nuklir
Makalah greenpeace nuklir
 
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
 
Pembangunan berkelanjutan-fd
Pembangunan berkelanjutan-fdPembangunan berkelanjutan-fd
Pembangunan berkelanjutan-fd
 
Sustainable development fd-revised
Sustainable development fd-revisedSustainable development fd-revised
Sustainable development fd-revised
 
Ekologi dan-lingkungan
Ekologi dan-lingkunganEkologi dan-lingkungan
Ekologi dan-lingkungan
 
Pembangunan
PembangunanPembangunan
Pembangunan
 
Pembangunan dan-lingkungan
Pembangunan dan-lingkunganPembangunan dan-lingkungan
Pembangunan dan-lingkungan
 
Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)
Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)
Makalah thi 2 nuclear jepang (green theory)
 
Ekologi dan asas asas pengelolaan lingkungan
Ekologi dan asas asas pengelolaan lingkunganEkologi dan asas asas pengelolaan lingkungan
Ekologi dan asas asas pengelolaan lingkungan
 
Presentasi CDM_Ilmu Lingkungan_DEC 2017
Presentasi CDM_Ilmu Lingkungan_DEC 2017Presentasi CDM_Ilmu Lingkungan_DEC 2017
Presentasi CDM_Ilmu Lingkungan_DEC 2017
 
Pembangunan
PembangunanPembangunan
Pembangunan
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
 
Proyek Tasi Mane Suai Covalima
Proyek Tasi Mane Suai CovalimaProyek Tasi Mane Suai Covalima
Proyek Tasi Mane Suai Covalima
 
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
 
Makalah bahaya pemanasan global sutamin
Makalah bahaya pemanasan global sutaminMakalah bahaya pemanasan global sutamin
Makalah bahaya pemanasan global sutamin
 

Similar a Question and answer tentang keadilan iklim yayasan satu dunia

Buku 5 tahun dnpi website
Buku 5 tahun dnpi websiteBuku 5 tahun dnpi website
Buku 5 tahun dnpi website
Ari Adipratomo
 
Bab V. Masalah Lingkungan (B)
Bab V. Masalah Lingkungan (B)Bab V. Masalah Lingkungan (B)
Bab V. Masalah Lingkungan (B)
Universitas PGRI
 
Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...
Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...
Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...
Operator Warnet Vast Raha
 
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah ekologi lingkungan
Makalah ekologi lingkunganMakalah ekologi lingkungan
Makalah ekologi lingkungan
Ricky Ramadhan
 
Buku sejarah perundingan unfccc 2
Buku sejarah perundingan unfccc 2Buku sejarah perundingan unfccc 2
Buku sejarah perundingan unfccc 2
Ari Adipratomo
 

Similar a Question and answer tentang keadilan iklim yayasan satu dunia (20)

Dampak pemanasan global
Dampak pemanasan globalDampak pemanasan global
Dampak pemanasan global
 
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global
Perubahan Iklim dan Pemanasan GlobalPerubahan Iklim dan Pemanasan Global
Perubahan Iklim dan Pemanasan Global
 
Climate change
Climate changeClimate change
Climate change
 
Bab12 Pemanasan global
Bab12 Pemanasan globalBab12 Pemanasan global
Bab12 Pemanasan global
 
Buku 5 tahun dnpi website
Buku 5 tahun dnpi websiteBuku 5 tahun dnpi website
Buku 5 tahun dnpi website
 
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
 
Tugas3
Tugas3Tugas3
Tugas3
 
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptxKerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
Kerangka Global dan Nasional API-PRB.pptx
 
Bab V. Masalah Lingkungan (B)
Bab V. Masalah Lingkungan (B)Bab V. Masalah Lingkungan (B)
Bab V. Masalah Lingkungan (B)
 
304513704-Hukum-Lingkungan (1).ppt
304513704-Hukum-Lingkungan (1).ppt304513704-Hukum-Lingkungan (1).ppt
304513704-Hukum-Lingkungan (1).ppt
 
Global Warming Pemanasan Global
Global Warming Pemanasan GlobalGlobal Warming Pemanasan Global
Global Warming Pemanasan Global
 
Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...
Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...
Pengaruh penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasiswa-akper-bala-...
 
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI IND...
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM  TERKAIT KONDISI EKONOMI DI IND...KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM  TERKAIT KONDISI EKONOMI DI IND...
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI IND...
 
PPT Kelompok 5_Bumi Bagian Gas (atmosfer).pptx
PPT Kelompok 5_Bumi Bagian Gas (atmosfer).pptxPPT Kelompok 5_Bumi Bagian Gas (atmosfer).pptx
PPT Kelompok 5_Bumi Bagian Gas (atmosfer).pptx
 
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
99747691 kti-pengaruh-penyuluhan-global-warming-terhadap-pengetahuan-mahasisw...
 
75571068 pembangunan-berkelanjutan
75571068 pembangunan-berkelanjutan75571068 pembangunan-berkelanjutan
75571068 pembangunan-berkelanjutan
 
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
 
Makalah ekologi lingkungan
Makalah ekologi lingkunganMakalah ekologi lingkungan
Makalah ekologi lingkungan
 
Modul 4 pembelajaran 2- bumiku semakin panas
Modul 4 pembelajaran 2- bumiku semakin panasModul 4 pembelajaran 2- bumiku semakin panas
Modul 4 pembelajaran 2- bumiku semakin panas
 
Buku sejarah perundingan unfccc 2
Buku sejarah perundingan unfccc 2Buku sejarah perundingan unfccc 2
Buku sejarah perundingan unfccc 2
 

Más de SatuDunia Foundation

Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia uploadUbah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
SatuDunia Foundation
 
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan TelematikaPolicy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
SatuDunia Foundation
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
SatuDunia Foundation
 
Indepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindoIndepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindo
SatuDunia Foundation
 
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
SatuDunia Foundation
 
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
SatuDunia Foundation
 
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi iiWarta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
SatuDunia Foundation
 

Más de SatuDunia Foundation (20)

Posterkursuskm 02-2012
Posterkursuskm 02-2012Posterkursuskm 02-2012
Posterkursuskm 02-2012
 
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia uploadUbah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
Ubah kebijakan media dan telematika di indonesia upload
 
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan TelematikaPolicy Paper NGOs Kebijakan Telematika
Policy Paper NGOs Kebijakan Telematika
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
 
A-Z Konvergensi Telematika
A-Z Konvergensi TelematikaA-Z Konvergensi Telematika
A-Z Konvergensi Telematika
 
Komik publikasi KM 2012
Komik publikasi KM 2012 Komik publikasi KM 2012
Komik publikasi KM 2012
 
Indepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindoIndepth report belajar dari kasus lapindo
Indepth report belajar dari kasus lapindo
 
Konglomerasi media di Era Digital dan Kebebasan Informasi
Konglomerasi media di Era Digital dan Kebebasan InformasiKonglomerasi media di Era Digital dan Kebebasan Informasi
Konglomerasi media di Era Digital dan Kebebasan Informasi
 
Mapping Media Policy in Indonesia
Mapping Media Policy in IndonesiaMapping Media Policy in Indonesia
Mapping Media Policy in Indonesia
 
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
Laporan akhir tahun ruu konvergensi telematika 2011
 
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
Presentation media briefing (firdaus cahyadi)
 
120216 digital (mujtaba hamdi)
120216 digital (mujtaba hamdi)120216 digital (mujtaba hamdi)
120216 digital (mujtaba hamdi)
 
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi iiWarta tkpkd lombok tengah edisi ii
Warta tkpkd lombok tengah edisi ii
 
Id mdgr2007 bahasa
Id mdgr2007 bahasaId mdgr2007 bahasa
Id mdgr2007 bahasa
 
Id mdgr2007 advokasi_bahasa
Id mdgr2007 advokasi_bahasaId mdgr2007 advokasi_bahasa
Id mdgr2007 advokasi_bahasa
 
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
2 peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-di-indonesia -...
 
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
1 laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-milenium-indonesia-2010 -201011181321...
 
Mereka berani melawan pemiskinan
Mereka berani melawan pemiskinanMereka berani melawan pemiskinan
Mereka berani melawan pemiskinan
 
Sapa edisi 1 desember 2011
Sapa edisi 1 desember 2011Sapa edisi 1 desember 2011
Sapa edisi 1 desember 2011
 
Konvergensi industri media dan hak publik
Konvergensi industri media dan hak publikKonvergensi industri media dan hak publik
Konvergensi industri media dan hak publik
 

Question and answer tentang keadilan iklim yayasan satu dunia

  • 1. Question and Answer tentang Keadilan Iklim Edisi I Tahun 2011 oleh: Luluk Uliyah dan Firdaus Cahyadi Divisi Knowledge Management Yayasan Satudunia
  • 2. Kata Pengantar Bila ditanya, apa bencana paling besar yang akan mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi ini? Maka hampir pasti jawabannya adalah perubahan iklim. Ya, perubahan iklim telah mengancam keberlanjutan kehidupan manusia. Mulai dari kekeringan, banjir, kelaparan hingga munculnya beberapa wabah penyakit baru yang belum pernah ada sebelumnya. Tak heran isu perubahan iklim menjadi salah satu isu lingkungan hidup terpopular akhir- akhir ini. Semua pihak nyaris tidak ada yang mengidentikan dirinya sebagai pihak yang menentang kampanye perubahan iklim ini. Semua pihak pro terhadap kampanye perubahan iklim. Semua pihak sepakat dan mendukung rencana penurunan emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Namun, pertanyaannya kemudian adalah, apakah dengan demikian persoalan perubahan iklim akan teratasi? Jawabanya hampir pasti tidak. Karena persoalan perubahan iklim bukan hanya sekedar persoalan lingkungan hidup. Ada dimensi keadilan dalam persoalan perubahan iklim. Ada persoalan keadilan relasi antara negara-negara utara-selatan, keadilan gender, utang ekologis dan lain sebagainya. Tak heran pada tahun 2007, beberapa organisasi masyarakat sipil di Indonesia menggagas ide tentang keadilan iklim. Apa dan bagaimana itu keadilan iklim? Apa pula bedanya dengan perubahan iklim? Question and Answer (QA) atau dalam bahasa Indonesia Tanya Jawab keadilan iklim ini disusun oleh Yayasan Satudunia untuk mengarusutamakan isu keadilan iklim di tengah makin gemerlapnya isu perubahan iklim. Diharapkan istilah-istilah teknis yang selama ini menghalangi publik untuk ikut terlibat dalam dialog atau debat kebijakan terkait perubahan ikilm dapat diminimalisir. Begitu pula kaitan kebijakan perubahan iklim dengan berbagai agenda ekonomi- politik juga tidak lagi disembunyikan. Publik perlu tahu siapa yang untung dan siapa yang buntung ketika sebuah kebijakan tentang perubahan iklim dibuat. QA ini tentunya jauh dari sempurna. Perlu penyempurnaan secara terus menerus terhadap QA ini. Semakin banyak pengetahuan terkait kebijakan telematika yang tertuang dalam QA ini tentu saja semakin baik. Perlu sebuah kolaborasi pengetahuan untuk selalu menyempurnakan QA ini. Intinya QA ini selalu terbuka untuk mengalami penyempurnaan. Terakhir Yayasan Satudunia berterimakasih terhadap pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan QA ini. Kami, tidak bisa menyebut satu persatu pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam QA tentang keadilan iklim ini. Hormat kami, Divisi Knowledge Management, Yayasan Satudunia-OneWorld-Indonesia
  • 3. I. Perubahan iklim 1. Apakah perubahan iklim itu? Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah Bumi. Dalam penggunaannya saat ini, khususnya pada kebijakan lingkungan, perubahan iklim merujuk pada perubahan iklim modern. Perubahan ini dapat dikelompokkan sebagai perubahan iklim antropogenik atau lebih umumnya dikenal sebagai pemanasan global atau pemanasan global antropogenik. 2. Mengapa terjadi perubahan iklim? Perubahan iklim terjadi karena memanasnya permukaan bumi akibat efek rumah kaca yang berlebihan. Efek rumah kaca adalah fenomena semacam “selimut” atmosfer yang terbuat dari gas-gas rumah kaca yang membuat bumi ini hangat. Jika tidak ada efek rumah kaca, maka bumi akan dingin sekali, sedingin bulan yang tak ada atmosfernya. Sayangnya, peningkatan akumulasi gas rumah kaca dalam atmosfer mengakibatkan pemanasan global yang berlebihan. Inilah mengapa perubahan iklim dapat berbahaya bagi kehidupan di planet bumi. 3. Bagaimana sejarah perundingan-perundingan perubahan iklim? Sejarah perundingan terkait perubahan iklim dimulai pada 1990 saat dimulainya perundingan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC). UNFCCC digelar untuk mencapai kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada suatu tingkat yang akan mencegah gangguan tropogenik yang berbahaya pada sistem iklim. Untuk itu negara-negara di dunia diminta untuk mengembangkan inventarisasi gas rumah kaca nasional dan melaporkannya secara internasional. Perkembangan selanjutnya, perundingan terkait perubahan iklim kembali digelar pada 1997 yang menghasilkan Protokol Kyoto (Kyoto Protocol). Protokol Kyoto menghasilkan kesepakatan untuk mengurangi emisi yang mengikat untuk 37 negara (Aneks I). Aneks I merupakan negara yang dituntut untuk melakukan pengurangan emisi secara mengikat di bawah Protokol Kyoto. Perundingan tentang perubahan iklim terus berlanjut pada 2007 di Bali. Dalam
  • 4. perundingan ini di Bali disepakati Peta Jalan Bali. Dalam Peta Jalan Bali dihasilkan dua jalur perundingan, yaitu Kelompok Kerja Ad Hoc tentang Protokol Kyoto dan Kelompok Kerja Ad Hoc tentang Aksi Kooperatif Jangka Panjang di bawah Konvensi. Peta Jalan Bali juga memberikan target kesepakatan hingga akhir 2009. Perundingan terakhir terkait perubahan iklim berlangsung pada 2009 di Kopenhagen. Pertemuan yang dianggap pertemuan terbesar sepanjang sejarah perundingan terkait perubahan iklim ini menghasilkan Kesepakatan Kopenhagen. Kesepakatan ini di antaranya membatasi pemanasan global hingga 2 derajat di atas rata-rata. Di Kopenhagen juga disepakati upaya bersama antara negara maju dan berkembang untuk mendaftarkan upaya mitigasi mereka dalam suatu dokumen bersama. 4. Apa saja lembaga-lembaga internasional yang concern pada perubahan iklim? Lembaga-lembaga internasional yang konsern dengan perubahan iklim antara lain IPCC. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate) adalah panel antar pemerintah tentang perubahan iklim, sebuah lembaga internasional, terdiri dari para ahli dan utusan pemerintahan, yang secara berkala mengkaji pemanasan global, perubahan iklim, dampaknya serta menyarankan langkah-langkah untuk mengatasinya. Ini adalah lembaga yang otoritasnya diakui sebagian besar negara di dunia. Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah sebuah badan ilmiah yang tersusun dari berbagai pemerintahan yang ada di dunia, serta memiliki misi untuk mengevaluasi resiko dari perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia. IPCC dibentuk pada tahun 1988 oleh World Meteorological Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP). Aktivitas utama dari IPCC adalah mempublikasikan laporan khusus tentang topik-topik yang relevan dengan implementasi UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). IPCC berperan dalam hal memberikan penilaian komprehensif, obyektif, terbuka dan transparan dengan dasar keilmuan yang ilmiah dan teknis serta memperhatikan aspek sosial-ekonomi, yang diperoleh dari berbagai literature relevan untuk memahami resiko yang akan dirasakan oleh manusia akibat adanya climate change atau perubahan iklim. Peran IPCC yang lain yaitu mengamati mengenai proyeksi dan dampak perubahan iklim serta pilihan-pilihan yang bisa digunakan untuk adaptasi dan mitigasi.
  • 5. IPCC juga memberikan laporan yang netral sehubungan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara-negara yang ada di dunia terutama terkait dengan isu climate change. Dalam hal kebijakan, IPCC juga bersikap obyektif terhadap kebijakan- kebijakan yang ilmiah yang dibuat oleh negara manapun, serta berusaha objektif dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat teknis dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat. Sebagai organisasi dunia IPCC juga dituntut untuk memberikan nilai ilmiah yang tinggi dan standar teknis yang menyeluruh, yang mencakup areal geografis yang luas ataupun mencerminkan semua pandangan masyarakat dari berbagai belahan bumi. 5. Siapa Konstituen IPCC? Konstituen IPCC adalah sebagai berikut : • Pemerintah : IPPC bersifat terbuka untuk Negara-negara anggota WMO dan UNEP. Masing-masing negara tersebut berpartisipasi dalam memutuskan program IPCC, apakah suatu program diterima, dilaporkan, diadopsi ataupun disetujui. Kelompok ini juga berperan dalam melakukan peninjauan dan menganalisis mengenai laporan yang diberikan oleh IPCC. • Para Ilmuan : para ilmuan di dunia yang jumlahnya ratusan, memberikan kontribusinya terhadap IPCC baik peranannya sebagai penulis, kontributor maupun sebagai seorang pemeriksa. • Perorangan : Sebagai bagian dari badan PBB, maka IPCC mempunyai tujuan untuk memajukan pembangunan manusia dibawah organisasi PBB. Sehingga terbuka bagi masyarakat yang peduli masalah perubahan iklim (climate change). Terkait dengan keputusan mengenai suatu kebijakan, IPCC berada dalam posisi netral, sehingga diharapkan segala hal yang diputuskan oleh IPCC dapat diterima dan diakui oleh semua negara. IPCC juga memberikan laporan secara berkala segala aktifitasnya, malahan banyak yang sudah dijadikan standar ataupun rujukan dalam membuat kebijakan. Sebagai contoh adalah laporan yang dibuat oleh IPCC pada tahun 1990 telah menjadi dasar dalam terbentuknya organisasi PBB dalam kerangka konvensi perubahan iklim (UNFCCC). UNFCCC telah dibuat pada tahun 1992 di Rio de Janeiro dan mulai aktif tahun 1994. UNFCCC memberikan kerangka kebijakan menyeluruh untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Laporan penilaian dari IPCC yang kedua yaitu pada tahun 1995, telah memberikan masukan penting dalam terbentuknya Protocol Kyoto pada Tahun 1997. Selanjutnya Laporan penilaian ketiga pada tahun 2001 yang berisi laporan khusus metodologi telah memberikan informasi berguna dalam pengembangan UNFCCC dan Protocol Kyoto. IPCC tetap berkomitmen menjadi sumber informasi segala hal berkaitan dengan negoisasi dibawah bendera UNFCCC
  • 6. 6. Apakah COP? Conference of the Parties (COP) atau Konferensi Para Pihak adalah otoritas tertinggi dalam kerangka kerja PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change / UNFCCC), yang merupakan asosiasi para pihak dalam meratifikasi konvensi yang bertanggung jawab menjaga konsistensi upaya international dalam mencapai tujuan utama konvensi yang mulai ditanda tangani pada bulan Juni 1992 di Rio De Jeneiro – Brazil dalam KTT Bumi . 1. COP Ke-1 di Berlin – Jerman Tahun 1995 COP ke-1 menyepakati MANDAT BERLIN (Berlin Mandate) yang antara lain berisi persetujuan para pihak untuk memulai proses yang memungkinkan untuk mengambil tindakan pada masa setelah tahun 2000, termasuk menguatkan komitmen negara- negara maju melalui adopsi suatu protokol atau instrumen legal lainnya. 2. COP Ke-2 di Jenewa – Swiss Tahun 1996 Hasil dari COP ke-2 adalah DEKLARASI JENEWA (Geneve Declaration) yang berisi 10 butir deklarasi antara lain berisi ajakan kepada semua pihak untuk mendukung pengembangan protokol dan instrumen legal lainnya yang didasarkan atas temuan ilmiah. 3. COP Ke-3 di Kyoto – Jepang Tahun 1997 Hasil dari COP ke-3 adalah PROTOKOL KYOTO (Kyoto Protocol) yang menegaskan bahwa : - Negara-negara Annex I (pada umumnya negara maju/industri) yang dianggap bertanggung jawab terhadap akan mengurangi emisi dari enam gas rumah kaca : karbondioksida, metana, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC secara kolektif sebesar 5,2 % dibandingkan dengan laporan tahun 1990 untuk diterapkan pada periode 2008-2012. - Untuk mencapai target yang ditetapkan, Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme perdagangan emisi (emission trading,ET), penerapan bersama (joint implementation,JI) dan “mekanisme pembangunan bersih” (clean development mechanism). - Perdagangan emisi (ET) merupakan mekanisme untuk menjual dan membeli izin untuk melakukan pencemaran (emission permit) atau melakukan perdagangan karbon, yang dapat dilakukan misalnya di bursa karbon dunia yang diharapkan berkembang.
  • 7. - Penerapan bersama (JI) mewadahi mekanisme untuk melakukan investasi proyek pengurangan emisi di suatu negara Annex-I oleh suatu negara Annex-I lainnya. Kredit pengurangan emisi yang diperoleh dari pelaksanaan proyek tersebut akan diberikan kepada negara yang melakukan investasi. Selanjutnya, mekanisme yang melibatkan negara berkembang (bukan negara Annex-I) adalah yang dikenal sebagai mekanisme pembangunan bersih (CDM). - CDM merupakan mekanisme Protokol Kyoto yang memungkinkan negara Annex-I dan negara berkembang bekerja -sama untuk melakukan “pembangunan bersih”. Dengan fasilitas CDM, negara Annex-I dapat memenuhi kewajiban pengurangan emisinya dengan melakukan proyek “pengurangan emisi” di suatu negara berkembang dan sang negara berkembang mendapatkan kompensasi finansial dan teknologi dari kerja-sama tersebut. Tujuan CDM sebagaimana ditegaskan oleh Protokol Kyoto (Pasal 12) adalah membantu negara berkembang melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan turut menyumbang bagi pencapaian tujuan pengurangan emisi global, serta untuk membantu negara Annex-I mencapai target pengurangan emisi mereka. Investasi negara Annex-I di negara berkembang yang menghasilkan penurunan emisi akan disertifikasi dan kredit dari “pengurangan emisi yang disertifikasi” (certified emission reduction, CER) tersebut akan diberikan kepada negara Annex-I. 4. COP Ke-4 di Buenos Aires – Argentina Tahun 1998 Hasil dari COP ke-4 adalah Rancangan Aksi Buenos Aires (Buenos Aires Plan of Action – BAPA). Merupakan COP pertama yang dilangsungkan di negara berkembang. Bertujuan merancang tindak lanjut implementasi Protokol Kyoto berikut tenggat waktunya, terutama yang berhubungan dengan alih teknologi dan mekanisme keuangan – khususnya bagi negara-negara berkembang. Dalam BAPA, para pihak mengalokasikan tenggat waktu dua tahun untuk memperkuat komitmen terhadap konvensi dan penyusunan rencana serta pelaksanaan Protokol Kyoto. 5. COP Ke-5 di Bonn – Jerman Tahun 1999 Hasil dari COP ke-5 adalah merumuskan periode implementasi BAPA yang berisi pertemuan pertemuan teknis yang relatif tidak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan besar. 6. COP Ke-6 di Den Haag – Belanda Tahun 2000
  • 8. COP ke-6 disebut sebagai malapetaka negosiasi dalam sejarah penyelenggaraan COP karena tidak satupun implementasi BAPA yang berkaitan dengan pengoperasian Protokol Kyoto, yang merupakan agenda utama COP ini dapat disepakati. Hasilnya adalah penundaan (suspend) COP ke-6 dan dilanjutkan (resumed) pada COP ke-6 bagian II yang diselenggarakan di Bonn – Jerman. 7. COP Ke-6 Bagian II di Bonn – Jerman Tahun 2001 COP ke-6 Bagian II menghasilkan Kesepakatan Bonn (Bonn Agreement) dalam rangka implementasi BAPA. Berisi, antara lain, mekanisme pendanaan di bawah protokol dengan referensi beberapa pasal Protokol Kyoto, membentuk dana baru di luar ketentuan konvensi bagi negara berkembang, dan membentuk dana adaptasi dari Clean Development Mechanism (CDM). Untuk dampak negatif perubahan iklim, pendanaannya akan ditangani melalui Global Environmental Facility (GEF) dan point tentang pembangunan dan alih teknologi dengan membentuk kelompok ahli teknologi yang beranggotakan 20 orang dengan distribusi geografis merata. 8. COP Ke-7 di Marrakesh – Maroko Tahun 2001 COP ke-7 menghasilkan Persetujuan Marrakesh (Marrakesh Accord). Tujuan utama COP ke-7 adalah menyelesaikan persetujuan mengenai rencana terinci tentang cara- cara penurunan emisi menurut Protokol Kyoto dan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan yang memperkuat implementasi Konvensi Perubahan Iklim. Tonggak pentingnya adalah disepakatinya implementasi BAPA yang sudah dibicarakan dalam tiga tahun terakhir, sehingga melancarkan jalan bagi efektifnya operasional Protokol Kyoto. Selain itu, delapan konsep keputusan yang berkaitan dengan keuangan dan pendanaan sebagaimana telah disepakati dalam COP ke-6 bagian II di Bonn segera diajukan dan diadopsi sebagai keputusan. 9. COP Ke-8 di New Delhi – India Tahun 2002 COP ke-8 menghasilkan Deklarasi New Delhi (New Delhi Declaration). Terdiri dari 13 butir sebagai upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Butir-butir tersebut antara lain : protokol Kyoto perlu segera diratifikasi oleh pihak yang belum melakukannya dan upaya antisipasi perubahan iklim harus diintegrasikan ke dalam program pembangunan nasional. Dalam deklarasi tersebut juga ditegaskan bahwa negara-negara industri yang tergabung dalam Annex 1 diingatkan untuk mengimplementasikan komitmennya terhadap UNFCCC, sedangkan negara-negara Annex II diminta mewujudkan dukungan mereka terhadap upaya alih teknologi dan pengembangan kapasitas.
  • 9. 10. COP Ke-9 di Milan – Italia Tahun 2003 Ada beberapa isu yang dibahas dalam COP ke-9 antara lain aturan mengenai mekanisme pembangunan bersih di sector kehutanan. Hasilnya berupa kesepakatan untuk mengadopsi keputusan kegiatan aforestasi dan reforestasi di bawah skema Clean Development Mechanisme. Juga dibahas isu-isu lain yang berkaitan dengan bukti ilmiah perubahan iklim, mekanisme pendanaan dan seruan untuk meratifikasi Protokol Kyoto. 11. COP Ke-10 di Buenos Aires – Argentina Tahun 2004 Membahas adaptasi perubahan iklim dan menghasilkan BUENOS AIRES PROGRAMME OF WORK ON ADAPTATION AND RESPONSE MEASURES. Tujuan dari COP ini adalah mendorong Negara maju mengalokasikan sebagian sumber dayanya untuk Negara berkembang yang telah merasakan dampak buruk perubahan iklim. Amerika Serikat menyatakan kembali bersedia membicarakan isu perubahan iklim dimana sebelumnya AS selalu tidak percaya kepada Protokol Kyoto dan hanya bersedia berpartisipasi dalam pertukaran informasi. 12. COP Ke-11 di Montreal – Kanada Tahun 2005 Hasilnya adalah Rancangan Aksi Montreal (MONTREAL ACTION PLAN) yaitu para pihak yang telah meratifikasi Protocol Kyoto akan bertemu dalam Conference of Parties Serving as Meeting of Parties to the Kyoto Protokol (COP/MOP), sedangkan para pihak yang tidak meratifikasi Protokol Kyoto dapat hadir sebagai observer dalam COP/MOP tapi tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan. Juga dihasilkan keputusan bahwa para pihak mempertimbangkan komitmen lanjutan Annex I untuk periode setelah tahun 2012. Isu lain yang dibicarakan adalah menyelesaikan rincian tentang bagaimana melaksanakan Protokol Kyoto, menggalang kesepakatan diantara penanda tangan Protokol Kyoto tentang rencana memperbesar pemotongan emisi gas rumah kaca setelah tahun 2012. 13. COP Ke-12 di Nairobi– Kenya Tahun 2006 Tema yang dibicarakan adalah seputar pelaksanaan waktu dan besar target emisi komitmen periode II setelah tahun 2012 dan kemungkinan adanya skema lain selain CDM dalam Protokol Kyoto. Ditetapkan Five Year Programme of Work on Impacts, Vulnerability and Adaptation to Climate Change, yang ditujukan membantu semua pihak untuk meningkatkan pengertian dan pengkajian dampak, kerentanan dan
  • 10. adaptasi, serta untuk membuat agar keputusan mengenai aksi dan tindakan adaptasi yang praktis mendapatkan informasi yang memadai guna menanggapi perubahan iklim. 14. COP 14/MOP 4 di Poznań, Polandia, pada 1-12 Desember 2008 15. COP 15/MOP 5 di Kopenhagen, Denmark, pada 7-18 Desember 2009 16. COP 16/MOP 6 di di Cancun, Mexico, pada 29 Nopember - 10 Desember 2010 7. Apakah Protocol Kyoto itu? Protokol Kyoto merupakan suatu dokumen protokol yang diformulasikan di bawah perjanjian perubahan iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC). Protokol ini merumuskan secara rinci langkah yang wajib dan dapat diambil oleh berbagai negara yang meratifikasinya untuk mencapai tujuan yang disepakati dalam perjanjian internasional perubahan iklim PBB, yakni “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca dalam atmosfir pada tingkat yang dapat mencegah terjadinya gangguan manusia/ antropogenis pada sistem iklim dunia”. Protokol Kyoto, sesuai namanya, diadopsi pada pertemuan ketiga Conference of Parties (COP) UNFCCC pada tanggal 11 Desember 1997 di kota Kyoto, Jepang. Protokol Kyoto mengikat secara hukum negara yang menandatangani dan meratifikasinya. Pada tanggal 16 Februari 2005, Protokol Kyoto mulai berlaku setelah berhasil mengumpulkan jumlah minimum negara yang meratifikasinya. Sejauh ini, 187 negara telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto. Protokol Kyoto menggariskan 37 negara industri (disebut negara Annex I) diwajibkan untuk masing-masing mengurangi emisi gas rumah kaca sampai dengan 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990. Angka ini disepakati berdasarkan rekomendasi yang tertera dalam laporan panel ilmuwan PBB IPCC. Guna membantu negara Annex I yang terikat kewajiban penurunan emisi, Protokol Kyoto menetapkan berbagai mekanisme fleksibel (flexible mechanisms) seperti perdagangan emisi (emission trading), mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism) dan implementasi bersama (joint implementation). Mekanisme tersebut memungkinkan negara industri untuk memperoleh kredit emisi dengan cara pembiayai proyek pengurangan emisi di negara di luar negara Annex I atau dari negara Annex I yang sudah melampaui batas penurunan emisi yang diwajibkan.
  • 11. Protokol Kyoto memiliki masa komitmen yang akan berakhir pada tahun 2012. Negara- negara penandatangan UNFCCC masih berada dalam proses perumusan perjanjian baru yang akan meneruskan atau menggantikan Protokol Kyoto setelah masa komitmen pertama berakhir. Untuk itu pada tahun 2007 telah dihasilkan Bali Roadmap atau Peta Jalan Bali yang melandasi perundingan internasional dalam mencapai hal tersebut. Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto pada tanggal 23 Juni 2004. 8. Apa saja prinsip-prinsip dari Protokol Kyoto itu? Prinsip-prinsip dari Protokol Kyoto yaitu: 1.Protokol ini menjadi tanggungan pemerintah dan diatur dalam kesepakatan global yang dilindungi PBB. • Pemerintahan dibagi dalam dua kategori umum: a.Negara-negara Annex I. Adalah Negara maju yang dianggap bertanggung jawab terhadap emisi gas sejak revolusi industry, 150 tahun silam. Mereka mengemban tugas menurunkan emisi gas rumah kaca dan harus melaporkan emisi gasnya tiap tahun. Negara Annex I ini terdiri dari 38 negara industri maju di Eropa, Amerika Utara, Australia. Jepang merupakan satu-satunya Negara Asia yang masuk dalam kategori ini. b.Negara-negara non Annex I. Adalah Negara berkembang. Mereka tidak mempunyai kewajiban menurunkan emisi gas rumah kaca, tapi dapat berpartisipasi melalui CDM. • Negara-negara Annex I harus mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2 % dibandingkan dengan laporan pada tahun 1990. • Pengurangan emisi dari enam gas rumah kaca dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008 dan 2012. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk Amerika Serikat, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia dan penambahan yang diijinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia. • Batas pengurangan tersebut akan berakhir pada tahun 2013, dan akan dibuat target reduksi karbon yang baru. Jika pada tahun 2012 negara Annex I tidak mencapai target, selain tetap harus menutup kekurangannya, pasca 2012 negara tersebut harus membayar denda sebesar 30% dari berat karbon dalam Annex I. • Protokol Kyoto memiliki mekanisme fleksibel yang memungkinkan Negara Annex I mencapai batas emisi gasnya dengan membeli “kredit pengurangan emisi” dari Negara lain. Pembelian dapat dilakukan dengan uang tunai atau berupa pendanaan untuk sebuah proyek penurunan emisi gas buang dari Negara non-
  • 12. Annex I melalui mekanisme CDM. Dapat juga melalui pengerjaan proyek di sesame Annex I melalui programjoint implementation (JI) atau membeli langsung dari Negara Annex I yang sudah berada di bawah target. • Sebuah proyek baru dapat dijual dalam perdagangan emisi karbon apabila sudah mendapat persetujuan dari Dewan Eksekutif CDM yang berpusat di Bonn, Jerman. Hanya dewan eksekutif yang berhak mengeluarkan akreditasi certified emission reductions (CERs) bagi sebuah proyek untuk dapat diperjualbelikan. • Negara non-Annex I yang tidak mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisi gas buang, tapi jika mengimplementasikan proyek gas rumah kaca yang dapat menurunkan emisi, ia akan menerima kredit karbon yang dapat dijual pada Negara Annex I. 9. Berapa negara yang menandatangani Protokol Kyoto? Desember 1997 di Kyoto, Protokol Kyoto ditandatangani oleh 84 negara dan tetap terbuka untuk ditandatangani/diaksesi sampai Maret 1999 oleh negara-negara lain di Markas Besar PBB, New York. Protokol ini berkomitmen bagi 38 negara industri untuk memotong emisi GRK mereka antara tahun 2008 sampai 2012 menjadi 5,2% di bawah tingkat GRK mereka di tahun 1990. Pada November 2007, 174 kelompok meratifikasi protokol itu, 36 di antaranya, termasuk negara yang tergabung dalam Uni Eropa, diminta mengurangi emisi gas rumah kaca mereka hingga level tertentu. Kecuali Amerika Serikat, 137 negara menandatangani ratifikasi Protokol Kyoto, namun tak ada kewajiban untuk memonitor ataupun melaporkan emisi gas yang mereka hasilkan. 10. Siapa negara yang menolak menandatangai Protokol Kyoto? Mengapa negara tersebut menolak? Sampai saat ini, Amerika Serikat saja yang menolak menandatangani Protokol Kyoto, dengan alasan jika AS menurunkan emisi gas rumah kacanya, ekonomi mereka akan terancam oleh pertumbuhan India dan Tiongkok. 11. Apa yang dimaksud negara Anex 1? Siapa saja mereka? Negara-negara Annex I adalah Negara maju yang dianggap bertanggung jawab terhadap emisi gas sejak revolusi industry, 150 tahun silam. Mereka mengemban tugas menurunkan emisi gas rumah kaca dan harus melaporkan emisi gasnya tiap tahun. Negara Annex I ini terdiri dari 38 negara industri maju di Eropa, Amerika Utara, Australia. Jepang merupakan satu-satunya Negara Asia yang masuk dalam kategori ini Negara Annex I antara lain Australia , Austria , Belarus , Belgium , Bulgaria , Canada , Croatia , Czech Republic , Denmark , Estonia , Finland , France , Germany , Greece ,
  • 13. Hungary , Iceland , Ireland , Italy , Japan , Latvia , Liechtenstein , Lithuania , Luxembourg , Monaco , Netherlands , New Zealand , Norway , Poland , Portugal , Romania , Russian Federation , Slovakia , Slovenia , Spain , Sweden , Switzerland , Turkey , Ukraine , United Kingdom , United States of America Australia , Austria , Belarus , Belgia , Bulgaria , Kanada , Kroasia , Republik Ceko , Denmark , Estonia , Finlandia , Perancis , Jerman , Yunani , Hungaria , Islandia , Irlandia , Italia , Jepang , Latvia , Liechtenstein , Lithuania , Luxembourg , Monaco , Belanda , Selandia Baru , Norwegia , Polandia , Portugal , Romania , Federasi Rusia , Slovakia , Slovenia , Spanyol , Swedia , Swiss , Turki , Ukraina , Inggris , Amerika Serikat 12. Apakah mitigasi itu? Mitigasi adalah berbagai tindakan aktif untuk mencegah/ memperlambat terjadinya perubahan iklim/ pemanasan global & mengurangi dampak perubahan iklim/pemanasan global (melalui upaya penurunan emisi GRK, peningkatan penyerapan GRK, dll.). 13. Apakah adaptasi itu? Adaptasi adalah tindakan penyesuaian terhadap dampak negative perubahan iklim 14. Bagaimana mekanisme pendanaan perubahan iklim? Mekanisme pendanaan hutan yang ramai dibicarakan di forum-forum internasional adalah pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang (REDD). Kritik terhadap mekanisme ini adalah REDD dianggap kurang sempurna karena deforestasi dan degradasi hutan memang mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tetapi tidak meningkatkan kemampuan hutan itu sendiri untuk melakukan sekuestrasi atau penyerapan karbon. Oleh karena itu muncullah mekanisme REDD-plus yang bukan hanya memberikan insentif untuk pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga peningkatan penyerapan karbon melalu konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan-cadangan karbon hutan di negara-negara berkembang. Sementara itu, pendanaan untuk kegiatan aforestasi dan reforestasi (A/R) sendiri telah lama dikenal melalu mekanisme Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM). 15. Apakah REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) itu? REDD, atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (Pengurangan emsisi dari deforestasi dan degradasi hutan) adalah Sebuah mekanisme
  • 14. untuk mengurangi emisi GRK dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Setelah COP-13 di Bali, Desember 2007 muncul inisiasi skema mengatasi perubahan iklim dengan REDD. Skema ini akan memberikan kemungkinan yang sangat besar Untuk dimanfaatkan oleh Negara-negara penghasil karbon untuk mengelak dari tanggung jawab mereka atas pengurangan emisi, sementara beberapa persoalan teknis akan meminggirkan kepentingan masyarakat. Ada bahaya yang jika terus mengacu kepada mekanisme pasar, dengan membolehkan negara utara itu menggunakan mekanisme pasar dapat menghindarkan tanggung jawab untuk mengurangi emisi mereka sendiri. 16. Apa Perbedaan antara REDD, REDD-plus dan CDM? Dimodifikasi dari Blaser (2009) 17. Apakah proyek CDM itu? Clean Development Mechanism (CDM) / Mekanisme Pembangunan Bersih adalah mekanisme di mana negara maju membangun proyek ramah lingkungan di negara non- Annex I. Nantinya proyek tersebut menghasilkan kredit penurunan emisi berupa Certified Emission Reduction (CER) yang akan menjadi milik negara yang berinvestasi dalam proyek tersebut. CDM merupakan salah satu dari ketiga metode pengurangan emisi CO2 yang ditetapkan dalam Kyoto Protocol. Proyek ini dilaksanakan oleh Global Environment
  • 15. Facility (GEF). Kesepakatan ini memastikan adanya dana adaptasi pada tahap awal periode komitmen pertama Kyoto Protocol (2008-2012). Dana yang tersedia berjumlah sekitar 37 juta euro dan mengingat banyaknya jumlah proyek CDM, angka ini akan bertambah menjadi sekitar US$ 80-300 juta dalam periode 2008-2012. Beberapa negara peserta konferensi belum menyepakati pelaksanaan proyek adaptasi ini dikarenakan sulitnya regulasi dan penyatuan kebijakan nasional. Isu tersebut akan diagendakan untuk dibahas selanjutnya di Bonn (Jerman) pada tahun 2008. 18. Apakah UNDRIP (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples)? United Nation Declaration on The Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) adalah Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat Pada tanggal 13 September 2007 Sidang Majelis Umum (SMU) PBB menyepakati dan menerima Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, UNDRIP). Deklarasi tersebut menjadi sebuah tonggak penting dalam upaya memajukan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat dalam konteks hak ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya sebagaimana diatur dalam Kovenan Internasional Hak Ekosob dan di sisi lain menegaskan keberadaan masyarakat adat sebagai sebuah subyek hukum (legal entity) dalam ranah instrumen hukum internasional. Hak-hak dan kebebasan dasar dari masyarakat adat juga menjadi inti dari UNDRIP yang seluruh pasal dan ayatnya mengatur tentang pengakuan, perlindungan, penghormatan, dan pemenuhannya. Termasuk di dalamnya ada sejumlah pasal yang mengatur tentang hak masyarakat adat untuk menerima atau menolak berbagai usulan atau rancangan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam wilayah adat mereka. Prinsip yang mengatur tentang hak untuk menerima atau menolak ini dikenal dengan free, prior, and informed consent (FPIC). Di dalam UNDRIP, prinsip FPIC diatur dalam sejumlah pasal, yakni Pasal 10 tentang relokasi atau pemindahan pemukiman masyarakat adat; Pasal 11 ayat 2 tentang ganti kerugian atas hak milik intelektual, budaya, spiritual, dan religious dari masyarakat adat yang diambil tanpa FPIC; Pasal 19 tentang penerapan langkah-langkah legislatif dan administratif kepada masyarakat adat; Pasal 28 ayat 1 tentang ganti kerugian atas pengambilalihan tanah tanpa FPIC; Pasal 29 ayat 2 tentang pembuangan limbah berbahaya dalam wilayah masyarakat adat yang tidak boleh terjadi tanpa FPIC; dan Pasal 32 ayat 2 tentang proyek-proyek yang akan dilakasanakan dalam wilayah adat harus mengikuti prinsip FPIC.
  • 16. 19. Apakah Governor’s Climate and Forest Task Force? GCF Task Force adalah forum kolaborasi tingkat subnasional antara 14 provinsi dan negara bagian di Amerika Serikat, Brasil, Indonesia, Nigeria, Meksiko, Liberia dan Malaysia yang mencoba merumuskan skema pembayaran konpensasi finansial (jasa lingkungan) bagi masyarakat dekat hutan dari negara-negara industri maju melalui pengurangan emisi akibat kerusakan hutan (Reducing Emission from Deforestation and Degradation, REDD). Provinsi dan negara bagian ini berasal dari Indonesia, Amerika Serikat (California, Illinois, Wisconsin), Brasil (Amapa, Amazonas, Mato Grosso, Para, Acre, Tocautius), Indonesia (Aceh, Papua, Papua Barat, Kaltim, Kalbar, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, DKI Jakarta), Nigeria (Cross River), Malaysia (Sabah), Canada (British Columbia), Liberia (Sinoe County) dan Mexico (Campeche, Baja, Chiapas). GCF melaksanakan pertemuan rutin 2 kali setahun dengan loaksi pertemuan yang berbeda-beda. Tanggal 18 – 20 Mei 2010 dilaksanakan 3rd GCF and Stakeholder Meeting di Aceh. Setelah pertemuan di Aceh, forum GCF Task Force kembali melakukan pertemuan membahas agenda bersama yang dilaksanakan di Santarem, Negara Bagian Para, Brasil pada 13-17 September 2010. Pertemuan Santarem juga ditandai dengan masuknya provinsi Kalimantan Tengah dan Papua Barat dari Indonesia dan negara bagian Ciapas dari Meksiko sebagai anggota baru forum GCF. Secara substansi, pertemuan Santarem telah menghasilkan empat rekomendasi bersama yakni; Kerangka Kerja REDD di tingkat sub-nasional (provinsi atau negara bagian), Mekanisme Pendanaan Kegiatan REDD, Manajemen Database GCF, dan Strategi Komunikasi. Untuk isu “Kerangka Kerja REDD”, para anggota task force memberikan rekomendasi penyusunan platform bersama yang memfasilitasi pengembangan program REDD yang procedural dan dapat dioperasionalkan oleh anggota GCF dari negara bagian maupun provinsi. Isu “Mekanisme Pendanaan Kegiatan REDD”, anggota forum merekomendasikan upaya pendanaan dari berbagai sumber dengan prinsip-prinsip pendanaan program yang transparan, cepat dioperasionalkan, terukur dan mencapai sasaran.
  • 17. Kemudian isu “Database GCF” akan memuat substansi kegiatan-kegiatan GCF baik berupa proyek, program, dan kebijakan dari negara bagian dan provinsi anggota GCF serta mengindentifikasi kebutuhan kelembagaan, teknis dan peluang kerjasama antar anggota GCF. Sedangkan isu “Strategi Komunikasi” merekomendasikan tentang upaya para anggota GCF untuk menyebarkanluaskan agenda dan program GCF kepada pemerintah negara anggota, NGO yang bekerja di isu REDD, dan stakeholder lain. 20. Apa Bali Roadmap itu? Bali Roadmap atau Peta Perjalanan Bali adalah kesepakan yang dihasilkan melalui sidang PBB yang dilaksanakan di Bali, Indonesia pada tahun 2007 mengenai upaya untuk menyelamatkan bumi dari dampak perubahan iklim. Bali Roadmap dibuat sebagai persiapan untuk konferensi PBB tentang perubahan iklim global yang akan diselenggarakan di Kopenhagen (Denmark) pada tahun 2009. Selanjutnya, hasil dari konferensi di Kopenhagen tersebut akan diratifikasi oleh negara- negara di dunia untuk menggantikan Kyoto Protocol yang akan berakhir pada tahun 2012. Pada dasarnya, Bali Roadmap ialah langkah-langkah yang didalamnya tercakup kesepakatan aksi adaptasi, jalan pengurangan emisi gas rumah kaca, dan transfer teknologi dan keuangan yang meliputi adaptasi dan mitigasi. Berikut ini ialah poin-poin Bali Roadmap: 1. Adaptasi Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk membiayai proyek adaptasi di negara-negara berkembang melalui metode clean development mechanism (CDM). CDM ialah salah satu dari ketiga metode pengurangan emisi CO2 yang ditetapkan dalam Kyoto Protocol. Proyek ini dilaksanakan oleh Global Environment Facility (GEF). Kesepakatan ini memastikan adanya dana adaptasi pada tahap awal periode komitmen pertama Kyoto Protocol (2008-2012). Dana yang tersedia berjumlah sekitar 37 juta euro dan mengingat banyaknya jumlah proyek CDM, angka ini akan bertambah menjadi sekitar US$ 80-300 juta dalam periode 2008-2012. Beberapa negara peserta konferensi belum menyepakati pelaksanaan proyek adaptasi ini dikarenakan sulitnya regulasi dan penyatuan kebijakan nasional. Isu tersebut akan diagendakan untuk dibahas selanjutnya di Bonn (Jerman) pada tahun 2008.
  • 18. 2. Teknologi Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memulai program strategis untuk memfasilitasi teknologi mitigasi dan adaptasi yang dibutuhkan negara- negara berkembang. Tujuan program ini adalah untuk memberikan contoh proyek yang konkrit, menciptakan lingkungan investasi yang menarik, dan juga termasuk memberikan insentif untuk sektor swasta untuk melakukan alih teknologi. Global Environment Facility (GEF) akan menyusun program ini bersama dengan lembaga keuangan internasional dan perwakilan-perwakilan dari sektor keuangan swasta. Negara-negara peserta konferensi juga bersepakat untuk memperpanjang mandat Expert Group on Technology Transfer selama 5 tahun. Grup ini diminta memberikan perhatian khusus pada kesenjangan dan hambatan pada penggunaan dan pengaksesan lembaga- lembaga keuangan. 3. Reducing emissions from deforestation in developing countries (REDD) Emisi karbon yang disebabkan karena deforestasi hutan merupakan isu utama di Bali. Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk menyusun sebuah program REDD dan menurunkan hingga tahapan metodologi. REDD akan memfokuskan diri kepada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi. Deforestasi dianggap sebagai komponen penting dalam perubahan iklim sampai 2012. 4. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk mengakui Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai assessment yang paling komprehensif dan otoritatif. 5. Clean Development Mechanisms (CDM) Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk menggandakan batas ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun. Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan wilayah negara CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa ikut mengimplementasikan mekanisme pengurangan emisi CO2 ini. 6. Negara Miskin Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memperpanjang mandat Least Developed Countries (LDCs) Expert Group. Grup ini akan menyediakan
  • 19. saran kritis bagi negara miskin dalam menentukan kebutuhan adaptasi. Hal tersebut didasari fakta bahwa negara-negara miskin memiliki kapasitas adaptasi yang rendah. Setelah mundurnya jadwal konferensi selama satu hari dan setelah diadakannya perpanjangan waktu selama 23 jam, delegasi dari 189 negara, termasuk Amerika Serikat, akhirnya dapat menyepakati Bali Roadmap. Keikutsertaan Amerika Serikat dalam Bali Roadmap memberikan sinyal positif bagi keberhasilan menyatukan seluruh bangsa dalam satu aksi bersama untuk menyelamatkan bumi. Seperti yang kita ketahui, Amerika Serikat ialah negara emiten karbon dan negara industri yang sangat besar dan tanpa keikutsertaan AS dalam Bali Roadmap, upaya penyelamatan bumi tidak akan maksimal.
  • 20. II. Keadilan Iklim 1. Apakah Keadilan Iklim Itu? Keadilan iklim merupakan hak untuk mendapatkan keadilan antar generasi atas prinsip- prinsip keselamatan rakyat, pemulihan keberlanjutan layanan alam, dan perindungan produktivitas rakyat dimana semua generasi baik sekarang maupun mendatang berhak terselamatkan akibat dampak perubahan iklim dan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim secara berkeadilan. 2. Siapa NGOs internasional yang menyuarakan keadilan iklim? Climate Juctice Now!, Climate Juctice Action Climate Justice Now! (CJN) Adalah sebuah jaringan organisasi dan gerakan dari seluruh dunia yang berkomitmen untuk memperjuangkan solusi yang paling baik (genuine) untuk krisis perubahan iklim. CJN berkomitmen untuk membangun sebuah gerakan beragam - lokal dan global - untuk sosial, keadilan ekologis dan jender. CJN diluncurkan pada hari terakhir COP13 di Bali (Desember 2007) dengan pernyataan pers yang ditandatangani oleh lebih dari 30 gerakan sosial dan LSM. Hingga di Pertemuan UNFCCC di Kopenhagen pada tahun 2009, anggota CJN lebih dari 200 gerakan social dan LSM Climate Juctice Action (CJA) adalah jaringan global baru dengan anggota yang terdiri dari perseorangan dan kelompok yang berkomitmen untuk melakukan tindakan mendesak yang diperlukan untuk menghindari bencana perubahan iklim. CJA terbentuk pada saat dijalankannya COP 15 di Kopenhagen tahun 2009. 3. Siapakah Indonesia Climate Society Forum (CSF) on Climate Justice? CSF merupakan forum jaringan nasional yang saat ini beranggotakan 28 organisasi masyarakat sipil, antara lain AMAN, FWI, HUMA, ICEL, IESR, IHSA, IPPHTI, KpSHK, IYT, JANGKAR, KEHATI, SatuDunia, KEMALA, PELANGI, DTE, JATAM, KIARA, SBIB, SP, TELAPAK, TI-Indonesia, WALHI
  • 21. 4. Bagaimana sejarah terbentuknya CSF on Climate Justice? Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (Civil Society Forum for Climate Justice) terbentuk atas konsensus yang disepakati pada 21 Mei 2007 dalam rangka acara COP 13/CMP 3. Sejumlah Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization/CSO) Indonesia memangdang pentingnya konsolidasi antara Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk menghadapi COP 13/CMP 3 oleh UNFCCC di Bali pada 3-14 Desember 2007. CSF kemudian akan mengorganisir sejumlah program dan kegiatan pada saat sebelum, selama, dan setelah COP 13, baik didalam maupun diluar sistem PBB. Saat ini, jumlah organisasi yang tergabung dalam forum adalah 50 organisasi. CSF untuk Keadilam Iklim adalah forum terbuka, maka kesempatan untuk pihak manapun masih selalu terbuka untuk berkomitmen dan terlibat dalam forum, baik dari NGO maupun individu selama sepakat dengan prinsip Keadilan Iklim. 5. Apakah HELP itu? Persoalan perubahan iklim tidak terlepas dari persoalan keselamatan manusia (Human security), utang ekologis (Ecological debt), hak atas lahan (Land rights) dan produksi konsumsi (Production consumption) dan disingkat dengan HELP, yang selama ini belum sepenuhnya dijamin Negara. Prinsip HELP inilah yang diusung oleh CSF untuk menjawab masalah-masalah akibat perubahan iklim. Keselamatan Manusia (Human Security) meliputi kebebasan pemenuhan terhadap keamanan dan hak asasi manusia. Hal ini termasuk hak atas keamanan pangan, mata pencaharian, ekonomi, social dan budaya, kesehatan, lingkungan dan politik bagi laki- laki dan perempuan serta kelompok rentan Utang Ekologis (Ecological Debt) merupakan utang akumulasi oleh Negara industri terhadap Negara berkembang karena penjarahan sumber daya, penguasaan dan perdagangan sumber daya (resources) yang tidak adil baik secara ekonomi dan politik, yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan pencaplokan ruang hidup menjadi tempat pembuangan limbah. Dalam konteks Indonesia, utang ekologis bisa berdimensi antar pulau, ataupun antar Negara. Salah satu akspek utang ekologis adalah utang iklim Hak atas Lahan (Land Rights) merupakan hak yang menyangkut kepemilikan sumber- sumber produksi, baik laut maupun daratan (akses dan control) juga konsepsi tenurial yang lebih luas, mencakup budaya dan kehidupan masyarakat
  • 22. Produksi – Konsumsi (Production Comsumption) merupakan prinsip yang mengedepankan pola pembangunan yang adil, mandiri dan berkelanjutan serta menjamin keselamatan laki-laki, perempuan serta kelompok rentan dari pola kapitalistik, penggunaan teknologi kotor, beresiko dan berskala besar 6. Apakah sudah terjadi keadilan iklim di Indonesia Belum, karena masyarakat yang selama ini terkena dampak dari perubahan iklim justru belum mendapatkan perhatian secara maksimal dari pemerintah.pemerintah lebih banyak memikirkan tentang program mitigasi terhadap perubahan iklim, dan kurang memikirkan masalah adaptasi yang banyak dihadapi warga 7. Apakah deforestasi itu? Deforestasi merupakan suatu kondisi saat tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan secara kualitas dan kuantitas. Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan di Indonesia terbukti sangat menguntungkan selama bertahun-tahun, dan keuntungannya digunakan oleh rejim Soeharto sebagai alat untuk memberikan penghargaan dan mengontrol teman-teman, keluarga dan mitra potensialnya. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, negara ini secara dramatis meningkatkan produksi hasil hutan dan hasil perkebunan yang ditanam di lahan yang sebelumnya berupa hutan. Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet dan coklat Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal. Untuk saat ini, penyebab deforestasi hutan semakin kompleks. Kurangnya penegakan hukum yang terjadi saat ini memperparah kerusakan hutan dan berdampak langsung pada semakin berkurangnya habitat orangutan secara signifikan. 8. Apa Penyebab Deforestasi di Indonesia? Penyebab deforestasi di Indonesia, yaitu: a. Hak Penguasaan Hutan
  • 23. Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori "sudah terdegradasi". Areal konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan. b. Hutan tanaman industri Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif. c. Perkebunan Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha mengajukan permohonan izin
  • 24. membangun perkebunan, menebang habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan. d. llegal logging Illegal logging adalah merupakan praktek langsung pada penebangan pohon di kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup illegal logging terdiri dari: • Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal. • Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalakan ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang sangat besar dan yang terorganisasi sekarang merajalela di Indonesia; setiap tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan Indonesia. e. Konvensi Lahan Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan. Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara tahun 1985 sampai 1997. f. Program Transmigrasi Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program
  • 25. ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. g. Kebakaran Hutan Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnyan belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Gambut mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif. 9. Apakah kerentanan itu (kerentanan ekologis, kerentanan ekonomi, kerentanan social)? - Kerentanan ekologis, seperti kesuburan tanah yang terus menurun, serangan ham adan penyakit yang semakin sulit diatasi, ketidakpastian iklim dan musim tanam, variasi ienis padi dan ketersediaan air - Kerentanan ekonomi, meliputi produktivitas petani yang menurun, nilai tukar petani dan pembengkakan biaya produksi, rantai pemasaran terlalu panjang, peningkatan konsumsi dan biaya pengeluaran, terbatasnya pendapatan lain di luar sawah - Kerentana social, meliputi migrasi penduduk desa ke kota hingga ke luar negeri, pudarnya ikatan social dalam bentuk gotong royong, kelembagaan social petani
  • 26. lebh berdasarkan pada kepentingan adanya proyek pemerintah, sumber-sumber pengetahuan petani semakin bersanda pad akepentingan pasar, dan stratifikasi dalam buruh tani 10. Letter of Intent Norwegia-Indonesia? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg telah berkomitmen untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim antara lain dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) atau Nota Kesepahaman ((MoU) mengenai program penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan atau Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang dilakukan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim di Oslo pada 27 Mei 2010. Jika Indonesia menjalankan program REDD+ secara bertahap, maka Indonesia akan mendapatkan kompensasi pendanaan senilai 1 juta dollar AS. Delegasi Norwegia sebelumnya telah menyepakati lahan gambut di Kalimantan Tengah, yang menjadi proyek percontohan program REDD+. 11. Apakah moratorium hutan? Moratorium hutan adalah pelarangan penebangan dan pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan industri yang berkerangka waktu lama. 12. Apakah perdagangan karbon itu? Perdagangan karbon adalah kegiatan perdagangan jasa yang berasal dari kegiatan pengelolaan hutan yang menghasilkan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. 13. Siapa yang diuntungkan dari perdagangan karbon itu? Negara-negara maju adalah pihak yang diuntungkan dengan perdagangan karbon. Dengan perdagangan karbon, negara-negara industri yang merupakan penyumbang terbesar dari pelepasan emisi karbon, akan memberikan sejumlah dana kepada negara yang masih memiliki hutan untuk mengurangi udara kotor yang di hasilkan negara- negara besar, sementara negara berkembang di wajibkan untuk menyediakan udara bersih dengan hutan yang dimilikinya. Dengan demikian, Negara-negara pemilik hutan akan menjadi pesuruh untuk menyediakan udara bersih sementara industri-industri di negara maju di legalkan untuk melakukan pencemaran lingkungan.
  • 27. Bahan Bacaan 1. Keadilan Gender Dalam Keadilan Iklim, Khalisah Khalid dkk, Forum Masyaraka Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim, 2011 2. Membaca Jejak Perubahan Iklim: Bunga Rampai Pengalaman Lapang CSF untuk Keadilan Iklim, Forum Masyaraka Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim, 2009 3. REDD, Bisakah Menjawab Deforestasi dan Menghadirkan Keadilan Iklim: Pembelajaran dari Indonesia, Bernaditus Steni dkk, Forum Masyaraka Sipil (CSF) untuk Keadilan Iklim, 2010 4. http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_iklim 5. http://iklimkarbon.com/perubahaniklim/+%22perubahan+iklim+terjadi+karena% 6. http://www.riaupos.com/new/berita.php?act=full&id=789&kat=1. 7. http://mukti-aji.blogspot.com/2008/05/cop-ke-13-unfccc.html. 8. http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/. 9. http://www.bimashena.co.cc/2010/08/tentang-pemansan-global.html. 10. http://www.vhrmedia.com/vhr-corner/agenda,Protokol-Kyoto-Ditandatangani- 766.html. 11. http://iklimkarbon.com/2010/02/14/menyongsong-mekanisme-pendanaan-hutan- redd-plus/ 12. http://majarimagazine.com/2007/12/unccc2007-bali-roadmap/. 13. http://id.wikipedia.org/wiki/Bali_roadmap. 14. http://nawanawaku.blogspot.com/2009/04/carbon-trading-menurut-protokol- kyoto_28.html 15. http://kehutanan.risnandarweb.com/mengenal-ipcc-intergovernmental-panel-on- climate-change/ 16. http://www.climate-justice-now.org/ 17. http://jasoilpapua.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-konflik-berbasiskan- pada.html 18. http://www.climate-justice-action.org/