Dokumen tersebut membahas tentang moralitas dan penalaran moral. Secara ringkas, moralitas adalah fenomena kemanusiaan yang universal yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Penalaran moral berfokus pada alasan tindakan daripada arti tindakan itu sendiri untuk menilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Agama, moral, hukum, adat dan tata krama muncul bersama-sama dalam masyarakat.
1. I.
PENDAHULUAN
Moral menyangkut kebaikan. Orang yang tidak baik juga disebut orang yang tidak bermoral, atau
sekurang-kurangnya sebagai orang yang kurang bermoral. Maka, secara sederhana kita mungkin dapat
menyamakan moral dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Namun cukup sulitlah menjawab
pertanyaan berikut: orang yang baik atau oarng bermoral itu yang bagaimana? Oleh karena itu, kiranya akan
berguna bagi kita untuk memulai studi tentang dengan melihat beberapa hal yang paling mendasar tentang
kebaikan manusia secara umum.1
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
B.
C.
D.
III.
Pengertian Moral
Perilaku Dasar Moral
Perkembangan Penalaran Moral
Tindakan Moral Berbasis Rasionalisasi Kognitif
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moral
Menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores(bahasa latin) yang berarti tata cara dalam
kehidupan atau adat istiadat. Dewey mengatakan bahwa moral sebagai hal-hal yang berhubungan dengan
nilai-nilai susila.
Oleh Magnis-Suseno (1987) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi
kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk
mengukur kebaikan seseorang. Sikap moral sebenarnya disebut moralitas, ia mengartikan moralitas
sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang
mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia
mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan yang baik yang betul-betul tanpa pamrih.
Hanya moralitaslah yang bernilai secara moral.2
Sebagai sistem nilai, etika juga berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjdai pegangan
bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam posisi inilah sebagian besar
makna cinta dipahami sehingga muncul istilah etika islam dan sebagainya. Dalam posisi ini pula makna
etika sama dengan moral.3
1
2
3
Hadiwardoyo Purwa Dr, Moral dan Masalahnya, Kanisius: Yogyakarta 1990
Budiningsih Asri Dr, Pembelajaran Moral, Rineka Cipta: Jakarta 2004
Hazlitt Henry, Dasar-Dasar Moralitas, Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2003
Psikologi Sufistik | 1
2. B. Perilaku Dasar Moral
Dengan singkat dapat ditegaskan bahwa moral merupakan suatu fenomena kemanusiaan yang
uniersal. Moral hanya ada pada manusia, tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan demikian, moral
menjadi salah sayu pembeda antara manusia dan binatang. Manusia pada dasarnya mempunyai kesadaran
moral. Moral menjdai ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk dibawah tingkat
manusiawi. Pada level binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan
dilarang, tentang yang harus dilakukan dan tidak pantas dilakukan.
Keharusan moral didasarkan pada kenyataan bahwa manusia mengatur tingkah lakunya menurut
kaidah-kaidah atau norma-norma. Norma merupakan hukum. Selanjutnya, manusia harus menaklukan diri
untuk tunduk pada norma-norma itu.
Kini dunia modern dihadapkan pada paling tidak tiga persoalan dalam moral yaitu:
1.
2.
3.
Kita menyaksikan adanya pluralisme moral. Dalam masyarakat yang berbeda sering terlihat nilai
dan norma yang berbeda. Bahkan masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralisme moral.
Sekarang timbul banyak masalah moral baru yang tidak terduga.
Dalam dunia modern tampak makin jelas adanya kepedulian terhadap wacana-wacana moral.
Pluralisme moral terutama dirasakan karena sekarang manusia hidup di tempat-tempat suasana
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Melalui komunikasi modern, informasi dari seluruh
penjuru dunia langsung dapat masuk ke rumah-rumah kita, sebagaimana juga kejadian-kejadian didalam
masyarakat kita tersiar keseluruh pelosok-pelosok dunia. Suka atau tidak, bersamaan dengan itu kita
berkenalan dan bersentuhan dengan norma dan nilai masyarakat lain yang tidak selalu sejalan, bahkan
bertentangan dengan norma dan nilai yang dianut dalam masyarakat kita sendiri. 4
C. Perkembangan Penalaran Moral
Penalaran moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan, daripada sekedar arti
suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakan tindakan tersebut baik atau buruk. Penalaran moral
dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan isi. Dengan demikian penalaran moral bukanlah
tentang apa yang baik atau yang buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikri sampai pada
keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
4
Djamil Abdul Dr M.A, Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media: Yogyakarta 2002
Psikologi Sufistik | 2
3. Berikut tahapan-tahapan perkembangan penalaran moral menurut Kolberg yang disarikan oleh hardiman
(1987):
1.
2.
3.
Tingkat Pra-Konvensional
Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik
atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau
akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukum fisik, penghargaan , tukar-menukar kebaikan).
Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga,
masyarakat dn bangsanya. Keluarga, masyarakat, bangsa dinilai memiliki kebenarannya sendiri,
karena jika menyimpang dari kelompok ini akan terisolasi. Maka itu, kecenderungan orang pada
tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan
dirinya terhadap kelompoksosialnya.
Tingkat Pasca-Konvensional atau Tingkat Otonom
Pada tingkat ini orang bertindak sebagai subyek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang
pada tahap ini sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan
umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat dirumuskan kembali. 5
D. Tindakan Moral Berbasis Rasionalisasi Kognitif
Bahwa agama, moral , hukum, adat, tata krama dalam masyarakat ada sebagai satu keseluruhan
yang tidak terbedakan. Kita dapat mengatakan dengan yakin yang mana yang muncul pertama. Semuanya
itu muncul bersama-sama. Hanya dijaman modern secara komparatif mereka menjadi secara jelas
terbedakan antara yang satu dengan yang lain dan karena mereka telah berlaku demikian, mereka telah
mengembangkan tradisi yang berbeda-beda.
Rasionalisasi tindakan adalah upaya dilakukan oleh para manusia yang secara rutin
mempertahankan suatu pemahaman teoritis yang terus menerus tentang aktivitas mereka. Rasionalisasi
tindakan dalam keaneka ragaman keadaan interaksi merupakan basis utama bagi orang lain dalam
mengevaluasi kompetensi umum para manusia. Rasionalisasi tindakan para aktor dalam sistem tindakan
tidak dipahami sebagai alasan-alasan bagi suatu tindakan, tetapi lebih pada kompetensi bahwa para
manusia akan mampu menjelaskan sebagian besar tindakanya jika diminta. 6
5
6
Hazlitt Henry, Dasar-Dasar Moralitas, Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2003
Djamil Abdul Dr M.A, Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media: Yogyakarta 2002
Psikologi Sufistik | 3
4. IV.
KESIMPULAN
Dengan singkat dapat ditegaskan bahwa moral merupakan suatu fenomena kemanusiaan yang
uniersal. Moral hanya ada pada manusia, tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan demikian, moral menjadi
salah sayu pembeda antara manusia dan binatang. Penalaran moral menekankan pada alasan mengapa suatu
tindakan dilakukan, daripada sekedar arti suatu tindakan, sehingga dapat dinilai apakan tindakan tersebut baik
atau buruk. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan isi. Bahwa agama, moral ,
hukum, adat, tata krama dalam masyarakat ada sebagai satu keseluruhan yang tidak terbedakan. Kita dapat
mengatakan dengan yakin yang mana yang muncul pertama. Semuanya itu muncul bersama-sama.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat. Bila mana ada kesalahan harap dimaklumi karena semua itu
masih dalam proses untuk menjadi benar. Untuk membangun makalah ini lebih baik dibutuhkan kritik dan
saran. Terima kasih.
Psikologi Sufistik | 4
5. DAFTAR PUSTAKA
Hadiwardoyo Purwa Dr, Moral dan Masalahnya, Kanisius: Yogyakarta 1990
Budiningsih Asri Dr, Pembelajaran Moral, Rineka Cipta: Jakarta 2004
Djamil Abdul Dr M.A, Moralitas Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media: Yogyakarta 2002
Hazlitt Henry, Dasar-Dasar Moralitas, Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2003
Psikologi Sufistik | 5