Dokumen tersebut merupakan laporan praktikum hipofisasi pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan, tinjauan pustaka tentang pemijahan ikan dan karakteristik ikan mas, serta proses pemijahan ikan mas secara alamiah dan buatan.
1. BIOLOGI PERIKANAN – SB 091521
LAPORAN PRAKTIKUM
HIPOFISASI
RIZKY YANUARISTA
1509100027
KELOMPOK I
ASISTEN : ARSETYO RAHARDHIANTO
Dosen Pengampu :
Dra. NURLITA ABDULGANI, M.Si.
LABORATORIUM ZOOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2011
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia budidaya perikanan ketersediaan benih memegang peranan yang
sangat penting. Di habitat asli ikan di alam akan memijah secara alami apabila mendapat
rangsangan lingkungan yang tepat, sayangnya dalam lingkungan budidaya rangsangan
lingkungan itu sulit diwujudkan. Sehingga perlu diadakan rekayasa untuk memijahkan
ikan. Rekayasa yang dimaksud merupakan teknologi tepat guna dalam memijahkan ikan,
yaitu dengan metode penyuntikan kelenjar hipofisa dari ikan donor ke ikan resipien. Hal
tersebut dilakukan untuk merangsang ikan agar proses pemijahan lebih cepat. Metode
hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dengan menggunakan bantuan kelenjar
hipofisasi dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti
gonadotropin (Susanto, 1996).
Pemijahan sistem hipofisasi menurut Muhammad et al. (2003), ialah merangsang
pemijahan induk ikan dengan menyuntikkan kelenjar hipofisa. Praktikum ini menggunakan
ikan mas atau Cyprinus carpio donor dan resipient, dimana ikan Mas donor dibedah dan
diambil kelenjar hipofisanya. Kelenjar hipofisa yang di dapat di homogenkan dengan
sentrifuge, dan hasilnya di suntikkan pada ikan mas resipient dibagian sirip dorsal bagian
depan.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam praktikum ini adalah bagaimana caranya
mengetahui langkah hipofisasi pada ikan Cyprinus carpio dan mengetahui perubahan dari
pemijahan buatan pada ikan Cyprinus carpio.
1.3 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui langkah hipofisasi pada ikan Cyprinus
carpio dan mengetahui perubahan dari pemijahan buatan pada ikan Cyprinus carpio.
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemijahan
Proses pemijahan adalah proses yang ditujukan kepada suatu spesies dalam bentuk
tingkahlaku melakukan perkawinan atau pembuahan ovum oleh sperma.Secara umum
pemijahan biota akuatik dibagi dalam beberapa tahapan yaitu proses matting, proses
spawning, proses pasca spawning (Sudrajat, 2010).
Gambar 1: Ikan lele jantan (bawah) dan ikan lele betina
(bawah) yang telah matang gonad.
Berdasarkan sifatnya proses pemijahan dapat berlangsung secara alamiah dan
buatan :
o
Pemijahan Alami
Sepasang ataupun sekelumpok ikan yang siap memijah dan akan memijah ditaruh
dalam suatu wadah kolam. Dan sudah tentu keadaan, salinitas, dan suhu sudah diatur agar
sesuai dengan tempat pemijahan ikan itu yang sebenarnya. Dan saat pemijahan kolam
biasanya ditutup, agar mengurai gangguan dalam pemijahan dan ikan lebih suka memijah
pada tempat gelap dan hangat.
o
Pemijahan Buatan
Pada pemijahan buatan, pembuahan telur oleh sperma dilakukan dengan bantuan
manusia. Telur dipaksa keluar dari tubuh induk ikan betina dengan tehnik
stripping/pengurutan kemudian ditampung pada suatu wadah. Lalu segera dilakukan
stripping pada induk jantan untuk mengeluarkan sperma secara paksa. Telur dan sperma
kemudian di satukan dalam satu wadah lalu diaduk dengan alat lembut dan halus seperti
bulu ayam sehingga tercampur dan terjadi pembuahan.
(Sudrajat, 2010).
Berdasarkan tehniknya, pemijahan ikan dapat dilakukan dengan 3 macam cara
yaitu :
a. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia.
Terjadi secara alamiah ( tanpa pemberian rangsangan hormon).
4. b. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan
rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tapi proses ovulasinya terjadi
secara alamiah di kolam.
c. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu memberikan rangsangan hormon untuk
mempercepat kematangan gonad serta ovulasinya dilakukan secara buatan dengan tehnik
stripping/pengurutan (Sudrajat, 2010).
Gambar 2: Ikan diberi hormon agar cepat matang gonad
Ada 3 komponen yang mempengaruhi proses reproduksi atau pemijahan pada ikan,
yaitu gonad, sinyal lingkungan, dan sistem hormon dimana ketiga komponen itu saling
mempengaruhi (Murtidjo, 2001).
Berdasarkan habitat tempat ikan memijah, pemijahan dibagi menjadi:
Lithophil: memijah pada dasar perairan berbatu
Psamophil: memijah di dasar perairan berpasir
Pelagophil: memijah pada kolom air di perairan terbuka
Ostracophil: memijah pada cangkang binatang yang telah mati (Murtidjo, 2001).
2.2 Cyprinus carpio
Kindom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Classis
: Osteichthyes
Ordo
: Cypriniformes
Familia
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Species
: Cyprinus carpio
(Susanto, 1996).
Gambar 3: Cyprinus carpio
Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih
kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina.
Di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di
Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan
Jepang. Ikan mas Punten dan Majalaya merupakan hasil seleksi di Indonesia. Sampai saat
ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik
morfologisnya (Susanto, 1996).
5. Ikan Mas adalah salah satu jenis ikan peliharaan yang penting sejak dahulu hingga
sekarang. Daerah yang sesuai untuk mengusahakan pemeliharaan ikan ini yaitu daerah
yang berada antara 150 – 600 meter di atas permukaan laut, pH perairan berkisar antara 7-8
dan suhu optimum 20-25 oC. Ikan Mas hidup di tempat-tempat yang dangkal dengan arus
air yang tidak deras, baik di sungai danau maupun di genangan air lainnya (Herlina, 2002).
Tubuh ikan mas digolongkan (3) tiga bagian yaitu kepala, badan, dan ekor. Pada
kepala terdapat alat-alat seperti sepasang mata, sepasang cekung hidung yang tidak
berhubungan dengan rongga mulut, celah-celah insang, sepasang tutup insang, alat
pendengar dan keseimbangan yang tampak dari luar (Cahyono, 2000). Jaringan tulang atau
tulang rawan yang disebut jari-jari. Sirip-sirip ikan ada yang berpasangan dan ada yang
tunggal, sirip yang tunggal merupakan anggota gerak yang bebas. Selain itu system alat
pencernaan ikan mas secara umum terdiri atas saluran pencernaan berturut-turut dari mulut
hingga ke anus sebagai berikut:
1. Rongga mulut, di dalam rongga terdadat sebagai berikut
a. Lidah yang melekat pada dasar mulut dan tidak dapat di gerakan
b. Kelenjar-kelenjar lendir, tetapi tidak terdapat kelenjar ludah.
c. Rahang dengan gigi-gigi kecil berbentuk kerucut.
2. Faring, yaitu pangkal tenggorokan yang tempatnya yang sesuai dengan tempat insang.
3. Kerongkongan yaitu kelanjutan faring yang terletak di belakang insang.
4. Lambung yaitu kelanjutan kerongkongan yang merupakan pembesaran dari usus.
5. Ususnya panjang dan berliku-liku pada saluran pencernaan terdapat beberapa kelenjar
pencernaan, antara lain:
a) Hati, terletak di bagian muka rongga badan meluas mengelilingi usus.
b) Pangkereas terletak dibagian lambung dan usus.
c) Jantung, terletak di dalam rongga tubuh yang dibatasi dekat daerah insang dan di
bungkus oleh selaput (Djarijah,2001).
Disamping alat-alat yang terdapat dalam, rongga peritoneum dan pericardium,
gelembung renang, ginjal, dan alat reproduksi pada sistem pernapasan ikan umumnya
berupa insang (Bactiar,2002).
Ikan Mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang, agak pipih, lipatan mulut dengan
bibir yang halus, dua pasang kumis (babels), ukuran dan warna badan sangat beragam.
Ikan Mas dikenal sebagai ikan pemakan segala (omnivora) yang antara lain memakan
serangga kecil, siput cacing, sampah dapur, potongan ikan, dan lain-lain (Herlina, 2002).
Ikan Mas (Cyprinus carpio) dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena
sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Di Indonesia ikan yang termasuk famili
Cyprinidae ini termasuk ikan yang populer dan paling banyak dipelihara rakyat, serta
mempunyai nilai ekonomis. Ikan mas sangat peka terhadap faktor lingkungan pada umur
lebih kurang tiga bulan dengan ukuran 8 – 12 cm. Disamping itu ikan mas di kolam biasa
(Stagnan water) kecepatan tumbuh 3 cm setiap bulannya (Herlina, 2002).
6. Diantara jenis ikan Mas itu sendiri jika di amati lebih lanjut ada perbedaan dari segi
sisik, bentuk badan, sirip mata dan perbedaan ini menunjukkan adanya perbedaan ras pda
jenis ikan air tawar. Ras-ras yang ada pada ikan mas antara lain:
1. Punten: Warna sisik hijau gelap, mata menonjol, gerakan lamban dan jinak punggung
lebar dan tinggi, ikan ini mempunyai panjang dan relatif pendek di bandingkan ikan
mas lainya.
2. Sinyonya: Warna sisik kuning muda, badan relative panjang, mata tidak begitu menonjol
dan normal pada usia yang masih muda, sedang yang sudah tua sipit, yag masih
muda gerakannya jinak dan suka berkumpul pada permukaan air, perbandingan
panjang dan terhadap tinggi badan antara 3,66:1.
3. Majalaya: Warna sisik hijau keabu-abuan, dengan tepi sisik lebih gelap kearah
punggung badan relative pendek, punggung tinggi (membungkuk) dengan
perbandingan panjang dan tinggi badan 3,20:1 dan gerakan jinak.
4. Kumpai: Warnanya bermacam-macam, tanda yang khasnya adalah siripnya panjang dan
gerakannya lambat
5. Kancra Domas: Sisik kecil-kecil, bagian atas hijau kehitaman dan ada bagian titik yang
mengkilap, bagian bawah sebatas garis badan berwarna putih.
6. Fancy Carp (Koi): Warna beraneka ragam, gerakan lamban dan jinak, badan relatif
pendek dan tinggi. Ikan ini merupakan ikan pemakan organisme hewan kecil atau
renik ataupun tumbuh-tumbuhan (omnivore). Kolam yang di bangun dari tanah
banyak mengandung pakan alami,ikan ini mengaduk Lumpur,memangsa larva
insekta,cacing-cacing mollusca (Djarijah,2001).
Cahyono (2000) menyatakan, jenis makan dan tambahan yang biasa di berikan pada
ikan mas adalah bungkil kelapa atau bungkil kacang, sisa rumah pemotongan hewan,
sampah rumah tangga dan lain-lain, sedangkan untuk makanan buatan biasanya di berikan
berupa crumble dan pellet.
2.3 Pemijahan Ikan Mas
Menurut Muslikhin (2008) dalam Weltzien (2003), reproduksi merupakan
prosesperkembangan kompleks dari kedewasaan yang dapat didefinisikan sebagaitransformasi
dari juvenile yang belum matang seksualnya menjadi individu dewasayang matang
dengan munculnya sumbu brain-pituitary-gonad (BPG) yang berisi penuh
hormonal dan kapasitas gametogenetic. Kedewasaan pada priaditandai dengan adanya
spermatogenesis. Umur dari masa kedewasaan dankematangan seksual pertama diatur
oleh faktor genetic yang dikontrol oleh nutrisi dan ukuran tubuh. Waktu pubertasdan
kematangan seksual diatur oleh jam sirkanual endogenous yang dipengaruhioleh berbagai
macam faktor internal.
Proses kematangan kelamin ikan mas berlangsung relatif lama dan pelan-pelan.
Perkembangan gametnya sangat dipengaruhi oleh temperature lingkungan. Tetapi
perkembangan telur dan sperma induk ikan mas yang hidup di daereah tropis relative lebih
cepat dibandingkan dengan dikawasan subtropics (Santoso, 1992).
7. Pembentukan kuning telur didaerah subtropishampir terhenti selama musin dingin.
Demikian pula, larva dan benih ikan mas yang menetas padalingkungan dingin cenderung
memiliki ukuran yang lebih kecil. Telur ikan mas yang terbuahi memiliki sifat menempel
(adhesive) dan menggantung (sticky) pada permukaan substrad. Telur yang tidak
melekatdan menempel pada substrad akan tenggelam dan tidak lama kemudian membusuk
dan mati. Fertilisasi terjadi apabila sel-sel telur segera terbuahi oleh sel sperma. Didalam
air sel sperma bergerak aktif dan masuk membuahi telur melalui lubang kecil pada chorion.
Telur yang terbuahi (fertil) akan menyerap air sehingga ukurannya membesar atau
menggembung (swell) dan sel-selnya mulai melakukan pembelahan secara mitosis. Proses
yang dinamakan embryogenesis ini berlangsung selama puluhan jam dan kemudian telur
menjadi larva. Fekunditas ikan mas berkisar antara 100-200 per gram berat badan. Setiap
kilogram induk betina ikan mas yang berpinjah mampu menmghasilkan telur sebanyak
100.000-200.000 butir. Dengan demikian induk betinanya ukuran sedang yang dipijahkan
mampu mengeluarkan telur sebanyak 200.000-300.000 butir (Santoso, 1992).
Diameter telur ikan mas dalam keadaan kering (normal) adalah 1mm-1,5mm
beratnya adalah 0,0010-0,0014 gr/butir. Sedangkan diameter telur ikan mas dalam keadaan
menggembung atau membengkak 1,5mm-2,5mm beratnya setelah dibuahi mencapai
0,0033gr-0.01a25 gr/butir. Larva ikan mas diberi cadangan makanan seperti kuning telur
(yolk) yang menggantung dibawah permukaan perut. Makanan ini merupakan sumber
energi sebelum organ pencernaan larva berkembang dan mampu menalan makanan yang
diperoleh dari media atau sekitar habitatnya. Makanancadangan ini cukup untuk kebutuhan
energi dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva selama 3-4 hari (Santoso, 1992).
Macam makanan dapat ditelan pada umur 5 hari adalah organisme renik berupa
plankton. Larva ikan mas memakan plankton nabati yang berukuran 100-300 mikron. Pada
umur 5 hari tersebut ukuran larva mencapai 6mm – 7 mm. Pada umur 1 bulan , ukuran
normal larva mencapai 25mm-30mm dan ukuran organisme yang bisa ditelan berkisar
antara 0,5mm-2,0mm. Sekalipun ikan mas menyukai makanan alami berupa plankton
namun kebiasaan ini berubah secara berangsur-angsur seirama dengan perkembangan dan
pertumbuhannya. Ikan mas dikenal sebagai hewan air pemakan segala (ombnivora). Ikan
mas dewasa relative rakus menelan semua jenis makanan alami ataupun pakan buatan
(Santoso, 1992).
Menurut penelitian pasic (2010) terdapat hubungan antara panjang ikan dengan
pemijahan dimana untuk memperkirakan heritabilitas dan korelasi genetik antara berat
badan, panjang dan ketinggian mas umum di Serbia (Cyprinus carpio L.) selama 3-tahun
masa pertumbuhan. Yang 50 keluarga ikan Mas yang umum diproduksi pada 2007 dan
digunakan untuk estimasi parameter genetik. Ikan diukur pada penandaan untuk berat
badan, panjang dan tinggi (W0, L0, H0), maka selama musim gugur pertama (W1, L1, H1)
dan selama musim gugur kedua (W2, L2, H2). Berdasarkan model univariat estimasi
heritabilitas yang tinggi untuk semua sifat (0,39, 0,34 dan 0,45 untuk W1, L1 dan H1,
masing-masing) dan juga untuk tahun produksi kedua (0,49, 0,47 dan 0,44 untuk W2, L2
8. dan H2, masing-masing). Korelasi genetik diperkirakan menggunakan model multivariat
dan mereka tinggi antara W1 dan L1 dan H1 (0,81 ± 0,06 dan 0,91 ± 0,03 untuk L1 dan
H1, masing-masing), sedangkan antara H1 dan L1 yang cukup berkorelasi (0,54 ± 0,12).
Pada tahun produksi kedua korelasi genetik juga tinggi, antara W2 dan L2 dan H2 (0,64 ±
0,09 dan 0,74 ± 0,06, masing-masing), sedangkan antara panjang dan tinggi mereka lebih
rendah (0,24 ± 0,15). Berdasarkan hasil saat ini meningkatkan laju pertumbuhan ikan
kerapu umum melalui seleksi genetik diharapkan akan efektif (Santoso, 1992).
Gambar 4: sumbu teleost hypothalamic pituitary gonadal
Ikhtisar dari sumbu membantu-pituitari-gonad teleost. Sel-sel testis diagramed;
Namun, sel dengan peran yang sama terdapat pada indung telur. Hubungan antar
komponen dari sumbu simplistically menggambarkan bagaimana sistem memelihara
kesetimbangan dinamis. Lihat teks untuk lebih detail. Saraf GnRH, gonadotropin dilepaskan hormon; LH, Hormon pelutein; FSH, hormon perangsang folikel. Diadaptasi
dari WHO [organisasi kesehatan dunia]. 2002. Penilaian global negara-of-the-ilmu
endokrin pengganggu. Geneva: Program Internasional kimia keselamatan (Gerald, 2004).
2.4 Metode Pemijahan
2.3.1 Hormon
Induk ikan yang sudah matang telur dirangsang untuk memijah dengan suntikan
hormon gonadotropin. Induk betina disuntik dengan 500 MU dan induk jantan disuntik
dengan 250 MU (mouse unit). Biasanya setelah 6 -8 jam ikan akan memijah (Afrianto,
1998).
2.3.2 Stripping
Tindakan Stripping terhadap ikan yang telah matang gonadnya dilakukan dengan
mengurut bagian perut mengarah ke bagian ekor sampai keluar cairan putih. Cairan putih
(semen) di letakkan ke dalam cawan petri dan dicampur dengan masingmasing variasi
konsentrasi larutan fruktosa (Afrianto, 1998).
Stripping dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kering dan cara basah.
9. 1. Cara kering
Sel telur hasil stripping dari induk betina dicampur dengan sperma jantan,
pencampuran dilakukan dengan bulu ayam/bulu bebek, kemudian dibiarkan selama + 10
menit. Setelah itu dicuci dengan air laut yang telah disaring dan disterilisasi, baru telur
dipindahkan ke bak penetasan (Afrianto, 1998).
2.Cara basah
Sel telur dan sperma hasil stripping dicampur dalam air laut yang telah disterilisasi
dan dibiarkan selama + 10 menit, kemudian dicuci dan dipindahkan ke dalam bak
penetasan (Afrianto, 1998).
Gambar 5: Pemijahan dengan cara stripping
Keterangan :
A. Pengambilan Sperma
B. Pengambilan telur dengan cara stripping
C. Pencampuran sperma dan telur
D. Diaduk dengan bulu ayam/bebek
E. Pencucian telur
F. Pencucian dengan air mengalir dalam plankton net (Afrianto, 1998).
2.5 Kelenjar Hipofisa
Hipofisasi adalah suatu cara untuk merangsang ikan untuk memijah atau terjadinya
pengeluaran telur ikan dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa. Teknik penyuntikan
dengan pemijahan buatan atau induced breeding yaitu merangsang ikan untuk kawin
(Simanjuntak, 1985). Metode hipofisasi adalah usaha untuk memproduksi benih dari induk
yang tidak mau memijah secara alami tetapi memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar
hipofisasi dari ikan donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti
gonadotropin (Susanto, 1996). Pemijahan sistem hipofisasi ialah merangsang pemijahan
induk ikan dengan menyuntikkan kelenjar hipofisa.
Menurut Sumantadinata (1981), ikan yang belum matang kelamin kelenjar
hipofisanya mengandung gonadotropin dalam jumlah yang sedikit sekali atau tidak
mengandung gonadotropin. Effendi (1978), menyatakan bahwa tingkat kematangan ikan
10. pada tiap waktu bervariasi. Tingkat kematangan tertinggi akan didapatkan paling banyak
pada saat pemijahan akan tiba. Hal tersebut tidak sesuai dengan Kay (1998), yang
menyatakan bahwa penyuntikkan kelenjar hipofisa akan memberikan respon dan
menyebabkan ikan memijah antara 7-12 jam. Menurut Muhammad (2001), rendahnya
fekunditas pada perlakuan diduga dosis yang diberikan belum mencukupi untuk
pematangan tahap akhir semua oosit, sehingga tidak semua oosit mendapat tambahan
gonadotropin yang sesuai untuk diovulasikan. Rendahnya hormon gonadotropin yang
masuk dalam darah menyebabkan kemampuan hormon gonadotropin untuk
mengovulasikan telur sangat terbatas. Muhammad (2001) dalam Nagahama (1987) juga
melaporkan keberhasilan ovulasi tergantung dari keberhasilan proses pematangan akhir
oosit. Oosit yang telah siap diovulasikan akan terjadi jika telah mendapat rangsangan
hormon yang sesuai.
Kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang dapat mengendalikan beberapa hormon
antara lain hormon pada kelamin jantan (testis) maupun kelamin betina. Hipofisa
berukuran sangat kecil, terletak di sebelah bawah bagian depan otak besar (diencephalon)
sehingga jika otak kiri diangkat, maka kelenjar ini akan tertinggal. Kelenjar hipofisa terdiri
atas 4 bagian masing-masing berurutan dari depan ke belakang adalah pars tubelaris, pars
anterior, pars intermedius dan neurophisis (Fujaya, 2010).
Hipofisitis tergolong dalam dua bentuk histopatologi : limfositik dan
granulanomous. Hipofisitis limfositik, dijumpai pada banyak bentuk. Hipofisitis
granulanomous mempunyai perbedaan epidemiologi. Diameter normal dari kelenjar
hipofisis adalah 3.25 ± 0.56 mm pada level optik dan mencapai 1.91±0.4 mm pada insersi
kelenjar hipofisis (Gutenberg, A. et al., 2009). Faktor-faktor lingkungan seperti suhu,
cahaya, sifat fisik dan kimia juga mempengaruhi tingkah laku hewan. Suhu dan cahaya
akan mempengaruhi sistem saraf dan otak pada proses pemijahan, dimana suhu optimum
yang dibutuhkan ikan untuk memijah ialah 28-30OC. Rangsangan dari saraf pusat akan
dihantarkan ke hipotalamus dan akan mengeluarkan GnRH yang akan merangsang sistem
saraf pusat untuk meneruskan rangsang ke sel-sel gonadotropin yang berada dalam sistem
hormon tersebut, yang merangsang gonad untuk menghasilkan hormon gonadotropin yang
dibutuhkan dalam proses pemijahan (Bond,1979).
Mekanisme secara alamiah kerja hormon untuk perkembangan dan pematangan
gonad dimulai dari adanya rangsangan dari luar, seperti visual untuk fotoperiode,
kemoreseptor untuk suhu dan metabolit. Rangsangan ini kemudian diterima oleh susunan
saraf otak melalui reseptor-reseptor penerima rangsangan susunan saraf otak selanjutnya,
merangsang hipotalamus untuk melepaskan Gonadropin Releasing Hormon (GnRH) untuk
mestimulasi kelenjar hipofisa (pituitary) untuk mengsekresikan Gonadotropin Hormon
(GtH). Setelah itu, dialirkan ke dalam darah untuk merangsang kematangan gonad akhir
melalui simulasi untuk mensintesis hormon-hormon steroid pematangan (seperti hormon
testoteron dan estradiol) dalam ovarium atau testis, dan mempengaruhi perkembangan
kelamin sekunder (Bactiar, 2002).
11. Menurut Kay (1998), teknik penyuntikan dapat mempengaruhi pemijahan.
Penyuntikan yang umum adalah penyuntikan secara intra muscular. Penyuntikan
dilakukan pada bagian pinggang dari ikan, yaitu penyuntikan pada 3-4 sisik ke bawah.
Menurut Sumantadinata (1981), terdapat 3 cara penyuntikan hipofisasi yaitu intra
muscular, intra cranial dan intra perineal.
1. Secara muskuler, dengan cara menyuntik lewat punggung atau otot batang ekor.
2. Secara intra peritoneal, dengan cara menyuntikkan ke dalam rongga perut, lokasinya
antara kedua sirip perut sebelah depan atau antara sirip dada sebelah depan. Suntikan
ini disejajarkan dengan dinding perut.
3. Secara intra cranial,dengan cara menyuntikkan lewat kepala. Suntikan ini dengan
memasukkan jarum injeksi ke dalam rongga otak melalui tulang occipitial pada bagian
yang tipis.
Luka atau hilangnya sisik dapat mengakibatkan ikan resipien tidak dapat memijah
walaupun telah diberikan suntikan ekstrak hipofisa, karena gangguan secara fisiologis
pada ikan.
Tanda-tanda ikan yang sudah mengalami ovulasi dan siap dikeluarkan telurnya
yaitu ikan terlihat gelisah, sering muncul di permukaan air dan ikan jantan sering
berpasangan dengan ikan betina (Fujaya, 2010). Menurut Gordon (1982) ciri-ciri betina
yang sudah masak kelamin diantaranya perut mengembung, lubang genital kemerahan,
perut lembek. Sedangkan pada ikan jantan yang telah masak kelamin adalah bila perut di
stripping akan keluar cairan putih seperti susu (Milt).
Menurut Sumantadinata (1981), Ikan tidak berhasil memijah dimungkinkan oleh
faktor lingkungan yang tidak kondusif sehingga ikan mengalami stress. Faktor lingkungan
seperti suhu, cahaya, sifat fisik dan kimia juga mempengaruhi tingkah laku ikan. Suhu dan
cahaya akan mempengaruhi saraf dan otak pada pemijahan. Suhu optimal ikan memijah
adalah 280-300C.
12. BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum hipofisasi ini adalah kolam / bak perkawinan
ikan, timbangan, pisau pemotong, telenan/ papan bedah, alat pembedahan, tissue, kain lap,
gelas penggerus dan alat suntik.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah induk ikan mas betina dan
jantan matang gonad (siap kawin), ikan donor (ikan mas) yang sudah dewasa, akuabidest
2ml.
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Menyiapkan Induk Ikan Mas Jantan dan Betina yang Siap Kawin
Induk betina ditimbang, ikan donor disiapkan dan ditimbang. Dosis antara induk
betina dengan ikan donor yaitu 1:2 / berat tubuh.
3.2.2 Cara Mengambil Kelenjar Hipofisa
Ikan donor dibunuh dengan memotong kepalanya. Kepala yang telah dipotong
diletakkan dengan posisi mulut menghadap ke atas. Pemotongan dilakukan pada bagian
atas mata sedikit ke arah bagian belakang. Setelah tulang tengkorak terbuka, maka akan
nampak otak, sedangkan kelenjar hipofisa terdapat di bawah otak dan berwarna putih. Otak
diangkat, tempatnya dibersihkan dengan tissue agar bersih dari darah dan lemak.
Kemudian kelenjar hipofisa diambil secara hati-hati dengan pinset. Kelenjar hipofisa
jangan sampai pecah.
3.2.3 Preparasi Larutan Hipofisa
Kelenjar hipofisa diambil dengan hati-hati. Kelenjar hipofisa diletakkkan di tepi
alat penggerus. Kemudian kelenjar hipofisa digerus dengan cara memutar-mutar alat
penggerus ke lubang dasar gelas penggerus. Disentrifuge selama 3 menit. Diamkan
sebentar agar terbentuk dua lapisan (cairan bening dan endapan). Cairan yang bening
diambil dengan spet, cairan inilah yang digunakan untuk menyuntik induk. Penyuntikkan
dilakukan di bawah sirip dorsal bagian depan.
3.2.4 Cara Penyuntikkan
Sisik ikan diangkat sedikit jangan sampai lepas lalu jarum spruit ditusukkan pada
daging di ujung bawah sisik (jangan sampai menusuk sisik, karena kalau tertusuk sisik
akan lepas). Induk betina yang sudah disuntik dimasukkan ke kolam perkawinan yang
sudah disiapkan lengkap dengan ijuk dan induk jantan dengan perbandingan induk jantan
dan betinanya 1:1 / berat tubuh. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengamati dengan baik
reaksi dari yang telah disuntik, mengetahui jarak waktu antara penyuntikkan dengan pada
13. saat awal ikan kawin. Biasanya induk akan kawin setelah 10-12 jam dari penyuntikkan
(pada suhu sekitar 28°C), sehingga pada jam-jam itu kita bisa mencoba untuk mengambil
telurnya dengan cara stripping / pengurutan.
14. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Perlakuan dan Pengamatan Praktikum Hipofisasi
No.
Perlakuan
Pengamatan
1.
Ikan mas jantan dan betina disiapkan
Gambar 6: ikan mas jantan (warna
kuning) dan ikan mas betina (warna lurik)
2.
Ikan mas ditimbang beratnya, ikan
yang lebih berat dijadikan ikan donor
Gambar 7: ikan mas ditimbang
3.
Ikan mas donor dipotong kepalanya
Gambar 8: ikan mas betina dipotong
kepalanya
4.
Ikan mas yang telah dipotong
kepalanya dihadapkan dengan mulut
berada di atas
Gambar 9: kepala ikan mas diletakkan
menghadap ke atas
15. 5.
Kepala ikan mas dipotong di dekat
mata sedikit ke belakang
Gambar 10: kepala ikan mas yang
dipotong
6.
Diambil hipofisa dari ikan mas betina
Gambar 11: hipofisa ikan mas diambil
dengan tusuk gigi
7.
Hipofisa ikan mas diletakkan di dalam
cawan dan ditambahkan akuabides 2ml,
dihaluskan dengan spatula
Gambar 12: hipofisa ikan mas dihaluskan
Gambar 13: ditambahkan dengan
akuabides
8.
Hipofisa yang telah halus diendapkan,
lalu diambil cairan yang bening dengan
pipet tetes
Gambar 14: supernatan dari hipofisa ikan
mas diambil dengan pipet tetes
16. 9.
Supernatan disentrifuge selam 5 menit
dengan kecepatan 2500 rpm
Gambar 15: supernatan disentrifuge
Gambar 16: hasil supernatan yang telah
disentrifuge
10.
Supernatan yang telah disentrifuge,
dipindahkan ke dalam spet/ alat suntik
Gambar 17: supernatan dipindah ke
dalam alat suntik sebesar 1,2 ml.
11.
Disuntikkan ke dalam ikan mas
resipient. Penyuntikkan tidak boleh
mengenai sisik ikan
Gambar 18: disuntikkan pada ikan mas
resipient
12.
Ikan mas jantan yang telah disuntik
ditaruh di bak pemijahan
Gambar 19: ikan mas telah disuntik
ditaruh di bak pemijahan
17. 4.2 Pembahasan
Praktikum hipofisasi ini bertujuan untuk mengetahui langkah hipofisasi pada ikan
mas (Cyprinus carpio) dan mengetahui perubahan dari pemijahan buatan pada ikan mas
(Cyprinus carpio). Praktikum ini menggunakan induk ikan Mas betina dan jantan matang
gonad (siap kawin), ikan donor (Ikan Mas) yang sudah dewasa dan akuades serta kolam
perkawinan atau akuarium besar, timbangan, pisau pemotong, telenan, alat bedah, tissue,
kain lap, gelas penggerus dan alat suntuk atau spet. Praktikum ini dimulai pada tanggal 24
Nopember 2011 di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi ITS Surabaya.
Cara kerja pada praktikum ini adalah disiapkan induk Cyprinus carpio jantan dan
betina masing-masing 1 ekor. Induk jantan beratnya 600 gram, sedangkan induk betina
beratnya 700 gram. Karena Cyprinus carpio betina lebih berat dibandingkan yang jantan,
maka Cyprinus carpio betina dijadikan ikan donor.
Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah menimbang berat
tubuh ikan baik ikan Mas donor maupun resipient untuk mengetahui berat dari ikan donor
dan resipient, idealnya berat tubuh ikan donor disbanding dengan ikan resipient berat
tubuhnya harusnya 2:1. Seperti Menurut Sudrajat (2010), syarat ikan donor adalah :
a. Ikan donor sudah matang kelamin
b. Berat induk donor sesuai atau kelipatan dari dosis induk ikan resipientergantung dosis
penyuntikkan
c. Sebaiknya ikan donor berasal dari induk jantan karena relatif mudah didapatdan
harganya murah
d. Ikan donor dalam keadaan hidup dan tidak sakit
Sedangkan, persyaratan untuk ikan resipien adalah :
a. Ikan resipien adalah induk jantan dan betina yang matang kelamin dan siapuntuk
dipijahkan (TKG IV)
b. Induk resipien merupakan hasil ikan budidaya dan domestikasic. Memiliki badan sehat
dan tidak cacatd. Ikan resipien ini merupakan induk pilihan.
(Sudrajat , 2010).
Pengambilan kelenjar hipofisa dilakukan dengan cara Cyprinus carpio betina
dibunuh dengan memotong bagian kepalanya, setelah dipotong kepala Cyprinus carpio
betina dihadapkan ke atas. Jari telunjuk tangan praktikan dimasukkan ke dalam lulut ikan,
lalu kepala ikan dipotong pada bagian atas mata sedikit ke arah bagian belakang, tapi
jangan sampai memotong jari telunjuk tangan praktikan. Tulang tengkorak Cyprinus
carpio betina telah terlihat,lalu diambil kelenjar hipofisa yang terletak di bawah otak dan
berwarna putih.
18. Gambar 20: penampang kepala ikan
Keterangan:
Av: aorta ventralis; bs: Bagian dasar dienchepalon; j: infundibulun; hg: akar saraf
tigeminus (V); hy: hipofisis; oe: tulang entoglessum; pr: rhombencephalon; ps:
sinus posterior; th: folikel kelenjar tiroid; vj: vena jugularis; I, II, III, arteri insang.
(Sumber: Harder, 1975, hlm. 82, dalam Fujaya, 2010).
Kelenjar hipofisa Cyprinus carpio betina diletakkan di dalam mortar untuk digerus.
Pengambilan kelenjar hipofisa dilakukan dengan hati-hati agar tidak pecah.
Kelenjar Hipofisa terdapat tepat dibawah otak. Kelenjar ini berbentuk bulat kecil
dengan warna putih. Kelenjar hipofisa mempunyai peran yang sangat penting, dimana
kelenjar yang dihasilkan berupa hormon yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan
perkembangbiakan. Kerusakan dalam pengambilan ekstrak hormon mengakibatkan
hormon tersebut tidak berfungsi. Hormon yang berpengaruh dalam pemijahan ikan adalah
gonadotropin yang berfungsi dalam pematangan gonad dan mengontrol ekskresi hormon
yang dihasilkan oleh gonad (Sudrajat, 2010).
Pengambilan kelenjar ini dilakukan pada kelenjar hipofisa karena hipofisa bersifat
sangat vital pada kehidupan kelangsungan ikan. Menurut Zairin (2002) dalam Trianasari
(2009), hipofisa dapat dihasilkan berbagai hormon yang memicu terhadap sex reversal
ikan seperti hormon somatotropin berfungsi untuk hormon pertumbuhan badan. Kemudian
prolactin yang berperan untuk mengatur kegiatan hormon-hormon sex dan terakhir adalah
hormon gonadotropin untuk merangsang terjadinya perubahan untuk memijah pada saat
ikan siap memijah dan sudah matang kelamin.
Setelah digerus, Cyprinus carpio betina disentrifuse selama 5 menit dengan
kecepatan 2500 rpm dan didiamkan sebentar agar terbentuk 2 lapisan. Cairan yang bening
diambil dengan spet atau suntikan. Ikan Cyprinus carpio jantan yang dijadikan ikan
resipient dipersiapkan dengan cara diangkat dari air untuk disuntik cairan dari kelanjar
hipofisa Cyprinus carpio betina. Sisik ikan diangkat dan jangan sampai lepas lalu jarum
spruit ditusukkan pada daging diujung bawah sisik (jangan sampai menusuk sisik, karena
jika terkena sisik akan terlepas). Seperti yang dinyatakan Kakufu (1983), cara pengambilan
ikan resipien jangan sampai terjadi luka atau hilangnya sisik, hal ini dapat menyebabkan
19. ikan tidak dapat memijah walaupun telah diberi suntikan kelenjat hipofisa. Menurut
Djuhanda (1981), jika keadaan suhu lingkungan yang disenangi tidak dijumpai, maka ikan
tidak akan memijah. Kondisi media yang kurang sesuai antara lain pH air, tekanan osmosis
dan oksigen terlarut yang kurang juga dapat mempengaruhi ikan tidak memijah. Induk
betina yang sudah disuntik dimasukkan ke kolam perkawinan yang sudah disiapkan
lengkap dengan ijuk dan induk jantan dengan perbandingan induk jantan dan induk betina
1:1/berat tubuh. Lebih tepat lagi dimasukkan ke akuarium yang sudah berisi ijuk dan induk
jantan, hal ini dimaksudkan agar kita bias mengamati dengan baik reaksi dari yang disuntik
dan yang lebih penting kita bias mengetahui jarak waktu antara penyuntikan dengan saat
awal ikan tadi kawin. Biasanya induk akan kawin setelah 10-12 jam dari penyuntikan
(pada suhu sekitar 28oC). sehingga pada jam-jam itu kita bias mencoba untuk mengambil
telurnya dengan cara pengurutan (stripping). Menurut Muhammad, at. al. (2001), pada
umumnya untuk mengembangbiakan ikan biasanya dilakukan teknik kawin suntik, yaitu
hipofisasi yang telah memberikan manfaat yang besar terhadap pembenihan, tetapi masih
belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi seperti dosis dan sumber kelenjar
hipofisa. Efek dosis yang lebih tinggi terbukti akan menyebabkan makin cepatnya masa
laten Pemijahan. Kemampuan ovulasi ikan sangat berkaitan dengan penggunaan dosis
yang efektif untuk tiap spesies. Peningkatan dosis kelenjar hipofisa mempercepat masa
laten pemijahan ikan betok. Hal ini diduga berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi
17 α, 20 β. Dihidroksiprogesteron.
Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung dengan memasukkan jarum suntik
secara miring 45° sedalam ± 2 cm. penyuntikan tidak dilakukan pada organ target,
melainkan pada punggung ini bertujuan untuk melindungi organ penting yang ada pada
organ target yaitu gonad, gonad ini adalah bagian yang rapuh sehingga akan rusak apabila
terkena jarum suntik, sehingga penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan. Induk
yang telah disuntik, dilepas kedalam bak pemijahan.
Ikan yang tidak berhasil memijah dimungkinkan oleh faktor lingkungan yang tidak
kondusif sehingga ikan mengalami stress dan hormon yang ada tidak dapat memberikan
respon. Penyebab lain yaitu teknik penyutikan yang kurang sempurna sehingga
menghambat proses pemijahan yang terjadi. Selain itu, ikan yang belum memenuhi syarat
juga dapat menjadi faktor kegagalan pemijahan. Faktor lingkungan seperti suhu, cahaya,
sifat fisik dan kimia juga mempengaruhi tingkah laku ikan. Suhu dan cahaya akan
mempengaruhi saraf dan otak pada pemijahan. Suhu optimal ikan memijah adalah 280300C. Cara pengambilan ikan resipien dan arus air berperan dalam pemijahan
(Sumantadinata, 1981).
Ciri induk ikan yang matang kelamin dapat dilihat dengan tanda–tanda :
1.Pada ikan jantan
- Ikan jantan jika distriping akan keluar cairan putih juga semen pada bagian anus.
Stripping (mengurut perut induk ikan) dilakukan untuk mengeluarkan telur dan
semen (cairan sperma)Tanda-tanda ikan siap distripping ditunjukkan oleh
20. gelisahnyaikan, kemudian bergerak ke permukaan air dan mengibas-kibaskan
ekornya.
- Ukuran tubuh ikan jantan memanjang
- Tubuhnya dari sisiknya menunjukan warna yang terang
- Alat kelamin meruncing dan berwarna putih
2.Pada Ikan Betina
- Bagian perut akan mengembang atau membesar
- Agak lembek tubuhnya
- Lubang saluran telur terlihat berwarna merah dan membengkak Induk yang baik
kepalanya relatife kecil dibandingkan dengan badannya dan bentuknya agak
meruncing, badannya tebal berpunggung tinggi dan sisiknya teratur rapi sirip dada
mulus dan sudah mencapai kira – kira 2 kg untuk siap di pijahkan.
(Sumantadinata, 1981).
Menurut Sumantadinata (1981), terdapat 3 cara penyuntikan hipofisasi, yaitu intra
muscular, intra cranial, dan intra perineal (Luqman, 2009).
Hal ini sesuai dengan pendapat (Muslikhin, 2008) bahwa waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan pemijahan adalah 10–12 jam setelah menyuntikan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan antara lain kemasakan atau pematangan kelamin ikan,
keadaan psikologis ikan, cahaya, temperatur dan aliran air. Setelah beberapa jam dari
penyuntikkan tampak induk saling kejar-kejaran dan terlihat berpasangan. Terkadang juga
melompat dan memercikkan air di permukaan. Hal ini menandakan bahwa induk telah siap
ovulasi sehingga dapat dilakukan proses stripping.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Luqman, 2009) bahwa tanda-tanda ikan yang
sudah mengalami ovulasi dan siap dikeluarkan telurnya yaitu ikan terlihat gelisah, sering
muncul di permukaan air dan ikan jantan sering berpasangan dengan ikan betina. Ciri-ciri
betina yang sudah masak kelamin diantaranya perut mengembung, lubang genital
kemerahan, perut lembek. Sedang pada ikan jantan yang telah masak kelamin adalah bila
perut di stripping akan keluar cairan putih seperti susu (malt).
Mekanisme pemijahan dimulai dari ekstrak kelenjar hipofisa yang disuntikkan akan
menimbulkan rangsangan pada hipotalamus. Rangsangan dibawa akson yang berakhir pada
penonjolan tengah di dasar ventral ketiga hipotalamus. Hormon FSH dan LH bekerja
merangsang perkembangan gonad dan merangsang ovulasi. FSH dan LH juga merangsang
perkembangan fungsi testis. FSH meningkatkan ukuran saluran semini ferus dan LH
merangsang sel intestinum dari testis untuk memproduksi hormon kelamin jantan
(Luqman, 2009).
Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing ikan jantan dan betina
mengeluarkan sperma dan ovum. Keberhasilan ovulasi tergantung dari keberhasilan proses
pematangan akhir oosit. Oosit yang telah siap diovulasikan akan terjadi jika telah
21. mendapat rangsangan hormon yang sesuai. Rendahnya hormon gonadotropin yang masuk
dalam darah dapat menyebabkan kemampuan hormon gonadotropin untuk mengovulasikan
telur sangat terbatas (Luqman, 2009).
Hal ini sesuai dengan pendapat (Gusrina, 2008) bahwa proses pembuahan buatan
ini membutuhkan waktu tertentu, maksudnya jika terlalu lama maka sperma atau sel telur
bisa mati atau terganggu. Jika demikian keadaannya proses pembuahan tidak akan berhasil
dengan baik. Ingat telur dan sperma itu hidup sehingga bermetabolisme.
Telur yang tidak dibuahi akan mati dan berwarna putih air susu sedangkan telur
yang terbuahi berwarna bening dan terdapat inti. Telur tersebut diletakkan didalam
akuarium dengan penambahan aerasi untuk menyuplai oksigen. Hal yang dapat
menyebabkan proses stripping atau pemijahan buatan ini tidak berhasil adalah kesalahan
dalam pengurutan, peralatan yang digunakan tidak bersih, serta kematangan gonad dari
induk baik induk jantan maupun induk betina (Gusrina, 2008).
Penggunaan hormon untuk meningkat produksi benih ikan merupakan kemajuan
teknologi yang dapat dilakukan di samping cara-cara tradisional yang telah biasa dilakukan
oleh para petani ikan. Menurut Hoar, Randall dan Donaldson (1983) jenis hormon yang
dapat digunakan untuk merangsang ovulasi pada ikan betina adalah Antitestoteron,
Gonadotropin Relasing Hormon (GnRH), Dopamine antagonis, Gonadotropin, Steroid, dan
Prostaglandin. Kenyataan ini juga terbentuk dari hasil penelitian Sukendi, Aryani dan Putra
(1997) di mana kombinasi penyuntikkan oviprim pada postaglandin F2.... dapat memberikan
rangsangan ovulasi dan meningkatkan kualitas telur ikan (Nuraini, 2006).
Namun keberhasilan suatu pemijahan buatan untuk menghasilkan benih bukan saja
tergantung pada induk ikan betina (tersedianya telur dalam jumlah yang cukup dan kualitas
yang baik) tetapi sangat ditentukan oleh induk ikan jantan di dalam menghasilkan semen,
baik volume maupun kualitasnya (konsentrasi, motilitas, viabilitas dan fertilitas), karena
penyediaan semen yang cukup baik volume maupun kualitasnya oleh induk jantan
merupakan kendala yang selalu ditemui dalam melakukan pemijahan buatan ikan.
Hipofisasi yang dilakukan terhadap ikan jantan pada umumnya bertujuan untuk
memperbanyak cairan sperma dan mengurangi kekentalan (Bardach, et al, 1997) sehingga
sperma dapat dikeluarkan dengan baik. Menurut Fontaire (1976) hal ini dapat
memungkinkan ikan jantan karena dengan adanya hipofisasi dapat mengakibatkan adanya
spermiasi. Di samping itu hipofisasi mengandung hormon gonadotropin yang berpengaruh
pada gonad (testis) sehingga dapat menyebabkan ikan mengeluarkan sperma (spermiasi)
(Harvey dan Hoar, 1979). Berdasarkan latar belakang di atas perlu penelitian tentang
peningkatan volume semen dan kualitas spermatozoa ikan mas (Cyprinus carpio) melalui
kombinasi penyuntikkan hCG dan ekstrak kelenjar hipofisa ikan mas (Cyprinus carpio)
(Nuraini, 2006).
22. Fungsi hCG dalam reprodusi ikan sama dengan hormon gonadotropin yang terdapat
pada ikan, yang berperan dalam merangsang testis untuk mengeluarkan semen. Menurut
Bardach et al (1972) hipofisa pada ikan jantan berperan memperbanyak cairan sperma dan
mengurangi kekentalan sehingga sperma dikeluarkan (Nuraini, 2006).
Nilai rata-rata konsetrasi spermatozoa yang diperoleh memiliki hubungan yang
negatif dengan nilai rata-rata volume semen yang diperoleh sebelumnya, di mana semakin
besar nilai volume semen maka konsentrasi spermatozoa yang diperoleh semakin kecil.
Kenyataan ini disebabkan karena perlakuan kombinasi hCG dan ekstrak hipofisa yang
diberikan akan meningkatkan cairan plasma semen, sehingga pada volume semen yang
besar konsentrasinya akan semakin kecil (Piirome dan Hyvarinen, 1983) (Nuraini, 2006).
Peran zat perangsang (hormon) yang diberikan pada ikan jantan juga untuk
merangasang pergerakan cairan plasma yang terdapat dalam lobulus testis ke vas different
dan selanjutnya akan dikeluarkan dengan konsentrasi tidak bertambah. Namun bila dosis
rangsangan yang diberikan terlalu tinggi akan dapat menyebabkan cairan plasma semen
ditarik kembali ke testis yang dikenal dengan istilah hidrasi. Pada proses pemijahan ikan
konsentrasi spermatozoa tidak terlalu dipentingkan, hal ini karena pada proses pembuahan
antara sel spermatozoa dan sel telur bersifat monospermik, yaitu hanya satu sel
spermatozoa yang dapat membuahi satu butir sel telur (Nuraini, 2006).
Nilai motilitas spermatozoa sangat tergantung pada faktor lingkungan antara lain
pH, osmolaritas, jenis pengenceran dan zat kimia yang terkadung di dlamnya (Ginzburg,
1974 dan Stoss, 1993). Nilai motilitas spermatozoa mempunyai hubungan yang positif
dengan volume semen, berhubungan negatif dengan konsentrasi spermatozoa dan
berhungan positop terhadap viabilitas spermatozoa, dengan kata lain semakin banyak
volume semen yang dihasilakan akibat perlakuan yang diberikan, maka semakin kecil
konsentrasi yang diperoleh, semakin besar nilai viabilitas spermatozoa dan semakin besar
pula nilai motilitas spermatozoa yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena semakin encer
semen yang diperoleh maka kandungan glukosa semakin banyak sedangkan konsentrasi
semakin kecil, sehingga glukosa dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber
energi yang sekaligus akan meningkatkan nilai motilitas (Nuraini, 2006).
Pada semen yag encer akan dapat meningkatkan motilitas spermatozoa karena
plasma semen dapat menydiakan makanan yang cukup (Munkittrick dan Moncia, 1987),
dan kadar sodium pada semen yang encer semakin tinggi sehingga motilitas dan fertilitas
sprematozoa semakin tinggi. Sebaliknya pada semen yang semakin kental penyediaan
makanan yang ada akan terbatas dan akan menghambat motilitas spermatozoa (Stoos,
1983) (Nuraini, 2006).
Kelemahan dari tekhnik hipofisasi adalah hilangnya sejumlah ikan donor untuk
diambil hipofisanya. Usaha yang telah dilakukan untuk menekan sekecil mungkin
kelemahan ini adalah dengan memanfaatkan ikan yang mempunyai nilai ekonomis rendah
23. untuk dipakai sebagai ikan donor. Akan tetapi, lebih ekonomis lagi apabila kita dapat
memanfaatkan limbah ternak (hipofisa ternak) sepanjang tidak menyimpang dari prinsip
hipofisasi (Oka, 2006).
Inseminasi buatan adalah proses pemijahan buatan yang dilakukan dengan bantuan
manusia pada ikan yang akan memijah dengan melakukan pengurutan (stripping) untuk
mengeluarkan sel telur dari induk betina dan sel sperma dari induk jantan.
Pada percobaan ini juga dilakukan inseminasi buatan pada proses pengamatan kedua.
Induk betina diurut untuk mengeluarkan sel telur kemudian induk jantan juga diurut untuk
mengeluarkan spermanya kemudian dilakukan pengadukan agar sperma dan sel telur
tercampur rata. Sel telur dan sperma hanya dapat bertahan sekitar 30 detik sehingga
secepatnya dilakukan pengadukan (Kadir, 2010).
24. BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum hipofisasi adalah ikan mas
Cyprinus carpio betina dijadikan ikan donor karena berat tubuhnya lebih berat daripada
ikan Cyprinus carpio jantan menjadi ikan resipient. Penyuntikkan ikan Cyprinus carpio
jantan dengan kelenjar hipofisa yang berasal dari ikan Cyprinus carpio betina digunakan
untuk mempercepat proses pemijahan. Penyutikkan ikan Cyprinus carpio jantan dilakukan
di bagian dorsal sedikit ke belakang. Pada praktikum
ini dilakukan hingga proses
penyutikkan kelenjar hipofisa kepada ikan Cyprinus carpio jantan saja, namun tidak
dilakukan pengamatan lebih lanjut terhadap ikan yang telah dihipofiasi tersebut. Sehingga
tidak dapat diamati pengaruh dari pemberian hipofisa terhadap pemijahana ikan, namun
pengaruh dari pemberian hipofisa sendiri adalah dapat memacu pematangan gonad pada
ikan betina, sehingga ikan betina siap untuk kawin.
25. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, I. dan Liviawati, E. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisesis (Anggota
IKAPI) : Yogyakarta.
Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Perkarangan. Agromedia Pustaka :
Jakarta.
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. WB Soundary Company : Phyladelphia.
Cahyono, B. 2000. Budidadaya Air Tawar. Kanisius : Yogyakarta.
Djarijah, A. S. 2001. Pembenihan Ikan Mas. Kanisius : Yogyakarta.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico : Bandung.
Effendi, M. I. 1978. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri : Bogor.
Fujaya, Y. 2010. Materi Kuliah Genetika Dan Pemuliabiakan Ikan. Fakultas Ilmu
kelautan dan perikanan. Universitas Hasanuddin : Makassar.
Gordon, M.S.1982. Animal Physiology Princile. MC Millan Publishing co : New York.
Gusrina.
2008.
Budidaya
Ikan
Jilid
I.
Http://Sutanmuda.
WordPress.Com/2007/10/22/Budidaya-Ikan-Mas/,2011. Diakses pada tanggal 25
Nopember 2011.
Gutenberg, A. et al. 2009. A Radiologic Score to Distinguish Autoimmune Hypophysitis
from Nonsecreting Pituitary Adenoma Preoperatively. AJNR Am J Neuroradiol
30:1766 –72.
Herlina, 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Tawar. Agromedia Pustaka : Jakarta.
Hoar , W. S. 1983. The Endokrine Organs. Academic Press : New York.
Kadir. 2010. Teknik Hipofisasi Dan Inseminasi Buatan Pada Ikan Mas. Balai Budidaya
Air Tawar Bontomanai : Gowa.
Kakufu, T. dan Ikonwe, H. 1983. Hormon Injection for Artifical Spawning Modern
Methods of Aquaculture. In Japan Konshasha Ltd : Japan.
Kay, I. 1998. Introduction of Animal Physiology. Bion Scientific Publisher Ltd : Canada.
26. Luqman, Wibowo. 2009. http//www. Efek Hormonal Pada Ovulasi Dan Pemijahan Ikan.
Diakses pada tanggal 25 Nopember 2011 pukul 17.18 WIB.
Nuraini, dan Sukendi. 2006. Peningkatan Volume Semen Dan Kualitas Spermatozoa Ikan
Betutu Melaui Kombinasi Penyuntikan hCG Dan Ekstrak Hipofisa Ikan Mas.
Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXII Nomor 2 Agustus 2006 (145-150).
Muhammad, Sunusi, H. dan Ambas, I. 2001. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar
Hipofisa Terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus
Bloch). Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS : Makassar.
Murtidjo, B.A. 2001. Beberapa Metode Pemijahan Air Tawar. Kanisius : Yogyakarta.
Muslikhin. 2008. http//www. Efek Hormonal Pada Ovulasi Dan Pemijahan Ikan. Diakses
pada tanggal 25 Nopember 2011 pukul 17.22 WIB.
Oka, A. A. 2006. Penggunaan Ekstrak Hipofisa Ternak Untuk Merangsang Spermiasi
pada Ikan (Cyprinus carpio L.). Jurusan produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Udayana: Denpasar.
Santoso, B. 2001 Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius : Yogyakarta.
Simanjuntak, R. H. 1985. Pembudidayaan Ikan Lele. Bathara Jaya Aksara : Jakarta.
Sudrajat, Maman. 2010. Manajemen Pemijahan Ikan. Departemen PendidikanNasional :
Jakarta.
Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra
Budaya : Bogor.
Sutisna, D. H. 2005. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius : Yogyakarta.
Trianasari, Dian. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air. Universitas Jenderal
Soedirman : Purwokerto.