1. BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. A. Defenisi
Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan
proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada
kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan
( Manuaba, 1998 ).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Eklampsia berasal dari bahasa yunani dan berarti “Halilintar”. Kata tersebut dipakai karena
seolah- olah gejala- gejala eklampsia timbul dengan tiba – tiba tanpa didahului oleh tanda –
tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil
atau dalam nifas dengan tanda – tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia
timbul serangan kejangan yang diikuti oleh koma. Tergantumg dari saat timbulnya eklampsia
dibedakan eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum dan eklampsia puerperale. Perlu
dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama
kemudian.
Eklampsia adalah preaklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat
dari kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 : 310 ; 1999).
Pre eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan
oleh kehamilan. Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada
nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja
belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya
dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler,
termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre eklampsia,tampak
pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah
timbulnya penyakit itu.
1. B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga
2. kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara
lain :
Peran Prostasiklin dan Tromboksan .
Peran faktor imunologis.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre-
eklampsi/eklampsia.
Peran faktor genetik /familial
Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi/ eklampsi pada
anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.
Kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsi/eklampspia dan anak dan cucu
ibu hamil dengan riwayat pre-eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
Peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun ada beberapa teori
yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu :
Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
mola hidatidosa.
Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Sebab eklampsia belum diketahui pasti, namun salah satu teori mengemukakan bahwa
eklampsia disebabkan ishaemia rahim dan plasenta (Ischaemia Utera Placentoe).
1. C. Patofosiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero
plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia.
Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating
pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain.
Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis
kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma
darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung, dan
penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, volume plasma yang beredar menurun,
sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini
membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel
darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun.
Predisposisi genetik dapat merupakan fakktor imunologi lain( Chesley, 1984 ). Sibai
menemukan adanya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan cucu wanita yang
memiliki riwayat eklampsia, yang menunjukkan suatu gen resesif autosom yang mengatur
respons imun maternal.
3. 1. D. Manifestasi Klinis
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan
tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur,
dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah
Gangguan pernafasan sampai cyanosis
Terjadi gangguan kesadaran
Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.
1. E. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Preeklampsia Ringan
Bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang;
atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau lebih per
minggu.
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin
kateter atau midstream.
b. Preeklampsia Berat
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis.
Pre eklamsi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Pre eklamsi ringan, bila disertai keadana sebagai berikut :
4. 1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang;
atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya 6 jam
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per
minggu.
3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1+ atau 2+ pada uri kateter
atau midstream.
b. Pre eklamsi berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis.
Sedangkan eklamsia di bagi atas 2 macam yaitu:
1. Eklampsia gravidarum (Eklampsia antepartum)
adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam air kencing) atau
edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu
pertama setelah persalinan.
1. Eklampsia parturientum (Eklampsia intrapartum)
intrapartum eklampsia adalah pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita
tekanan darah tinggi. Intrapartum berarti bahwa itu terjadi selama pengiriman bayi.
Eklampsia adalah kondisi serius yang memerlukan pengobatan medis yang mendesak.
Eklampsia dapat dikaitkan dengan peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.
Tekanan darah dapat kembali normal setelah melahirkan atau mungkin bertahan untuk jangka
waktu tertentu.
1. Eklampsia puerperale (Eklampsia post partum)
pengembangan kejang atau koma pada wanita hamil menderita tekanan darah tinggi.
Postpartum berarti bahwa segera setelah melahirkan. Eklampsia adalah kondisi serius yang
memerlukan pengobatan medis yang mendesak. Eklampsia dapat dikaitkan dengan
peningkatan moderat serta signifikan pada tekanan darah.
1. Faktor Resiko
5. Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja
dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah:
1. Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan.
2. Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
3. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
4. Obesitas, DM, Molahidatidosa
5. Mengandung lebih dari satu orang bayi.
6. Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
7. Primigravida, terutama primigravida muda, kehamilan ganda.
1. Komplikasi
Kompliksai yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi ini biasanya terjadi pada
Preeklamsia dan Eklamsia.
Solutio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada Preeklamsia.
Hipofibrinogenemia,terjadi pada Preeklamsi berat.
Hemolisis. Penderita dengan Preeklamsi berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinis hemolisis yang dikenal ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah.
Perdarahan otak, kelainan mata (kehilangan penglihatan sementara)
Edem paru-paru, nekrosis hati, kelainan ginjal
1. H. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan
timbul proteinuria
Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan visus;
penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
6. 1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr% )
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3. Pemeriksaan Fungsi hati
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45 u/ml )
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4. Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas
janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pre eklamsi
a. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal teratur dan bermutu serta teliti, mengenal tanda-tanda sedini
mungkin (pre elkamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit
tidak menjadi lebih berat.
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre eklamsi kalau ada faktor-
faktor peredisposisi.
b. Penanganan
7. Tujuan utama penanganan adalah
Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi
Hendaknya janin lahir hidup
Trauma pada janin seminimal mungkin
Prinsip penanganan preeklampsia:
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
Tujuan pengobatan ini adalah untuk mengurangi resiko pada ibu seperti infark cerebri atau
gagal jantung dan juga untuk mengurangi gangguan pada sirkulasi uteroplasenter.Penurunan
tekanan darah yang terlalu rendah dapat mengganggu sirkulasi aliran darah pada janin.
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
Penatalaksanaan Pre-eklamsi ringan
1. Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan
preeklampsia
2. Tidak perlu segera diberikan obat anti hipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg
3. Pemberian luminal 1 sampai 2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
4. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg / hari
5. Bila tekanan darah tidak turun dianjurkan dirawat dan diberikan obat anti hipertensi:
metildopa 3 x 125 mg/hari (maksimal 1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5 –10 mg /
hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg / hari atau pindolol 1-3 x 5 mg / hari 9 maks.
30 mg / hari
6. Diet rendah garam dan diuretika tidak perlu
7. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa setiap 1 minggu
8. Indikasi rawat jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah rawat jalan,
peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien
menunjukkan preeklampsia berat.
9. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai preeklampsia berat
10. Jika ada perbaikan lanjutkan rawat jalan.
11. Pengakhiran kehamilan ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia
atau indikasi terminasi kehamilan lainnya.
12. Persalinan dalam preeklampsia ringan dapat dilakukan spontan atau dengan bantuan
ekstraksi untuk mempercepat kala II.
Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat
Per-eklamsi berat kehamilan kurang 37 minggu:
8. a. Janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake
dan rasio L/S maka penanganannya adalah sebagai berikut:
Berkan suntikan sulfat magnesium dosis 8gr IM, kemudian disusul dengan injeksi
tambahan 4 gr Im setiap 4 jam( selama tidak ada kontra dindikasi)
Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesium dapat diteruskan lagi
selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan (kecuali jika ada kontraindikasi)
Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan: induksi
partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
b. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
Pre-eklamsi berat kehamilan 37 minggu ke atas:
a.Penderita di rawat inap
Istirahat mutlak dan di tempatkan dalam kamar isolasi
Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
Berikan suntikan sulfas magnesium 8 gr IM (4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri)
Suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
Syarat pemberian Mg So4 Suntikan dapat adalah: reflek patela (+), diurese
100cc dalam 4 jam yang lalu, respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsium
lukonas 10% ampul 10cc.
Infus detroksa 5 % dan ringer laktat
b. Obat antihipertensif: injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya diberikan tablet
katapres 3x½ tablet sehari
c. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan
jantung kongesif. Untuk itu dapat diberikan IV lasix 1 ampul.
d. Segera setelah pemberian sulfas magnesium kedua, dilakukan induksi dipakai oksitosin
(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
e. Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum dan forsep, jadi wanita dilarang
mengedan
9. f. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi pendarahan disebsbkan atonia
uteri.
h. Bila ada indikasi obstetik dilakukan sectio cesaria.
2. Penatalaksanaan eklamsi
Prinsip penataksanaan eklamsi sama dengan pre-eklamsi berat dengan tujuan menghentikan
berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang
aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
a. Penderita eklamsia harus di rAwat inap di rumah sakit
b. Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah kejang-kejang
selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau luminal
200mg atau morfin 10mg.
c. Tujuan perawatan di rumah sakit;
Menghentikan konvulsi
Mengurangi vaso spasmus
Meningkatkan diuresis
Mencegah infeksi
Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir dengan tidak
memperhitungkan tuannya kehamilan.
d. Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan
Menghindari lidah tergigit
Pemberian oksigen
Pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10 %-20%-40%
Menjaga jangan terlalu trauma
Pemasangan kateter tetap(dauer kateter)
e. Observasi ketat penderita:
10. Dalam kamar isolasi: tenang, lampu redup- tidak terang, jauh dari kebisingan dan
rangsangan.
Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit: tensi, nadi, respirasi, suhu badan,
reflek, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat
kesadaran dan jumlah kejang.
Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24
jam.
Diperiksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif
f. Penatalaksanaan pengobatan
1. Sulfas Magnesium injeksi MgSO4% dosis 4 gram IV perlahan-lahan selama 5-10menit,
kemudian disusul dengan suntikan IM dosis 8 gram. Jika tidak ada kontraindikasi suntikan
IM diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam. Pemberian ini dilakukan sampai 24jam setelah
konvulsi berakhir atau setelah persalinan, bila tidak ada kontraindikasi(pernapasan,reflek, dan
diuresis). Harus tersedia kalsium glukonas sebagai ntidotum. Kegunaan MgSO4 adalah:
Mengurangi kepekaan syaraf pusat untuk mencegah konvulsi
Menambah diuresis, kecuali bila ada anuria
Menurunkan pernafasan yang cepat
2. Pentotal sodium
Dosis inisal suntikan IV perlahan-lahan pentotal sodium 2,5% sebanyak 0,2-0,3gr.
Dengan infus secara tetes (drips)tiap 6 jam:
1 gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 10 %
½ gr pentotalsodium dalam 500 cc dektrosa 5 %
½ gr pentotal sodium dalam 500 cc dektrosa 5 %(selama 24 jam) Kerja pentotal
sodium; menghentikan kejang dengan segara. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit karena
cukup berbahay menghentikan pernapasa(apnea)
3. Valium (diazepam)
Dengan dosis 40 gr dalam 500cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes permenit.
Seterusnya berikan setiap 2 jam 10mg dalam infus atau suntikan IM, sampai tidak ada kejang.
Obat ini cukup aman.
4. Litik koktil
11. Ada 2 macam kombinasi obat:
Largatil (100mg)+ phenergen(50mg)+phetidin (100mg)
Phetidin (100mg)+Chorpromazin(50mg)+Promezatin(50mg)
Dilarutkan dalam glukosa 5% 500cc dan diberikan secara infuse tetes IV 4 jumlah tetesan
disesuaikan dengan serangan kejang dan tensi penderita.
5. Sfonograf
Pertama kali morfin 20mg SC
½ jam stelah 1 MgSO415 % 40cc SC
2jam setelah 1 morfin 20 mg SC
5½ jam setelah 1 MgSO4 15% 20-40cc SC
11½ jam setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC
19 jam setelah 1 MgSO4 15% 10cc SC Lama pengobatan 19 jam , cara ini sekarang
sudah jarang dipakai.
g. Pemberian antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari Penisilin
prokain 1,2-2,4 juta satuan.
h. Penanganan Obstetrik
Setelah pengobatan pendahuluan, dilakukan penilaian tentang status obsterikus
penderita: keadaan janin, keadaan serviks dan sebagainya.
Setelah kejang dapat diatasi, keadaan umum penderita , direncanakan untuk
mengakhiri keh amilan atau mempercepat jalannya persalinan dengan cara yang aman.
Kalau belum inpartu,maka induksi partus dilakukan setelah 4 jam bebas kejang dengan
atau tanpa amniotomi.
Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep. Bila janin mati
embriotomi
Bila serviks masih tertutup dan lancip(pada Primi), kepala janin masih tinggi, atu ada
kesan disproporsi sefalopelvik atau ada indikasi obstetrik lainnya sebaiknya dilakukan sectio
12. secaria(bila janin hidup). Anestesi yang dipakai lokal atau umum dikonsultasikan dengan ahli
anestesi.
i. Bahaya yang masih tetap mengancam
Pendarahan post partum
Infeksi nifas
Trauma pertolongan obstetrik.
13. BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :
1. Data subyektif :
2. Data Obyektif :
o Identitas pasien dan penanggung jawab
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
o Riwayat kesehatan ibu sekarang
Terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,
penglihatan kabur.
o Riwayat kesehatan ibu sebelumnya
Penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
o Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan pre eklampsia atau eklampsia sebelumnya.
o Riwayat penyakit
Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau
saudara perempuan meningkatkan resiko empat sampai delapan kali.
o Pola nutrisi
Jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan.
o Psiko sosial spiritual
Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu
kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
o Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
o Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
o Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
o Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks + )
- Pemeriksaan Fisik :
o Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pernafasan minimal setiap 2 sampai 4
jam untuk menetapkan nilai dasar dan memantau perubahan kecil sepanjang
masa hamil.
14. o Suhu setiap 4 jam atau kurang bila terjadi peningkatan suhu tubuh
o Kecepatan denyut jantung janin setiap 2 sampai 4 jam atau diawasi terus
menerus.
o Edema dievaluasi pada wajah, ekstremitas dan sacrum setiap 4 jam;
kedalaman ditentukan dengan melakukan penekanan pada area di atas tulang
o Berat badan ditentukan setiap hari pada waktu yang sama kecuali tirah baring
ketat
o Refleks tendon dalam dievaluasi setiap 4 jam terhadap hiperaktivitas dari
tendon bisep, trisep atau achiles
o Edema pulmoner ditentukan setiap 4 jam sekali dengan melakukan auskultasi
o Pelepasan plasenta dikaji setiap jam dengan memeriksa perdarahan vagina
atau rigiditas uterus.
o Breathing : Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan
atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan,
bunyi nafas tambahan, sianosis.
- Pemeriksaan penunjang :
o Protein urine ditentukan setiap jam bila dipasang kateter (hasil +3
menandakan kehilangan 5 mg protein dalam 24 jam)
o Berat jenis urine ditentukan setiap jam bila dipasang kateter (hasil yang
didapat 1,040 berhubungan dengan oliguria dan proteinuria)
o Hitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis)
o Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan
fibrinogen)
o Enzim hati (Laktat Dehidrogenase (LDH), Aspartat aminotransferase (AST)
(SGOT), Alanin aminotransferase (ALT) (SGPT)
o Kimia darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat)
o Pemeriksaan silang darah
o Hematokrit, Hemoglobin, trombosis
o Laboratorium : protein urine dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif.
o USG : untuk mengetahui keadaan janin
o NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.
1. B. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. DS :
Klien mengatakan kalau ia
merasa nyei pada kepala,
kadang-kadang mual dan
muntah, kakinya bengkak.
Perfusi jaringan Hipertensi,
Vasospasme
15. DO :
TD : 140/90 mmHg
Udem pada kedua
ekstremitas
Hb :11 gr %
2. DS :
Klien mengatakan sempat
minum obat dan jamu
peluntur kehamilan tetapi
tidak berhasil.
DO :
TD : 140/90 mmHg
kehamilan 39-40 mg,
Hb : 11 gr %
Reduksi urine (-)
Gerakan janin < 10x/jam.
Cidera pada janin Fetal distress
3. DS :
Klien mengatakan merasa
cemas menjelang
persalinan.
DO :
Klien tampak cemas
Nadi : 92x/menit
RR : 22x/menit
Ancaman cidera pada
bayi
kecemasan
4. DS :
Klien mengatakan belum
paham betul tentang
Kurang informasi Kurang pengetahuan
16. kehamilannya dan cara
perawatannya.
Klien mengatakan akan
kontrol ke dokter dengan
ditemani suaminya.
DO :
Klien tampak lebih ingin
mengetahui tentang
perkembangan
kehamilannya.
1. C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan b/d Hipertensi, Vasospasme siklik, Edema serebral.
2. Resiko tinggi cidera pada janin b/d fetal distress.
3. Kecemasan b/d ancaman cedera pada bayi sebelum lahir.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan b/d kurang informasi.
No Diagnose keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi
jaringan b.d.
Hipertensi,
Vasospasme siklik,
Edema serebral.
Tidak terjadi
vasospasme dan
perfusi jaringan
dengan
k/h:
- klien akan
mengalami
vasodilatasi
ditandai dengan
diuresis,
penurunan tekanan
darah, edema.
1. 1. Memantau
asupan oral dan
ifus IV MGSO4.
2 2. Memantau urin
yang kluar.
3. 3. Memantau
edema yang terlihat.
4.4.Mempertahankan
tirah baring total
dengan posisi
miring.
11. MGSO4 adalah
obat anti kejang yang
bekerja pada
sambungan mioneural
dan merelaksasi
vasospasme sehingga
menyebabkan
peningkatan perfusi
ginjal, mobilisasi
cairan ekstra seluler
(edema dan dieresis).
22. Tirah baring
menyebabkan aliran
darah urtero plasenta,
yang sering kali
menurunkan tekanan
darah dan
meningkatkan dieresis.
2. Resiko tinggi cedera
pada janin b/d fetal
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
11. Monitor DJJ 11. Peningkatan DJJ
sebagai indikasi
17. distress. tidak terjadi fetal
distress pada janin
dengan
Kriteria hasil :
– DJJ ( + ) : 12-
12-12
sesuai indikasi.
22. Kaji tentang
pertumbuhan janin.
33. Jelaskan adanya
tanda-tanda solutio
plasenta ( nyeri
perut, perdarahan,
rahim tegang,
aktifitas janin turun
).
44. Kaji respon janin
pada ibu yang diberi
SM.
55. Kolaborasi
dengan medis dalam
pemeriksaan USG
dan NST.
terjadinya hipoxia,
prematur dan solusio
plasenta.
22. Penurunan fungsi
plasenta mungkin
diakibatkan karena
hipertensi sehingga
timbul IUGR.
33. Ibu dapat
mengetahui tanda dan
gejala solutio plasenta
dan tahu akibat hipoxia
bagi janin.
44. Reaksi terapi dapat
menurunkan
pernafasan janin dan
fungsi jantung serta
aktifitas janin.
55. USG dan NST
untuk mengetahui
keadaan atau
kesejahteraan janin.
3. Kecemasan b/d
ancaman cedera pada
bayi sebelum lahir.
Ansietas dapat
teratasi dengan
Kriteria hasil:
1- Tampak rileks,
dapat istirahat
dengan tepat.
2- Menunjukkan
ketrampilan
pemecahan
masalah.
11. Kaji tingkat
ansietas pasien.
Perhatikan tanda
depresi dan
pengingkaran.
22. Dorong dan
berikan kesempatan
untuk pasien atau
orang terdekat
mengajukan
pertanyaan dan
menyatakan
masalah.
33. Dorong orang
terdekat
berpartisipasi dalam
asuhan, sesuai
indikasi.
1.1. Membantu
menentukan jenis
intervensi yang
diperlukan.
2. 2. Membuat
perasaan terbuka dan
bekerja sama untuk
memberikan informasi
yang akan membantu
mengatasi masalah.
3. 3. Keterlibatan
meningkatka perasaan
berbagi, manguatkan
perasaan berguna,
memberikan
kesempatan untuk
mengakui kemampuan
individu dan
memperkecil rasa takut
karena ketidaktahuan.
18. Kurang pengetahuan, kondisi dan tindakan b/d kurang informasi.
Pengetahuan pasien bertambah dengan
Kriteria hasil:
-Pasien mengerti terhadap apa yang disampaikan.
-Mampu menerapkan informasi yang didapat.
-Mentaati pengobatan.
K 1. Kaji kesiapan pasien dan hambatan belajar.
2. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung
3. Berikan pengertian pentingnya kerja sama.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian penjelasan mengenai penyakit.
1. Meningkatkan minat pasien untuk belajar.
2 Agar pasien mengerti mengenai penyakit.
3. Agar masalah dapat diatasi dengan baik.
4. Agar informasi yang disampaikan dapat lebih lengkap dan jelas.
1. D. Implementasi keperawatan
19. Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan dimana awalan
kata pada intervensi ditambah dengan kata kerja misalnya jika pada intervensi keperawatan
kaji TTV maka pada implementasi keperawatan mengkaji TTV.(Judith M.W.2007).
1. E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang berkesinambungan. Untuk menjadi efektif, evaluasi perlu
didasarkan pada criteria yang dapat diukur yang mencerminkan hasil akhir perawatan yang
diharapkan.
Ibu dan janin tidak menderita gejala sisa akibat per eklampsia atau
penatalaksanaannya
Ibu tidak akan mengalami eklampsia atau komplikasi yang berat
Janin tidak akan mengalami distress
Bayi baru lahir akan dilahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu efek akibat
penyakit maternal dan penatalaksanaannya
Ibu akan melahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu akibat pada kondisi dan
penatalaksanaannya
Keluarga akan mampu berkoping secara efektif terhadap keadaan ibu yang beresiko
tinggi, penatalaksanaan dan hasil akhirnya.
Jika hasil akhir bagi ibu atau bagi janin tidak menguntungkan, keluarga dibantu untuk
mengatasi kehilangan dan kesedihan.
20. BAB IV
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odema, dan protein urine yang
timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan.
Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi pada masa ante, intra dan post partum.
Preeklamsi berakibat fatal jika tidak segera ditindak. Ia merusak plasenta sehingga
menyebabkan bayi lahir dalam keadaan tidak bernyawa, atau lahir prematur, penyakit ini juga
membahayakan ginjal ibu hamil. Pada beberapa kasus, bisa menyebabkan ibu hamil
mengalami koma. Pre eklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Pre
eklamsi dan eklamsi adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan
oleh kehamilan.
Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.
Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada remaja belasan
tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara biasanya dijumpai
pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler, termasuk
hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang penyakit
pre-eklampsia dan pencegahannya.
21. Dalam bidang keperawatan, mempelajari suatu penyakit itu penting, dan diharapkan
kepada mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu penyakit tersebut beserta
asuhan keperawatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
Persis Mary Hamilton, (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, EGC : Jakarta.
Price, Silvia A. 2006. Patofisiologi, volume 2. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.