1. Ikterus Neonatorum (Bayi Kuning)
“dok, kok bayi saya yang baru lahir kuning ya?” tanya seorang pasien. Fenomena ini
sering dihadapi oleh orang tua yang baru saja melahirkan seorang anak. Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dapat menjadi penyebab kuning pada
bayi dan apakah kejadian ini patologis atau fisiologis. Kuning pada bayi dalam hal ini disebut
dengan ikterus neonatorum.
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Jaringan permukaan yang
kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya adalah bagian yang pertama
kali mengalami kuning. Pada neonatus atau bayi baru lahir, baru tampak apabila serum
bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 μmol/L).
Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3 mg/dl dan naik
dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus fisiologis dapat terlihat pada
hari ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar berkisar 5-6 mg/dL
(86-103 μmol/L), dan menurun sampai di bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7.
Ikterus pada neonatus tidaklah selamanya patologis (red: penanda adanya sebuah penyakit).
Pada neonatus dapat pula terjadi ikterus fisiologis yang dapat merupakan fenomena dari
keadaan berikut, yaitu:
1. Peningkatan penghancuran eritrosit janin karena pendeknya usia eritrosit.
2. Rendahnya ekskresi hepar dan rendahnya kadar glukoronil transferase pada neonatus.
3. Gerakan usus yang lambat akibat belum ada intake.
Suatu ikterus pada neonatus dikatakan fisiologis jika ditemukan keadaan berikut, yaitu:
1. Pertama kali muncul pada usia 24-72 jam setelah lahir.
2. Terjadi selama 4-5 hari pada bayi normal dan 7 hari pada bayi prematur.
3. Kadar bilirubin tidak melebihi 15 mg/dl
4. Tidak terdeteksi secara klinis setelah 14 hari. Atau dengan kata lain tidak ditemukan
dasar patologis.
2. Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi dapat digolongkan sebagai keadaan
patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Beberapa keadaan berikut tergolong
dalam ikterus patologis, antara lain:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)
Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir <2000 gram="gram" span="span">, Masa gestasi 36
minggu, Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus, Infeksi, Trauma lahir pada
kepala, Hipoglikemia
Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau >14 hari (pada
prematur)
Untuk menilai kadar bilirubin secara klinis, Kramer memperkenalkan penilaian klinis derajat
ikterus neonatal. Penilaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kramer I : Daerah kepala (Bilirubin total ± 5 – 7 mg)
2. Kramer II : Daerah dada – pusat (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%)
3. Kramer III : Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total ± 10 – 13 mg)
4. Kramer IV : Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampai
pergelangan kaki (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)
5. Kramer V : hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17 mg%)
Untuk mendiagnosa ikterus pada neonatus dapat dipakai bagan berikut sebagai
pedoman.
Bagan diagnosa disajikan sebagai berikut:
Penatalaksanaan: (diambil dari Standar Penatalaksanaan IKA FK UNSRI)
3. Fototerapi jika terdapat indikasi menurut grafik Cockington
Fototerapi dihentikan jika kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari
kadar indikasi transfusi tukar bila kada bilirubin sebelumnya < 13 mg/dl.
Transfusi tukar dilakukan bila Hb tali pusat < 10 ; kadar bilirubin tali pusat > 5 g/dl; bilirubin
total meningkat > 5 g/dl; bayi menunjukkan tanda bilirubin ensefalopati ( hipotoni, kaki
melengkung, retrocolis, panas, panas tinggi); anemia dengan early jaundice dengan Hb 10-13
dan kecepatan peningkatan 0,5 mg%/jam; anemia dengan bilirubin > umur bayi (jam) setelah
usia 24 jam pertama; bilirubin total > 25 mg/dl; anemia progresif saat pengobatan
hiperbilirubinemia.
Taransfusi tukar ulang jika: bilirubin meningkat lagi > 1 mg%/jam setelah transfusi tukar,
bilirubin meningkat lagi > 25 mg%/dl, dan persisten hemolitik anemia.
Sedangkan menurut IDAI sendiri adalah sebagai berikut:
“The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk tata
laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi sinar pada
bayi usia gestasi ≥ 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi cukup bulan yang
sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian ASI dan telah
merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam).
Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu formula tidak akan
menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada bayi cukup bulan
sehat.
Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi dengan
BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara. Penghentian ASI
akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila
kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 18–24 jam dan
dilakukan pengukuran kadar
bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI
selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali
sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk
sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.
Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama dalam
proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan jumlah ASI
yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI sejak lahir dan
secara teratur minimal 8 kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti
tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK, (5)
jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan penambahan volume cairan dan
4. stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin
mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar jika terapi lain tidak berhasil, dan (7)
pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari,
kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau
riwayat terjadi BFJ pada anak sebelumnya.
Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau (panjang
gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 μW/cm2 per nm (diukur pada kulit bayi secara
langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit bayi
seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari manufaktur unit
fototerapi tersebut.
Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus dihentikan.
Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan tetapi terapi
sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point dari setiap
kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir (umumnya
dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 μmol/L) maka terapi sinar dapat dihentikan bila BST
turun sampai di bawah 13 – 14 mg/dL (239 μmol/L). Untuk bayi dengan penyakit hemolitik
atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini dan dipulangkan sebelum bayi
berusia 3–4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang bilirubin 24 jam setelah
dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali dengan hiperbilirubinemia
dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi kekambuhan yang signifikan sehingga pemeriksaan
ulang bilirubin dilakukan berdasarkan indikasi klinis.
Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap bayi
baru lahir cukup bulan dengan BST ≥ 12 mg/dL atau bayi prematur dengan BST ≥ 10 mg/dL
tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau transfusi tukar disesuaikan
dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20
mg/dL pada bayi cukup bulan, maka penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya.
Terapi sinar harus segera dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk
penegakan diagnosis BFJ dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat
dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis.
Terapi sinar dapat dilakukan bila ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ.
Batas kadar bilirubin untuk melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut
(< 12 mg/dL). Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga penting dilakukan.
Pemantauan dapat berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama
jika kadar bilirubin mencapai > 12 mg/dL.”
Lampiran: Grafik Cockington (usia gestasi > 35 minggu):
5. a. Untuk pedoman fototerapi:
b. Untuk transfusi tukar
Tambahan:
Kuning pada bayi dapat juga berhubungan dengan pemberian ASI. Breastmilk jaundice
mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari
pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat
berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya.
Penyebabnya berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya
akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi
tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya).
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk ikterus, yaitu:
1. Early onset breastfeeding jaundice (Onset beberapa hari pertama kehidupan)
Penurunan volume dan frekuensi makan dapat menyebabkan dehidrasi sedang dan
pengeluaran mekonium terlambat. Dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula,
bayi yang mendapat ASI lebih sering 3-6 kali mengalami ikterus. Pada bayi dengan early
onset hiperbilirubinemia, frekuensi pemberian Asi harus ditingkatkan menjadi lebih dari 10
kali perhari. Jika BB bayi tidak naik, BAB terlambat, dan dan mengalami kekurangan intake
kalori, suplemen formula perlu diberikan. Tetapi ASI harus tetap diberikan untuk
meningkatkan produksi. Tetapi, suplemen seperti dekstrosa dan air harus dihindari. tidak
terdapat bukti jika bentuk ini berhubungan dengan abnormalitas ASI sehingga penghentian
ASI hanya dilakukan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari, bilirubin meningkat >20 mg/dl,
atau ibu memiliki riwayat bayi kuning pada bayi sebelumnya.
2. Late onset breastfeeding jaundice ( Onset 6 – 14 hari kehidupan)
Bentuk yang kedua ini terjadi dengan peningkatan bilirubin dengan puncvak di hari ke 6-14
kehidupan. Tetapi keadaan ini tidak mengindikasikan bahwa ikterus dengan bentuk ini adalah
6. patologis. Penyebab utama terjadinya kuning belum dimengerti dengan baik. Diperkirakian
bahwa substansi ASI seperti β-glucuronidases, dan nonesterified fatty acids daqpat
menghambat metabolisme bilirubin normal. Bilirubin dapat turun secara perlahan setelah
bayi berusia 2 minggu tetapi dapat juga bertahan sampai usia 2-3 bulan. Jika ikterus karena
ASI masih diragukan atau nilai bilirubin semakin naik, maka ASI dapat dihentikan. Jika
dengan penghentian kadar bilirubin turun (rata-rata 3 mg/dl/hari), maka diagnosa dapat
ditegakkan yaitu ikterus karena ASI sehingga ASI dapat kembali diteruskan.
"Menyusui dengan frekuensi sering walau singkat lebih baik daripada pemberian jarang dan
lama".