SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 45
Descargar para leer sin conexión
ASUHAN KEPERAWATAN RINITIS DAN SINUSITIS
PENGERTIAN RINITIS
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ). Rhinitis adalah istilah
untuk peradangan mukosa.
Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokan baik
sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi
saluran nafas atas, termasuk rinitis viral ( Common cold ) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi
sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan
massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana kasus ini disebut sebagai rhinitis
alergik. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 547-548 ).
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
a. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar
rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu
dan polusi udara atau asap.
Gejala:Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal,
baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair,
bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi
(bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami
gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata
(konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan
hidung meler dan hidung tersumbat.
Pengobatan: Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoephedrine atau
fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita
tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium
kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian
antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat
semprot kortikosteroid. Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan
gejala, maka diberikan kortikosteroid per-oral selama kurang dari 10 hari.
b. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya
kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
Gejala: Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal,
baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair,
bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi
(bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami
gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah
kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa
menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan
pendengaran, terutama pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus)
dan polip hidung.
Pengobatan : Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin.
Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau
fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita
tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.

Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan
tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat
mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid; tidak dianjurkan
untuk memberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan bisa diperoleh
tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa memperburuk atau
memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membuang
polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus.
c.

Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis
bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Gejala : Kongesti nasal, Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis), Gatal pada
nasal, Bersin-bersin, Sakit kepala.
Terapi Medik : Pemberian antihistamin,Dekongestan, Kortikosteroid topikal, Natrium
kromolin.

ETIOLOGI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang
diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
a. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya
b. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan
puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
PATOFISIOLOGI
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan
mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen
hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan
yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan
nonspesifik suatu pengaruh persiapan.
MANIFESTASI KLINIS
a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari
6 kali).
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening
dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang
menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama
pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah
mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin
sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis
alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat,
mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
Tanda dan gejala rinitis adalah rongesti nasal, nafas nasal, ( Purulen dengan renitis
bakterialis ) gatal pada nasal, dan bersin-bersin. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika
terdapat juga sinusitis. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji
laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga
atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci
penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan
gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit
goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji
Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan rhinitis tergantung pada penyebabanya, yang mungkin diidentifikasi
dengan riwayat kesehatan komplit dan menananyakan klien tentang kemungkinan pemajanan
terhadap allergen dirumah, lingkungan, atau tempat kerja. Jika gejala menunjukan rhinitis
alergik, mungkin dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi kemungkinan allergen. Terapi
obat-obatan termasuk atihistamin, dekoestan, kortikosteroid topical, dan natrium kromolin. Obat-
obatan yang diresepkan biasanya digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala
klien. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548).
KOMPLIKASI
a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita
temukan pada pasien anak-anak.
c. Sinusitis kronik
d. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase

a.

b.

c.
d.

e.
f.
g.
h.

i.

j.
k.
l.

PENCEGAHAN
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis
pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi
itu lebih bagus lagi.
Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya
pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya
makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian
berkurang menjelang matahari terbenam.
Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu
mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan
buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam
rumah anda.
Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat
di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat
bekerja dengan kompos), memotong rumput.
Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan
kompos. Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan
asthma, rhinitis alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling
sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hatihati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda
dapat memburuk.
Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari
waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan
gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk.

MANAJEMEN KEPERWATAN RINITIS
PENGKAJIAN
a. Identitas (Nama, jenis kelamin, umur , bangsa )
b. keluhan utama : Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
c. Riwayat peyakit dahulu: Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
d. Riwayat keluarga : Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien
e. Pemeriksaan fisik :
 Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
 Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
f. Pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan nasoendoskopi
 Pemeriksaan sitologi hidung
 Hitung eosinofil pada darah tepi
 Uji kulit allergen penyebab
DIAGNOSA
a.Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis.
b.Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental
c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
INTERVENSI
a. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya, Klien mengetahui dan
mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional
1. Menentukan tindakan selanjutnya

2. Berikan kenyamanan dan ketentaman 2. Memudahkan penerimaan klien
pada klien :
terhadap informasi yang diberikan
- Temani klien

3. Meningkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan
penyakit tersebut sehingga klien
menyentuh klien )
lebih kooperatif
3. Berikan penjelasan pada klien tentang
penyakit yang dideritanya perlahan, 4. Dengan menghilangkan stimulus yang
tenang seta gunakan kalimat yang jelas, mencemaskan akan meningkatkan
singkat mudah dimengerti
ketenangan klien.
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan 5. Mengetahui perkembangan klien
misalnya :
secara dini.
- Tempatkan klien diruangan yang lebih 6. Obat dapat menurunkan tingkat
tenang
kecemasan klien
- Batasi kontak dengan orang lain /klien
lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria :Klien tidak bernafas lagi melalui mulut dan Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Kolaborasi dengan team medis

Rasional
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum
dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang
dikonsumsi

c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
a. Kaji kebutuhan tidur klien.

Rasional

b. ciptakan suasana yang nyaman.

a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat
hidung
d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Intervensi

Rasional

a. Dorong individu untuk bertanya
mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis
kesehatan

a. memberikan minat dan perhatian,
memberikan kesempatan untuk
memperbaiakikesalahan konsep

b. ajarkan individu menegenai sumber
komunitas yang tersedia, jika
dibutuhkan (misalnya : pusat
kesehatan mental)
c. dorong individu untuk
mengekspresikan perasaannya,
khususnya bagaimana individu
merasakan, memikirkan, atau
memandang dirinya

IMPLEMENTASI
Melaksanakan

tindakan

untuk

b. pendekatan secara komperhensif
dapat membantu memenuhi
kebutuhan pasienuntuk memelihara
tingkah laku koping
c. dapat membantu meningkatkan
tingkat kepercayaan diri,
memperbaiki harga diri, mrnurunkan
pikiran terus menerus terhadap
perubahan dan meningkatkan
perasaan terhadap pengendalian diri

memenuhi

kebutuhan

sesuai

dengan

rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama
melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien,
juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien
yang timbul (Doenges.(2009).Hal :426-880).
EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan dalam
perencanaan.
Sinusitis adalah peradangan membran mukosa dari satu atau lebih sinus maksillaris,
frontal, etmoidalis atau sfenoidalis.
Sinusitis adalah radang sinus. (Kumala, Poppy. 1998). Sinusitis adalah merupakan
penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. (Doenges, M. G. 2000).
Sinusitis di definisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (
common cold ) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila
sedangkan sinus prontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut
juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar
ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinus dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

2.3.2 ETIOLOGI
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal, pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma kartegener, dan di
luar negeri adalah penyakit fibrosis kristik.
Pada anak-anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.

2.3.3 PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungs sebagai mekanisme pertahan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang menbentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi
hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaiyu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.

2.3.4 MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tertekan
pada muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tertekan di daerah sinus yang terkena merupakan cirri khas
sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan
sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksivital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada
sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih kegigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kdang hanya satu
atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius,
gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat
menyababkan gasteronteritis.
Manifestasi klinis secara singkatnya adalah :
a. Kongesti nasal, sakit tenggorok, bersin-bersin, malaise, demam, menggigil, dan sering sakit
kepala serta sakit otot, kadang-kadang ada batuk.
b. Gejala berlangsung 5 – 14 hari
c. Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah
d. Nyeri pada :
 Pipi : biasanya unilateral
 Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
 Gigi (geraham atas) homolateral.
e. Hidung :
 buntu homolateral
 Suara bindeng
2.3.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untunk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya
pus di meatus medius ( pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan prontal) atau di meatus
superior ( pada sinus etmoid posterior dan sphenoid ).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan
dan kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah poto polos
atau CT- scan. Poto polos posisi waters, PA dan Lateral, umumnya hanya mampu menilai
kondisi sinus-sinus besar seperti sinus-sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan atau penebalan mukosa.

2.3.6 PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah :
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi.
Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi,
sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekogestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akud bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilh adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman
telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan
(diatemi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz Displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.
b. Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupak operasi terkini untuk sinusitis
kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak
radikal.
Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setalah terapi adekuat ; sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel ; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis
serta sinusitis jamur.

2.3.7 KOMPLIKASI SINUSITIS
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbit., disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi
trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial. dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis,berupa:
Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis prontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau
fistula pada pipi.
Kelainan paru. Pada bronchitis kronik dan bronkiektasis adanya sinus paranasal di sertai
dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya
asma bronchial yang sukar di hilangkan sebelum sinusitis di sembuhkan.
2.4 MANAJEMEN KEPERAWATAN SINUSITIS
2.4.1 PENGKAJIAN
a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
b. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa
panas, bicara bendeng.
c.

Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.

d.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
Pernah menederita sakit gigi geraham
e.
Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f. Riwayat spikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi
obat tanpa memperhatikan efek samping.
Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung
Pola sistirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus
(baik purulen , serous, mukopurulen).

h. Pemeriksaan fisik
status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
2.4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
b. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
c. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
2.4.3 INTERVENSI
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :

dengan

peradangan

pada

hidung

Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
Klien tidak menyeringai kesakitan.
Intervensi :






Kaji tingkat nyeri klien
R : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
Jelaskan
sebab
dan
akibat
nyeri
pada
klien
serta
keluarganya
R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri
Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila
mengalami nyeri
Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
Kolaborasi dengan tim medis :
Terapi konservatif :
Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
Drainase sinus
Pembedahan :
Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris
Operasi Cadwell Luc
R/: Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien
R/: Menentukan tindakan selanjutnya
Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
 Temani klien
 Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien)
R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan
kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga
klien lebih kooperatif
Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
 Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
 Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.

c.

Observasi tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis
R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien
Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder
dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan
Kriteria hasil :
Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi :
Kaji penumpukan secret yang ada
R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
Observasi tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan secret
R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

2.4.4 IMPLEMENTASI
Melaksanakan

tindakan

untuk

memenuhi

kebutuhan

sesuai

dengan

rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama
melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien,
juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien
yang timbul (Doenges.(2009).Hal :426-880).

2.4.5 EVALUASI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari
DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah
sakit.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering
juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering
ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan
gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis
lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari
penyakit rinosinusitis ini.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara
epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari
sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat
tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. Alergi
hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi anakanak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat.
Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah,
terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan
mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang
terjadi berulang cepat.
Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma.
Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat
menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur,
dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat
memperburuk kondisi asmanya.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan sinusitis dan rhinitis ?

1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sinusitis dan Rhinitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.

Menjelaskan definisi Sinisitis dan Rhinitis

b. Menjelaskan epidemiologi Sinusitis dan Rhinitis
c.

Menjelaskan etiologi Sinusitis dan Rhinitis

d. Menjelaskan klasifikasi Sinusitis dan Rhinitis
e.

Menjelaskan patofisiologi dari Sinusitis dan Rhinitis

f.

Menjelaskan manifestasi klinis dari Sinusitis dan Rhinitis

g. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik Sinusitis dan Rhinitis
h. Menjelaskan penatalaksanaan Sinusitis dan Rhinitis
i.

Menjelaskan komplikasi Sinusitis dan Rhinitis

j.

Menjelaskan asuhan keperawatan Sinusitis dan Rhinitis

1.4

Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan Sinusitis dan Rhinitis.

1.4.2 Manfaat Praktis
a. Tenaga Keperawatan
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang sinusitis dan rhinitis, serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

SINUSITIS
Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga
udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus
adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung.
Peradangan mukosa sinus dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan
bila semua sinus terkena disebut pansinusitis. (cpddokter.com-Continuing Profesional
Development Dokter Indonesia http://).
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung yaitu:
a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis.
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung.
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid dan dibelakang mata.

Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Fungsi sinus paranasal adalah :
Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa
untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.
Sebagai pengatur udara (air conditioning).
Peringan cranium.
Resonansi suara.
Membantu produksi mukus.

2.1.2 Epidemiologi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, bahkan
dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis menyerang
1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang di diagnosis tiap
tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. 1,2
revalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18 – 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15
1.
2.
3.
4.

tahun. Pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun, infeksi saluran pernafasan di hubungkan dengan
sinusitis akut. Sinusitis jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum
berkembang dengan baik.
Sinusitis maxilla paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya, karena:
Ukuran sinus paranasal yang terbesar
Posisi ostium sinus maxilla lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran secret atau
drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.
Letak ostium sinus maxilla berada pada meatus nasi medius disekitar hiatus semilunaris yang
sempit sehingga mudah tersumbat.
Letak dasar sinus maxilla berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (processus alveolaris)
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinus maxilla.

Etiologi

1.
2.
3.
4.

Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan
gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat
terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Sinusitis dapat disebabkan oleh:
Bakteri: Streptococcus pneumonia, Haemaphyllus influenza, Staphylocuccus aureus, Neisseria,
Klebsiella, Basil gram, Pseudomonas.
Virus: Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus
Bakteri anaerob: Fusobakteria
jamur
Klasifikasi Sinusitis
a.

Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Sinusitis akut, yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut adalah sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus
frontal akut, dan sinus sphenoid akut
2. Sinu kronis, yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung selama 3-8 minggu
tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
b. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dapat dibagi menjadi:
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis
infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari
mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang
dapat sembuh tanpa pengobatan.
Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang
paten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang
disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka
keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang.
Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista.
Manifestasi Klinis
1. Sinusitis maksila akut
Gejala :
demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi, ingus
mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2. Sinusitis etmoid akut
Gejala :
ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
3. Sinusitis frontal akut
Gejala :
demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore
hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
4. Sinusitis sphenoid akut
Gejala :
nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring.
5. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau, selalu terdapat ingus
di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis,
batuk kering, dan sering demam.
Pemeriksaan diagnostik
1. Rinoskopi anterior :
Mukosa merah
Mukosa bengkak
Mukopus di meatus medius
2. Rinoskopi postorior
Mukopus nasofaring
3. Nyeri tekan pipi yang sakit
4. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit
5. X Foto sinus paranasalis :
Kesuraman
Gambaran “airfluidlevel”
Penebalan mukosa
Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
a. Drainage
1. Dengan pemberian obat, yaitu dekongestan local seperti efedrin 1%(dewasa) ½%(anak) dan
dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
2.
b.
1.
2.
3.
4.
c.
d.
1.
2.
3.
2)
a.
1.
2.
3.
b.

Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu:
Ampisilin 4 X 500 mg
Amoksilin 3 x 500 mg
Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
Diksisiklin 100 mg/hari.
Pemberian obat simtomatik. Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
Untuk Sinusitis kronis, bisa dengan:
Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
Penatalaksanaan Pembedahan
Radikal
Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
Non Radikal
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan
daerah kompleks ostiomeatal.

Komplikasi
Sinusitis dapat menyebabkan :
Kelainan orbita
Kelainan intrakranial
Kelainan paru-paru
Osteomielitis dan abses subperiosteal biasanya akibat sinusitis frontal dan lebih banyak terjadi
pada usia anak-anak. Osteomielitis akibat sinusitis maksila dapat menyebabkan fistula oroantral.
Asuhan Keperawatan
1). Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat sakit dan kesehatan
1. Keluhan utama: biasanya klien mengeluh nyeri kelapa sinus dan tenggorokan.
2. Riwayat penyakit saat ini: klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam,
pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
c. Riwayat penyakit keluarga: adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual:
Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih).
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
e. Pola fungsi kesehatan:
Pola persepsi dan tatalaksana hidup. Contohnya, untuk mengurangi flu biasanya klien
mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung.
Pola istirahat dan tidur. Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
Pola persepsi dan konsep diri. Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan
konsep diri menurun.
Pola sensorik. Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus
(baik purulen, serous maupun mukopurulen).
f. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
g. Data subyektif
1. Observasi nares:
Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya.
Riwayat pembedahan hidung atau trauma.
Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.
2. Sekret hidung:
Warna, jumlah, konsistensi sekret.
Epistaksis.
Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3. Riwayat sinusitis:
Nyeri kepala, lokasi dan beratnya.
Hubungan sinusitis dengan musim / cuaca.
4. Gangguan umum lainnya: kelemahan.
5. Data obyektif
a. Demam
b. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami
radang.
c. Kemerahan dan Odema membran mukosa
6. Pemeriksaan penunjung :
Kultur organisme hidung dan tenggorokan.
Pemeriksaan rongent sinus.
2). Pohon Masalah
Mikroorganisme
Masuk ke saluran
Pernapasan
Infeksi Sinus
Oedem
Sumbatan Ostium
Penumpukan Sekret
SINUSITIS
Peradangan pada sinus
MK: Hipertermi
Penurunan Nafsu
Makan
Penurunan
Berat Badan
MK: Gangguan Pemenuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh
Iritasi
Eksudat Purulen
Tekanan pada sinus
Meningkat
MK: Nyeri
Sekret Mengental
Hidung Tersumbat
MK: Gangguan istirahat tidur
MK: Ketidakefektifan Jalan Napas

3). Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi / adanya secret yang
mengental.
2. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada hidung.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunnder dari peradangan sinus.
5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder peradangan
hidung.
4). Intervensi
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi / adanya sekret yang
mengental.
Tujuan: Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan.
Kriteria Hasil:
 Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
 Respiratory Rate 16-20x/menit
 Suara napas tambahan tidak ada.
 Ronkhi (-).
 Dapat melakukan batuk efektif.
Intervensi
Rasional
a.
b.

Kaji penumpukan sekret yang ada.
Observasi tanda-tanda vital

a.
b.

c.
d.
e.

Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi pemberian nebulizing dengan c.
d.
tim medis untuk pembersihan secret
Evaluasi suara napas, karakteristik sekret,
kemampuan batuk efektif.
e.

Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
selanjutnya
Mengetahui perkembangan klien sebelum
dilakukan operasi.
Mengeluarkan sekret di jalan napas
Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan
secret/masalah
Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret
pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret di kaji
untuk tindakan selanjutnya

2. Nyeri : kepala, tenggorokan, sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan: Nyeri klien berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
 Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
 Klien tidak menyeringai kesakitan
Intervensi
Rasional
a.

Kaji tingkat nyeri klien

a.

b.

Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klienb.
serta keluarganya

c.

Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

d.

Observasi tanda tanda vital dan keluhan

c.

Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya
Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan
klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri
Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi
sehinggga dapat mempraktekkannya bila
mengalami nyeri
e.
1)
2)
-

-

klien
d. Mengetahui keadaan umum dan perkembangan
Kolaborasi dngan tim medis :
kondisi klien.
Terapi konservatif :
e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan
hidung
Drainase sinus
Pembedahan :
Irigasi Antral :
Untuk sinusitis maksilaris

Operasi Cadwell Luc.

3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan: suhu tubuh kembali dalam keadaan normal.
Kriteria hasil:
 Suhu tubuh normal.
 Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
Intervensi
Rasional
a.

Monitoring perubahan suhu tubuh.

a.

b.

Mempertahankan keseimbangan cairan
dalam tubuh dengan pemasangan infuse. b.

c.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
c.
antibiotik guna mengurangi proses
peradangan (inflamasi).
Anjurkan pada pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga d.
metabolisme dalam tubuh dapat berjalan
lancar.

d.

Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna
mengetahui perkembangan dan kemajuan dari
pasien.
Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga
homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu
tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan
cairan lebih banyak.
Antibiotik berperan penting dalam mengatasi
proses peradangan (inflamasi).
Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna
maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan
semua benda asing (antigen) yang masuk.

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunnder dari peradangan sinus.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
 Klien menghabiskan porsi makannya
 Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah

Intervensi
a.

Rasional

kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
a.

Mengetahui kekurangan nutrisi klien
b.

Jelaskan pentingnya makanan bagi
proses penyembuhan

c.
d.

b.

Catat intake dan output makanan klien.
Anjurkan makan sediki-sedikit tapi c.
sering
d.
Sajikan makanan secara menarik
e.

e.

Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi
akan memotivasi meningkatkan pemenuhan
nutrisi
Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi
klien
Dengan sedikit tapi sering mengurangi
penekanan yang berlebihan pada lambung
Mengkatkan selera makan klien

5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder peradangan
hidung.
Tujuan: klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria hasil:
 Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
Rasional
a.

kaji kebutuhan tidur klien.

a.

b.

Ciptakan suasana yang nyaman.

b.

c.
d.

Anjurkan klien bernafas lewat mulut c.
Kolaborasi dengan tim medis pemberian
obat
d.

Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
Agar klien dapat tidur dengan tenang
Pernafasan tidak terganggu.
Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

RHINITIS
Definisi
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.

Etiologi
1) Belum Jelas.
2) Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :
Reaksi makanan
Emosional
Pekerjaan
Hormon
Kelainan anatomi
Penyakit imunodefisiensi
Interaksi dengan hewan
Temperatur
Klasifikasi
1)

Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :

a.

Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b.

Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2)

Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:

a.

Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh
alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:

1.

Rinitis alergi musiman (Hay Fever),
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar
rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu
dan polusi udara atau asap.

2.

Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan))
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu
rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat

3)

Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing
kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan
nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
a.

Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.

b. Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot
hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
c.

Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif
tulang dan mukosa konka.

Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan diendapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (IgE ). Pelepasan
mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen
hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan
yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan non
spesifik suatu pengaruh persiapan.

2.2.5

Manfestasi Klinis

a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari
6 kali).
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan
encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang
menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
2.2.6

Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen sekret hidung.
2. Pemeriksaan in vivo
Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.

2.2.7

Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi,
selain gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat
diberikan:
Antibiotic presprektum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejala hilang.
Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu
sendok makan dalam 100 cc air hangat.
Preparat Fe
Pil dan semprotan antihistamin
Leukotriene antagonis
Semprotan kortikosteroid
Pil dan semprotan dekongestan
Imunoterapi alergen
Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.

2.2.8

Komplikasi
Polip hidung
Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
Otitis media
Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan
pada pasien anak-anak.
Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase
2.2.9

Asuhan Keperawatan

1)

Pengkajian
Identitas klien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, penangggung biaya.
Keluhan utama
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal.
Riwayat peyakit dahulu
Apakah pasien pernah menderita penyakit THT sebelumnya?
Riwayat keluarga
Apakah keluarganya ada yang menderita penyakit yang di alami pasien?
Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
- Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
Pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan nasoendoskopi
 Pemeriksaan sitologi hidung
 Hitung eosinofil pada darah tepi
 Uji kulit alergen penyebab
2)

Pohon Masalah
Tepung sari dihirup
Spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung
Allergen larut dalam air berdifusi ke epitel
Pelepasan mediator sel mast
Penarikan neutrofil, basofil, eusinofil, dan limfosit
Reaksi allergen hirupan
Silia bergerak
Bersin-bersin
Terjadi produksi sputum
Hidung tersumbat
MK: ketidak efektifan jalan nafas
MK: gangguan pola nafas
MK: gangguan konsep diri
Mukus cair/rhinore
3)
1.
2.
3.

Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya sekret yang mengental
Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore.

4) Intervensi
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi/ adanya sekret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
Rasional
1. Kaji penumpukan secret yang ada
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Kolaborasi dengan tim medis

1. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
selanjutnya
2. Mengetahui perkembangan klien sebelum
dilakukan operasi.
3. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang
dikonsumsi

2. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria Hasil : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
Rasional
1. Kaji kebutuhan tidur klien.
2. Ciptakan suasana yang nyaman

1. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
2. Agar klien dapat tidur dengan tenang
3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
3. Pernafasan tidak terganggu
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian
obat
4. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Tujuan: konsep diri baik setelah intervensi
Kriteria Hasil:
a. Pasien mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan.
b. Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh.
c. Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga.
Intervensi
Rasional
a.

b.

c.

Dorong individu untuk bertanya a. Memberikan minat dan perhatian,
mengenai masalah, penanganan,
memberikan kesempatan untuk
perkembangan dan prognosis
memperbaiaki kesalahan konsep.
kesehatan
Ajarkan individu menegenai
b. Pendekatan secara komperhensif dapat
sumber komunitas yang tersedia,
membantu memenuhi kebutuhan
jika dibutuhkan (misalnya : pusat
pasienuntuk memelihara tingkah laku
kesehatan mental)
koping.
Dorong individu untuk
c. Dapat membantu meningkatkan tingkat
mengekspresikan perasaannya,
kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
khususnya bagaimana individu
mrnurunkan pikiran terus menerus
merasakan, memikirkan, atau
terhadap perubahan dan meningkatkan
memandang dirinya
perasaan terhadap pengendalian diri
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga
udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus
adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung.
Peradangan mukosa sinus dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan
bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.

Saran
Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang kelainan-kelainan yang ada pada sistem pernapasan
(terutama hidung) dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan sinusitis
dan rhinitis.
Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang sinusitis dan rhinitis dan dapat
lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.
Bagi Masyarakat
Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang sinusitis dan rhinitis serta bagaimana
penyebaran dan penularan penyakit tersebut untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
<diakses dari internet> cpddokter.com-Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://
<tanggal 23 Oktober 2011>
http://kumpulan-askep3209.blogspot.com/2012/06/askep-rhinitis-sinusitis.html

ASKEP SINUSITIS
2.1 DEFINISI SINUSITIS Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus
sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi
dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di
daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu
a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan
cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju
ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran
nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini
membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam
rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang
menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus
paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase)
dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi
(prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus
maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.
2.2 KLASIFIKASI SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal
akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu
tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3 ETIOLOGI SINUSITIS
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak
menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika
sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi
virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan
menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan,
contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
2.4 MANIFESTASI KLINIK
2.4.1 Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore
hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2.4.2 Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
2.4.3 Sinusitis frontal akut
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus
kental dan penciuman berkurang.
2.4.4 Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
2.4.5 Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus
di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis,
batuk kering, dan sering demam.
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.5.1 Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari
meatus superior.
2.5.2 Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
2.5.3 Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
2.5.4 Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah
satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
2.5.5 X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum
maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu
menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila,
frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk
menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid
2.5.6 Pemeriksaan CT -Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah
pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air
fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal,
penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin
ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CTScan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila
kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak
mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas
rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
2.5.7 Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal
dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah
(hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke
langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata.
Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk
diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah
(unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).
b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto
roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan
meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang
terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis.
Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a. Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan
a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
2.6.2 Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis.
Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan
adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar
ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang
dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa
selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi
larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus
akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk
memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan
kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena
arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara
dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena
konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral
hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di
kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan
dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %.
Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam
mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala
diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang
dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa
gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu
lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di
pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian
lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di
sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
- alat fungsi sinus maksila
- semprit untuk mencuci
- pahat untuk memotong dinding lateral hidung
- alat pengisap
- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama
2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
- beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat
oleh tampon. Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan
harus lunak.
- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh
pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat
cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi
geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga
tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor
tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong
tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan
granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan
bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka
dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi
ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.
- perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat
perdarahan, maka dokter harus diberitahu.
- makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal)
atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal
(analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang
terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang
tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat
dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka,
kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada
insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka
dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila
tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perbantekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid,
yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop.
Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus
frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.
Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit
muka.
Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan
monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam
endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor.
Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius
untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk membuka
sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang
sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.
Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah selesai,
rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 Kelainan pada Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan
sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama
ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis
sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum
terbentuk.
c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan
gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot
ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita,
juga proptosis yang makin bertambah.
e. Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk
suatu tromboflebitis septik.
2.7.2 Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus
paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan,
seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel
udara ethmoidalis.
b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis.
Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang
terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
c. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama
dengan abses dura.
d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan
metastatik secara hematogen ke dalam otak.
2.7.3 Osteitis dan Osteomylitis.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi
sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam
dan menggigil.
2.7.4 Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan
pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi
tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada
dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista
dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
2.7.5 Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih
berat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di
hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus ( baik purulen,
serous maupun mukopurulen ).
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f. Retraksi otot bantu napas ; ya
g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang
mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari
peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat
peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis ( irigasi sinus / operasi )
3.3 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang
mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :
- Respiratory Rate 16-20x/menit
- Suara napas tambahan tidak ada
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Ajarkan batuk efektif
d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret
e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas
d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.
e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna
sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
d. Kolaborasi analgesic
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk
mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal
yang menyenangkan
d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder
akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
c. Mencatat intake dan output makanan klien.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi selama sakit
e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.
f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan
a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan
pemenuhan nutrisi.
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai
dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung.
f. Meningkatkan selera makan klien.
4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil :
- suhu tubuh 36,5-37,5 C
- kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan
(inflamasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme
dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui
perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila
suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa
melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat
peradangan hidung.
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
- Klien tidur 6 – 8 jam sehari.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. Menciptakan suasana yang nyaman.
c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.
b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang.
c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).
Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan dan tenang
serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga
klien lebih kooperatif.
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-sinusitis/

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

La actualidad más candente (19)

CBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotorCBD rhinitis vasomotor
CBD rhinitis vasomotor
 
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNAAsuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
Asuhan keperawatan anak dengan difteri AKPER PENKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan anak dengan difteri
Asuhan keperawatan anak dengan difteriAsuhan keperawatan anak dengan difteri
Asuhan keperawatan anak dengan difteri
 
Streptococcus beta hemolitikus grup a
Streptococcus beta hemolitikus grup aStreptococcus beta hemolitikus grup a
Streptococcus beta hemolitikus grup a
 
Sinusitis
SinusitisSinusitis
Sinusitis
 
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan FisioterapiSinusitis dan Penanganan Fisioterapi
Sinusitis dan Penanganan Fisioterapi
 
Cbd rhinitis vasomotor - Petrisia Luvina
Cbd rhinitis vasomotor - Petrisia LuvinaCbd rhinitis vasomotor - Petrisia Luvina
Cbd rhinitis vasomotor - Petrisia Luvina
 
Rose yang sering ingusan
Rose yang sering ingusanRose yang sering ingusan
Rose yang sering ingusan
 
Tugas ipa kelompok 3
Tugas ipa kelompok 3Tugas ipa kelompok 3
Tugas ipa kelompok 3
 
L aringitis 4 AKPER PEMKAB MUNA
L aringitis 4 AKPER PEMKAB MUNA L aringitis 4 AKPER PEMKAB MUNA
L aringitis 4 AKPER PEMKAB MUNA
 
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
SISTEM PERNAFASAN "LARINGITIS"
 
Kesehatan 5 sinusitis
Kesehatan 5   sinusitisKesehatan 5   sinusitis
Kesehatan 5 sinusitis
 
Lp sinusitis
Lp sinusitisLp sinusitis
Lp sinusitis
 
Epiglotitis, Faringitis, Laringitis & Trakeitis
Epiglotitis, Faringitis, Laringitis & TrakeitisEpiglotitis, Faringitis, Laringitis & Trakeitis
Epiglotitis, Faringitis, Laringitis & Trakeitis
 
Askep. sinusitis maksilaris lp.
Askep. sinusitis maksilaris lp.Askep. sinusitis maksilaris lp.
Askep. sinusitis maksilaris lp.
 
Ispa pada bayi dan aqnak
Ispa pada bayi dan aqnakIspa pada bayi dan aqnak
Ispa pada bayi dan aqnak
 
Tonsilitis kronis
Tonsilitis kronisTonsilitis kronis
Tonsilitis kronis
 
Obat Rinitis Vasomotor
Obat Rinitis VasomotorObat Rinitis Vasomotor
Obat Rinitis Vasomotor
 
Sap yiyik
Sap yiyikSap yiyik
Sap yiyik
 

Similar a Tentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNA

Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK
Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FKRhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK
Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FKChloe678262
 
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)Betari Wanda Saskia
 
ppt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnya
ppt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnyappt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnya
ppt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnyassuserf1ec1e1
 
Acute and chronic rhinitis.pptx
Acute and chronic rhinitis.pptxAcute and chronic rhinitis.pptx
Acute and chronic rhinitis.pptxIvanCornelius2
 
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).pptPPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).pptfarmasipkcpesanggrah
 
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptxCSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptxKoyetGen
 
LO Difteri.pptx
LO Difteri.pptxLO Difteri.pptx
LO Difteri.pptxdwirs1
 
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.pptRhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.pptHartinaLaNdia
 
SGL-FRUNKEL PADA HIDUNG.pptx
SGL-FRUNKEL  PADA HIDUNG.pptxSGL-FRUNKEL  PADA HIDUNG.pptx
SGL-FRUNKEL PADA HIDUNG.pptxSayutiabdmalik
 
Lp faringitis
Lp faringitisLp faringitis
Lp faringitismaelmery
 
Presentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptx
Presentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptxPresentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptx
Presentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptxgd4f8dhkhh
 
Matamerah konjuktivitis
Matamerah konjuktivitisMatamerah konjuktivitis
Matamerah konjuktivitisRizal_mz
 
Mata merah konjuktivitis
Mata merah  konjuktivitisMata merah  konjuktivitis
Mata merah konjuktivitisfaizalairul
 
Epiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan Laryngitis
Epiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan LaryngitisEpiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan Laryngitis
Epiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan LaryngitisMuhammad Nasrullah
 

Similar a Tentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNA (20)

Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK
Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FKRhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK
Rhinitis Alergi Rina Purnama Sari IKA FK
 
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
 
ppt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnya
ppt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnyappt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnya
ppt rhinitis alergi pada pasien dan kasusnya
 
Acute and chronic rhinitis.pptx
Acute and chronic rhinitis.pptxAcute and chronic rhinitis.pptx
Acute and chronic rhinitis.pptx
 
Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA
Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA
Askep kmb 1(musriani) AKPER PEMKAB MUNA
 
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).pptPPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
PPT FARMAKOTERAPI KELOMPOK 1 INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (1).ppt
 
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptxCSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
CSS Rhinitis Allergy Kelompok 1.pptx
 
LO Difteri.pptx
LO Difteri.pptxLO Difteri.pptx
LO Difteri.pptx
 
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.pptRhinitis_Alergi_ppt.ppt
Rhinitis_Alergi_ppt.ppt
 
SGL-FRUNKEL PADA HIDUNG.pptx
SGL-FRUNKEL  PADA HIDUNG.pptxSGL-FRUNKEL  PADA HIDUNG.pptx
SGL-FRUNKEL PADA HIDUNG.pptx
 
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNAFaringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
Faringitis dan tonsilitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Lp faringitis
Lp faringitisLp faringitis
Lp faringitis
 
Presentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptx
Presentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptxPresentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptx
Presentasi Kasus RS UNS_Felita Yasty_G992308035.pptx
 
INFEKSI ASAL UDARA
INFEKSI ASAL UDARAINFEKSI ASAL UDARA
INFEKSI ASAL UDARA
 
Matamerah konjuktivitis
Matamerah konjuktivitisMatamerah konjuktivitis
Matamerah konjuktivitis
 
Mata merah konjuktivitis
Mata merah  konjuktivitisMata merah  konjuktivitis
Mata merah konjuktivitis
 
Epiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan Laryngitis
Epiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan LaryngitisEpiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan Laryngitis
Epiglotitis, Trakeitis, Faringitis dan Laryngitis
 
Macam macam jenis penyakit pada sistem pernapasan 3
Macam macam jenis penyakit pada sistem pernapasan 3Macam macam jenis penyakit pada sistem pernapasan 3
Macam macam jenis penyakit pada sistem pernapasan 3
 
Rongga hidung
Rongga hidungRongga hidung
Rongga hidung
 

Más de Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Más de Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Tentang keperawatan AKPER PEMKAB MUNA

  • 1. ASUHAN KEPERAWATAN RINITIS DAN SINUSITIS PENGERTIAN RINITIS Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ). Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokan baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral ( Common cold ) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana kasus ini disebut sebagai rhinitis alergik. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 547-548 ). Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua: a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi. b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi: a. Rinitis alergi musiman (Hay Fever) Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap. Gejala:Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Pengobatan: Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid. Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka diberikan kortikosteroid per-oral selama kurang dari 10 hari. b. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
  • 2. Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat Gejala: Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip hidung. Pengobatan : Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid; tidak dianjurkan untuk memberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut). Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan bisa diperoleh tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa memperburuk atau memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membuang polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus. c. Rhinitis Non Alergi Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif. Gejala : Kongesti nasal, Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis), Gatal pada nasal, Bersin-bersin, Sakit kepala. Terapi Medik : Pemberian antihistamin,Dekongestan, Kortikosteroid topikal, Natrium kromolin. ETIOLOGI Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu : a. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya b. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
  • 3. PATOFISIOLOGI Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. MANIFESTASI KLINIS a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali). b. Hidung tersumbat. c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus. d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok. e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat. Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata. Tanda dan gejala rinitis adalah rongesti nasal, nafas nasal, ( Purulen dengan renitis bakterialis ) gatal pada nasal, dan bersin-bersin. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika terdapat juga sinusitis. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548). PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan rhinitis tergantung pada penyebabanya, yang mungkin diidentifikasi dengan riwayat kesehatan komplit dan menananyakan klien tentang kemungkinan pemajanan terhadap allergen dirumah, lingkungan, atau tempat kerja. Jika gejala menunjukan rhinitis alergik, mungkin dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi kemungkinan allergen. Terapi obat-obatan termasuk atihistamin, dekoestan, kortikosteroid topical, dan natrium kromolin. Obat-
  • 4. obatan yang diresepkan biasanya digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala klien. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548). KOMPLIKASI a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung. b. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak. c. Sinusitis kronik d. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. PENCEGAHAN Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi itu lebih bagus lagi. Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam. Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah anda. Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin. Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian: - Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar. - Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar. Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh. Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin. Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat bekerja dengan kompos), memotong rumput. Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan kompos. Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma, rhinitis alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu: Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hatihati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat memburuk. Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering. Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur. Jangan gunakan karpet.
  • 5. Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk. MANAJEMEN KEPERWATAN RINITIS PENGKAJIAN a. Identitas (Nama, jenis kelamin, umur , bangsa ) b. keluhan utama : Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal c. Riwayat peyakit dahulu: Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya. d. Riwayat keluarga : Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien e. Pemeriksaan fisik :  Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid  Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi f. Pemeriksaan penunjang :  Pemeriksaan nasoendoskopi  Pemeriksaan sitologi hidung  Hitung eosinofil pada darah tepi  Uji kulit allergen penyebab DIAGNOSA a.Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis. b.Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore INTERVENSI a. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang Kriteria :Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya, Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya. Intervensi 1. Kaji tingkat kecemasan klien Rasional 1. Menentukan tindakan selanjutnya 2. Berikan kenyamanan dan ketentaman 2. Memudahkan penerimaan klien pada klien : terhadap informasi yang diberikan - Temani klien 3. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk - Perlihatkan rasa empati( datang dengan penyakit tersebut sehingga klien menyentuh klien )
  • 6. lebih kooperatif 3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, 4. Dengan menghilangkan stimulus yang tenang seta gunakan kalimat yang jelas, mencemaskan akan meningkatkan singkat mudah dimengerti ketenangan klien. 4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan 5. Mengetahui perkembangan klien misalnya : secara dini. - Tempatkan klien diruangan yang lebih 6. Obat dapat menurunkan tingkat tenang kecemasan klien - Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan 5. Observasi tanda-tanda vital. 6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental. Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan Kriteria :Klien tidak bernafas lagi melalui mulut dan Jalan nafas kembali normal terutama hidung Intervensi a. Kaji penumpukan secret yang ada b. Observasi tanda-tanda vital. c. Kolaborasi dengan team medis Rasional a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi c. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman Klien tidur 6-8 jam sehari Intervensi a. Kaji kebutuhan tidur klien. Rasional b. ciptakan suasana yang nyaman. a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut b. Agar klien dapat tidur dengan tenang d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat c. Pernafasan tidak terganggu.
  • 7. d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore Intervensi Rasional a. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosis kesehatan a. memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan konsep b. ajarkan individu menegenai sumber komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental) c. dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana individu merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya IMPLEMENTASI Melaksanakan tindakan untuk b. pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk memelihara tingkah laku koping c. dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2009).Hal :426-880). EVALUASI Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
  • 8. Sinusitis adalah peradangan membran mukosa dari satu atau lebih sinus maksillaris, frontal, etmoidalis atau sfenoidalis. Sinusitis adalah radang sinus. (Kumala, Poppy. 1998). Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. (Doenges, M. G. 2000). Sinusitis di definisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma ( common cold ) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila sedangkan sinus prontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen. Sinus dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. 2.3.2 ETIOLOGI Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal, pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kristik. Pada anak-anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 2.3.3 PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungs sebagai mekanisme pertahan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang menbentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaiyu
  • 9. hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi. 2.3.4 MANIFESTASI KLINIS Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tertekan pada muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tertekan di daerah sinus yang terkena merupakan cirri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksivital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih kegigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kdang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyababkan gasteronteritis. Manifestasi klinis secara singkatnya adalah : a. Kongesti nasal, sakit tenggorok, bersin-bersin, malaise, demam, menggigil, dan sering sakit kepala serta sakit otot, kadang-kadang ada batuk. b. Gejala berlangsung 5 – 14 hari c. Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah d. Nyeri pada :  Pipi : biasanya unilateral  Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari  Gigi (geraham atas) homolateral. e. Hidung :  buntu homolateral  Suara bindeng 2.3.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untunk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius ( pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan prontal) atau di meatus superior ( pada sinus etmoid posterior dan sphenoid ). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah poto polos
  • 10. atau CT- scan. Poto polos posisi waters, PA dan Lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus-sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan atau penebalan mukosa. 2.3.6 PENATALAKSANAAN MEDIS a. Terapi Tujuan terapi sinusitis ialah : Mempercepat penyembuhan Mencegah komplikasi. Mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi, sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekogestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akud bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilh adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatemi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz Displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat. b. Tindakan Operasi Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupak operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setalah terapi adekuat ; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel ; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. 2.3.7 KOMPLIKASI SINUSITIS Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial. Kelainan orbit., disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
  • 11. infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus. Kelainan intrakranial. dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis,berupa: Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis prontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi. Kelainan paru. Pada bronchitis kronik dan bronkiektasis adanya sinus paranasal di sertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar di hilangkan sebelum sinusitis di sembuhkan. 2.4 MANAJEMEN KEPERAWATAN SINUSITIS 2.4.1 PENGKAJIAN a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,, b. Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendeng. c. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan. d. Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma Pernah mempunyai riwayat penyakit THT Pernah menederita sakit gigi geraham e. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. f. Riwayat spikososial Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih) Interpersonal : hubungan dengan orang lain. g. Pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping. Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung Pola sistirahat dan tidur Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek Pola Persepsi dan konsep diri Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen). h. Pemeriksaan fisik status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
  • 12. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak). 2.4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung b. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi) c. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental 2.4.3 INTERVENSI a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang Kriteria hasil : dengan peradangan pada hidung Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang Klien tidak menyeringai kesakitan. Intervensi :     Kaji tingkat nyeri klien R : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien. Kolaborasi dengan tim medis : Terapi konservatif : Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung Drainase sinus Pembedahan : Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris Operasi Cadwell Luc R/: Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien b. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi) Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang Kriteria hasil: Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya. Intervensi : Kaji tingkat kecemasan klien R/: Menentukan tindakan selanjutnya Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
  • 13.  Temani klien  Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien) R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :  Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang  Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien. c. Observasi tanda-tanda vital R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini. Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan Kriteria hasil : Klien tidak bernafas lagi melalui mulut Jalan nafas kembali normal terutama hidung Intervensi : Kaji penumpukan secret yang ada R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya Observasi tanda-tanda vital R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan secret R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah 2.4.4 IMPLEMENTASI Melaksanakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2009).Hal :426-880). 2.4.5 EVALUASI
  • 14. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini. Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari. Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi anakanak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
  • 15. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan sinusitis dan rhinitis ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sinusitis dan Rhinitis. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Menjelaskan definisi Sinisitis dan Rhinitis b. Menjelaskan epidemiologi Sinusitis dan Rhinitis c. Menjelaskan etiologi Sinusitis dan Rhinitis d. Menjelaskan klasifikasi Sinusitis dan Rhinitis e. Menjelaskan patofisiologi dari Sinusitis dan Rhinitis f. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sinusitis dan Rhinitis g. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik Sinusitis dan Rhinitis h. Menjelaskan penatalaksanaan Sinusitis dan Rhinitis i. Menjelaskan komplikasi Sinusitis dan Rhinitis j. Menjelaskan asuhan keperawatan Sinusitis dan Rhinitis 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan Sinusitis dan Rhinitis. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Tenaga Keperawatan Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang sinusitis dan rhinitis, serta asuhan keperawatan penyakit tersebut.
  • 16. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA SINUSITIS Definisi Sinusitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Peradangan mukosa sinus dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis. (cpddokter.com-Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://). Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung yaitu: a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis. b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung. c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung. d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid dan dibelakang mata. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Fungsi sinus paranasal adalah : Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak. Sebagai pengatur udara (air conditioning). Peringan cranium. Resonansi suara. Membantu produksi mukus. 2.1.2 Epidemiologi Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang di diagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. 1,2 revalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18 – 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15
  • 17. 1. 2. 3. 4. tahun. Pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun, infeksi saluran pernafasan di hubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan baik. Sinusitis maxilla paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya, karena: Ukuran sinus paranasal yang terbesar Posisi ostium sinus maxilla lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran secret atau drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia. Letak ostium sinus maxilla berada pada meatus nasi medius disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. Letak dasar sinus maxilla berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (processus alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinus maxilla. Etiologi 1. 2. 3. 4. Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam. Sinusitis dapat disebabkan oleh: Bakteri: Streptococcus pneumonia, Haemaphyllus influenza, Staphylocuccus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram, Pseudomonas. Virus: Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus Bakteri anaerob: Fusobakteria jamur Klasifikasi Sinusitis a. Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Sinusitis akut, yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu. Macam-macam sinusitis akut adalah sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut 2. Sinu kronis, yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. b. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dapat dibagi menjadi: 1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. 2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
  • 18. menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang paten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Manifestasi Klinis 1. Sinusitis maksila akut Gejala : demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. 2. Sinusitis etmoid akut Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. 3. Sinusitis frontal akut Gejala : demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. 4. Sinusitis sphenoid akut Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring. 5. Sinusitis Kronis Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau, selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam. Pemeriksaan diagnostik 1. Rinoskopi anterior : Mukosa merah Mukosa bengkak Mukopus di meatus medius 2. Rinoskopi postorior Mukopus nasofaring 3. Nyeri tekan pipi yang sakit 4. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit 5. X Foto sinus paranasalis : Kesuraman Gambaran “airfluidlevel” Penebalan mukosa Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan Medis a. Drainage 1. Dengan pemberian obat, yaitu dekongestan local seperti efedrin 1%(dewasa) ½%(anak) dan dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
  • 19. 2. b. 1. 2. 3. 4. c. d. 1. 2. 3. 2) a. 1. 2. 3. b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu: Ampisilin 4 X 500 mg Amoksilin 3 x 500 mg Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet Diksisiklin 100 mg/hari. Pemberian obat simtomatik. Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg. Untuk Sinusitis kronis, bisa dengan: Cabut geraham atas bila penyebab dentogen Irigasi 1 x setiap minggu (10-20) Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi). Penatalaksanaan Pembedahan Radikal Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian. Non Radikal Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal. Komplikasi Sinusitis dapat menyebabkan : Kelainan orbita Kelainan intrakranial Kelainan paru-paru Osteomielitis dan abses subperiosteal biasanya akibat sinusitis frontal dan lebih banyak terjadi pada usia anak-anak. Osteomielitis akibat sinusitis maksila dapat menyebabkan fistula oroantral. Asuhan Keperawatan 1). Pengkajian a. Data Demografi Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. b. Riwayat sakit dan kesehatan 1. Keluhan utama: biasanya klien mengeluh nyeri kelapa sinus dan tenggorokan. 2. Riwayat penyakit saat ini: klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang. 3. Riwayat penyakit dahulu: Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT. Klien pernah menderita sakit gigi geraham. c. Riwayat penyakit keluarga: adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual: Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih). Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
  • 20. e. Pola fungsi kesehatan: Pola persepsi dan tatalaksana hidup. Contohnya, untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping. Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung. Pola istirahat dan tidur. Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu. Pola persepsi dan konsep diri. Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun. Pola sensorik. Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus (baik purulen, serous maupun mukopurulen). f. Pemeriksaan fisik Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak). g. Data subyektif 1. Observasi nares: Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya. Riwayat pembedahan hidung atau trauma. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya. 2. Sekret hidung: Warna, jumlah, konsistensi sekret. Epistaksis. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung. 3. Riwayat sinusitis: Nyeri kepala, lokasi dan beratnya. Hubungan sinusitis dengan musim / cuaca. 4. Gangguan umum lainnya: kelemahan. 5. Data obyektif a. Demam b. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang. c. Kemerahan dan Odema membran mukosa 6. Pemeriksaan penunjung : Kultur organisme hidung dan tenggorokan. Pemeriksaan rongent sinus.
  • 21. 2). Pohon Masalah Mikroorganisme Masuk ke saluran Pernapasan Infeksi Sinus Oedem Sumbatan Ostium Penumpukan Sekret SINUSITIS Peradangan pada sinus MK: Hipertermi Penurunan Nafsu Makan Penurunan Berat Badan MK: Gangguan Pemenuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh Iritasi Eksudat Purulen Tekanan pada sinus Meningkat MK: Nyeri Sekret Mengental Hidung Tersumbat MK: Gangguan istirahat tidur MK: Ketidakefektifan Jalan Napas 3). Diagnosa keperawatan 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental. 2. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung. 3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada hidung.
  • 22. 4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafus makan menurun sekunnder dari peradangan sinus. 5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder peradangan hidung. 4). Intervensi 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi / adanya sekret yang mengental. Tujuan: Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan. Kriteria Hasil:  Klien tidak bernafas lagi melalui mulut  Respiratory Rate 16-20x/menit  Suara napas tambahan tidak ada.  Ronkhi (-).  Dapat melakukan batuk efektif. Intervensi Rasional a. b. Kaji penumpukan sekret yang ada. Observasi tanda-tanda vital a. b. c. d. e. Ajarkan batuk efektif Kolaborasi pemberian nebulizing dengan c. d. tim medis untuk pembersihan secret Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif. e. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi. Mengeluarkan sekret di jalan napas Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret di kaji untuk tindakan selanjutnya 2. Nyeri : kepala, tenggorokan, sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung. Tujuan: Nyeri klien berkurang atau hilang. Kriteria Hasil:  Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.  Klien tidak menyeringai kesakitan Intervensi Rasional a. Kaji tingkat nyeri klien a. b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klienb. serta keluarganya c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan c. Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
  • 23. e. 1) 2) - - klien d. Mengetahui keadaan umum dan perkembangan Kolaborasi dngan tim medis : kondisi klien. Terapi konservatif : e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung Drainase sinus Pembedahan : Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris Operasi Cadwell Luc. 3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada hidung. Tujuan: suhu tubuh kembali dalam keadaan normal. Kriteria hasil:  Suhu tubuh normal.  Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab Intervensi Rasional a. Monitoring perubahan suhu tubuh. a. b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infuse. b. c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian c. antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi). Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga d. metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar. d. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi). Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk. 4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafus makan menurun sekunnder dari peradangan sinus. Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi Kriteria hasil:  Klien menghabiskan porsi makannya  Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah Intervensi a. Rasional kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien
  • 24. b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan c. d. b. Catat intake dan output makanan klien. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi c. sering d. Sajikan makanan secara menarik e. e. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan nutrisi Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung Mengkatkan selera makan klien 5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder peradangan hidung. Tujuan: klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman Kriteria hasil:  Klien tidur 6-8 jam sehari Intervensi Rasional a. kaji kebutuhan tidur klien. a. b. Ciptakan suasana yang nyaman. b. c. d. Anjurkan klien bernafas lewat mulut c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat d. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur Agar klien dapat tidur dengan tenang Pernafasan tidak terganggu. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung RHINITIS Definisi Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa. Etiologi 1) Belum Jelas. 2) Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :
  • 25. Reaksi makanan Emosional Pekerjaan Hormon Kelainan anatomi Penyakit imunodefisiensi Interaksi dengan hewan Temperatur Klasifikasi 1) Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi : a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi. b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. 2) Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi: a. Rhinitis alergi Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Macam-macam rhinitis alergi, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever), Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap. 2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial) Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat 3) Rhinitis Non Alergi
  • 26. Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif. Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu: a. Rhinitis vasomotor Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. b. Rhinitis medikamentosa Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan. c. Rhinitis atrofi Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka. Patofisiologi Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan diendapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (IgE ). Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan non spesifik suatu pengaruh persiapan. 2.2.5 Manfestasi Klinis a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali). b. Hidung tersumbat. c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus. d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
  • 27. e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat 2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen sekret hidung. 2. Pemeriksaan in vivo Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test. 2.2.7 Penatalaksanaan Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan: Antibiotic presprektum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejala hilang. Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu sendok makan dalam 100 cc air hangat. Preparat Fe Pil dan semprotan antihistamin Leukotriene antagonis Semprotan kortikosteroid Pil dan semprotan dekongestan Imunoterapi alergen Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis. 2.2.8 Komplikasi Polip hidung Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung. Otitis media Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak. Sinusitis kronik Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase
  • 28. 2.2.9 Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian Identitas klien Nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, penangggung biaya. Keluhan utama Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal. Riwayat peyakit dahulu Apakah pasien pernah menderita penyakit THT sebelumnya? Riwayat keluarga Apakah keluarganya ada yang menderita penyakit yang di alami pasien? Pemeriksaan fisik : - Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid - Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi Pemeriksaan penunjang :  Pemeriksaan nasoendoskopi  Pemeriksaan sitologi hidung  Hitung eosinofil pada darah tepi  Uji kulit alergen penyebab 2) Pohon Masalah Tepung sari dihirup Spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung Allergen larut dalam air berdifusi ke epitel Pelepasan mediator sel mast Penarikan neutrofil, basofil, eusinofil, dan limfosit Reaksi allergen hirupan Silia bergerak Bersin-bersin Terjadi produksi sputum Hidung tersumbat MK: ketidak efektifan jalan nafas MK: gangguan pola nafas MK: gangguan konsep diri Mukus cair/rhinore
  • 29. 3) 1. 2. 3. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya sekret yang mengental Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore. 4) Intervensi 1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi/ adanya sekret yang mengental. Tujuan : Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan Kriteria Hasil : a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung Intervensi Rasional 1. Kaji penumpukan secret yang ada 2. Observasi tanda-tanda vital 3. Kolaborasi dengan tim medis 1. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya 2. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi. 3. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi 2. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman Kriteria Hasil : Klien tidur 6-8 jam sehari Intervensi Rasional 1. Kaji kebutuhan tidur klien. 2. Ciptakan suasana yang nyaman 1. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur 2. Agar klien dapat tidur dengan tenang
  • 30. 3. Anjurkan klien bernafas lewat mulut 3. Pernafasan tidak terganggu 4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat 4. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung 3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore Tujuan: konsep diri baik setelah intervensi Kriteria Hasil: a. Pasien mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan. b. Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh. c. Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga. Intervensi Rasional a. b. c. Dorong individu untuk bertanya a. Memberikan minat dan perhatian, mengenai masalah, penanganan, memberikan kesempatan untuk perkembangan dan prognosis memperbaiaki kesalahan konsep. kesehatan Ajarkan individu menegenai b. Pendekatan secara komperhensif dapat sumber komunitas yang tersedia, membantu memenuhi kebutuhan jika dibutuhkan (misalnya : pusat pasienuntuk memelihara tingkah laku kesehatan mental) koping. Dorong individu untuk c. Dapat membantu meningkatkan tingkat mengekspresikan perasaannya, kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, khususnya bagaimana individu mrnurunkan pikiran terus menerus merasakan, memikirkan, atau terhadap perubahan dan meningkatkan memandang dirinya perasaan terhadap pengendalian diri
  • 31. BAB 3 PENUTUP Kesimpulan Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Peradangan mukosa sinus dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis. Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa. Saran Bagi Mahasiswa Diharapkan mampu memahami tentang kelainan-kelainan yang ada pada sistem pernapasan (terutama hidung) dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan sinusitis dan rhinitis. Bagi Institusi Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang sinusitis dan rhinitis dan dapat lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan penyakit tersebut. Bagi Masyarakat Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang sinusitis dan rhinitis serta bagaimana penyebaran dan penularan penyakit tersebut untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
  • 32. DAFTAR PUSTAKA Doenges Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI <diakses dari internet> cpddokter.com-Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http:// <tanggal 23 Oktober 2011> http://kumpulan-askep3209.blogspot.com/2012/06/askep-rhinitis-sinusitis.html ASKEP SINUSITIS
  • 33. 2.1 DEFINISI SINUSITIS Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya bakteri. Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat. 2.2 KLASIFIKASI SINUSITIS Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu. Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut. 2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. 2.3 ETIOLOGI SINUSITIS Pada Sinusitis Akut, yaitu: 1. Infeksi virus Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus). 2. Bakteri Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut. 3. Infeksi jamur Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus. 4. Peradangan menahun pada saluran hidung
  • 34. Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor. 5. Septum nasi yang bengkok 6. Tonsilitis yg kronik Pada Sinusitis Kronik, yaitu: 1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh. 2. Alergi 3. Karies dentis ( gigi geraham atas ) 4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa. 5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal 6. Tumor di hidung dan sinus paranasal. 2.4 MANIFESTASI KLINIK 2.4.1 Sinusitis maksila akut Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. 2.4.2 Sinusitis etmoid akut Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. 2.4.3 Sinusitis frontal akut Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. 2.4.4 Sinusitis sphenoid akut Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring 2.4.5 Sinusitis Kronis Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam. 2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 2.5.1 Rinoskopi anterior Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. 2.5.2 Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). 2.5.3 Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1) 2.5.4 Transiluminasi (diaphanoscopia) Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal. 2.5.5 X Foto sinus paranasalis: Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu
  • 35. menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid 2.5.6 Pemeriksaan CT -Scan Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan : a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CTScan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level. b. Polip yang mengisi ruang sinus c. Polip antrokoanal d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer. 2.5.7 Pemeriksaan di setiap sinus a. Sinusitis maksila akut Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ). b. Sinusitis etmoid akut Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid. c. Sinusitis frontal akut Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung. d. Sinusitis sfenoid akut Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen. 2.6 PENATALAKSANAAN 2.6.1 Penatalaksanaan Medis 1. Drainage a. Dengan pemberian obat, yaitu Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
  • 36. Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg. b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris. 2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu : a. Ampisilin 4 X 500 mg b. Amoksilin 3 x 500 mg c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet d. Diksisiklin 100 mg/hari. 3. Pemberian obat simtomatik Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg. 4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20) c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi). 2.6.2 Penatalaksanaan Pembedahan Pencucian sinus paranasal : a. Pada sinus maksila Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok. Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi. b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
  • 37. Pembedahan, dilakukan : a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental. b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal. Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan. Macam pembedahan sinus paranasal 1. Sinus maksila a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila. Alat yang perlu disiapkan ialah : - alat fungsi sinus maksila - semprit untuk mencuci - pahat untuk memotong dinding lateral hidung - alat pengisap - tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari. Perawatan pasca tindakan : - beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon. Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak. - tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh pulang. b. Operasi Caldwell-Luc Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka insisi dijahit. Perawatan pasca bedah : - beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah. - perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu - perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu. - makanan lunak -tampon dicabut pada hari ketiga. 2. Sinus etmoid Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
  • 38. a. Etmoidektomi intranasal Alat yang diperlukan ialah : a. spekulum hidung b. cunam pengangkat polip c. kuret ( alat pengerok ) d. alat pengisap e. tampon Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik. Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan. b. Etmoidektomi ekstranasal Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian dibersihkan. 3. Sinus frontal Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perbantekan. Perban dibuka setelah seminggu. Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi. 4. Sinus sfenoid Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus Fungsional. Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery) Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka. Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat monitor. Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal. Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat kelainan di sinus sfenoid. Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.
  • 39. 2.7 KOMPLIKASI 2.7.1 Kelainan pada Orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga. Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan : a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini. b. Selulitis orbita Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. c. Abses subperiosteal Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. d. Abses orbita Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah. e. Thrombosis sinus kavemosus Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. 2.7.2 Kelainan intracranial a. Meningitis akut Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis. b. Abses dura Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial. c. Abses subdural Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura. d. Abses otak Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. 2.7.3 Osteitis dan Osteomylitis. Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
  • 40. 2.7.4 Mukokel Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya. 2.7.5 Pyokokel. Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 PENGKAJIAN 3.1.1 Data Demografi Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. 3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan 1. Keluhan utama Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan 2. Riwayat penyakit saat ini Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang. 3. Riwayat penyakit dahulu a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT. c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham. 4. Riwayat penyakit keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. 5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih ) b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain 6. Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping b. Pola nutrisi dan metabolism Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung. c. Pola istirahat dan tidur Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu. d. Pola persepsi dan konsep diri
  • 41. Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun. e. Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus ( baik purulen, serous maupun mukopurulen ). 3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System ) Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone). 1. Pernafasan B1 (breath) a. Bentuk dada : normal b. Pola napas : tidak teratur c. Suara napas : ronkhi d. Sesak napas : ya e. Batuk : tidak f. Retraksi otot bantu napas ; ya g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm) 2. Kardiovaskular B2 (blood) a. Irama jantung : regular b. Nyeri dada : tidak c. Bunyi jantung ; normal d. Akral : hangat 3. Persyarafan B3 (brain) a. Penglihatan (mata) : normal b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan c. Penciuman (hidung) : ada gangguan d. Kesadaran: gelisah e. Reflek: normal 4. Perkemihan B4 (bladder) a. Kebersihan : bersih b. Bentuk alat kelamin : normal c. Uretra : normal d. Produksi urin: normal 5. Pencernaan B5 (bowel) a. Nafsu makan : menurun b. Porsi makan : setengah c. Mulut : bersih d. Mukosa : lembap 6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone) a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas b. Kondisi tubuh: kelelahan 3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental. 2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung. 3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
  • 42. 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari peradangan dengan sinus. 5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung. 6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ) 3.3 INTERVENSI 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental. Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan. Kriteria hasil : - Respiratory Rate 16-20x/menit - Suara napas tambahan tidak ada - Ronkhi (-) - Dapat melakukan batuk efektif INTERVENSI RASIONAL a. Kaji penumpukan secret yang ada b. Observasi tanda-tanda vital. c. Ajarkan batuk efektif d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi. c. Mengeluarkan sekret di jalan napas d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret. e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah, konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya 2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung. Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien Kriteria hasil : - Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi - Klien tidak merasa kesakitan. - Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi INTERVENSI RASIONAL a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
  • 43. b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman. c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi d. Kolaborasi analgesic e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari. a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera. b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat Kriteria hasil : - Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan - Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl) - Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah - Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah INTERVENSI RASIONAL a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan. c. Mencatat intake dan output makanan klien. d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering. f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
  • 44. b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi. c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien. d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya. e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung. f. Meningkatkan selera makan klien. 4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal Kriteria hasil : - suhu tubuh 36,5-37,5 C - kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab INTERVENSI RASIONAL a. Monitoring perubahan suhu tubuh b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi) d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien. b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak. c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi) d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk. 5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan hidung. Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman. Kriteria hasil : - Klien tidur 6 – 8 jam sehari. INTERVENSI RASIONAL a. Kaji kebutuhan tidur klien. b. Menciptakan suasana yang nyaman.
  • 45. c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur. b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang. c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung 6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ). Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang. Kriteria hasil : - Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya. - Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta pengobatannya. INTERVENSI RASIONAL a. Kaji tingkat kecemasan klien b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan, - Temani klien - Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien ) c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah dimengerti d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya : - Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang. - Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan e. Observasi tanda-tanda vital. f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan selanjutnya. b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan. c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif. d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien. e. Mengetahui perkembangan klien secara dini. f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien. http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-sinusitis/